MENU

Where the world comes to study the Bible

10. Manis Seperti Madu

Ingatan masa kecil, sebagian menyenangkan dan sebagian tidak, ada dalam pikiran kita tidak masalah setua apa kita. Saya ingat menjelajahi lingkungan kami. Disebelah kami ada pasangan tua yang paling baik yang pernah saya kenal. Walau teman saya dan saya sedikit rebut diwaktu tertentu, atau tanpa berpikir melewati pekarangan mereka yang indah, mereka selalu baik, memahami dan berteman. Lama setelah saya menikah dan pindah jauh dari rumah, saya tetap menganggap mereka sebagai teman. Saat saya kembali kampong untuk berkunjung, saya akan berhenti dan menyapa mereka

Disebelah mereka tinggal orang paling pemarah yang pernah saya kenal. Saya tidak ingat dia pernah berkata hal baik selama 10 tahun saya tinggal dilingkunganitu. Jika bola saya tidak sengaja masuk kehalamannya, dia akan memberikan saya gerakan yang tidak terlupakan. Saat saya melewati rumahnya dengan teman saya, dia akan mengerutkan dahi pada kita sepertinya kita musuh yang akan memasuki pekarangan dan membunuh rumputnya yang indah. Saya tidak ingat namanya, tapi saya ingat kalau saya berharap tidak akan seperti dia saat tua.

Hampir setiap anak mengetahui beberapa orang menyedihkan seperti itu. Mereka memiliki kecenderungan menjadi target lelucon anak kecil, dan itu membuat mereka lebih aneh. Tapi ketidaksenangan mereka tidak hanya terarah pada anak-anak dilingkungannya; mereka melakukan itu juga terhadap keluarga mereka, dengan saudara mereka, dengan sesama pekerja, orang digereja, dan setiap orang yang melewati mereka. Saat anda bicara dengan mereka anda menemukan kalau mereka telah mengalami hal buruk, dan diperlakukan tidak baik, betapa dunia ini kacau. Dekat dengan mereka seperti memeluk landak. Anda jarang mendengar kata-kata menyenangkan dari mereka. Dan yang menyedihkan, sebagian dari mereka mengaku mengenal Tuhan.

Apakah anda tahu kalau Tuhan menghargai perkataan yang menyenangkan? “Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang” (Proverbs 16:24). Kita semua tahu kalau kebanyakan madu bisa sakit. Tapi Salomo tidak bicara tentang memuji, menjilat, bicara yang manisnya menyakitkan. Dia bicara tentang kata-kata yang lahir dari kasih—menyetujui, murah hati, ramah, baik yang mencerminkan perhatian kita pada orang lain. Kebalikannya adalah kata-kata yang negative, kritik, keluhan, pertengkaran. Ini sangat manis bagi jiwa. Itu melayani keberadaan kita paling dalam, mengangkat roh kita dan menyegarkan hidup kita. Dan kata-kata itu menyehatkan tulang. Itu berkontribusi bagi kesehatan fisik. Demikian juga dengan kata-kata yang tidak menyenangkan bisa membuat kita sakit, dan kata-kata menyenangkan bisa menolong kita tetap sehat.

Sebagian dari kita tidak pernah memikirkan sejauh ini efek kata-kata kita. Pikirkan itu! Kita melalui kata-kata bisa mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaan, atau sakit dan kesedihan. Bijaksana sekali jika kita belajar menggunakan kekuatan itu sebelum orang lain terluka. Mari kita bahas nature kata-kata menyenangkan agar kita bisa menggunakannya untuk bisa menyehatkan hidup kita dan yang disekitar kita.

Mereka Itu Saling Setuju

Kata ini digunakan Daud dalam persahabatannya dengan Yonatan. “Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan” (2 Samuel 1:26). Kedua pria itu menikmati harmonisnya hubungan mereka. Mereka memiliki pemikiran yang sama, apa yang disukai atau tidak, dan berbagi tujuan yang sama. Hasilnya mereka saling setuju, dan itu menyenangkan bagi mereka berdua.

Saling setuju tidak berarti berbeda pendapat. Itu artinya kita memiliki pandangan positif daripada negative. Kita menekankan wilayah dimana kita setuju daripada melihat hal yang bisa keluhkan. Kita menghindari mempermasalahkan hal kecil. Kita menjaga perasaan dan saling menerima walau kita tidak setuju dengan semua perkataan atau tindakan mereka. Dan kita bicara baik dengan mereka disegala situasi.

Kita semua mengenal orang yang negative. Tentu saja bukan anda dan saya. Tapi orang lain! Bukankah selalu orang lain? Bukankah kita tidak menikmati jika bersama dengan mereka? Jika kita memiliki ide baru, mereka biasanya menolaknya. Itu kelihatannya sudah menjadi respon otomatis dari emreka. Jika kita memiliki pendapat, itu pasti tidak benar dan mereka akan menolak dan mengkoreksinya. Jika kita menceritakan sesuatu, detilnya pasti sedikit tertukar, mereka pasti meluruskannya. Jika kita mencoba melakukan suatu pekerjaan, mereka akan mengatakan hal yang lebih baik untuk dilakukan. Jika kita mengusulkan suatu solusi, itu pasti tidak berjalan, atau akan memakan biaya terlalu besar, atau tidak mempertimbangkan semua akibat. Pasti ada yang salah—kita bisa pastikan itu. Orang ini menghabiskan hidupnya mencari masalah daripada solusi.

Orangtua yang negative merampas rasa hormat dan harga diri anak anda. Anak-anak merasa mereka tidak pernah bisa dipuaskan. Guru yang negative membuat muridnya putus asa untuk belajar. Para murid merasa mereka tidak bisa melakukan cukup baik. Anggota gereja yang negative menekan semangat yang lainnya dalam jemaat dan menindas kemajuan karya Tuhan. Kata-kata mereka yang tidak setuju seperti air es yang mengalir diatas bara api, dan mereka menghancurkan kesehatan jemaat. Tapi kata-kata yang menyenangkan seperti madu, manis bagi jiwa dan menyembuhkan tulang.”

Mereka Itu Menggembirakan

Kata-kata yang menyenangkan juga merupakan kata-kata yang menggembirakan. “Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia.” (Proverbs 12:25). “Baik” sinonim dengan “Menyenangkan” yang menekankan kegembiraan. Dan kata-kata yang gembira menggembirakan orang dan menyenangkan hati. Beberapa orang Kristen memiliki pengertian aneh, bahwa lebih rohani dengan menjadi murung dan muram, dan semakin dekat orang itu dengan Tuhan dia semakin seperti orang yang menghisap lemon asam. Kita melihatnya sebagai awan yang menghilangkan setiap senyum. Tapi itu bukan gambaran Alkitab.

“Hati yang gembira membuat muka berseri-seri” (Proverbs 15:13a). Tuhan senang dengan hati yang gembira dan muka yang gembira. “Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta” (Proverbs 15:15). Dengan kata lain, itu membumbui semua hidup, seperti pencicip rasa merasakan setiap masakan. “Hati yang gembira adalah obat yang manjur” (Proverbs 17:22a). Kegembiraan adalah obat.

Saat Norman Cousins, mantan editor The Saturday Review diberitahu di tahun 1964 kalau dia menderita penyakit aneh yang menyebabkan tulang belakangnya terpisah, kesempatannya untuk sembuh total satu dibanding seratus. Dia meminta beberapa film komedi dan menemukan bahwa 10 menit tertawa memberikan dia setidaknya 2 jam tidur tanpa sakit. Secara bertahap, dokter dengan kagum melihat, dia mulai membaik. Enambelas tahun setelah perkiraan itu, dia bebas dari sakit, menunggang kuda dan bermain tennis dan golf.

Tuhan sudah mengatakannya ribuan tahun lalu, “Hati yang gembira adalah obat.” Dan ada sesuatu yang bisa membuat hati kita lebih gembira dari film komedi. Daud mengatakannya: “Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah.” (Psalm 64:10). Saat kita mengetahui bahwa Tuhan memiliki sesuatu yang bisa membuat kita gembira. Ada bukti bahwa Tuhan sendiri memiliki rasa humor, dan tidak ada alasan kenapa umatNya tidak seperti itu. Kita menjadi lebih relax dan menikmati jika kita belajar tertawa, tertawa terhadap kesalahan kita dan tuntutan kita yang terlalu perfeksionis.

Beberapa saat yang paling diingat sebagai keluarga adalah saat rumah dipenuhi dengan tawa serak. Beberap pengalaman terhebat staff pastoral kami adalah disaat kami tertawa sampai air mata keluar dan perut kami sakit. Tidak ada yang mencemarkan disitu. Itu membuat kami semakin dekat dan membuat doa kami lebih bermakna. Saya tidak menyarankan tawa yang tidak pada tempatnya, menyerang atau menghina. Saya bicara tentang kemampuan melihat sisi yang lucu dari hidup dan menyatakannya dengan hati ringan dan humor. Beberapa orang Kristen bisa tertawa hebat.

Saya tahu ada beberapa orang yang tidak suka apa yang saya katakan. Mereka berkeras bahwa kehidupan Kristen bukan hal yang ada tawanya, bahwa mereka harus mati-matian serius tentang hal ini. Dan kita seharusnya harus begitu. Tapi itu bukan alasan bicara dengan muka berkerut, mencari orang yang sedang bercanda dan kita kuliahi. Itu bukan kerohanian. Itu salah yang menghalangi orang jadi bahagia. Kata-kata menyenangkan adalah kata-kata menggembirakan, “seperti madu, manis bagi jiwa dan menyembuhkan tulan.”

Mereka Itu Suatu Pujian

Pemazmur mengajarkan kita hal lain tentang kata-kata menyenangkan. “Haleluya! Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu” (Psalm 147:1). Pujian itu menyenangkan, dan lebih dari sekedar pengulangan “Puji Tuhan” bagi teman anda. Pujian bicara tentang persetujuan dan ucapan syukur kepada Tuhan, terhadap PribadiNya dan tindakanNya. Walau itu tidak sama dengan terima kasih, pujian meliputi roh terima kasih. Itu bisa dinyatakan langsung pada Tuhan, seperti, “Engkau Tuhan yang baik, dan saya bersyukur untuk semua yang telah Engkau lakukan.” Atau itu bisa dinyatakan pada orang lain, “Biarlah saya mengatakan tentang kasih karunia Tuhan dan hal kasih yang telah Dia lakukan pada saya.”

Paulus mengajarkan hal yang sama. “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang” (Colossians 4:6). Kapanpun kita membuka mulut untuk bicara, Tuhan ingin perkataan kita direndam dengan kasih karunia. Itu artinya murah hati, menarik, baik, dan dipenuhi dengan ucapan syukur. Ucapan syukur dan terima kasih merupakan elemen dasar dari kata kasih karunia. Percakapan kita harus berisi terima kasih dan ucapan syukur serta pujian.

Lebih banyak ucapan terima kasih dan pujian akan menolong mengubah sifat murung dan meningkatkan hubungan kita dengan orang lain. Tidak mungkin bicara tentang siapa Tuhan dan apa yang telah dilakukanNya, dan kemudian mengeluh tentang keadaan dan mengkritik orang. Tidak mungki memiliki ucapan syukur yang sejati dalam hati kita terhadap Tuhan, kemudian mengeluh dan ngomel. Kata-kata menyenangkan adalah kata-kata ucapan syukur, “seperti madu, manis bagi jiwa dan menyembuhkan tulang.”

Mereka Itu Berisi Harapan

Kata-kata menyenangkan juga memberi harapan, tidak dipenuhi dengan kemurungan hidup tapi mengharapkan yang terbaik dari Tuhan. Jika ada satu hal yang harus dimiliki anak Tuhan, itu adalah harapan. Kita tahu Tuhan mengatur semuanya dan berjanji mengerjakan semuanya untuk mendatangkan kebaikan. Seperti janjiNya pada orang Yahudi dipembuangan melalui Yeremia, “‘Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan’” (Jeremiah 29:11). Dia merencanakan kebaikan dan masa depan penuh harapan.

Orang percaya mengharapkan yang terbaik. Tapi anda tidak akan tahu sampai mendengar orang mengatakannya. Dengarkan keluhan mereka: “Semuanya buruk. Dan kita tidak melihat apapun juga. Ini akan jadi lebih buruk.” Dan mereka bisa memberikan anda fakta dan statistic untuk membuktikan bahwa mereka akan jadi lebih buruk. Mereka meneguhkan diri sebagai pembawa kabar buruk, dan mereka terus menulari Tubuh Kristus dengan pesimisme dan keputusasaan mereka. Dan itu tidak menyenangkan.

Tapi kita memiliki kabar baik yang menggembirakan. Tuhan bekerja ditengah kita dan dalam hidup kita “baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Philippians 2:13). Saya tahu beberapa orang akan berkata: “Betul, tapi.” Pasukan Betul tapi akan mengatakan pada anda tentang jebakan, masalah, halangan, pertanyaan yang tak terjawab dan kemungkinan kalah. Mereka yakin bahwa setiap awan memiliki lapisan gelap lebih dari yang terlihat, dan dibalik awan itu ada … awan lainnya. Jika anda mengatakan pada mereka bahwa Tuhan memiliki kuasa untuk membuat pernikahan mereka bahagia dan berhasil, mereka mungkin akan menjawab, “Ya, tapi pasangan saya tidak ingin berubah.” Jika anda mengatakan bahwa Tuhan bisa memenuhi kebutuhan materi mereka, jawaban mereka, “ Ya, tapi anda tidak tahu betapa buruk keadaan ekonomi sekarang.” Jika anda mengatakan pada mereka bahwa Tuhan bisa menyelamatkan orang yang mereka kasihi, mereka akan menawarkan informasi bahagia ini: “Ya, tapi anda tidak mengerti betapa bermusuhannya dia itu.” Jika anda mengingatkan mereka bahwa Tuhan bisa menolong mereka mengatasi depresi mereka, mereka akan mengeluh, “Ya, tapi saya sudah 10 tahun begini.” Jika kita terus bicara tentang hal terburuk yang bisa terjadi, itu mungkin terjadi.

Pemazmur memiliki jawaban bagi yang pesimis. “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Psalm 43:5). Percaya bahwa Tuhan bisa memenuhinya dengan cara terbaik. Letakan percaya anda padaNya. Bicara tentang hal baik yang bisa dilakukanNya. Kata-kata menyenangkan berisi harapan, dan mereka seperti “madu, manis bagi jiwa dan menyembuhkan tulang.”

Bisakah anda telah menabur benih perselisihan dengan prilaku negative, kritik, keluhan dan murung? Jika anda meminta keluarga dan teman anda menilai kata-kata anda, apakah penilaian mereka? Tapi anda bisa berubah. Anda pasti ingin kata-kata menyenangkan keluar dari mulut anda. Apa yang bisa membuat ini terjadi?

Tuhan Yesus menunjukan factor kuncinya saat Dia berkata, “Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati” (Matthew 12:34). Untuk bisa mengeluarkan kata-kata menyenangkan kita perlu memenuhi pikiran kita dengan hal-hal yang menyenangkan dan merenungkannya sampai itu menjadi bagian dari hidup kita. Itu tidak mudah dilakukan. Beberapa dari kita telah memikirkan hal yang tidak menyenangkan selama ini. Kita mungkin mendapat teladan yang buruk dari orangtua kita. Kita melihat mereka bertengkar, saling kritik, mengeluh, khawatir, dan yakin bahwa tidak ada yang jadi lebih baik. Jadi secara alami kita berasumsi bahwa itu hal yang baik untuk dilakukan.

Sebagai tambahan, mereka mungkin mengarahkan kata-kata yang tidak menyenangkan itu kepada kita. Beberapa dari kita menyadari betapa kepribadian kita dibentuk oleh pergumulan tak sadar kita untuk mendapat penerimaan orangtua. Kita mungkin menjadi obsesif, perfeksionis yang comfulsif sehingga menurut kita mereka akan memuji kita jika kita melakukannya lebih baik. Itu membuat kita menuntut dan mengkritik diri kita dan orang lain. Kegagalan kita memenuhi standar mereka bisa menghancurkan harga diri dan memenuhi kita dengan rasa bersalah yang tidak pada tempatnya, dan kecenderungan menyalahkan orang lain. Itu bisa membuat kita marah dan bermusuhan, dengan kecenderungan untuk memakis seluruh dunia. Itu sangat sulit diatasi karena sudah terbentuk bertahun-tahun, tapi bisa diubah. Kuasa Tuhan tersedia untuk mengubah kita, memberikan kita sifat yang menyenangkan sehingga itu menjadi sumber kata-kata menyenangkan.

Itu tergantung pada keinginan kita untuk berubah. Jika kita puas dengan keadaan kita sekarang, kita tidak akan berubah. Jika bagi kita tidak masalah kata-kata tidak menyenangkan menyakiti pasangan kita, menghancurkan anak-anak kita, menjauhkan kita dari teman atau menghalangi karya Tuhan, kita terus saja dengan keadaan yang sekarang. Perubahan biasanya menyakitkan, dan kita tidak bisa mengalahkan sakit itu kecuali ada keinginan untuk menjadi umat Tuhan yang sesuai kehendak Tuhan.

Itu merupakan masalah penyerahan diri. Itu dimulai saat kita menyerahkan tubuh kita kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup. Itu terus berlanjut saat kita memprogram ulang pikiran kita menurut Firman Tuhan. Dan hasilnya adalah pengenalan dan melakukan kehendak Tuhan yang sempurna (Romans 12:1-2). Itu termasuk bicara kepada sesama dengan kata-kata yang menyenangkan. Jika ada keinginan itu, serahkan kehendak anda kepada Yesus Kristus. Kemudia anda akan siap membiarkan Dia memprogram ulang pikiran anda dan mengubah sifat anda melalui aplikasi prinsip perubahan hidupNya.

Related Topics: Man (Anthropology), Basics for Christians, Christian Home

11. Membersihkan Sumber

Tidak ada yang lebih menyenangkan setelah bersepeda dimusim panas daripada duduk ditempat berteduh sebelah sungai kecil dan menikmati air dingin bersih. Dan tidak ada yang lebih menekan daripada menemukan bahwa airnya kotot. Pastilah, air jadi kotor karena sumbernya sudah kotor.

Sama juga dengan kita, tidak ada yang lebih menyegarkan bagi orang Kristen yang sedang bergumul dengan masalah sehari-hari daripada duduk bersama dengan orang percaya lainnya dan mendengar kata-kata menyenangkan yang menguatkan dan menghibur. Itu seperti menikmati air dingin bersih. Dan merupakan hal yang menekan kita saat kita mendengar kata-kata yang negative, kritik, keluhan atau pertengkaran. Itu seperti meminum air kotor. Yesus mengetakan pada kita apa masalahnya. Sumbernya terkontaminasi. “Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati” (Matthew 12:34).

Rasul Yakobus prihatin dengan orang Kristen yang mengira hidupnya telah diubah oleh Roh Tuhan, tapi dari mulutnya keluar kata-kata pahit. “tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi. Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?” (James 3:8-11).

Menjadi berkat adalah bicara dengan baik. Sebagian besar orang Kristen bicara dengan baik tentang Tuhan, tapi kita tidak selalu bicara dengan baik, atau bicara dengan kata-kata yang tepat dengan orang percaya lain. Kenyataannya, kita mungkin sedang mengutuk mereka. Mengutuk secara literal berarti “memohon atau berharap negative.” Itu tidak memerlukan sihir kutuk atas seseorang, atau sumpah serapah dan penghinaan. Itu merupakan keinginan yang merusak atau keinginan jahat untuk melakukan hal yang tidak baik atas seseorang. Yakobus mungkin menggunakan istilah ini untuk memasukan kata-kata yang menyebabkan orang lain terluka, apakah itu yang kita inginkan atau tidak. Itu bisa melibatkan kata-kata apapun yang merusak, seperti kemarahan, kritik, menuduh, merendahkan atau gossip. Itu bisa menyebabkan kerusakan. Tidak masuk akal kata-kata merusak datang dari mulut yang sama yang memuji Tuhan seperti air kotor datang dari sumber yang bersih. Apa masalahnya?

Kita semua bergumul dengan keegoisan, keraguan, ketidaknyamana, ketakutan, rasa bersalah, kekhawatiran dan gambaran kompleks lainnya. Untuk melindungi diri kita, kita sering mengeluarkan kata-kata yang melukai orang lain. Apakah mungkin berubah menjadi pribadi yang menyenangkan yang kata-katanya terus membawa sukacita dan kekuatan bagi orang lain daripada melukai? Yakobus memastikan itu. Saat dia menggambarkan teka-teki berkat dan kutuk datang dari mulut yang sama, dia berkata, “Saudaraku, hal ini tidak bisa terjadi demikian.”

Jelas orang Kristen bisa berubah. Tapi bagaimana?

Kita sudah melihat dalam bab yang lalu bahwa perubahan dimulai saat anda menyerahkan kehendak anda kepada Yesus Kristus. Roh Kudus baru bisa dengan bebas mengambil alih control hati, sumber atau mata air kata-kata kita, dan mengeluarkan air yang manis daripada yang pahit. Dia menolong kita berhubungan dengan orang lain seperti Dia sendiri berhubungan dengan orang lain—dengna kasih, baik dan murah hati. Dengan kata lain, Dia meningkatkan tempramen kita.

Itu tidak berarti kita akan mendapatkan kesempurnaan pada saat itu. Kita tidak akan pernah memiliki kesempurnaan dalam hidup ini. Tidak ada manusia sempurna didunia. Tapi tujuan kita haruslah suatu pertumbuhan yang konsisten. Pertumbuhan secata bertahap, tapi pasti! Saat kita mengijinkan Roh Tuhan mengaplikasikan prinsip FirmanNya kedalam hidup kita, tempramen kita akan meningkat. Mata air akan dimurnikan, sebagai hasilnya, kita belajar bicara seorang kepada yang lain dengan lebih menyenangkan. Setidaknya ada 3 cara yang bisa menolong kita membersihkan sumber.

Mengerti Posisi Anda Sebagai Anak Allah

Para ahli mengatakan bahwa salah satu dasar prasyarat komunikasi yang baik adalah memiliki konsep diri yang sehat. Orang yang tidak menyukai dirinya, yang merasa mereka tidak baik, atau tidak layak dikasihi dan diterima, sulit untuk mengasihi dan menerima orang lain atau berhubungan dengan mereka secara sehat. Mereka mungkin dipenuhi dengan rasa permusuhan yang muncul dalam bentuk kemarahan. Mereka mungkin menguji kasih orang lain dengan mendorongnya sampai batasnya dengan pertanyaan, tuduhan atau prilaku tidak bertanggung jawab untuk melihat apakah mereka peduli. Dan mereka cenderung salah menilai motivasi orang lain.

Sebagai contoh, seorang suami mungkin belajar kalau istrinya butuh ekspresi nyata dari kasih sayang, jadi dia saat pulang rumah berhenti sebentar untuk membelikannya sekotak permen, kesukaan istrinya. Karena pengenalan diri kurang, dia sulit menerima tanda kasih sayang dengan ucapan syukur. Dia merasa tidak layak mendapat kasih, daripada mengakuinya, tapi istrinya mungkin menyindir secara tidak langsung bahwa tindakan kasih suaminya tidak murni dengan berkata seperti ini, “Apa maksud semua ini?” Harga diri suaminya juga tidak tinggi, jadi daripada menyambutnya dengan humor, dia mungkin akan menunjukan betapa dia terluka dan menghukum istrinya karena meragukan niatnya. “Kamu tidak pernah menghargai apapun yang saya perbuat. Lihat saja, saya tidak akan membelikan apapun bagimu.” Malam itu tidak enak dan seluruh hubungan mendekati kehancuran.

Psikolog Kristen Lawrence Crabb berpendapat bahwa rasa harga diri seseorang merupakan kebutuhan kita yang tertinggi, dan ada 2 faktor yang berperan terhadap nilai diri. Satu adalah keamanan—dikasihi tak bersyarat dan diterima serta memiliki rasa dimiliki. Kedua adalah rasa penting—memiliki rasa dihargai dan dilihat, merasakan bahwa kita sedang membuat kontribusi yang berarti, bahwa kita berarti bagi seseorang, dan bahwa kita mampu mengatasi situasi hidup kita. Wanita cendertung membutuhkan keamanan daripada rasa penting, sementara pria cenderung membutuhkan rasa penting daripada keamanan. Tuhan meyakinkan kita bahwa dalam FirmanNya kedua kebutuhan itu terpenuhi dalamNya.11

Banyak dari ketidakbahagiaan dan akibat dari kata-kata yang tidak menyenangkan dan tidak membangun yang kita ucapkan bisa dilihat berasal dari ketergantungan kita terhadap manusia dan keadaan daripada Tuhan dalam memenuhi kebutuhan ini. Jika keadaannya mengganggu, kita merasa kita bebas marah-marah. Jika orang gagal memperlakukan kita sebagaimana harapan kita, kita merasa dibenarkan untuk melukai mereka dengan kata-kata. Kunci untuk berubah adalah dengan mengerti kedudukan kita sebagai Anak Allah.

Tuhan membuat kita seperti keinginanNya (Psalm 139:13-16). Kita terus dipikirkanNya (Psalm 139:17-18). Dia sangat mengasihi kita (John 16:27), dan tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasihNya, sama sekali (Romans 8:38-39). Kita diterima dalam AnakNya yang terkasih (Ephesians 1:6), dan Dia tidak pernah meninggalkan kita (John 6:37). Dosa kita telah diampuni (Colossians 2:13), dilahirkan kedalam keluarga kekalNya (John 1:12), dibuat sebagai pewariNya (Romans 8:16-17), dan diberikan peran yang penting dalam menjalankan rencanaNya (1 Corinthians 12:7,22). Dia sangat menghargai kita, betapa kayanya kemuliaan bagian yang telah ditentukanNya (Ephesians 1:18). Dia berkata bahwa kita sempurna dalam Dia (Colossians 2:10), yang berarti bahwa dalam Dia kita mendapatkan semua yang kita butuhkan untuk menopang kita secara emosi dan rohani sekarang dan kekekalan. Itu artinya kita bisa bergantung padaNya dalam memenuhi kebutuhan dasar kita, keamanan dan rasa penting daripada berjuang untuk terpenuhi melalui orang lain.

Pikirkan bagaimana ini bisa terjadi dalam kehidupan setiap hari. Mungkin seorang suami meninggalkan piring kotor diruang tamu sehingga istrinya harus membersihkan. Dalam kurangnya rasa aman, dia bisa menafsirkan hal itu seperti ini, “Dia tidak peduli terhadap saya karena dia membuat pekerjaan yang tidak perlu.” Istrinya menjadi sakit hati, dan sakit hatinya muncul tidak hanya dalam bentuk omelan tentang piring kotor, tapi mengeluh tentang hal lainnya—waktu yang dihabiskan nonton TV, cara dia menggantung gambar, orang yang diundang makan malam, pekerjaan kecil dirumah yang diabaikan. Istrinya merasa bahwa nilainya sebagai seorang pribadi bergantung pada kasih suaminya, yang menurutnya seharunya dinyatakan. Memang sebaiknya jika sang suami lebih pertimbangan dengan membawa piring kedapur. Tapi reaksi istrinya yang tidak menyenangkan bisa dihilangkan jika dia belajar menemukan keamanannya dalam Tuhan daripada dalam suaminya, dan jika dia mengerti siapa dia dalam Kristus dan mulai menikmati nilai yang diberikan Tuhan atas dirinya, yaitu sebagai milik Tuhan.

Hal yang sama terjadi pada suaminya. Dia mungkin melihat istrinya tidak menghormatinya karena komentar biasa tentang tidak mendapat uang cukup untuk membeli pakaian baru yang diinginkannya. “Dia menganggap saya tidak mendapatkan cukup uang. Dia mungkin berharap menikah dengan pria yang akan jadi dokter.” Jadi dia melawan dengan mengkritik orangtuanya, atau mengeluh tentang pengelolaan rumahnya, dan hidup menjadi tidak menyenangkan bagi mereka berdua. Semua itu bisa dihindari jika dia belajar menemukan rasa pentingnya dalam Tuhan dan menikmati nilai yang dia miliki sebagai Anak Allah.

Sebagian besar komunikasi kita yang merusak muncul saat kita mencurigai harga diri kita sedang diserang atau nilai kita sedang dipertanyakan. Tuhan ingin kita saling menolong dan melayani kebutuhan sesama, tapi belajar bergantung padaNya untuk keamanan dan rasa penting akan menolong meningkatkan tempramen dan memperindah kata-kata kita. Itu satu cara untuk membersihkan mata air.

Aplikasikan Firman Tuhan kedalam Hidup Anda

Manual pengoperasian manusia yang diciptakanNya adalah Alkitab. Dia tahu bagaimana kita akan berfungsi paling efektif, dan kita bijak jika membaca perintah didalamnya. Suatu pengertian dan aplikasi Alkitab yang tepat bisa membuat kita menjadi orang yang menyenangkan yang kata-katanya menyenangkan dan membangun. Yeremiah berkata. “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku” (Jeremiah 15:16). Membangun Alkitab kedalam keberadaan kita, belajar berpikir seperti Tuhan berpikir dan melihat sesuatu seperti Tuhan melihatnya akan memenuhi kita dengan sukacita. Dan kita akan menemukan, seperti orang-orang dimasa Yeremiah, bahwa sukacita dari Tuhan adalah kekuatan kita (Nehemiah 8:10). Kita cukup kuat baik secara rohani dan emosi untuk menghindari kesalahan yang menghancurkan komunikasi kita.

Mari saya usulkan suatu contoh. Banyak hal tidak berjalan dengan baik saat bekerja. Anda membuat beberapa kesalahan kecil dan pengawas anda berlebihan dan menyulitkan anda. Tapi kali ini tidak tertahankan. Dia memarahi anda didepan karyawan lain, mengatakan betapa bodohnya anda dan mengancam memecat anda. Bagian terburuk adalah yang lain juga sama salahnya dengan anda, dan dia tidak mengatakan apapun kepada mereka. Emosi berkecamuk didalam diri anda—kemarahan yang hampir mencapai kebencian, takut kalau anda mungkin kehilangan pekerjaan anda, dipermalukan dihadapan yang lain, sakit hati terhadap karyawan lain yang tidak berkata apapun untuk berbagi dalam hal ini, ketakutan terhadap apa yang akan dikatakan istri anda jika mendengar anda dipecat, kekhawatiran akan masa depan, rendah diri dan kurangnya harga diri.

Anda ingin mengatakan padanya apa yang anda pikir, dan mengingatkan dia betapa bodoh perlakuannya. Anda ingin mengatakan padanya kalau dia bisa mendapatkan pekerjaan lamanya. Tapi anda seorang Kristen! Anda ingat kalau rasa aman dan rasa penting ditemukan dalam Tuhan, bukan pada pekerjaan, bukan dalam pikiran orang ini, bahkan bukan dalam perkataan istri anda. Dan anda telah menghafal Firman Tuhan, merenungkannya, memikirkan aplikasinya dalam hidup anda dan cara spesifik itu bisa mempengaruhi prilaku anda.

Yakobus 3:10 teringat oleh anda: “dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.” Matthew 5:44 juga datang: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (KJV). Dan daripada menyemburkan kemarahan anda, anda malah berkata seperti ini, “Saya mengerti kenapa anda seperti ini. Saya ingin melakukan apapun untuk tidak terjadi lagi. Bisakah anda memberikan beberapa usulan untuk menolong saya?”

Beberapa orang akan protes, “Tapi saya tidak merasa berbuat baik. Bukankah munafik mengatakan hal baik saat anda merasa kotor?” Melakukan apa yang Tuhan suruh bukan kemunafikan; itu ketaatan. Itu menolong untuk mengerti dengan tepat apa yang kita rasakan dan akui dengan jujur pada diri sendiri, tapi lebih penting saat itu untuk berpikir dan bertindak dengan tepat. Sangat sulit mengontrol perasaan kita, tapi kita bisa mengontrol pikiran dan tindakan kita. Berpikir dengan tepat dan bertindak dengan tepat akan merubah perasaanmu, dan mungkin sifat kita.

Tuhan ingin kita bertindak kepada orang lain dengan peduli terhadap keadaan mereka. Respon positif mereka akan membawa kepuasan bagi kita sehingga kita menemukan kalau kita ingin baik kepada mereka. Maka kita mulai merasa baik terhadap mereka dan secara tulus tertarik tentang mereka. Dan itu menolong kita merasa lebih baik terhadap diri sendiri. Mengaplikasikan Firman Tuhan kedalam hidup kita bisa meningkatkan sifat kita. Dan itu akan menolong kita bicara lebih menyenangkan dan baik.

Berkomitmen Untuk Membangun Hubungan

Bagi saya pasangan yang paling bermasalah sangat ingin pernikahan mereka berhasil. Mereka saling mengasihi dan menginginkan hubungan yang intim dan bahagia, tapi sifat dasar dan kebutuhan emosi menyebabkan mereka terus saling menyalahkan dan akhirnya membuat mereka saling menjauh. Masalahnya adalah mereka berdua lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan sendiri daripada membangun hubungan mereka. Ditengah pembahasan tentang hal meragukan, Paulus membuat komentar ini: “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.” (Romans 14:19). Kedua hal ini berjalan bersama—damai dan saling membangun. Kata-kata diberikan untuk mendorong yang lain dan membangun mereka untuk hubungan yang damai.

Kebalikannya juga benar. Mencari keuntungan diri sendiri menyebabkan perselisihan. “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (James 3:16). Selama saya hanya peduli terhadap kebahagiaan saya, keamanan, kepentingan, nama baik dan harga diri, saya akan terus memperjuangkannya dan marah dengan orang yang tidak menguntungkan saya. Hati saya tidak berubah dan kata-kata saya tidak menjadi lebih menyenangkan sampai saya membuat tujuan untuk membangun orang lain dalam hidup saya dan memperkuat hubungan kita.

Istri saya dan saya mencoba bermain tennis bersama beberapa tahun lalu. Kami pikir itu merupakan latihan yang baik, jadi kami melakukannya beberapa kali dipagi hari dihari minggu dilapangan dekat rumah. Sejujurnya, istri saya sama sekali tidak bisa. Satu-satunya cara kami bisa saling memukul bola adalah dengan memberikan bola dengan pelan kepada istri saya ditengah lapangan. Tapi hampir setiap kali saya mempraktekan ego pria dan semangat kompetisi saya, cepat-cepat kenet dan memukul bola kesatu sudut untuk mendapat nilai. Jika saya sedang dalam pertandingan, hal ini sangat baik. Tapi jika saya sedang berusaha agar dia juga bisa memukul bola, itu bukan sesuatu yang pintar. Dia pasti akan mencoba memukul kembali, tapi biasanya akan memukul angin atau kena pagar. Beberapa kali dia sedikit marah pada saya. Kami akhirnya memutuskan tennis sama sekali bukan ide yang baik.

Sayangnya, ada beberapa saat dalam pernikahan kami dimana saya menggunakan taktik yang mirip dalam hubungan kami. Saya berusaha mendapat angka dengan marah, menuduh, menyalahkan, diam, berlebihan, mengomel, dan berbagai teknik komunikasi yang tidak adil. Dan dia juga melakukan hal yang sama terhadap saya, karena saat kita terpojok, kita berusaha memojokan orang lain juga. Salah satu dari kita pasti merasa dia menang dan mendapat angka, tapi apa nilainya, jika sebagai hasilnya, kita harus berhenti bermain, jika kita harus mengakhiri pernikahan kita.

Itulah yang dilakukan pasangan sekarang. Mereka menyerah, atau sedang ingin menyerah. Itu tidak perlu! Melalui mengerti posisi kita sebagai anak Allah dan mengaplikasikan Firman Tuhan kedalam hidup kita, kita bisa menjauhkan diri dari kemarahan, kekhawatiran, rasa bersalah dan ketakutan. Kemudian dengan berkomitmen membangun hubungan daripada memenangkan pertandingan, kita menjaga pasangan kita tidak tersudut, dalam suatu posisi dimana emosi dan rohani kuat dan mereka merasa baik dan menerima dirinya. Kemudian baru mereka bisa berespon kepada kita secara positif. Hasilnya kita bisa menikmati permainan, sehingga kita berdua bisa belajar bermain lebih baik dan menemukan kebahagiaan yang lebih besar. Itu bisa merubah keseluruhan cara pandang hidup dan menjaga kata-kata menyenangkan tetap keluar dari mata air yang manis. Apakah anda pikir ini berharga untuk dicoba?


11 Material adapted from Effective Biblical Counseling, by Lawrence J. Crabb Jr. Copyright 1977 by The Zondervan Corporation, p. 59ff. Used by permission.

Related Topics: Man (Anthropology), Basics for Christians, Christian Home, Comfort

12. Cerdik Seperti Ular

Suatu hari Yesus memanggil para murid, memberikan mereka kuasa atas setan dan penyakit, kemudian mengutus mereka keseluruh Israel untuk melayani yang membutuhkan dan mengabarkan injil kerajaan. Dia berkata pada mereka, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matthew 10:16, KJV). Kecerdikan seperti ular mengatur apa yang mereka katakan juga aktivitas yang mereka jalankan. Yesus ingin mereka mengkomunikasikan pesannya dengan bijak, tapi tanpa menyakiti orang yang mendengarnya—setulus merpati.

Salomo menghubungkan hikmat dengan perkataan ratusan tahun lalu. Katanya, “Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi,” (Proverbs 16:23). Hikmat yang sejati mempengaruhi cara kita bicara. Sekali lagi, “Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan” (Proverbs 15:2). Seseorang bisa memiliki banyak pengetahuan, tapi hikmat menolong dia menyatakannya dengan tepat dan dengan cara yang bisa diterima. “tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan” (Proverbs 12:18). Hikmat Tuhan, dinyatakan melalui lidah, menghasilkan kesembuhan daripada kerusakan, seperti kata Tuhan Yesus.

Beberapa orang melihat diri mereka bijak, tapi perkataan mereka lebih menyakitkan daripada menyembuhkan. Itu membuat kita percaya bahwa ada hikmat lain disamping Tuhan, dan Yakobus meneguhkan itu. Dia, seperti Salomo menghubungkan hikmat dengan cara kita menggunakan lidah kita. Setelah 12 ayat tentang lidah, dia menulis, “Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan” (James 3:13). Dia bicara tentang keseluruhan cara hidup kita, bukan hanya perkataan. Tapi kita tidak bisa menghilangkan perkataan dalam hal ini. Dia melanjutkan dengan menyebutkan kepahitan iri hati dan ambisi diri (v. 14), hal-hal yang biasanya dinyatakan dengan hancurnya komunikasi. “di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (James 3:16). Kata-kata yang tidak bijak menghancurkan daripada menyembuhkan.

Kita mungkin berpikir sudah menggunakan akal sehat dan adil saat kita berkata-kata, tapi jika itu menghasilkan kekusutan, perselisihan dan pergolakan daripadan kesembuhan, itu bukan hikmat Tuhan, tapi lawannya. “Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan” (James 3:15). Itu bersumber dari 3 tempat: dari dunia, nafsu manusia, atau dari setan.

Anda tidak ingin hikmat seperti itu bukan? Saya berasumsi anda ingin hal yang sebenarnya, hikmat dari atas, hikmat yang menolong dan menyembuhkan, yang membawa kedamaian dan harmoni, yang meningkatkan kasih dan perasaan damai diatara umat Tuhan. Bagaimana kita bisa tahu apakah perkataan kita berasal dari hikmat Tuhan atau kebalikannya? Yakobus memberikan kita standar dalam mengukurnya. “Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik” (James 3:17). Mari kita menenun standar itu kedalam pemikiran kita, jadi kita juga bisa cerdik seperti ular, tapi tulus seperti merpati.

Perkataan Bijak Itu Murni

Bukannya suatu kebetulan kalau Yakobus menyebut, “pertama, murni.” Dia serius. Pertama dan paling penting adalah semua yang dari Tuhan harus murni. Kata murni aslinya digunakan penulis Yunani kuno untuk kemurnian ilah, tapi kemudian itu untuk menggambarkan kemurnian yang diperlukan untuk menghampiri ilah ini—bukan hanya upacara diluar, tapi kemurnian hati, kemurnian dalam setiap halnya, hati yang harus bersih dari kesalahan, ketidakmurnian moral, iri hati yang pahit, ambisi diri dan motive tersembunyi. Perkataan kita merupakan refleksi apa yang terjadi didalam kita, jadi jika hati kita tidak murni, pekerjaan kita akan menghianati kita. Kita mungkin mampu memalsukannya untuk sementara, tapi kebenaran pasti akan muncul. Komunikasi yang baik dimulai dengan hati yang telah dibersihkan.

Bagaimana kita bisa membersihkan hati kita? Alkitab menggambarkannya sangat jahat dan menipu (Jeremiah 17:9). Ini sangat jelas bukan proyek sendiri. Itu membutuhkan intervensi ilahi yang radikal. Itulah yang Tuhan lakukan saat Dia mengutus AnakNya kedunia untuk mati menggantikan kita. Pada dasarnya, dara Yesus Kristus yang membersihkan hati kita dari dosa (1 John 1:7). Saat kita mengakui kondisi berdosa kita dan percaya pada pengorbanan yang ditawarkan pada kita diKalvary, Tuhan memberikan kuasa pembersihan darahNya kedalam hidup kita. Dia memurnikan kita dan menyingkirkan kesalahan kita.

Kepastian bahwa kita bersih, bahwa dosa kita diampuni dan bahwa Tuhan menerima kita, menjadi dasar bagi perkataan yang bijak. Itu membebaskan kita dari kebutuhan merendahkan yang lain untuk mengganti rasa bersalah kita atas kelemahan kita. Beban kesalahan hilang! Itu membebaskan kita dari kebutuhan untuk terlihat baik, atau mengikuti jalan kita sendiri, atau mendapatkan ambisi untuk membuktikan kita seorang yang bernilai. Kita tahu kita bernilai dalam Kristus. Itu membebaskan kita dari percobaan untuk tampil canggih dengan menggunakan perkataan yang tidak baik. Semakin kita mengerti hutang yang Kristus bayar dan penghargaan yang kita kembangkan untuk kebesaran kasih karunia Tuhan, semakin bijak dan murni komunikasi kita.

Perkataan Bijak Itu Pendamai

Sekarang saat hubungan kita dengan Tuhan sudah baik, kita siap berhubungan dengan orang lain. “selanjutnya pendamai,” kata Yakobus. Memang berurutan. Kata “selanjutnya” jelas menunjukan suatu urutan. Jika anda mencoba menambal pernikahan anda, memperbaiki pengaruh anda terhadap anak atau membetulkan hubungan dengan bos atau tetangga, tapi belum menerima Kristus sebagai Juruselamat anda, hanya akan menyulitkan anda.

Sekali kita percaya Kristus, kita memiliki 2 keuntungan. Pertama, kita memiliki kepastian bahwa Tuhan memurnikan kita. Kita diampuni dan diterima. Dan kedua, kita memiliki kuasa Roh Kudus yang berdiam dalam kita untuk menolong kita berkomunikasi secara bijak. Dia masuk kedalam hidup kita dan memampukan kita menyatakan hikmat Tuhan dalam perkataan dan tindakan kita. Saat kita mengijinkan Dia melakukannya, perkataan kita akan membawa damai.

Orang yang dipenuhi dengan hikmat Tuhan tidak mudah terpancing kedalam perdebatan. Dia tidak suka berkelahi atau berselisih, tapi terus menerus mencari solusi damai atas masalah. Dia percaya bahwa hubungan yang kuat dan kasih lebih penting daripada memenangkan argument. Dia menanggapi seruan Paulus secara serius: “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (Romans 12:18). Dia menanggapi kata-katanya dengan seksama, dan berusaha mengungkapkannya tanpa membangkitkan permusuhan dalam diri orang lain. Jika orang lain menyerang dia dengan marah, membesarkan tuduhan, dia menjawabnya dengan ramah, tapi dengan tenang mencari kebutuhan mereka dan apa yang bisa dilakukannya untuk menolong mereka. Dia pembawa damai, yang Yesus katakan merupakan anak Allah sejati (Matthew 5:9). Dia tahu bagaimana menghindari perbantahan dan menyelesaikan konflik.

Jack adalah seseorang yang bertumbuh dalam hikmat Tuhan. Dia tetap memiliki kesalahan, seperti kita juga, dan salah satunya kegagalan menolong istrinya disaat dia dibanjiri tanggung jawab—beban pekerjaan rumah tangga, menjaga ketiga anak mereka dan bertindak seperti kepala sekolah taman kanak-kanak. Saat dia menegurnya atas ketidakpeduliannya, Jack jadi marah dan dingin terhadap istrinya. Tapi satu malam dia memikirkan betapa dia mengasihi istrinya dan menghargai dia, dan betapa ingin dia menunjukannya pada istrinya. Jadi saat istrinya sedang digereja, dia tidak hanya menidurkan anak, tapi membersihkan dapur dan membersihkan rumah.

Saat istrinya pulang rumah dia terkejut, dan berkata, “saya harap ini bukan untuk membayar semua yang lalu.” Ada waktunya perkataan itu memicu kemarahan sampai malam. Tapi Jack sudah belajar tentang hikmat dari atas, jadi dia berkata, “Tidak ini bukan untuk itu. Saya ingin kamu tahu saya mengasihi kamu dan tidak bermaksud tidak peka terhadap kebutuhanmu. Saya harap ini hanya permulaan kecil.” Tidak hanya mereka melewati hari dengan indah, tapi hubungan mereka dikuatkan. Perkataan bijak itu pendamai.

Perkataan Bijak Itu Peramah

Ramah merupakan kata yang sulit untuk diartikan dalam bahasa Inggris, Tidak ada kata-kata yang bisa menyimpulkannya dengan tepat. Seorang yang ramah mengenali bahwa ada hal yang lebih penting dari peraturan, yaitu orang dan hubungan. Dan walau dia memiliki hak dan kuasa untuk memaksakan hukum, dia melunakan peraturan yang keras dengan belas kasih.

Jadi dia mengalihkannya dengan mempertimbangkan perasaan orang lain. Dia mengijinkan kelemahan. Dia membiarkan mereka menjadi manusia. Dia tahu pentingnya “mengikuti buku” tapi dia juga tahu bahwa oprang dan keadaan yang terlibat menjamin pengecualian sekali-sekali. Karena dia tidak berkeras atas surat hukum, dia biasanya yang pertama meminta pengampunan seseorang yang bertikai dengannya, bahkan jika orang itu lebih salah darinya. Dan dia memiliki cara melupakan kesalahan yang dilakukan terhadapnya daripada menyimpannya untuk pertengkaran berikut.

Mari saya ceritakan tentang Sue, seorang wanita yang bertumbuh dalam hikmat Tuhan. Dia sangat disakiti saat beberapa teman gerejanya berbalik melawan dia dan mulai mengeluarkan dia dari sesi minum kopi pagi. Rumor yang tidak bai yang mereka katakan terhadap dia terdengar olehnya. Dia ingin sekali mengatakan hal ini pada pastornya, tapi dia menyadari kalau motivasinya adalah membuat mereka terlihat buruk. Sebaliknya, dia pergi kepada mereka satu per satu dengan lembut dan bertanya apa yang sudah dia lakukan. Keluhan mereka picik, tapi dia dengan tulus meminta maaf, dan dalam hatinya dia sudah mengampuni mereka karena hal ini.

Di hari-hari berikutnya, dia memperlakukan mereka semua dengan rasa hormat dan kasih yang murni. Keramahannya, terbalas saat satu per satu dari mereka datang padanya untuk meminta nasihat mengatasi masalah dengan anak, dan mereka semua mulai melihat dia. Hikmat manusia akan berkata, “Biar semua orang tahu siapa mereka itu.” Sue memiliki hak dan kemampuan untuk melakukan itu, tapi dia tidak melakukannya. Dia membiarkan keramahan menang, dan itu berdampak pada lebih baiknya hubungan diantara umat Tuhan.

Perkataan Bijak Itu Tunduk

Versi KJV berkata, “mudah diminta,” dan itu menjelaskan kata ini dengan baik. Tapi ini hanya salah satu kata dalam teks Yunani, jadi baik masuk akal, berdamai, berserah, atau tunduk bisa diterima dalam bahasa Inggris. Orang yang tunduk tidak keras kepala, tapi terbuka untuk saran, siap mendengar masukan, mau melakukan permintaan atau pendapat yang masuk akal. Ada orang Kristen yang sekali mengambil keputusan, tidak bisa berubah lagi. Mereka menolak berubah sebanyak apapun pandangan baru dinyatakan, atau berapapun orang yang tidak setuju. Itu bukan hikmat Tuhan. Itu hikmat manusia, hikmat setan. Hikmat dari atas selalu terbuka akan pertimbangan pandangan orang lain.

Ada beberapa hal yang lebih merugikan hubungan yang baik yaitu prilaku seseorang yang berpikir dia selalu benar. Jika anda melihat satu hal dengan satu cara, dia melihatnya dengan cara lain. Dan kemungkinan untuk dia mengubah pemikirannya sangat kecil. Anda harus mengikutinya, atau hidup terus menerus dalam perselisihan terbuka. Kompromi tidak ada dalam pemikirannya. Anda melakukan caranya atau jangan lakukan apapun. Orang seperti itu jarang mengerti kenapa orang lain menjauh dari mereka, dan mereka terus berkeras bahwa mereka benar sampai teman terakhirnya pergi.

Mungkinkah anda melaksanakan hikmat manusia dalam hal ini? Tanyakan istri anda, suami, anak anda, atau teman apakah mereka melihat anda itu masuk akal. Kemudian minta Tuhan memenuhi anda dengan hikmatNya, hikmat yang mau mendengar masukan.

Perkataan Bijak Itu Penuh Belas Kasih dan Buah-buah Baik

Ada dua hal disini, tapi mereka berjalan bersama. Hikmat sejati dipenuhi dengan belas kasih—rasa simpati dan iba terhadap orang yang menderita. Tapi belas kasih tidak berhenti diperasaan semata. Itu menyebabkan kita berkata-kata dengan ramah dan menghibur, dan melakukan sesuatu untuk menolong meringankan penderitaan mereka. Yakobus ingin kita mengerti hal ini. Itulah alasan dia langsung menambahkan “dan buah-buah yang baik.” Hikmat Tuhan bekerja melalui kita untuk menolong orang lain yang membutuhkan, bahkan orang yang bersalah pada kita.

Eleman belas kasihlah yang sulit kita nyatakan. Balas kasih sejati menahan keinginan untuk membalas, dan lebih jauh menjangkau dalam kebaikan untuk menolong. Sue, wanita yang kita temui itu ramah,bisa juga penuh belas kasih dan buah yang baik dengan memasak makanan bagi mereka yang menyakiti dia saat wanita dan keluarganya terkena flu. Hikmat seperti itu bisa mengatasi konflik dengan orang lain. Orang yang mengabaikan sedikit sakit hati dan menjangkau untuk menolong orang lain mudah menjaga hubungan tetap harmonis.

Perkataan Bijak Itu Tidak Memihak

Aspek hikmat Tuhan ini menolong kita teguh berdiri diatas prinsip Alkitab dan tetap patuh padaNya. Tapi juga menjauhkan kita dari kebimbangan dalam perjalanan hubungan kita. Orang dengan hikmat manusia berakal busuk. Dia mungkin bicara baik terhadap seseorang dihari ini, tapi menghancurkannya dihari berikut, apapun untuk keuntungannya. Dia mungkin berkeras bahwa tindakan ini yang paling baik, tapi mengusulkan hal yang sama sekali lain dikali berikut, apapun untuk keuntungannya. Dia mungkin meyakinkan anda bahwa apa yang dilakukannya itu legal, tapi jika saingannya melakukan itu, dia akan mengatakan itu tidak baik. Dia mungkin membiarkan anaknya terlibat dalam prilaku tertentu dihari ini, tapi tidak dihari berikut, karena hari berikut menggangunya. Dia bisa membenarkan kesalahannya dengan logika yang tidak bisa disangkal, tapi itu hikmat manusia, berasal dari kesombongan dan keegoisan. Dan itu membahayakan hubungan daripada menyembuhkan dan menguatkannya. Hikmat Tuhan tetap seterusnya adil, masuk akal dan memperhatikan orang lain.

Perkataan Bijak Itu Tidak Munafik

Kata munafik asalnya digunakan atas actor Yunani dipanggung, orang yang bisa memainkan perannya dengan ahli, sering memakai topeng. Tapi kata ini kemudian diaplikasikan kepada setiap orang yang menutupi dirinya yang sebenarnya dan berpura-pura seperti orang lain. Itulah yang dilakuakan hikmat manusia. Itu menipu, menghindar dan pintar menutupi karakter, tujuan dan motive sebenarnya. Orang yang menggunakannya menjawab anda dengan istilah yang membingungkan sehingga anda tidak bisa mengenal siapa dia sebenarnya, apa yang dia pikir atau apa yang dia kejar. Dia hidup berjaga-jaga dengan topeng, jarang membiarkan anda mengetahui perasaannya yang sebenarnya. Hampir tidak mungkin mengembangkan hubungan yang memuaskan dengan orang ini.

Hikmat dari atas berlawanan dengan itu. Tapi terbuka, jujur dan terus terang. Orang yang melakukannya tidak mencoba menyingkirkan perasaannya agar terlihat baik atau mendapatkan tujuannya. Jika dia terganggu terhadap sesuatu, dia mengatakannya, dengan baik tapi jujur. Dia tidak berkata, “Tidak, tidak ada yang salah diantara kita,” hanya untuk menghindari konfrontasi, atau menutupi sesuatu. Dia membagikan perasaannya secara terbuka, tanpa mengkritik atau menemukan kesalahan orang lain, dan dengan demikian membantu jalur komunikasi tetap terbuka. Dia berkontribusi atas situasi damai dan harmonis, dan itulah situasi dimana kebenaran bisa bertumbuh. Yakobus menyimpulkan bab ini dengan mengingatkan kita bahwa buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai (James 3:18).

Maukah anda meminta hikmatNya? Dia menyediakan itu dengan bebas dan berlimpah (lihat James 1:5). Saat anda memilikinya, perkataan anda akan bijak, dan hubungan anda akan damai, dan kebenaran akan berlimpah.

Related Topics: Man (Anthropology), Hamartiology (Sin), Basics for Christians

13. Tindakan Bicara Lebih Keras dari Perkataan

Sebagai seorang manusia, dan memiliki dosa asal dari Adam, saya cukup sering mengambil keputusan sendiri tanpa mengkomunikasikannya dengan istri saya. Itu suatu keputusan yang bodoh, tapi saya merasa punya alasan yang baik. Dia salah mengerti apa yang coba saya katakan (saya rasa), salah menafsirkan maksud saya, salah menilai motivasi atau menuduh saya dengan tidak adil, dan bagi saya hal teraman adalah tetap tenang. Ini sering dilakukan banyak orang. Dibawah sadar kita pikir dengan diam akan menghukum mereka yang memperlakukan kita dengan tidak adil, atau itu bisa menyebabkan mereka bereaksi dengan cara yang ekstrem, membenarkan diri kalau mereka yang salah.

Saya telah belajar, bahwa saya sebenarnya mengkomunikasikan diam saya. Tindakan saya berbicara sesuatu pada istri saya, sesuatu seperti, “Saya tidak peduli akan perasaanmu. Perasaanku lebih penting darimu. Dan lebih lagi, kamu tidak bisa memperlakukan saya seperti itu tanpa membayar akibatnya.” Saya tidak sadar mengkomunikasikan pesan itu. Kesadaran saya adalah melindungi diri dari sakit hati yang lebih lagi. Saya sangat mengasihinya dan ingin dekat dengannya. Tapi itulah yang ditangkapnya.

Anda lihat, apa yang kita lakukan atau yang gagal kita lakukan berbicara sesuatu. Kita pasti berkomunikasi saat kita berhadapan dengan seseorang. Komunikasi tidak muncul melalui perkataan saja. Komunikasi adalah prilaku apapun yang dilihat seseorang mengandung pesan. Kita bicara dengan gerak-gerik kita, muka, mata, atau alis kita. Kita bicara dengan desahan, sentuhan, nada, mengangkat bahu, dengan jarak yang kita buat dengan orang lain, dengan hampir semua tindakan yang kita lakukan. Kenyataannya, para ahli mengatakan bahwa 65 percent atau lebih dari seluruh komunikasi adalah nonverbal. Mereka juga mengatakan bahwa pesan nonverbal lebih kuat dari verbal.

Jika kita mengirim 2 pesan yang saling berlawanan, orang cenderung percaya yang nonverbal diatas verbal. Singkatnya, jika saya berkeras bahwa saya percaya apa yang anda katakan, tapi mulut saya tertutup, kepala saya miring, dan ada lekukan dalam dialis, anda mungkin menyimpulkan bahwa saya tidak percaya sama sekali pada saya. Tindaka bicara lebih kuat daripada perkataan! Dan itulah alasan kenapa orang Kristen harus hati-hati terhadap tindakan kita, dan memastikan apakah tindakan kita sesuai dengan apa yang kita katakan.

Alkitab membuat penekanan ini. Sebagai contoh, Yohanes menulis, “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 John 3:17,18). Jika kita berkata kita mengasihi saudara seiman tapi membiarkan dia menderita saat kita mampu meringankan penderitaannya, kita sama sekali tidak mengasihinya. Tindakan kita berlawanan dengan perkataan kita, dan tindakan kita bicara lebih keras dari kata-kata.

Yakobus membuat pengamatan serupa. “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (James 2:15-17). Kita bisa berkata kita mengenal Tuhan, tapi jika kita tidak peduli terhadap kebutuhan saudara seiman, tindakan kita berlawanan dengan perkataan, dan tindakan kita bicara lebih keras dari kata-kata.

Seperti yang telah kita lihat, Yakobus pindah dari seruan hidup dalam iman kedalam pembahasan tentang kata-kata yang disimpulkannya dengan berkata, “Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan.” (James 3:13). Walau kita tidak bisa memisahkan kata itu dari seruan, itu menunjuk terutama pada komunikasi nonverbal. Orang Kristen yang bijak membiarkan hidup mereka mendukung perkataan mulut mereka. Dan mereka melakukan itu dalam lembut atau dengan bijak, tanpa pertengkaran, kesombongan, keegoisan, dan tanpa permusuhan dengan mereka yang bersalah pada kita. Mereka melakukan itu dengan keramahan dan tidak egois terhadap orang lain.

Saat Yakobus menggambarkan hikmat sejati yang datang dari Tuhan (James 3:17), dia berkata itu “tidak munafik.” Salah satu karakter orang yang tindakannya berlawanan dengan perkataannya adalah “munafik.” Mereka tidak konsisten, mengaku sesuatu dengan perkataan tapi tidak memilikinya dalam hati. Penting bagi orang Kristen yang bijak untuk bertindak sesuai dengan kata-katanya, setidaknya ada 3 alasan melakukan hal ini.

Untuk Hubungan yang Harmonis

Harmoni yang paling dipikir Yakobus. Dia bicara tentang pembuat damai yang menghasilkan kedamaian (James 3:18), dan kemudian membahas perselisihan dan konflik (4:1). Dalam pikirannya ada hubungan antara hubungan harmonis dengan konsistennya perkataan dan perbuatan. Beberapa konselor merasa bahwa kegagalan memperhatikan prinsip ini merupakan penyebab terbesar perselisihan antar pribadi dan masalah pernikahan. Mereka percaya bahwa banyak masalah yang berkembang dalam hubungan bisa diselesaikan hanya dengan memperbaiki ketidak konsistenan pesan verbal dan nonVerbal.

Sebagai contoh, seorang suami bisa meyakinkan istrinya bahwa dia mengasihinya, tapi dia sering datang rumah terlambat dan jarang memberitahu istrinya. Saat dia menanyakannya, dia berkeras bahwa sedang bekerja, atau pergi untuk suatu hal, atau melihat teman, atau hal lainnya. Dia menjelaskan padannya bahwa penting baginya untuk tahu kapan dia akan telat agar istrinya bisa menyiapkan makan dengan tepat. Tapi dia tidak memberitahu berulang kali, dan banyak makanan yang disia-siakan. Walau kata-katanya berkata, “Saya mencintaimu,” tindakannya berkata, “Saya tidak peduli terhadap keinginan atau perasaanmu.” Dan istrinya percaya tindakan lebih dari kata-kata. Kecenderungan manusianya menjadi marah, dan sakit hati, dan jadi tidak peduli akan keinginan dan perasaan suaminya. Setiap harapan adanya keintiman hancur pada pertengkaran dan adu mulut.

Atu sebaliknya. Seorang istri mengatakan pada suaminya kalau dia akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan suami, tapi dia tidak pernah memasak makanan kesukaan suaminya. Suaminya minta agar dia meyiapkan hal itu dan dia meyakinkan sang suami pasti akan melakukannya suatu saat, tapi tidak pernah dilakukannya. Kapanpun suaminya mengingatkan hal itu, dia akan berkata, “Tolong jangan ganggu saya tentang hal ini. Aku akan menyiapkannya saat saya ingin.” Tapi berbulan-bulan berlalu dan dia tetap tidak melakukannya. Tindakannya berkata, “kebahagiaanmu bukan perhatianku,” dan suaminya mempercayai tindakan diatas kata-kata. Sekali lagi sakit hati mulai meracuni hubungan dan menuangkan minyak keatas perselisihan mereka.

Biasanya bukan hal yang besar yang membawa kehancuran pada pernikahan. Timbunan dari tindakan kecil yang meyakinkan masing-masing kalau pasangan mereka tidak peduli lagi. Tidak ada yang bisa meyakinkan mereka, karena tindakan lebih bicara lebih keras dari kata-kata,

Prinsip tidak hanya berdampak pada hubungan perkawinan. Itu berdampak pada setiap hubungan dalam hidup. Sebagai contoh, orang percaya didorong untuk “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” (Romans 12:15). Itu suatu yang alami dari kasih kita terhadap sesama dan perhatian kita pada sesama Tubuh Kristus.

Demikian juga dengan seorang wanita baru datang kekelompok wanita dan dia dipenuhi dengan sukacita. “Saya sangat senang. Suamiku percaya Kristus sebagai Juruselamatnya tadi malam dan sekarang kita satu dalam Dia.” Dan para wanita dalam lingkaran itu berkata, “Oh, baik sekali,” kemudian duduk tak bergerak denan tangan terlipat, kaki disilangkan dan bermuka muram. Saya jamin wanita yang suaminya baru lahir bari tidak akan merasakan kedekatan dan keintiman dengan para wanita itu, apalagi membagikan hatinya dengan mereka. Tindakan mereka berlawanan dengan perkataan mereka.

Hal yang sama berlaku pada pria yang baru kehilangan pekerjaan. Saat dia mengatakan berita sedih ini pada teman digerejanya, temannya menjawab, “Itu sangat disayangkan,Tom. Saya sedih mendengarnya.” Tapi dia langsung berbalik dan bertanya pada temannya apakah mereka jadi pergi mincing besok pagi. Dia tidak pernah menanyakan pekerjaan Tom lagi, apalagi bertanya apa yang bisa dilakukannya. Seperti yang anda curigai, Tom mulai pergi kegereja lain dimana tindakan orangnya konsisten dengan perkataannya. Sangat sulit menikmati hubungan yang memuaskan dan harmonis dengan orang yang tidak bisa membuktikan perkataannya sesuai dengan tindakannya.

Untuk Perintah yang Berhasil

Ada alasan kedua tindakan kita harus sesuai dengan perkataan kita, yaitu menjadi teladan bagi mereka yang berusaha kita ajar, dan dengan demikian meningkatkan potensi mereka untuk mau belajar. Filosofi “Lakukan seperti yang aku katakan bukan seperti yang aku perbuat” merupakan bencana pendidikan. Belajar yang paling berhasil terjadi saat pelajar melihat teladan yang baik dari apa yang diajarkan. Itulah metode yang Yesus gunakan dengan para murid. Mereka mungkin lebih belajar melalui melihat Dia daripada mendengar Dia. Sebagai contoh, malam Dia mengajar mereka untuk saling melayani dalam kerendahan hati dan kasih, dia mencontohkan peran seorang pelayan dengan mencuci kaki mereka. Mereka belajar dari hal itu bahwa mereka belajar hanya dari kotbah saja.

Dibeberapa kesempatan Paulus menyerukan orang percaya untuk mengikuti teladannya (lihat 1 Corinthians 4:16; 11:1; Philippians 3:17; 4:9). Dia mengajar melalui tindakan. Dia menantang Timotius untuk menjadi teladan bagi orang percaya yang dilayani (1 Timothy 4:12), dan mendorong Titus untuk melakukan hal yang sama (Titus 2:7). Merupakan hal yang bodoh jika kita mencoba mengajar orang lain sesuatu yang kita sendiri tidak lakukan.

Sebagai orangtua kita mungkin yang paling bersalah dalam hal kemunafikan. Kita ingin anak kita bicara kepada kita dengan nada yang baik dan tidak dengan berteriak. Kita menjelaskan kepada mereka dengan jelas dan sederhana. Tapi lima menit kemudian mereka mendengar mamanya berteriak pada papa, “Berapa kali saya bilang, jangan taruh pakaian kotor meja makan?” atau yang lebih buruk, salah satu dari mereka berteriak pada anak-anak, “Sudah dibilang beribu kali jangan berteriak saat saya sedang bicara ditelepon.” Kata-kata itu tidak berarti. Kita mengajar mereka lebih banyak melalui tindakan daripada kata-kata kita.

Satu contoh lagi. Baik ibu dan ayah telah mencoba mengajar anak-anak menjalankan tanggung jawab mereka dengan sukarela dan senang dan tidak mengeluh. Tapi disuatu sore mama berkata pada papa, “Sayang, saya ingin kamu membetulkan kebocoran didapur kita semalam. Kita membuang banyak air.”

Papa melewati hari yang sangat melelahkan hari ini, dan membetulkan kebocoran merupakan hal terakhir yang ingin dia lakukan. Dia seharunya berkata dengan baik dan terus terang, “Jangan malam ini, sayang. Besok dan saya akan melalukannya dipagi hari.” Tapi dia curiga akan mendapat percekcokan jika mengatakan hal itu, jadi sebaliknya dia menjawab dengan marah, “Baiklah. Baiklah—sebentar lagi.”

Satu jam kemudian dia pergi kegarasi, membanting pintu dengan sangat keras sehingga menggetarkan seluruh rumah. Dia terdengar marah-marah tentang kekacauan yang dibuat anak-anak ditempat itu. Kemudian dia marah-marah tentang disain keran air didapur yang membuat pekerjaannya 2 kali lebih sulit. Dan dia “tidak disengaja” memecahkan salah satu gelas kesukaan mama yang tertinggal ditempat cuci. Anak-anak tidak belajar banyak tentang kerelaan dan kebahagiaan.

Bagaimana kita melakukannya dan apa yang kita lakukan lebih penting dari perkataan. Itulah pelajaran penting untuk diajarkan pada anak-anak. Tapi mereka akan mempelajari itu dengan melihat kita. Kita bisa mengemasi kata-kata kita jika tidak mau mencontohkan itu dihadapn anak-anak kerena mereka akan meniru apa yang mereka lihat jauh lebih daripada mengikuti apa yang mereka dengar. Tindakan bicara lebih keras dari perkataan.

Ada bentuk lain dari komunikasi nonverbal yang perlu kita sebutkan, terutama saat bicara tentang mengajarkan anak, yaitu sentuhan. Kita ingin anak kita mengetahui kalau kita mengasihi mereka, tapi kata-kata saja tidak akan meyakinkan mereka. Mereka perlu dengan kasih disentuh. Bayi yang dijauhkan dari sentuhan bisa mati. Anak-anak yang tidak mendapat sentuhan kasih akan sangat terganggun. Setiap manusia memiliki keinginan untuk disentuh, diluar konotasi seksual, oleh orang yang dekat dengan mereka. Suami dan istri memerlukannya. Dan anak-anak tidak bisa berkembang dengan normal tanpa hal ini. Sentuhan yang lembut berkata, “Aku mengasihimu. Kamu berharga bagi saya.” Dan kita paling baik belajar dari mereka yang kita tahu peduli terhadap kita.

Untuk Kesaksian yang Efektif

Setidaknya ada satu alasan lagi kenapa orang Kristen harus membuktikan perkataan dan perbuatan mereka selaras, yaitu untuk mereka yang terhilang yang sedang memperhatikan. Jika mereka tahu kita orang Kristen, mereka mungkin memperhatiakan setiap perbuatan kita. Dan apapun yang kita katakan. Apa yang mereka baca dari kita? Paulus meminta orang Korintus untuk menjadi surat yang terbuka untuk bisa dibaca oleh semua orang (2 Corinthians 3:2). Kita smua adalah surat hidup yang dibaca setiap hari. Apa isi surat anda?

Kepada jemaat Kolose, Paulus berkata, “Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada” (Colossians 4:5). Itu menunjuk pada cara hidup kita, prilaku kita, tindakan kita. Tapi ayat berikut bicara tentang kata-kata kita: “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang” (4:6). Kita tidak bisa memisahkan perkataan dan tindakan kita. Mereka harus konsisten. Jika kita mengatakan pada seorang yang belum percaya bahwa Tuhan mengasihinya, kita perlu menunjukan kepadanya kasih Tuhan dengan cara kita memperlakukan dia.

Satu keluarga memutuskan bahwa mereka akan memungut anak untuk menunjukan kasih Kristus pada keluarga tetangga yang belum selamat. Mereka berdoa bersama keluarga itu. Anak-anak mereka berbagi mainan dengan anak-anak mereka. Ayah sukarela membantu ayah mereka dalam memasang system pemancar air. Mama mengambil alih saat mereka kehilangan saudaranya. Tindakan kasih mereka yang konsisten membuka pintu untuk kesaksian verbal, dan keluarga itu menjadi kenal Kristus. Itu berasal dari sikap mereka terhadap orang luar. Dan tindakan mereka lebih dari perkataan yang membawa keluarga itu kepada Kristus.

Kita bisa mengatakan pada semua teman non-Kristen kita bahwa Kristus bisa membuat perbedaan dalam hidup kita, tapi mereka lebih memperhatikan tindakan kita. Apakah kita bicara dengan karyawan lebih baik dari orang yang tidak percaya? Apakah kita lebih mudah memberi senyum? Apakah kita lebih cenderung menolong orang yang sedang susah? Apakah kita mengatasi ketidaknyamanan dengan lebih tenang? Apakah kita menerima berita buruk lebih tenang dan terkontrol? Apakah kita memperlakukan keluarga kita lebih tidak egois?

Dunia sedang melihat. Orang Kristen akan menunjukan prilaku baik mereka dalam tindakan mereka (James 3:17). Satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah melalui meniru pribadi Yesus Kristus, menyamakan pikiran kita dengan FirmanNya, membiarkan Dia menangkap kasih sayang kita, mengatur kita dan hidup didalam kita. Maka kemunafikan akan hilang dan orang lain akan tahu kalau kita nyata—keluarga, teman, sesama pekerja, juga orang yang belum percaya disekitar kita. Dan mereka mulai percaya pada perkataan kita.

Related Topics: Man (Anthropology), Basics for Christians, Christian Home

14. Siapa yang Mendengar?

Empatbelas: Siapa yang Mendengar?

Sangat luar biasa melihat pasangan muda jatuh cinta. Mereka tidak sulit saling berkomunikasi, bicara dengan semangat dan meluap-luap selama berjam-jam. Ada saatnya kita melihat keduanya bicara dan kita bertanya siapa yang mendengar. Kenyataannya, mereka berdua saling mendengar. Mereka seperti komunikator ulung yang memiliki kemampuan yang jarang dalam bicara dan mendengar pada saat yang sama.

Kemudian mereka menikah dan sesuatu berubah. Mereka mulai merasa sudah mendengar hampir semua hal menarik yang akan dikatakan pasangannya, atau mereka sudah tahu sebagian besar yang harus diketahui. Dan sejujurnya, mereka tidak yakin apakah mereka senang dengan apa yang dikatakan pasangannya. Jadi mendengar tidak lagi mudah, menarik atau sepenting sebelumnya. Itu tidak datang secara ototmatis seperti dulu. Sekarang itu seperti pekerjaan. Butuh waktu dan tenaga yang mereka tidak ingin berikan. Itu merupakan seni yang harus dibangun dan dikembangkan. Mereka mulai kehilangan motivasi dan cenderung mendengar diri sendiri. Dan sekali lagi kita bertanya siapa yang mendengar.

Saat ceritanya berlanjut, ada saat dimana yang pria bicara dan wanita mendengar. Dibulan madu, wanita bicara dan pria mendengar. Dan sekarang mereka tinggal dalam rumah sendiri, keduanya bicara dan tetangga yang dengar. Dan jika mereka tidak berteriak cukup keras sehingga tetangga bisa dengar, mungkin tidak ada yang mendengar.

Masalahnya tidak hanya terjadi diperkawinan. Kegagalan kita untuk mendengar dalam hidup merupakan penghalang paling serius dalam hubungan antar pribadi kita. Kita bisa melihat seseorang langsung dimatanya, mengangguk setuju dan mengeluarkan suara ““Uh huh” sementara pikiran kita ribuan mil jauhnya—membetulkan ayunan golf, jengkel dengan kontrak yang hilang, khawatir tentang laporan kemarin dari dokter, memburu harimau dipadang Afrika, merencanakan makan malam atau ratusan pilihan lainnya. Kita hanya memberi perhatian tiruan terhadap apa yang dikatakan, atau kita tidak memperhatikan sama sekali.

Mari kita hadapi ini, hampir semua dari kita lebih ingin bicara daripada mendengar. Kita menganggap mendengar itu selingan sementara dan tidak menyenangkan antara kesempatan mengatakan apa yang ingin kita bicarakan. Kita tidak mendengar apa yang orang lain katakan, tapi memikirkan apa yang akan kita katakan selanjutnya, baik mengherankan dan menghibur teman kita, atau membingungkan dan meyakinkan lawan kita. Hasilnya mungkin percakapan, tapi bukan komunikasi. Kita mungkin dalam suatu kelompok, tapi kita berfungsi sebagai tubuh. Tidak ada persekutuan sejati yang terjadi. Kita tidakbelajar mengenal satu sama lain lebih baik sehingga kita bisa melayani lebih efektif bagi kepentingan orang lain. Kita berdiri sendiri-sendiri dalam kelompok, setiap orang meminta ada yang mendengar dan peduli. Kita baru bisa berhubungan dengan orang saat kita mendengar. Kita akan membahas tentang percakapan dalam buku ini. Mari kita membahas tentang mendengar.

Halangan Untuk Mendengar

Mendengar adalah pekerjaan berat, itu harus diakui. Beberapa orang bicara sangat lambat sehingga kita ingin sekali menarik kata-katanya keluar dari mulutnya. Kita berpikir 5 kali lebih cepat daripada rata-rata orang bicara, dan itu menambah masalah dalam mendengar. Orang lain bicara begitu cepat sehingga melewati kata-kata mereka sendiri sehingga kita tidak bisa mengerti. Beberapa orang bicara sangat lembut sampai-sampai kita tidak bisa mendengar. Orang lain bicara begitu keras sehingga kita malu berada didekat mereka. Beberapa orang bicara tentang hal yang tidak relevan dan tidak logis. Orang lain bicara tentang hal yang tidak penting sehingga membuat kita bosan. Beberapa orang tidak serius dengan kata-kata mereka. Orang lain tidak tahu kapan berhenti. Diatas semuanya, mendengarkan bisa menjadi sesuatu yang sulit.

Sebagian besar dari kita bisa lebih peka terhadap orang lain saat kita bicara dan tidak menyalahgunakan bantuan mereka saat mereka memberi kita telinga untuk mendengar. Tapi orang ini juga yang paling sulit mendengar merupakan orang yang perlu menjadi pendengar, dan Tuhan mungkin meminta kita menjadi pendengar mereka. Ada beberapa hal yang tidak bisa kita lakukan, tapi setidaknya jika kita memiliki satu telinga, kita seharusnya bisa mendengar.

Salah satu halangan terbesar yang harus kita atasi untuk menjadi pendengar yang baik adalah pelatihan awal kita dan kebiasaan. Sebagai anak-anak, kita mungkin disuruh diam, berhenti memotong, disuruh pergi karena mama dan papa tidak punya waktu mendengar. Dan kita akhirnya memiliki pemikiran bahwa orang dewasa tidak mendengar. Penyelidikan terhadap sekolah anak-anak menunjukan bahwa mendengar semakin menurut setiap kenaikan kelas. Kelihatannya semakin tua kita semakin tidak bisa mendengar.

Sepertinya juga semakin tua kita, semakin membiarkan diri kita terbagi oleh factor eksternal—orang-orang yang berjalan, bunyian, tekanan waktu, penampilan orang yang bicara atau tindakan mengganggu lainnya. Saya tidak ingat lagi bicara dengan orang yang bertanya setiap beberapa kalimat, “Kamu mengerti maksud saya kan?” Saya lebih memikirkan pertanyaan itu daripada apa yang dikatakannya.

Kadang mendengar bisa mengancam kita. Kita takut kalau kita mendengar kritik diri kita yang tidak mau kita hadapi, beberapa perubahan yang tidak mau kita lakukan, atau tuntutan yang tidak mau kita kerjakan. Kita mungkin mendengar suatu pemikiran yang bertentangan dengan beberapa pendapat kita sehingga kita lebih baik menyerah. Pertahanan terbaik kita adalah berhenti memperhatikan. Kita mungkin merasa itu mengambil terlalu banyak usaha untk mengerti apa yang dikatakan pada kita, jadi kita melarikan diri dan mematikan peralatan mental untuk mendengar. Terlalu bermasalah jika mendengar. Jadi kenapa pusing?

Kenapa pusing? Itu pertanyaan yang baik. Mari kita jawab.

Motivasi Mendengar

Jika saya mengusulkan satu alasan yang baik untuk membangun seni mendengar, itu bisa ditemukan dalam 1 John 4:7: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.” Mendengar itu sangat penting dan perlu dalam menyatakan kasih. Kasih adalah memberikan diri kita dengan berkorban dan tidak bersyarat dalam memenuhi kebutuhan mereka yang membutuhkan. Dan satu kebutuhan umum semua manusia adalah dimengerti. Kita ingin yakin kalau seseorang mengenal kita, peka untuk mengetahui apa yang terjadi dalam kita, merasakan apa yang kita rasakan dikedalaman keberadaan kita, dan tetap menerima kita dan peduli pada kita. Mungkin saja bagi setiap orang melakukan itu tapi hanya satu yang benar-benar mendengar. Dengan mendengar kita berkata, “Saya peduli terhadap kamu. Kamu cukup penting sehingga diberi waktu dan usaha untuk mengerti kamu.”

Jadi kita mendengar. Kita bisa mengatakan dengan mulut berulang kali, “Saya cinta kamu,” tapi itu tidak berarti kecuali kita mau mengesampingkan hal lain dan memberi diri kita untuk mengerti kebutuhan terdalam orang yang kita kasihi. Kasih sejati berfokus pada keuntungan yang lain daripada keuntungan kita, dan itu berarti mencoba mengerti mereka. Kita semua ingin dimengerti, tapi Tuhan meminta kita untuk memberi waktu untuk mengerti.

Beberapa suami dan istri merasa sangat tidak dimengerti. Mereka mencoba mengkomunikasikan pada pasangannya pikiran, perasaan, kebutuhan, keinginan dan harapan, tapi mereka sangat sedikit mendapat respin. Pasangan mereka disibukan dengan hal lain seperti surat kabar, televise, pekerjaan rumah, hobi, atau pekerjaan. Kemudian satu hari mereka bertemu seseorang yang benar-benar tertarik terhadap perkataan mereka, dan mereka mengijinkan diri terbawa kedalam hubungan yang intim. Pihak ketiga mungkin kurang menarik dari pasangan mereka, tapi itu tidak masalah. Mereka pikir mereka telah bertemu seseorang yang peduli dan itu yang paling penting bagi mereka. Itu dosa! Tidak ada pembenaran yang bisa membuat hal itu jadi benar. Itu membawa masalah baru dan sakit hati, biasanya lebih buruk dari sebelumnya. Tapi itu tidak masalah bagi mereka. Mereka sekarang merasa dikasihi, diterima, dan dimengerti, dan itu yang paling penting bagi mereka. Itulah kekuatan dari telinga yang mendengar.

Orang akan sering pergi kekonselor professional karena mereka tahu akan didengar. Mereka datang bukan untuk mendapat saran tapi untuk didengar dengan penuh perhatian dan tidak terbagi, seseorang yang bisa mengerti dan menolong mereka mengerti diri sendiri. Tidak masalah kalau konselor menghabiskan uang. Mereka perlu telinga yang mendengar dan mereka tidak mampun menemukannya dalam diri pasangan mereka atau orang Kristen lainnya.

Saya membaca tentang kedai kopi di San Francisco yang punya ruang kedap suara, dimana itu disediakan untuk seseorang yang mau mendengar. Bisnisnya bagus. Orang ingin bicara, menyatakan pendapat, memberi saran, solusi yang cepat. Tapi hanya sedikit yang memberi waktu untuk mendengar dan mengerti. Pengertian seseorang tidak hanya berarti setuju dengan seseorang. Itu artinya merasakan apa yang dirasakan, melihat situasi dari cara pandangnya, dan bersimpati dengan dia.

Inilah satu cara dimana tubuh Kristus bisa saling melayani. Tidak mungkin bagi seorang pastor memenuhi kebutuhan ini dalam hidup setiap jemaatnya. Tapi kita bisa melayani sesama dengan cara ini. Kita tidak memerlukan pelatihan yang besar untuk menjadi pendengar yang baik, menanyakan pertanyaan pengarah dan mendorong orang untuk bicara. Kita memerlukan hal ini. Melalui mendengar, kita bisa saling menanggung beban dan dengan demikian memenuhi hukum Kristus (Galatians 6:2). Melalui mendengar, kita bisa menunjukan kasih Kristus. Apakah anda ingin mencobanya? Jika mau, anda perlu tahu apa yang terlibat didalamnya.

Natur dari Mendengar

Rasul Yakobus memberikan pernyataan Alkitab tentang mendengar. “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (James 1:19). Dia baru memperkenalkan subjek dari Firman Tuhan, menekankan bahwa kita harus lahir baru melalui kebenaran Firman (v. 18), dan dia mendorong kita untuk menjadi pelaku Firman bukan hanya pendengar saja (v. 22). Jadi dalam konteksnya, ayat ini berkaitan dengan mendengar Firman Tuhan. Menutup mulut dan mendengar Firman Tuhan akan menjaga kita dari pembelaan diri atau mencela orang yang tidak setuju dengan kita.

Tapi dalam seruannya tentang Firman Tuhan, Yakobus menyentuh prinsip utama komunikasi antar pribadi yang baik. Lebih mendengar satu sama lain, dan lebih memikirkan sebelum kita menjawab akan menghasilkan lebih sedikit konflik dan kemarahan. Jadi cepat mendengar dan lambat bicara! Dengan kata lain, buatlah mendengar menjadi prioritas yang tinggi dalam hidup anda. Lakukan itu tanpa menunda, tanpa harus diminta; lakukanm itu dengan semangat dan antusias.

Melihat parallel antara mendengar Firman Tuhan dan mendengar sesama bisa sangat menolong. Penyelidikan Alkitab yang baik sangat baik untuk dimulai dengan mencari apa maksud Tuhan melalui perkataanNya, bukan arti yang ingin kita letakan. Mendengar yang baik juga sama. Tujuan kita adalah mengerti apa maksud orang lain melalui kata-kata yang mereka gunakan, bukan apa yang kita pikir itu maksud mereka atau ingin mereka memaksudkan itu. Kita punya kecenderungan alami memenuhi perkataan mereka dengan arti dan mewarnainya dengan latar belakan, pengalaman dan cara pikir serta pandangan kita, dan kita harus mengerti kecenderungan itu.

Sebagai contoh, Salomo mengatakan kalau rambut pengantinnya bagaikan kawanan kambing yang bergelombang turun dari pegunungan Gilead (Song of Solomon 4:1). Itu artinya dia cantik. Bayangkan semampu anda sekelompok besar kambing dibukit dalam gerakan yang indah. Dia mengerti itu. Jika anda mengatakan hal ini pada istri anda sekarang, dia mungkin tidak akan bicara dengan anda selama seminggu. Dia ingin mendengarnya dalam kerangka sekarang dan membacakan semua hal mengerikan itu, kecuali dia mengerti gambaran Alkitab dan mau mendengar kata-kata anda dalam terang itu.

Mendengar yang baik tidak hanya mendengar kata-kata, tapi berusaha mengerti arti pesan yang dimaksud pembicara melalui kata-katanya. Kita mungkin mampu mengulangi dengan tepat setiap kata tapi tetap tidak mengerti artinya. Seekor burung beo bisa mengulangi kata-kata. Tapi beo tidak bisa menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang baik mendengar orang dan maksud mereka, dan membangun pengertian diantara mereka. Bukankah ini yang anda kehendaki? Bagaimana kita bisa cepat mendengar?

Berikan perhatian penuh. Yakobus mengatakan kalau kita harus mendengar Firman Tuhan. “Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya” (James 1:25). Kata itu sepertinya secara literal berarti “membungkuk disamping.” Ada intensitas tentang cara kita menyelidiki FirmanTuhan. Kita juga perlu saling mendengarkan satu sama lain. Itu mungkin berarti kita tidak mampu mendengar dengan baik sementara menonton pertandingan bola, membaca surat kabar, membersihkan lantai atau membereskan ruang tamu. Perhatian penuh membutuhkan kontak mata. Jika kita melihat kehal lain, melirik jam atau membunyikan jari, kita memberikan kesan tidak tertarik terhadapa perkataannya. Seperti yang sudah kita ketahui, bahasa tubuh bicara lebih keras dari kata-kata kita. Apa yang orang ingin sampaikan pada kita cukup penting sehingga kita harus menyingkirkan semua yang sedang kita lakukan. Apa yang ingin istri sampaikan kepada suami bahkan sangat penting sehingga mengharuskan suami mematikan pertandingan, hal ini aneh bagi kebanyakan suami. Jika kita tidak bisa memberikan perhatian penuh pada saat itu, maka kita harus menetapkan waktu dimana kita bisa, dan menepatinya.

Perhatian penuh juga kita butuhkan untuk menjaga pikiran tidak melayang. Seperti yang kita lakukan terhadap Firman Tuhan, terus ada didalamnya (James 1:25), jadi kita harus mengamankan pikiran kita pada orang yang bicara pada kita dan memperhatikan apa yang dikatakan. Itu mungkin tidak mudah. Kita cenderung lebih tertarik pada hal yang menyenangkan. Tapi kita bisa mendisiplin diri untuk memperhatikan apa yang kita pilih. Membayangkan apa yang dikatakan orang, menempatkan diri dalam gambaran orang itu, atau mencoba merasakan apa yang dia rasakan bisa menolong kita merasakan pentingnya apa yang dia katakan, dan itu mempermudah kita berkonsentrasi mendengarkannya.

Jangan memotong. “lambat bicara” juga merupakan bagian penting dari mendengar dengan baik. Seringkali kita mengetahui apa yang akan dikatakan seseorang, jadi kita langsung kesana dan menyelesaikan kalimat itu untuknya. Sayangnya, kita bisa kehilangan maksud keseluruhan dan interupsi kita hanya semakin membingungkan masalah. Kita juga bisa cepat menyatakan ketidaksetujuan kita, atau menawarkan saran sebelum kita sepenuhnya mengerti masalah. Kita sebelumya sudah melihat kata Salomo. “Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya” (Proverbs 18:13). Apakah anda pernah melihat poster yang berkata, “Jika ada satu hal yang saya tidak bisa tahan, yaitu seseorang bicara sementara saya memotong”? Itu mungkin menggelikan, tapi mencerminkan kenyataan menyedihkan dari cara pikir kita.

Kita juga bisa memotong dengan cara halus. Bahkan sesuatu yang kelihatannya tidak penting terlihat dari wajah kita, “Oh, berapa kali saya harus mendengar hal ini?” Komunikasi yang mencekam dan membangun kebencian suatu hari bisa muncul dalam konflik. Kadang kita memotong pembicaraan untuk melakukan sesuatu yang menurut kita penting, tapi sebenarnya bisa dilakukan lain waktu. Telepon mungkin memotong komunikasi dalam rumah lebih dari hal lain. Ada saatnya kita harus membiarkan itu tetap berbunyi, atau menjawabnya dengan mengatakan akan menelepon kembali, atau biarkan itu tidak tersambung. Jika Tuhan ingin kita saling mendengar, kita perlu menempatkannya dalam prioritas yang utama.

Mendengar tanpa membela diri. Beberapa dari kita lebih baik tidak mendengar karena kita sudah memutuskan hal yang akan dibahas, atau didalamnya ada kritik, atau tuntutan akan perubahan. Jadi kita memotong yang bicara, mengubah bahan pembicaraan, atau menunjukan pembelaan kita sebelum selesai bicara. Itu sulit menunjukan kasih Kristus. Seperti kita harus menjadi pelaku Firman bukan hanya pendengar saja, jadi kita harus menerima informasi baru dari orang lain yang berbeda dari pandangan kita, dan mau mempertimbangkan membuat perubahan yang Tuhan ingin kita lakukan. Dengan kata lain, kita harus mempertimbangkan melakukan itu seperti kita mendengarnya.

Kita semua memiliki cara pikir dan kebiasaan yang selalu kita lakukan. Kita yakin tidak ada cara lain selain cara kita, sampai kita ditantang oleh seseorang yang lebih yakin akan caranya. Dalam hubungan perkawinan uang merupakan wilayah pertengkaran yang umum. Istri percaya suami yang harus membayar tagihan, walau yang lain merasa istrinya bisa juga bertanggung jawab terhadap hal itu. Satu pasangan berpendapat setiap sennya harus disimpan, sementara yang lain merasa setelah membayar tagihan dan memberi pada pekerjaan Tuhan, bisa diterima kalau mereka memberikannya untuk hiburan keluarga. Mereka mungkin berdebat tentang hal yang sama selama bertahun-tahun, dimana pikiran terbuka dan sikap tidak membela diri bisa membawa penyelesaian.

Liburan merupakan salah satu wilayah perbedaan. Salah satu menyukai gunung sedangkan yang lain menyukai pantai. Salah satu menyukain camping sementara yang lain lebih suka tinggal dihotel dimana tempat tidur lebih nyaman dan airnya lebih hangat. Satu orang ingin tetap berjalan dan melihat apa yang akan terjadi, sementara yang lain ingin berhenti dan bersantai, tidak melakukan apapun. Semua cara untuk berbagi perasaan atau memberi alasan pilihan mereka disambut dengan kemarahan dan satu lembar alasan logis. Tapi ini bukanlah kasih Kristus. Kasih tidak mementingkan diri sendiri (1 Corinthians 13:5). Kasih tidak hanya mendengar orang lain tanpa terbagi, tapi juga peka terhadap perasaan mereka, mempertimbangkan pendapat mereka, terbuka terhadap apa yang mereka katakan, dan mau mempertimbangkan perubahan untuk kepentingan mereka. Itu menyatakan “saya peduli”

Jika kita tidak setuju dengan apa yang dikatakan, mungkin lebih baik minta kejelasan daripada langsung menyatakan perbedaan kita, dan jangan memberi jawab sampai kita mampu mengkomunikasikan pernyataan orang itu dengan memuaskan. Saat kita akhirnya bisa menyatakan kembali posisinya sehingga dia puas, kita bisa melihat perbedaan kita telah hilang. Mendengar dengan menanyakan dan meminta kejelasan juga bisa menolong kita menjaga kemarahan kita tidak meningkat, seperti kata Yakobus. Cepat mendengar dan lambat bicara juga lambat marah.

Katakan sesuatu. Sebagian suami terkenal kejahatannya karena tidak mau berespon sama sekali. Kita menjawab usaha istri untu berkomunikasi dengan diam. Walau istri yang diam merupakan spesies langka, ada beberapa yang seperti itu. Kita tahu kalau diam itu emas, dan ada saatnya 2 orang duduk bersama menikmati kebersamaan tanpa mengatakan apapun. Salomo berkata bahwa ada waktu bicara, dan ada waktu untuk diam (Ecclesiastes 3:7). Tapi diam padahal seharusnya bicara bisa membingungkan. Itu bisa ditafsirkan kemarahan, tidak setuju atau bantahan atau bisa juga, pengertian, penerimaan atau izin. Itu bisa berarti “Saya tidak merasa kamu pantas didengar,” atau hanya “Saya tidak tahu apa yang harus dikatakan.” Tapi itu juga bisa diterjemahkan “Saya tidak peduli apa katamu.” Dan itu menyakitkan. Katakan sesuatu agar orang lain tahu kita mendengar dan peduli.

Katakan sesuatu seperti, “Saya mengerti apa yang anda katakan.” atau “Saya menghargai itu.” atau “Bagi saya sepertinya anda …” dan simpulkan apa yang anda pikir maksud perkataan orang itu. Ini memberi petunjuk anda tertarik dan ingin mendengar lebih lagi. Dan itu juga kasih. Saat kita benar mengasihi satu sama lain, kita tidak harus diminta, “Siapa yang mendengar?” Akan jadi jelas kita saling mendengar, kita ingin saling mengerti dan damai dengan sesama, dan itu memuliakan Tuhan.

Related Topics: Man (Anthropology), Basics for Christians, Christian Home

1. Pendahuluan: Natur Umum dari Tugas

Proverbs 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu,” merupakan ayat dasar dari penyelidikan ini dan merupakan salah satu perintah Alkitab secara langsung kepada orangtua. Tapi apakah ada hal yang lebih menantang atau terhormat daripada tanggung jawab dan hak istimewa ini? Mendidik anak menurut jalan yang patut baginya selalu merupakan tugas yang besar dan penting disetiap generasi karena semua yang terlibat dalam proses membesarkan anak, tapi apakah ada masa dimana tantangan lebih besar dari saat ini? Perkembangan anak dan cara pandang tentang hidup merupakan hasil dari proses mendidik. Disitulah anak akan mengembangkan pemikiran mereka tentang Tuhan, manusia, diri mereka (pentingnya diri, sumber keamanan, tujuan dalam hidup), dan tentang lingkungan dan cara pandang dunianya. Tapi semakin jauh lingkungan keluar dari kebenaran Alkitab dan nilai, prioritas dan kepercayaannya, lebih sulit tugas kita mendidik anak. Ini sebagian disebabkan oleh pengaruh negative dan tekanan atas anak, tapi juga karena orangtua terlalu sering berpikir dan bertindak seperti lingkungan mereka. Mereka mengambil struktur kepercayaan dan hidup menurut nilai dan prioritas lingkungan itu. Dampaknya terhadap cara berpikir dan prilaku anak sangat besar dan dengan hanya melihat sekilas apa yang terjadi disekitar kita sudah menjelaskan semuanya. Apa yang dipercaya lingkungan akan selalu menentukan bagaimana itu hidup. Ada alirah budaya, dan aliran ini selalu ditemukan dalam pikiran orang. Seperti mendiang Francis Schaeffer menjelaskan:

Orang punya praanggapan, dan mereka akan hidup lebih konsisten atas dasar praanggapan ini lebih dari yang mereka sadari. Melalui praanggapan kita memnjalankan cara dasar seseorang melihat hidup, cara pandang dunianya, garis-garis peta dimana dia melihat dunia. Itulah praanggapan dimana seseorang melihat itu kebenaran dari yang ada. Praanggapan orang meletakan dasar semua yang mereka tunjukan didunia luar. Praanggapan juga menyediakan dasar nilai dan kemudian dasar keputusan mereka.

“Apa yang manusia pikir, itulah dia,” merupakan suatu yang mendasar. Seseorang bukan hanya produk kekuatan disekelilingnya. Dia memiliki pikiran, dunia dalam diri. Kemudian, setelah berpikir, seseorang bisa melakukan tindakan didunia luar dan kemudian mempengaruhinya.1

Praaggapan kita, yang menentukan cara pandang dunia kita, umumnya diambil dari keluarga. Tapi ada banyak kekuatan jahat yang sedang bekerja untuk mempengaruhi cara pandang dunia keluarga (baik orangtua dan anak) untuk menjauh dari kebenaran Tuhan saat itu dikembangkan pada kita dalam halaman Firman Tuhan.

Selagi menyiapkan makan malam, kita sering mengamati berita atau suatu pertunjukan pembicaraan terkenal, yang, tentu saja, menyediakan ilustrasi sehari-hari dari sudut pandang masyarakat yang sangat tidak sesuai dengan Alkitab. Pokok pertunjukan hari ini adalah disiplin anak, maka saya terutama sekali tertarik akan apa yang akan dikatakannya. Tamu hari itu bergelar Ph.D. dibidang pengembangan anak ( ini memberikan seseorang otoritas) dan, tentu saja, kebanyakan dari pandangan nya membantah Alkitab. Penekanannya adalah bahwa disiplin phisik tentang segala hal adalah suatu tindakan kekerasan dan dengan begitu tidak efektif. Dan saya setuju, seperti halnya Alkitab, disiplin fisik bisa merupakan suatu tindakan kekerasan dan merusak seorang anak baik secara phisik dan secara emosional. Tetapi ini bukan disiplin phisik dalam Alkitab. Pada] program itu ada sekelompok ibu yang memukul anak-anak mereka, tetapi apa yang saya ingin sampaikan adalah tentang komentar salah satu dari para ibu itu dan reaksi pemandu. Dibawa tekanan untuk menjaga popularitas pertunjukan ini. Ibu itu dengan berani berkata bahwa dia berniat untuk menggunakan tamparan di pantat sebagai format disiplin sebab Alkitab mengajar nya untuk melakukannya. Ahli itu dengan cepat menjawab ketus bahwa Alkitab tidaklah selalu benar, karena mengajar perbudakan dan perbudakan yang jelas sudah salah!

Apa yang sedang berlangsung di sini? Ini adalah suatu ilustrasi tentang pengaruh yang bertentangan dengan otoritas Alkitab. Sudut pandang laki-laki yang tinggi dalam Alkitab, dalam hal ini dengan datar ditolak dan ditertawakan. Pertunjukan] populer ini dilihat diseluruh negeri ini, tetapi itu hanyalah satu peristiwa dan suatu pengecualian. Melainkan, itu merupakan kenyataan dihampir tiap-tiap segi kehidupan ( secara politis, melalui pendidikan, media, Hollywood, dll.). Amat sayang, bahkan sebagian besar gereja telah memilih untuk sudut pandang manusia] bukannya Alkitab. Rasul Paul memperingatkan kita terhadap permasalahan untuk tidak jadi sama dengan dunia (pandangan nya, struktur kepercayaan dan nilai-nilai), tapi diubah oleh pembaharuan pikiran kita melalui FirmanNya ( Rom. 12:2).

Di mana orang tua Kristen pergi ketika mereka ingin informasi tentang pelatihan anak? Menurut pengalaman saya, mereka sering ketoko buku Kristen untuk buku tentang pelatihan anak.

Sangat disayangkan, kesempatan mereka mendapatkan petunjuk injil sangat kecil dan lebih banyak sudut pandang pop-psychology manusianya daripada Alkitab. Tampaknya orang tua tidak lagi berbalik ke Alkitab dan mempelajarinya secara hati-hati dan dengan berdoa. Banyak orang tua tidak memiliki pengetahuan tentang berapa banyak Tuhan telah berbicara tentang hal ini, atau mereka memang mengabaikannya, atau hanya menolak itu karena dirasa sudah ketinggalan jaman.

Tetapi pikir sebentar tentang kondisi-kondisi moral masyarakat kita sekarang dimana kejahatan, obat/racun, kekerasan didalam keluarga-keluarga (penyalahgunaan isteri, anak-anak, dan ya, bahkan suami), pornografi, mentalitas anti otoritas, penipuan dan ketiadaan integritas dan perbuatan memalukan di antara para pemimpin bangsa kita, dan daftarnya masih panjang. Tapi tigapuluh tahun yang lalu, dimana kejahatan, obat/racun, penyalahgunaan, dll., kondisi-kondisi kemudian dan tahun yang lalu tidak sebanding dengan sekarang.

Apa yang telah menciptakan perbedaan itu dan kemunduran yang kita lihat hari ini? Sesungguhnya, ada banyak faktor, tetapi faktor yang utama adalah cara bangsa ini telah berbalik dari Alkitab. Awal enampuluhan doa telah dilarang disekolah. Kemudian ditetapkan bahwa menunjukan salinan Sepuluh Perintah di sekolah merupakan pelanggaran hukum. Dan pengguguran telah dibuat sah dengan undang-undang. Tetapi dengan sama pentingnya- keluarga tetap utuh. Orang tua masih berakal sehat dan hidup dari prinsip pelatihan anak berdasarkan Alkitab sebab itulah yang diperagakan ketika mereka tumbuh dewasa. Mereka percaya di dalamnya sekalipun mereka tidak pernah belajar hal ini secara pribadi.

Hari ini, masyarakat kita menyebut pendekatan itu sudah ketinggalan zaman; kita kata Alkitab salah dan kita lebih baik. Sudut pandang yang menolak Alkitab bersumber dari humanisme secular. Humanisme Secular adalah otonomi ( sumber nya ada didalam logika pemikiran manusia), pemujaan ( manusia memuja manusia ), dan secular ( manusia tidak lebih dari binatang, tidak memerlukan Tuhan). Bagaimanapun, Kitab injil mengajar kita bahwa ketika manusia melakukan ini, Tuhan memutar masyarakat ini kepada kesia-siaan (sudut pandang manusia). Ini selalu mengakibatkan gangguan kerohaniaan dan moral ( Rom. 1:18-32). Suatu pertanyaan penting apakah mendahulukan cara manusia dari cara Tuhan akan lebih baik? Bukti dengan sendirinya sudah jelas. orang-orang Roma 1:21 menguraikan jalan manusia adalah sia-sia. Kata Yunani yang diterjemahkan sia-sia ( mataiow) mengacu pada apa akhirnya sia-sia atau tidak punya hasil bermanfaat; tanpa kapasitas untuk menyampaikan apa dijanjikan.

Proverbs 14:12 berkata, “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut” (NIV). Setiap hari kita melihat hasil akhir cara humanistic bangsa kita dalam masyarakat kita—kehancuran moral dalam masyarakat, terutama dalam keluarga. Proverbs 29:18 berkata, “Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum” (NIV). Setelah menolak Alkitab, rahasia diilhami Tuhan, sebagai otoritas yang benar, kita menyingkirkan pengekangan Alkitab lainnya. Ini bukanlah pengekangan untuk merugikan dan merintangi, tetapi untuk memberkati dan mengijinkan manusia untuk melakukan tujuan penciptaannya. Suatu kereta menyediakan suatu ilustrasi baik bahwa dia hanya mampu memenuhi tujuannya sepanjang terus tinggal dalam relnya.

Pelatihan Anak selalu merupakan hal serius, tetapi mengingat bahwa pengaruh dan kuasa-kuasa yang ada didalam dunia kita sekarang, hal ini telah menjadi suatu tugas kolosal. Tapi itu bukanlah sesuatu yang mustahil, sebab kita mempunyai Tuhan yang tidak hanya mengungkapkan Dirinya kepada kita didalam Kitab injil dan dalam pribadi Kristus, Putra Tuhan, tetapi Ia telah memberi kita janji khusus untuk pelatihan dan pemeliharaan anak-anak kita. Pertanyaannya, Akan kita mengikutinya?

Mengingat iklim masyarakat kita, sebagian dari pembahasan pelajaran ini akan berlawanan dengan kecenderungan sekarang tentang pelatihan anak dan psikologi anak. Dengan kondisi masyarakat kita, itu sudah pasti. Tapi, percaya Alkitab dari Tuhan, material studi ini didasarkan pada eksposisi ayat kunci Alkitab yang detil untuk kita tentang apa kata Tuhan mengenai peningkatan dan pelatihan anak-anak. Mereka yang tidak punya percaya Alkitab akan menolak hal ini “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.” (1 Cor. 2:14). Walau hal ini sudah berdasar Alkitab, percaya itu diinspirasi Tuhan, saya merasa pasti beberapa orang Kristen akan tidak setuju dengan posisi yang diperkenalkan di sini sedikitnya dalam beberapa area. Apakah ini adalah suatu hasil pengaruh masyarakat atas pemikiran mereka atau karena saya belum menangani teks itu dengan baik, terserah individu untuk menilai berdasar pada bukti (see Acts 17:11). Bagaimanapun, tujuan saya adalah untuk membantu keluarga-keluarga dengan membagikan apa yang Alkitab ajarkan. Dalam kerangka ini, saya menyarankan tiga kualitas yang diperlukan di sini seperti dalam penyelidikan Alkitab manapun:

(1) Bisa Diajar. Kita semu jadi orantua dengan membawa praanggapan dan kita sering tidak mau melepaskannya. Tuhan ingin mengajarkan kebenaranNya, “Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, Yang Mahakudus, Allah Israel: Akulah TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh’” (Isa. 48:17). Kebutuhan kita, seperti doa Pemazmur, “Perlakukanlah hamba-Mu sesuai dengan kasih setia-Mu, dan ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku” (Ps. 119:124).

(2) Bisa Dipelajari. Kebutuhan lain adalah mempelajari Alkitab dengan serius. Alkitab punya banyak hal tentang keluarga dan orangtua. Pertanyaannya adalah apakah kita mau membangun keluarga melalui penyelidikan FirmanNya? Mungkin seperti orang Bereans (Acts 17:11) menyelidiki Alkitab dan terbuka akan kebenarannya “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim. 3:16-17).

(3) Diperhatikan. Jika keluarga adalah laboratorium Tuhan untuk membangun karakter didalam hidup anak-anak kita, tentu saja, tempat di mana dia hidup membentuk pikirannya, dan jika rumah adalah fondasi ke masyarakat, dan kedua hal ini benar, kita dapat pastikan bahwa Setan akan melakukan semua yang bisa ia lakukan untuk mengikis keluarga. Kita memerlukan, kesiagaan akan rencana dan metodanya. Beberapa ayat terlintas. Kita harus mengetahui kebenaran Tuhan dan untuk berhati-hati “. . . sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan” (Eph. 4:14). Dan kepada jemaat Kolose Paulus menulis, “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.”


1 Francis A. Schaeffer, How Should We Then Live? The Rise and Decline of Western Thought and Culture, Fleming H. Revell, Old Tappan, New Jersey, 1976, p. 19.

Related Topics: Christian Home

2. Solusi Tuhan

Kandang Pelatihan

Salah satu dari kegembiraan terbesarku sebagai anak muda yang bertumbuh pada suatu peternakan kecil di Texas adalah mengendarai dan melatih kuda untuk terkekang sehingga mereka selalu di bawah kendali pengendara apakah mengeluarkan anak sapi dari suatusaluran atau mengatur lembu di suatu kandang atau suatu padang rumput terbuka. Kita mencintai semua kuda kita, tetapi yang terlatih memberi kegembiraan yang terbesar dan yang sangat berharga. Tetapi untuk melatih mereka diperlukan waktu yang lama, cinta, kesabaran, dan pekerjaan. Sebagian besar pelatihan diawal mengambil tempat didalam suatu kandang sebab suatu kuda muda secara otomatis mengetahui kalau dia ada dibawah suatu pengekangan tertentu. Memperoleh pengendalian dan perhatian kuda didalam suatu kandang suatu hal yang lebih mudah karena dia tidak punya tempat lain lagi. Jika dilakukan ditempat terbuka merupakan masalah lain, karena disana kuda suka berlari dan mudah terganggu. Sekali kendali tertentu, telah dibangun melalui pelatihan, hal jadi sangat berbeda. Oleh karena itu, kita selalu mempunyai kandang yang digunakan semata untuk pelatihan kuda. Lalu apa itu kandang? Itu merupakan suatu tempat pengurungan dan pengekangan, penggunaan utamanya untuk tujuan pelatihan.

Satu kuda yang saya latih dalam kandang seperti itu adalah suatu kuda sorrel quarter bernama Dolly. Dia akan berhenti untuk sepersepuluh dollar dan meninggalkan satu nikel. Saya bisa membawanya kemanapun dan tahu kalau dia akan sopan. Dia begitu taat sehingga rodeo atau kontes menjadi suatu yang menyenangkan. Saya bisa tetap tenang sebab saya bisa mengharapkan Dolly untuk mematuhi dan melakukan apa yang diperintahkan. Sesungguhnya, orang-orang mengenalnya oleh karena ketaatannya dan sering mengagumi seberapa baik dia dilatih.

Alkitab mengajar kita sebagai orang tua untuk mempunyai suatu kandang pelatihan untuk anak-anak mereka, bukan dibuat dari papan dan tonggak, tetapi dibangun dari material Tuhan. Material ini terdiri dari prinsip dan ajaran Alkitab , ketika dibawa bersama-sama, seperti sisi suatu kandang, menghasilkan suatu lingkungan untuk anak-anak yang tidak hanya memenuhi tentang perintah tertulis Alkitab tetapi menunjukan ketaatan dan memberi orang tua banyak istirahat dan kepuasan. Saya mengingatkan perkataan Amsal, “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu” (Prov. 29:17).

Alkitab, berwibawa dan diilhami Tuhan, mempunyai banyak hal tentang orangtua, rumah, dan anak-anak. Sebagai contoh:

(1) Psalm 128:1-4 mengajar bahwa anak adalah karunia dari Tuhan; mereka adalah berkat dan kepercayaan dari Tuhan. Tapi Psalm 127:3-5 memperingatkan mengenai hal ini, orang tua harus mengijinkan Tuhan untuk membangun keluarga yang meliputi pelatihan anak-anak kita. Jika Tuhan diijinkan untuk membangun keluarga, kita harus menggunakan Materialnya, Perkakas, dan mengikuti Cetakbirunya. Kita harus membangun Kandang PelatihanNya.

(2) Amsal berkata, kita harus mendidik anak kita dijalan yang seharusnya (Prov. 22:6). Artinya mengarahkan anak-anak untuk masuk jalur yang benar. Tetapi apa yang merupakan arah atau jalan yang benar dan bagaimana cara orangtua melakukan ini, terutama dimasa sulit ini?

(3) Alkitab juga mengajar orang tua untuk mendidik anak-anak mereka (memelihara mereka) dalam disiplin (pelatihan) dan instruksi (peringatan) tentang Tuhan ( Eph. 6:4). Tuhan melatih anak-anak didalam JalanNya melaluiorang tua. Sebagai orang tua, kita adalah agen pelatihan untuk Tuhan.

(4) Para bapak, oleh karena itu, mengendalikan anak-anak dengan martabat ( 1 Tim. 3:4). Mengapa? Sebab anak-anak dilahirkan tanpa kendali. Suatu ilustrasi yang baik tentang ketiadaan kendali adalah kebutuhan akan popok. Kedudukan sebagai orang tua, oleh karena itu, berarti hak otoritas dan tanggung jawab mengendalikan anak-anak mereka menurut standard dan nilai-nilai Alkitab, tetapi tujuannya adalah untuk membawa anak di bawah kendali Tuhan melalui suatu hubungan denganNya.

Anak-anak adalah hadiah, stewardships, dari Tuhan dan untuk dikembalikan ke Tuhan melalui proses pelatihan atau disiplin berdasarkan Alkitab. Disiplin berdasarkan Alkitab tidaklah sewenang-wenang, tetapi untuk didasarkan pada prinsip yang diperoleh dari Alkitab.

Seperti yang akan ditunjukkan studi ini, disiplin berdasarkan Alkitab didasarkan pada kebenaran otoritas dan pengabdian selaku bawahan. Tuhan memberi otoritas ini ke orang tua, tetapi orang tua akhirnya harus dipertanggungjawabkan ke Tuhan baik tanggung jawab untuk disiplin dan untuk cara dan metoda disiplin. Fakta ini jelas dalam Ephesians 6:4.

Ephesians 6:4 mempunyai dua kata yang menguraikan tanggung-jawab dan metoda yang penting dalam pemeliharaan anak. Disiplin ( Nasb) Atau Pelatihan ( Niv) Yunaninya paideia dari modal, anak. menurut penggunaan kata ini ada dua gagasan mengenai disiplin Alkitab: ( a) instruksi atau pendidikan dan ( b) koreksi atau disiplin sebagai tongkat atau beberapa bentuk kendali koreksi. Ini terutama dapat digunakan untuk anak yang lebih kecil. Instruksi Yunaninya nouqesia dari nous, pikiran dan tiqhmi, untuk menaruh, menempatkan. Menurut penggunaan kata ini, melibatkan gagasan untuk pemikiran, nasehat, peringatan, dan teguran ramah atau lembut. Itu lebih sesuai kepada anak yang lebih tua ketika ia mempunyai pemahaman rohani yang lebih baik dan isu moral, terutama sekali perilaku dan sifat alaminya.

Anak-Anak muda, berumur tujuh dan delapan keatas, sering tidak mampu untuk menyerap konsep kerohanian didalam banyak masalah yang mereka menghadapi. Pada zaman ini, mereka jadilah lebih diorientasikan ke stimulus-response atau pleasure-pain mekanisme. Anak-Anak muda menghubungkan benar dan salah sebagai hasil dari tindakan mereka daripada pertimbangan rohani. Ketika mereka dewasa, anak-anak berkembang dalam kesadaran moral pribadi; mereka secara pribadi lebih bertanggung jawab ( mampu menjawab dengan suatu cara yang bijaksana) dan, mereka juga menjadi lebih bertanggung jawab untuk tindakan mereka.2


2 Jack Fennema, Nurturing Children in the Lord, Presbyterian and Reformed Publishing, Phillipsburg, NJ, 1978, p. 126.

Related Topics: Christian Home

3. Prinsip Otoritas

Hak Otoritas

Sebagai Pencipta yang berdaulat atas alam semesta dan yang mendirikan institusi perkawinan dan keluarga, Tuhan telah menempatkan anak-anak di bawah otoritas orang tua mereka. Ini jelas fakta bahwa berulang kali Tuhan menunjuk orang tua dan memberi mereka tanggung jawab untuk pelatihan anak-anak mereka, bukan status( cf. Deut. 6:7-9; Eph. 6:1; Col. 3:20). Otoritas orangtua, adalah suatu yang pemberian wewenang berarti orang tua tidaklah cuma-cuma melakukannya atas anak-anak sesuka mereka. Akhirnya, otoritas kita sebagai orang tua adalah otoritas Tuhan. Anak-anak adalah pelayanan dari Tuhan, berkat yang Ia telah berikan kepada orang tua untuk mengaturnya untuk Tuhan. Tetapi untuk menjadi pelayan yang baik, orang tua harus mendidik anak-anak mereka menurut otoritas dan petunjuk Tuhan agar anak-anak mengenali Tuhan dan mematuhi dan bertindak seperti anak-anak Tuhan. Tujuan kita untuk mengajar mereka kepatuhan sebagai suatu ketaatan kepada Tuhan, ini berarti orangtua dirancang demi Allah untuk ditaati ( Eph. 6:1f).

Sebagai orang tua, kita dibawah Tuhan; kita hanya mewakili otoritas Tuhan dan melakukannya seturut Standardnya. Kita tidak pernah untuk seenaknya menetapkan apa yang benar dan salah berdasarkan pendapat kita atau menurut masyarakat kecuali jika standard itu didasarkan pada Kata Tuhan. Pekerjaan orangtua adalah untuk menyatakan Kata Tuhan tentang apa yang benar dan salah dan menyatakannya dalam hidup mereka dan dalam hidup anak-anak mereka. Ketika ini tidak jadi masalah, orang tua sedang bertindak sebagai pemberontakan atas diri mereka dan merusak, dengan contoh negatif, stewardship Tuhan yang telah dipercayakan kepada mereka. Ini secara alami memimpin ke hal berikutnya.

Makna Otoritas

Otoritas berarti pendelegasian hak-hak untuk mengatur atau memimpin. Ini berarti kuasa untuk bertindak, memutuskan, memerintahkan, dan menilai; hak untuk menentukan kebijakan dan tanggung jawab untuk menentukan kendali dalam hidup anak-anak dalam batas otoritas yang diberi Allah. Tuhan mempunyai kemutlakan otoritas dan hak Pencipta yang berdaulat ( P. 47:2; 103:19; 115:3; Dan. 4:34b; Rom. 9:20b-21). Ada suatu pelajaran penting di sini. Bahkan kendali dan otoritas Tuhan tidak pernah sewenang-wenang sebab [itu] didasarkan pada Kebaikan dan KebajikanNya yang sempurna; itu selalu untuk yang kebaikan dan berkat bagi orang-orang. Sebagai contoh, perintah dari Tuhan tidaklah dirancang untuk menyingkirkan kesenangan kita dan hidup buatan yang menyedihkan. Melainkan, mereka dirancang untuk meningkatkan kapasitas kita untuk memberkati. Ini sesuai dengan karakter Tuhan yang kudus sempurna. Ini meliputi keadilan dan kebajikan sempurna Tuhan. Yang tidak bisa dipisahkan dengan semua ini adalah kebaikan Tuhan sebagai Penolong kasih kita. Sebagai suatu ilustrasi, ketika anak-anak kita masih muda kita memberi mereka sepeda roda tiga saat mereka cukup tua untuk mengendarainya, tetapi kita yang menetapkan aturan: mereka tidak bisa mengendarai sepeda roda tiga mereka dijalan mobil atau diatas trotoar kakilima tetapi di jalan. Aturan yang membatasi mereka keluar dari cinta dan tanggung jawab sebagai orangtua, tetapi tujuannya adalah untuk menjaga mereka untuk tidak digilas mobil.

Related Topics: Theology Proper (God), Christian Home

4. Prinsip Kontrol

Masalah Pemberontakan

Kenapa orang tua memerlukan kendali? Kendali diperlukan oleh karena ketidak dewasaan dan kebodohan anak-anak, tetapi juga oleh karena kecenderungan yang alami untuk pemberontakan. Oleh karena kejatuhan manusia, pemberontakan tidak bisa dipisahkan dalam kita. Sesungguhnya, kata-kata perlawanan, suka menentang, dan lain lain muncul 170 kali didalam NIV, 131 NASB, dan 143 NRSV. Sebelum kita memperhatikan beberapa prinsip mengenai pemberontakan, kendali, dan otoritas, mari kita mencatat beberapa sajak/ayat pada tentang isu ini:

Proverbs 29:15 reads, “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” Kenapa? Karena dalam pemberontakannya, anak-anak mencerminkan kurangnya disiplin orangtua.3 1 Samuel 15:23 reads, “Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim.” Dengan adanya pemberontakan dan kebutuhan control Tuhan merupakan salah satu kualifikasi penatua yaitu “seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya” (1 Tim. 3:4).

Berkaitan dengan Permasalahan pemberontakan dan penentangan adalah, fakta Setan, biang pemberontak, dan dosa manusia. Kendali diperlukan oleh karena permasalahan pemberontakan yang tidak bisa dipisahkan dari keberdosaan manusia melalui kejatuhan ( Gen. 5:3; Rom. 5:12). Jika tidak ada pemberontakan, tidak usah untuk berlatih kendali. Tetapi pemberontakan adalah kenyataan yang harus dihadapi. Anak-Anak dilahirkan secara alami suka menentang dan mereka mendapatkannya dari orang tua mereka ( Ps. 51:5; 58:3; Prov. 29:15).

Tuhan telah mendirikan,tetapkan institusi otoritas ( rantai komando) seperti pemerintah dan keluarga untuk perlindungan masyarakat. Institusi ini dirancang untuk mewakili otoritas Tuhan di dalam batasan-batasan tertentu atau menentukan batas dalam rangka mengendalikan kecenderungan yang alami didalam manusia untuk memanfaatkan dan merugikan orang lain ( Rom. 13:1f; Eph. 5:22f; 6:1f; Heb. 13:7, 17). Tujuan otoritas ini adalah untuk membawa kendali sebagai rintangan bagi pemberontakan terbuka. Batas ini meliputi: ( a) mereka yang ada di bawah otoritas tertentu , dan ( b) tingkat dan cara di mana mereka melakukan otoritas ini.

Rantai institusi atau perintah otoritas ini adalah payung perlindungan Tuhan dan instrumen untuk administrasi yang rapi dari RencanaNya untuk ras manusia. Maksudnya adalah: Otoritas kita sebagai orangtua adalah cara Tuhan melindungi anak-anak; itu menjadi bagian dari PayungNya.

Apa yang adalah sebagian dari area otoritas ini di mana pemberontakan boleh terjadi dalam hidup?

  • Tuhan atas Malaikat dan manusia
  • Pemerintah dengan warganegara
  • Suami dengan isteri
  • Orang tua dengan anak-anak
  • Penatua dengan domba
  • Sesama orang percaya (Saling taat)
  • Para guru dengan para siswa
  • Orang percaya atas setan
  • Manusia dengan ciptaan

Secara alami, Setan, yang pertama dan pemimpin pemberontakan, melawan rencana dan otoritas Tuhan dan secara konstan menyerang institusi ini untuk menciptakan pemberontakan. Penting bahwa ular ( Setan dalam penyamaran)mendekati Hawa, bukan Adam dimana Tuhan telah beri tanggung jawab kepemimpinan. Ini jelas Adam telah diciptakan pertama dan Hawa ( berlawanan dengan pria dan binatang betina) diciptakan dari dia ( cf. 1 Tim. 2:13; 1 Cor. 11:8ff). Setelah Adam dan Hawa makan buah terlarang, alasan pertama yang Tuhan beri kepada Adam untuk pertimbangan adalah kepasifannya sebagai pemimpin. Adam telah mendengarkan isterinya. Ini adalah suatu gangguan dalam rantai kepemimpinan. Setan bekerja terus untuk menyebabkan suatu penyalah gunaan otoritas ( dominasi, kekejaman) dan untuk menyebabkan pemberontakan bahkan ketika ada kepemimpinan penuh kasih dan saleh dalam semua institusi otoritas.

Ketika itu datang ke pemberontakan, ada dua format yang terjadi dalam anak-anak:

Pemberontakan Aktif

Pemberontakan aktip adalah ketika seorang anak tidak akan mendengarkan atau menerima instruksi orangtuanya. Pemberontakan aktif dinyatakan melalui:

(1) Saat seorang anak melemparkan kemarahan, menjawab dengan menantang “ Tidak!” atau menentang dengan berjalan pergi selagi orangtua masih bicara dengan dia.

(2) Saat seorang anak lanjut bermain atau pusat perhatiannya menjauh dari ibu atau bapak atau kakek ketika mereka sedang bicara dengan dia atau memberi dia instruksi. Dalam kasus ini ia juga menyatakan pemberontakan.

(3) Saat seorang anak tidak menerima koreksi. Ini jelas ketika ia membantah ibu atau bapak, menyalahkannya pada orang lain, atau mencibir sebagai ganti mengakui rasa bersalahnya.

Pemberontakan Pasif

Pemberontakan pasif dipertunjukkan ketika anak-anak memenuhi kebutuhan eksternal untuk ketaatan, tetapi secara internal kecewa, yaitu., duduk tenang diluar, tetapi berdiri didalam.

(1) Pemberontakan pasif dirahasiakan, tetapi akan secepatnya muncul dipermukaan didalam guratan ekspresi sikap acuh tak acuh mereka, menjijikkan, marah, atau kurang hormat.

(2) Pemberontakan pasif dinyatakan oleh anak yang dengan sopan mendengarkan instruksi, tetapi yang secara konsisten gagal mengikutinya tanpa peringatan, ancaman, atau tekanan. Tentu saja, pada anak-anak lebih muda, kegagalan merupakan hasil dari perhatian singkat. Mereka berniat dan ingin mematuhi, tetapi menjadi disibukan oleh hal lain dan memerlukan suatu peringatan orangtua dan pengawasan.

(3) Salah satu bentuk pemberontakan pasif adalah lakukan apa yang diperlukan, tetapi bukan didalam cara yang seharusnya itu dilaksanakan atau dengan sikap yang benar. Seperti yang akan ditekankan kemudian, sikap sama pentingnya dalam tindakan ketaatan. Sikap tidak baik menyatakan diri mereka didalam tindakan penentangan atau pemberontakan terbuka.

(4) Jika pemberontakan tidak diatasi, pemberontakan pasif akan mengakibatkan revolusi untuk merobohkan otoritas.

Lalu apa itu kontrol? Itu adalah kuasa atau kemampuan untuk mengatur atau memandu. Ini berarti untuk menahan, mengendalikan, atau mengandangi. Tetapi tujuannya selalu untuk menyatakan ketaatan sebagai pengganti pemberontakan.


3 The focus on the mother in the last part is probably a rhetorical variation for the parent (see 17:21; 23:24-25) and is not meant to assume that she will do the training. See also 13:24 and 23:13 (The Expositor’s Bible Commentary, OT, Frank E. Gaebelein, General Editor, electronic media).

Related Topics: Christian Home

5. Hubungan Otoritas dan Kontrol

Kita dapat menangani masalahnya jika kita melihat hubungan antara otoritas dan kontrol.

( 1) Otoritas berarti tanggung jawab dan hak-hak untuk langsung dan menyebabkan orang lain mengikuti arah. Ini artinya tanggung jawab dan hak, sebagaimana diperlukan, untuk menyatakan kuasa mengendalikan, menahan, atau mengkandangkan, yaitu., kuasa untuk menggunakan otoritas seseorang untuk membawa tekanan pada seseorang agar tidak keluar jalur atau lepas kendali tersebut dalam Amsal 29:15.

( 2) Otoritas berarti tanggung jawab dan hak-hak untuk menetapkan standard yang menjadi ukuran atau test untuk membawa kendali. Diberi hak oleh Allah, orang tua mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan kendali didalam anak-anak yang dilahirkan tanpa kendali dan yang secara alami suka menentang, tersesat sejak kelahiran ( Propinsi. 29:15; P. 58:3). Seperti, kebutuhan popok bayi menyediakan suatu ilustrasi yang baik. Bayi harus mempunyai kendali eksternal ( popok) sampai kendali internal berkembang ( pelatihan ke kamar kecil). Saat orang tua gagal untuk mengendalikan dan kemudian melatih anak-anak mereka didalam berbagai area hidup, itu dapat diperbandingkan dengan kegagalan untuk menggunakan diapers dan tidak pernah melatih anak mereka ke kamar kecil. Apakah anda ingin menghadapi konsekwensi anak yang tidak berpopok dan tidak bisa kekamar kecil dalam rumahmu? Tentu saja tidak! Tetapi didalam hal lain, orang tua gagal untuk menetapkan kendali yang mempunyai konsekwensi merugikan diri sendiri, anggota keluarga lain, anak-anak mereka, dan orang lain didalam masyarakat. Pada pokoknya, permasalahan yang kita hadapi di sekolah merupakan masalah yang berkaitan dengan orangtua.

Related Topics: Christian Home

Pages