MENU

Where the world comes to study the Bible

From the series: Discipleship PREVIOUS PAGE

2. Discipleship

Related Media
This is an audio sermon delivered on July 10, 2005. The transcript will be posted when it is available.
From the series: Discipleship PREVIOUS PAGE

Related Topics: Discipleship

1. Pendahuluan dan Silabus

I. Gambaran Pelajaran

Sebuah pelajaran mengenai prosedur melakukan eksegesis yang baik dalam berbagai bagian di Perjanjian Lama. Metodenya termasuk penyelidikan kata, puisi, kritik tekstual, sintaks, teologi Alkitabiah, dan eksposisi eksegesis praktis dalam berbagai genre dari Alkitab Ibrani.

II. Tujuan Pelajaran

Tujuan utama pelajaran eksegesis ini adalah mengembangkan keahlian melakukan eksegesis dalam Perjanjian Lama. Untuk mencapainya, pelajar akan

A. Menjadi terbiasa dengan buku-buku terbaik dan sumber-sumber bagi kegiatan ini,

B. Belajar
melakukan penyelidikan kata secara menyeluruh,
menganalisa bahasa puisi dan struktur penulisan,
menyelesaikan masalah tekstual,
menjelaskan hubungan sintaktikal,
melakukan teologi Alkitabih,
mengembangkan eksposisi yang akurat dan berarti dari teks, dan

C. Menjadi manusia yang taat pada Firman.

III. Persyaratan Pelajaran

A. Setiap pelajar diharapkan membaca bagian Alkitab yang ditugaskan (walaupun tidak melakukan tugas), catatan setiap hari, dan semua tugas bacaan bagi hari itu. Persyaratan bacaan dihitung 10% dari nilai keseluruhan pelajaran. Diakhir pelajaran setiap pelajar harus menyatakan dalam tulisan apakah bacaannya dilakukan atau tidak, atau berapa persen yang selesai jika tidak selesai.

B. Ada duapuluh empat tugas mengeksegesis dalam pelajaran ini, setiap hari satu setelah kelas dimulai. Setiap pelajar diharuskan melakukan enambelas tugas menyisahkan 90% nilai pelajaran. Jika lebih dari enambelas yang diselesaikan, maka nilai terbaik dari enambelas tugas itu akan dihitung untuk nilai semester.

Ini berarti, setiap pelajar bisa tidak mengikuti atau tidak mengerjakan delapan tugas. Tapi tolong diperhatikan, dua kali tidak mengikuti secara berturutan tidak diperbolehkan. Pengaturan ini memperingan jadwal pelajar, tapi tetap mengusahakan seluruh wilayah metode eksegetikal.

Petunjuk tugas akan diberikan dalam setiap tugas kelas; ini akan menunjukan apa yang harus dilakukan dan diserahkan. Nilai tugas didasarkan pada seberapa baik pelajar mengembangkan keahlian eksegetikal dalam memenuhi tujuan dari tugas, dan tidak semata pada apakah penafsiran tertentu atau jawabannya dicatat.

C. Penilaian: Skala penilaian dalam pelajaran ini sebagai berikut: 93-100 itu A, 84-92 itu B, dan 75-83 itu C. Disetiap huruf nilai juga terdapat tingkatan, dua angka tertinggi akan diberi +, dan dua terbawah diberi - (jadi 91, 92 diberi B +; 84, 85 diberi B-).

IV. Materi Pelajaran

Perlengkapan yang Perlu Anda Gunakan

Ada terlalu banyak buku-buku dan referensi yang tersedia bagi pelajaran ini??sebagian dari tujuan pelajaran adalah belajar menggunakannya sehingga yang paling berguna (yang akan digunakan seterusnya) diharuskan.

Tapi ada beberapa hal yang harus dimiliki pelajar yang akan membuat seluruh proses lebih nyaman (artinya, bisa lebih banyak mengerjakannya dirumah): satu buah Alkitab bahasa Ibrani (bersama dengan apparatus, Stuttgartensia), Kamus Ibrani Hebrew (BDB), konkordansi yang baik (akan dijelaskan kemudian), dan mungkin sebuah buku referensi/satu set seperti Bible Dictionary atau word study set (VanGemeren, New International Dictionary of Old Testament Theology ad Exegesis, 5 Vols [Zondervan]).

Saat anda menjalaninya anda akan belajar apa yang paling membentu anda dalam mempelajari Alkitab, dan anda akan mulai membuat suatu perpustakaan untuk mengerjakannya. Anda juga akan menjadi terbiasa dengan buku tafsiran Perjanjian Lama yang terbaik dan mendapatkannya sebagai sumber yang sangat berharga bagi pelayanan anda dimasa depan.

Bantuan yang Tersedia

Catatan kelas bisa didapat apakah dengan fotokopi (ada biaya) atau internet: www.christianleadershipcenter.org

Situs lain yang bisa menolong dalam mempelajari bagian-bagian lain adalah situs www.netbible.org. Situs ini adalah suatu Alkitab terjemahan dengan catatan yang bisa diambil serta penjelasan kata, struktur kata dan sintaks, masalah tekstual, dan informasi mengenai latar belakang.

Selain itu anda juga bisa menemukan petunjuk dari buku yang sudah tidak dicetak lagi. Cobalah www.abebooks.com. Mereka bisa mencarikan toko buku didunia yang memiliki buku yang anda butuhkan, dan bagaimana mendapatkannya.

Related Topics: Teaching the Bible

2. Garis Besar Prosedur dan Bibliografi

Garis Besar Prosedur

Garis besar berikut memberikan gambaran singkat tentang keseluruhan proses melakukan eksegesis, langkah demi langkah, merupakan suatu garis besar dari bagian dasar pelajaran ini. Dalam praktek nyata, langkah-langkah eksegesis tidak selalu berurutan secara kaku saat kita memperoleh keahlian dalam metode, karena seringkali saat meneliti satu bagian, bagian lain ditemukan. Lebih lagi, tidak setiap langkah diterapkan sepenuhnya disetiap bagian Alkitab. Maka dari itu, ini merupakan hal-hal dasar yang harus dipersiapkah seorang eksegetor.

Kata ??exegesis?? sebenarnya sebuah istilah Yunani yang kita gunakan bagi pelajaran Alkitab. Arti dasarnya adalah ??memimpin keluar,?? yang berarti penafsirannya dikeluarkan atau didapat dari teks. Lawan katanya adalah ??eisegesis,?? yang artinya ??memimpin kedalam,?? yaitu, membawa pemikiran yang telah ada sebelumnya kedalam teks. Kita berusaha menghindari hal ini untuk mendapatkan yang pertama. Tapi jika kita tidak mengikuti prosedur eksegesis dengan seksama, sangat mudah memberikan tafsiran kedalam teks yang sebenarnya tidak ada. Inilah salah satu masalah utama dalam berkotbah dan mengajar sekarang ini, terutama didalam dunia injili: pesan bisa saja pesan Alkitab secara umum, bahkan secara teologis benar, tapi bukan dari bagian yang sedang dikotbahkan. Tugas dari pengkotbah atau pengajar adalah membawakan suatu eksposisi yang jelas dari bagian Alkitab, menunjukan bagaimana eksposisi itu berasal dari bagian itu. Melalui cara itu orang akan belajar bagaimana mereka membaca Alkitabnya dan mengeluarkan arti sebenarnya.

I. Determinasi terhadap Unit Literatur yang akan Dipelajari

A. Pelajari struktur tulisan dan motif yang membentuk unit itu sehingga seluruh bagian teratasi.

B. Pertimbangkan genre tulisan dan buat perbandingan dengan bagian-bagian lain yang mirip.

C. Tentukan hubungan dari unit yang akan dipelajari dengan konteksnya, dan argumen dari kitab itu.

II. Observasi Awal Teks

A. Baca bagian itu dalam beberapa terjemahan Inggris/Indonesianya untuk melihat dimana perbedaan utama yang harus dijelaskan.

B. Perhatikan setiap kesulitan tekstual utama yang perlu diperhatikan lebih lanjut.

C. Daftarkan kata-kata kunci yang perlu dipelajari ??kata-kata teologis yang membawa pesan dari bagian itu, kata-kata yang diulangi, atau kata-kata yang bermasalah.

D. Teliti perlengkapan puisi dan kiasan, dan tandai semua yang perlu dijelaskan dalam eksposisi.

E. Perhatikan setiap tata bahasa yang tidak jelas atau sulit atau ekspresi sintaktikal yang perlu dipelajari dan dijelaskan.

F. Tandai kata-kata kerja utama yang perlu dijelaskan berkaitan dengan waktu, mood atau bentuk tindakan.

G. Perhatikan setiap motif atau pola-pola yang dibentuk pada bagian sebelumnya.

H. Kenali setiap baris atau ayat yang dikutip atau merujuk dalam Perjanjian Baru.

III. Kepastian Hal yang Kritikal

A. Tentukan bentuk yang tepat dan asli dari teks Ibraninya melalui metode kritik tekstual yang diterima (lower criticism).

B. Selesaikan masalah waktu, penulis, komposisi, dan integritas teks (higher criticism).

1. Masalah kritikal utama mungkin diselesaikan untuk satu kitab lama sebelum bagian-bagian tertentu dibahas.

2. Perhatikan masalah kritikal yang muncul pada ayat-ayat yang sulit atau bermasalah.

IV. Penelitian Kata

A. Sebelum memulai satu rangkaian pelajaran dari suatu kitab, tentukan apa kata-kata teologis utama dari kitab itu dan pelajaran sepenuhnya.

B. Didalam persiapan umum sebuah bagian dalam suatu kitab, pilih kata-kata kunci dan pelajari sampai bisa menjelaskannya secara tepat dan penuh:

1. Kata-kata yang jelas ada diinti penafsiran,

2. Kata-kata yang merupakan istilah dasar teologis dalam Alkitab,

3. Kata-kata yang sulit atau tidak jelas,

4. Kata-kata yang dimainkan pada atau diulangi.

V. Analisa Puisi

A. Pelajari struktur bagian itu.

1. Cari dialog narasi, repetisi, inclusios, chiasms, dan tentukan bagaimana mereka mempengaruhi arti.

2. Bandingkan genre bagian itu dengan genre lainnya, dan detil dari bagian itu dengan bagian lain yang paralel dengannya untuk menentukan maksud penulis.

B. Pelajari tekstur dari bagian itu.

1. Cari kiasan yang penting, tipe dan archtipe, dan tentukan artinya dalam konteks.

2. Gambar bentuk struktur narasi, yaitu, subjek dan kata-kata kerja yang membawa narasi itu maju, klausa kata kerja utama yang diulangi, untuk menentukan penekanan utama dari bagian itu.

VI. Analisa Gramatikal dan Sintaktikal

A. Bagian-bagian puisi dan dialog akan membutuhkan perhatian terbesar.

B. Mulai dengan membandingkan berbagai versi Inggris/Indonesia untuk melihat dimana pembahasan terhadap teks harus dimulai.

C. Kembangkan suatu knak untuk mengisolasi kata dan konstruksi yang bisa lebih dimengerti melalui pengelompokan ini, dan mampu menjelaskannya tanpa menggunakan bahasa teknis.

VII. Sintesis Eksegetis

A. Buat keseluruhan garis besar eksegetis dari bagian itu, buat dengan kata-kata anda sendiri isi dari bagian itu.

B. Tulis suatu pernyataan ringkasan dari pesannya, masukan maksud utama bersamaan sebagai suatu kalimat dalam paragraph, sehingga anda bisa dengan mudah menjelaskan apa yang dikatakan bagian itu.

VIII Teologi didalamnya

A. Atur teologi Alkitabiah dari bagian itu dengan meneliti apa yang dikatakan bagian itu tentang Tuhan, namaNya, naturNya, tindakanNya, dan apa yang dikatakannya tentang manusia, nama mereka, nature, tindakan, dan tentang perjanjian.

B. Bisa meletakan temuan anda dalam suatu pernyataan teologis, sebuah prinsip kekal yang diajarkan bagian ini.

C. Hubungkan pemikiran teologis, dan setiap maksud sampingan, dengan teologi Alkitab secara keseluruhan, terutama Perjanjian Baru.

1. Pastikan mengingat bagaimana Perjanjian Baru menggunakan Perjanjian Lama.

2. Jika maksud teologis dari bagian itu tidak secara langsung dikutip oleh Perjanjian Baru, temukan tempat dimana teologi yang sama dicatat.

3. Hati-hati agar tidak membaca pemikiran PB kedalam PL: pertama ambil teologinya kemudian baru temukan hubungannya dengan Perjanjian Baru.

IX. Pengembangan Eksposisi

A. Bekerja dengan pemikiran teologis yang telah anda tulis dan membentuknya kedalam suatu pernyataan ekspositoris, suatu pernyataan prepositional yang akan membentuk inti (bukan keseluruhan) dari eksposisi anda.

1. Harus meliputi isi dari seluruh bagian.

2. Harus dinyatakan dalam bentuk kebenaran yang kekal, bukan dalam bentuk pelajaran sejarah mengenai Israel, atau dalam bentuk yang mengesampingkan seluruh makna PL itu sendiri.

3. Harus dinyatakan dengan cara yang dimengerti pendengar asli, pendengar PB (yang ada hubungannya) dan pendengar masa kini.

B. Sekarang kembangkan point utama dari garis besar ekspositori dengan cara yang sama, dengan sub-point jika ada.

1. Point utama harus menunjukan pemikiran utama anda.

2. sub-points harus menunjukan point utama dimana mereka ditempatkan.

X. Penerapan

A. Kembangkan kesimpulan yang tepat, setelah anda mengetahui mengenai apa sebenarnya dan kemana pesan itu merujuk.

B. Didalam kesimpulan berikan suatu penerapan yang jelas, masuk akal, mengidentifikasikan pendengar anda dengan pendengar teks atau penulis teks.

1. Nyatakan apa yang harus mereka ketahui.

2. Nyatakan apa yang harus mereka percayai.

3. Nyatakan apa yang harus mereka lakukan.

C. Sekarang setelah anda tahu apa yang harus mereka lakukan atas dasar bagian itu, tulisa suatu pendahuluan yang jelas dan efektif.

1. Pertama kali nyatakan masalah yang dibahas bagian itu.

2. Kemudian letakan materi sejarah dan latar belakang sesuai kebutuhan, tapi jaga agar tetap ringkas.

3. Pastikan agar pendahuluan menciptakan kebutuhan, menarik perhatian pendengar, dan biarkan mereka tahu kemana maksud eksposisi ini.

D. Tulis judul eksposisi yang efektif, tapi akurat

Bibliografi Pelajaran Perjanjian Lama

Ada banyak buku-buku dan sumber-sumber yang baik tersedia sekarang ini sehingga sulit mengetahui mana yang harus dibeli, terutama karena tidak ada toko buku yang memiliki satu rangkaian buku tafsiran dan perlengkapan terbaik ??anda harus memesannya, atau anda harus memesan melalui amazon, atau Distributor Buku Kristen, atau organisasi seperti itu. Saya telah mendaftarkan buku-buku dan perlengkapan yang menurut saya paling membantu dalam menjalankan prosedur eksegetis; ada buku lain yang baik sekali, dan tidak didaftar bukan berarti tidak bernilai untuk dimiliki. Ekspositor perlu menemukan buku mana yang secara pribadi paling menolong dan membelinya. Cara terbaik melakukannya adalah dalam suatu kelas dan institusi yang memiliki perpustakaan yang baik; sebaliknya, buku bisa dipesan dan jika tidak cocok bisa dikembalikan.

Saya memprioritaskan setiap rencana untuk mendapatkan perlengkapan terbaik. Menentukan Kitab mana dalam Alkitab yang harus ??dibahas?? pertama, dan peralatan mana yang akan sering digunakan.

Ini usulan saya sebagai awal eksegesis dalam teks Ibrani (ini bisa diubah bagi yang tidak tahu bahasa Ibrani). Anda bisa memulai dengan sebuah kamus Ibrani yang baik (BDB), suatu buku atau satu set penelitian kata yang baik, (VanGemeren), sebuah konkordansi bisa anda gunakan (saya suka Mandelkern), sebuah atau satu set kamus Alkitab (Zondervan Pictorial), sebuah atlas (Collegeville), sebuah buku mengenai kebiasan dan prilaku (De Vaux), sebuah survey sejarah (Merrill), teologi Perjanjian Lama (Eichrodt), dan sebuah tafsiran yang meliputi seluruh Alkitab (Ekspositor), bisa membantu anda memulainya.

Kitab-Kitab dalam Alkitab

Kejadian

Cassuto, Umberto. A Commentary on the Book of Genesis. 2 Vols. Translated by Israel Abrahams. Jerusalem: Magnes Press, 1961, 1964. (Genesis 1-12)

Jacob, Benno. Das Erste Book der Tora: Genesis. Berlin, 1934. (German; an English summary is available, but very condensed).

Kidner, Derek. Genesis. Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1967.

Rad, Gerhard von. Genesis, A Commentary. Translated by John H. Marks. Philadelphia: Westminster Press, 1961.

Ross, Allen P. Creation and Blessing, A Guide to the Exposition of the Book of Genesis. Grand Rapids: Baker Book House, 1988.

Wenham, Gordon J. Genesis. Word Biblical Commentary. 2 Vols. Waco, TX: Word, 1987, 1994.

Ada banyak karya lain mengenai Kejadian yang bernilai bagi eksposisi eksegetis. Saya mengusulkan S. R. Driver, The Book of Genesis (15th edition), with appendix by G. R. Driver (London: Methuen & Co., 1948); Franz Delitzsch, A New Commentary on Genesis, 2 Vols. (Edinburgh: T. & T. Clark, 1899). For Mesopotamian background, E. A. Speiser, Genesis, The Anchor Bible (new York: Doubleday, 1964). For a modern form critical approach, if used critically, Claus Westermann, Genesis, 3 Vols. (Minneapolis: Augsburg, 1984). Also, see John Sailhamer, Genesis, in The Expositor??s Bible Commentary, ed. by Frank Gaebelein (Grand Rapids: Zondervan, 1990).

Keluaran

Childs, Brevard S. The Book of Exodus, A Critical Theological Commentary. Philadelphia: The Westminster Press, 1974.

Cole, Alan. Exodus. Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1973.

Jacobs, Benno. Exodus, The Second Book of the Law. New York: KTAV reprint.

Umberto Cassuto??s Exposition of Exodus (Jerusalem: Magnes Press, 1967), tidak sebaik karyanya mengenai Kejadian; dikompilasi setelah kematiannya. Tapi tetap memberi pengertian yang menolong. Saya juga menyukai S. R. Driver, The Book of Exodus (Cambridge: At the University Press, 1911), walaupun diberi tanggal dalam tempat. Perlu juga dipertimbangkan John I. Durham, Exodus, in the Word Series (Waco, TX: Word, 1987), and Nahum Sarna, Exodus, Jewish Publication Society, 1991.

Imamat

Bonar, A. A. A Commentary on Leviticus. London: Banner of Truth, 1966 Reprint.

Harrison, R. K. Leviticus, An Introduction and Commentary. Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1980.

Hartley, John E. Leviticus. Word. Dallas: Word, 1992.

Levine, Baruch. Leviticus, The JPS Torah Commentary. New York: Jewish Publication Society, 1989.

Milgrom, Jacob. Leviticus 1-16, 17-26. The Anchor Bible. Garden City: Doubleday, 1991.

Ross, Allen P. Holiness to the LORD. Grand Rapids: Baker Book House, 2002.

Wenham, G. J. The Book of Leviticus. Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1979.

Beberapa karya mengenai Imamat perlu disebutkan: B. J. Bamberger, Leviticus (New York: Union of American Congregations, 1979), and Nehama Leibowitz, Studies in Leviticus (Jerusalem: World Zionist Organization, Department for Torah Education and Culture in the Diaspora, 5744/1983), yang menawarkan serangkaian diskusi yang baik.

Bilangan

Keil, C. F. and F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, Vol. III, The Pentateuch. Translated by James Martin. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans reprint.

Wenham, Gordon J. Numbers: An Introduction and Commentary. Leicester: InterVarsity Press, 1981.

Mengenai komentar penulisan dan eksegetikal, Philip J. Budd, Numbers (Waco, TX: Word, 1984); untuk penelitian kata dan analisa tulisan, N. H. Snaith, Numbers, New Century Bible Commentary (London: Marshall, Morgan & Scott, 1976); and, if you can use it, J. de Vaulx, Les Nombres (Paris: J. Gabalda et Cie Editeurs, 1972).

Ulangan

Craigie, Peter C. The Book of Deuteronomy. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1976.

Thompson, J. A. Deuteronomy. Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1974.

Juga berguna untuk latar belakang penulisan dan sejarah: Meredith Kline, The Treaty of the Great King (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1963); and Y. Kaufmann, ??The Structure of Deuteronomic Law,?? Maarav 1, 2 (1978, 1979): 105-158. For theological help: R. E. Clements, God??s Chosen People (London: SCM Press, 1968); A. D. H. Mayes, Deuteronomy (Grand Rapids: Eerdmans, 1981); and Eugene H. Merrill, Deuteronomy, New American Commentary (Broadman and Holman Publishers, 1994).

Yosua

Boling, Robert G. Joshua, The Anchor Bible. Garden City: Doubleday & Company, Inc., 1982.

Woudstra, Marten H. The Book of Joshua. The New International Commentary on the Old Testament. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1981.

Bisa juga Trent C. Butler, Joshua (Waco, TX: Word, 1983) and Albert Soggin, Joshua, A Commentary (Philadelphia: Westminster Press, 1972).

Hakim-hakim

Boling, Robert G. Judges. The Anchor Bible. Garden City, N.Y.: Doubleday, 1975.

Cundall, Arthur E. Judges (with Leon Morris, Ruth). Chicago: InterVarsity Press, 1968.

Soggin, J. Albert. Judges. Philadelphia: Westminster Press, 1981.

Lihat juga C. F. Burney, The Book of Judges (New York: KTAV Press, 1970); George F. Moore, A Critical and Exegetical Commentary on Judges, ICC (Edinburgh: T. & T. Clark, 1895); and D. W. Gooding, ??The Composition of the Book of Judges,?? Eretz Israel 16 (1982):70-79.

Rut

Campbell, Edward F. Ruth, The Anchor Bible. Garden City, N.Y.: Doubleday & Co., 1975.

Bisa dipertimbangkan Arthur E. Cundall and Leon Morris, Judges and Ruth, Tyndale (Downers Grove, IL: InterVarsity, 1968); Ronald Hals, The Theology of the Book of Ruth (Philadelphia: Fortress Press, 1969); and P. Paul Jouon, Ruth, Commentaire Philologique et Exegetique (Rome: Pontifical Biblical Institute, 1953).

Samuel

Klein, Ralph W. I Samuel, Word Biblical Commentary. Waco, TX: Word Books, 1983.

McCarter, P. Kyle, Jr. I Samuel. The Anchor Bible. Graden City, N.Y.: Doubleday & Co., 1980; II Samuel, 1984.

Juga bisa sangat membantu S. R. Driver, Notes on the Hebrew Text and Topography of the Books of Samuel, 2nd edition (London: Oxford Press, 1983); Hans W. Hertzberg, I and II Samuel, A Commentary (Philadelphia: Westminster Press, 1964); and David F. Payne, I and II Samuel (Philadelphia: Westminster, 1982).

Raja-raja

Jones, G. H. I and II Kings. New Century Bible Commentary. 2 Volumes. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans, 1984.

Long, Burke O. I Kings, with an Introduction to Historical Literature. The Forms of the Old Testament Literature, IX. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1984.

Buku tafsiran yang perlu dipertimbangkan adalah John Gray, I and II Kings, Old Testament Library (Philadelphia: Westminster Press, 1964); James A. Montgomery and H. S. Gehman, A Critical and Exegetical Commentary of the Books of Kings, ICC (Edinburgh: T. & T. Clark, 1951).

Tawarik

Meyers, Jacob M. I Chronicles [II Chronicles]: A New Translation with Introduction and Commentary. The Anchor Bible. 2 Volumes. Garden City, N.Y.: Doubleday & Company, 1965.

Williamson, H. G. M. I and II Chronicles. New Century Bible Commentary. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans, 1982.

Bagi poin utama perhatian teologis, lihat Sara Japhet, The Ideology of the Book of Chronicles and Its Place in Biblical Thought (Jerusalem: Bialik, 1977).

Ezra-Nehemia

Campbell, Donald K. Nehemiah: Man in Charge. Wheaton: Victor Books, 1979.

Fensham, F. Charles. The Books of Ezra and Nehemiah. Grand Rapids: William B. Eerdmans, 1982.

Juga: K. Koch, ??Ezra and the Origins of Judaism,?? JSS 19 (1974):173-197; and Jacob B. Myers, Ezra-Nehemiah, Anchor Bible (Garden City: Doubleday, 1965).

Ester

Moore, C. A. Esther. Garden City: Doubleday. 1971.

Dua tulisan yang juga membantu: C. A. Moore, ??Archaeology and the Book of Esther,?? BA 38 (1975):62-72; and William H. Shea, ??Esther and History,?? AUSS 14 (1976):227-246.

Ayub

Habel, Norman. The Book of Job. A Commentary. Old Testament Library. Philadelphia: Westminster Press, 1985.

Pope, Marvin H. Job, Introduction, Translation and Notes. The Anchor Bible, 15. Garden City, NY: Doubleday & Co., 1965.

Selain itu H. H. Rowley, The Book of Job, New Century Bible (Grand Rapids: Eerdmans, 1980); N. H. Tur-Sinai (H. Torczyner), The Book of Job (Jerusalem: Kiryat Sepher, 1967); dan jika anda bisa menggunakannya, L. Alonso-Schokel and J. L. Sicre Dias, Job: Commentario teologico y literario (Madrid: Ediciones Cristiandad, 1983). See also Francis Anderson, Job, Tyndale (Downers Grove: InterVarsity, 1976); and Edouard Dhorme, Job (New York: Nelson, 1926).

Mazmur

Alonso-Schokel, Luis. Estudios Poetic Hebrea. Barcelona: Juan Flors, 1963. (Spanish)

Anderson, A. A. The Book of Psalms. The New Century Bible Commentary. 2 Vols. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1972.

Bullinger, E. W. Figures of Speech Used in the Bible. Grand Rapids: Baker Book House, reprint of 1898 edition.

Jacquet, Louis. Les Psaumes et le coeur de l??Homme. Etude textuelle, literaire et doctrinale. 3 Vols. Imprime en Belgique sur les presses. Ducolot, 1975. (French)

Keel Othmar. The Symbolism of the Biblical World. Ancient Near Eastern Iconography and the Book of Psalms. Trans. Timothy J. Hallett. New York: The Seabury Press, 1978.

Kirkpatrick, A. F. The Book of Psalms. The Cambridge Bible for Schools and Colleges. 3 Vols. Cambridge: At the University Press, 1906. Reprinted by Baker in one volume.

*Perowne, J. J. Stewart. The Book of Psalms. 2 Vols. Grand Rapids: Zondervan Publishing Company, reprint of 1878 edition.

Dari sebagian besar karya tentang Mazmur mengenai teologi saya mengusulkan Franz Delitzsch, Biblical Commentary on the Psalms, 3 Vols. (Grand Rapids: Eerdmans reprint); dan bagi pertimbangan umum, Peter C. Craigie, Psalms 1-50. Word (Waco, TX: Word, 1983), dan dua volume berikut dari Word.

Amsal

Delitzsch, Franz. Biblical Commentary on the Proverbs of Solomon. Trans. by M. G. Easton. 2 Vols. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans reprint of the 1872 edition.

Kidner, Derek. The Proverbs, An Introduction and Commentary. Tyndale. Downers Grove: InterVarsity Press, 1964.

McKane, William. Proverbs, A New Approach. Old Testament Library. Philadelphia: Westminster Press, 1970.

Lihat juga Norman C. Habel, ??The Symbolism of Wisdom in Proverbs 1--9,?? Interpretation 26 (1972):131-157; A. Cohen, Proverbs, Soncino (London: Soncino Press, 1946); dan untuk ringkasan eksegetis yang ringkas dan analisa setiap amsal, Allen P. Ross, Proverbs, Expositor??s Bible Commentary, Vol. 5, ed. by Frank Gaebelein (Grand Rapids: Zondervan, 1990).

Pengkhotbah

Ginsburg, Christian D. The Song of Songs and Coheleth. London: Longman, Brown, Green, Longman and Roberts, 1857; reprinted by KTAV, 1970.

Baik juga Michael A. Eaton, Ecclesiastes, Tyndale (Downers Grove: InterVarsity, 1983); and Robert K. Johnston, ??Confessions of a Workaholic: A Reappraisal of Qoheleth,?? Catholic Biblical Quarterly 38 (1976):14-28.

Kidung Agung

Pope, Marvin H. Song of Songs. The Anchor Bible. New York: Doubleday, 1977.

Yesaya

Motyer, J. Alec. The Prophecy of Isaiah, An Introduction and Commentary. Downers Grove: InterVarsity Press, 1993.

North, Christopher R. The Second Isaiah. Oxford: Clarendon Press, 1964.

Oswalt, J. N. The Book of Isaiah. 2 Volumes. NICOT. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1986.

Westermann, Claus. Isaiah 40-66. Old Testament Library. London: SCM Press, 1966.

Wildberger, Hans. Isaiah 1-12, and Isaiah 13-27. A Continental Commentary. Translated by Thomas H. Trapp. Minneapolis: Fortress Press, 1991, 1996.

Young, Edward J. The Book of Isaiah. NICOT. 3 Volumes. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1965-72.

Perlu diperhatikan Otto Kaiser, Isaiah 1-12, Old Testament Library (London: SCM Press, Ltd., 1972) for an excellent critical approach to these chapters; Roy F. Melugin, The Formation of Isaiah 40-55 (Berlin: Walter de Gruyter, 1976); Sigmund Mowinckel, He That Cometh; and C. R. North, The Suffering Servant in Deutero-Isaiah (London: Oxford, 1929).

Yeremia

Bright, John. Jeremiah, A New Translation with Introduction and Commentary. The Anchor Bible. Garden City, NY: Doubleday, 1965.

Holladay, William. Jeremiah. 2 Vols. Hermeneia. Philadelphia: Fortress, 1986, 1989.

Secara eksegetis dan teologis ringkas tapi tetap berguna adalah John A. Thompson??s The Book of Jeremiah, NICOT (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1984). Untuk inspirasi ide, lihat Eugene H. Peterson, Run With the Horses (Downers Grove: InterVarsity, 1983); dan untuk suatu focus teologis tertentu lihat Thomas W. Overholt, The Threat of Falsehood, A Study in the Theology of the Book of Jeremiah (Naperville: Alec R. Allenson, 1970).

Ratapan

Hillers, Delbert. Lamentations, A New Translation with Introduction and Commentary. The Anchor Bible. Garden City, NY: Doubleday, 1972.

Saat tersedia, J. M. Roberts, Lamentations, Hermeneia (Philadelphia: Fortress Press), adalah salah satu yang terbaik. Untuk ide-ide bagi kotbah, Norman K. Gottwald, Studies in the Book of Lamentations (London: SCM Press, 1954), jika bisa dapatkan satu buah.

Yehezkiel

Eichrodt, Walther. Ezekiel, A Commentary. Philadelphia: the Westminster Press, 1970.

Feinberg, Charles L. The Prophecy of Ezekiel. Chicago: Moody Press, 1969.

Zimmerli, Walther. A Commentary on the Book of the Prophet Ezekiel, Chapters 1-24. Philadelphia: Fortress Press, 1979; A Commentary on the Book of the Prophet Ezekiel, Chapters 25-48, 1983.

Untuk data tekstual, lihat G. A. Cooke, A Critical and Exegetical Commentary on the Book of Ezekiel (Edinburgh: T. & T. Clark, 1936); untuk teologi, lihat Moshe Greenberg, Ezekiel 1-20, Anchor Bible (Garden City, NY: Doubleday, 1983); dan walau kecil tapi luar biasa adalah John B. Taylor, Ezekiel (Downers Grove: InterVarsity, 1969). Masih baru adalah dua volume oleh sarjana konservatif Daniel Block, Ezekiel (Grand Rapids: Eerdmans, 2000).

Daniel

Montgomery, James A. A Critical and Exegetical Commentary on the Book of Daniel. The International Critical Commentary. Edinburgh: T. & T. Clark, 1927.

Baldwin, Joyce G. Daniel, An Introduction and Commentary. Tyndale Old Testament Commentaries. Downers Grove: InterVarsity Press, 1978.

Untuk masalah kritikal, cobalah mendapatkan satu buah D. J. Wiseman and T. C. Mitchell, et. al., Notes on Some Problems in the Book of Daniel (London: Tyndale Press, 1965).

Hosea

Chisholm, Robert B., Jr. Hosea in The Bible Knowledge Commentary. Wheaton, Ill.: Victor Books, 1985.

Macintosh, A. A. The Book of Hosea. Edinburgh: T. & T. Clark. 1998

Wolff, Hans Walter. Hosea. Hermeneia Series. Translated by Gary Stansell. Philadelphia: Fortress Press, 1974.

Juga berguna adalah James Luther Mays, Hosea (Philadelphia: Westminster Press, 1965); and Derek Kidner, Love to the Loveless, The Message of Hosea (Downers Grove: InterVarsity Press, 1981).

Yoel

Allen, Leslie C. The Books of Joel, Obadiah, Jonah, and Micah, NICOT. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans. 1976.

Wolff, Hans W. Joel and Amos. Hermeneia Series. Translated by W. Janzen, et al. Philadelphia: Fortress Press, 1977.

Amos

Mays, James L. Amos, A Commentary. The Old Testament Library. Philadelphia: Westminster Press, 1969.

Wolff, Hans W. Joel and Amos. Hermeneia Series. Translated by W. Janzen, et. al. Philadelphia: Fortress Press, 1977.

Lihat juga J. A. Motyer, The Day of the Lion, The Message of Amos (Leicester: InterVarsity Press, 1974), untuk ide-ide homelitik dan aplikasi; dan mengenai masalah tekstual, William Harper, A Critical and Exegetical Commentary on Amos and Hosea (Edinburgh: T. & T. Clark, 1905).

Obaja

Allen, Leslie C. The Books of Joel, Obadiah, Jonah and Micah. Grand Rapids: Wm. B. Erdmans, 1976

Watts, John D. W. Obadiah: A Critical and Exegetical Commentary. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Co., 1967.

Lihat juga Obadiah, Jonah, Micah in the Tyndale Series of InterVarsity Press, written by David Baker, Desmond Alexander, and Bruce Waltke, respectively.

Yunus

Allen, Leslie. The Books of Joel, Obadiah, Jonah, and Micah. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1976.

Mikah

Allen, Leslie C. The Books of Joel, Obadiah, Jonah, and Micah. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1976.

Goldman, S. Micah. In The Twelve Prophets. Edited by A. Cohen. London: The Soncino Press, 1948. Pp. 151-189.

Mays, James Luther. Micah, A Commentary. Philadelphia: Westminster Press, 1976.

Nahum

Maier, Walter A. The Book of Nahum. St. Louis: Concordia Publishing House, 1959.

Tulisan dari Kevin J. Cathcart sangat membantu karena ini merupakan wilayah penelitian doktoralnya: Nahum in the Light of Northwest Semitic (Rome: Biblical Institute Press, 1973), and, ??Treaty Curses and the Book of Nahum,?? Catholic Biblical Quarterly 35 (1973):179-187. Lihat juga R. D. Patterson, Nahum, Habakkuk, and Zephaniah, Wycliffe (Chicago: Moody Press, 1991).

Habakuk

Eaton, J. H. ??The Origin and Meaning of Habakkuk 3.?? ZAW 76 (1964):144-171.

Gowan, Donald E. The Triumph of Faith in Habakkuk. Atlanta: John Knox Press, 1976.

Zefanya

Hilber, John W. ??A Biblical Theology of Zephaniah.?? Th.M. Thesis, Dallas Theological Seminary, 1984.

Kapelrud, Arvid S. The Message of the Prophet Zephaniah: Morphology and Ideas. Oslo: Universitetsforlaget, 1975.

Hagai

Baldwin, Joyce. Haggai, Zechariah, and Malachi. Tyndale Series. Downers Grove, Il: InterVarsity Press.

Pusey, E. B. The Minor Prophets, A Commentary. Grand Rapids: Baker Book House, 1966 reprint of 1860 edition.

.Smith, George Adam. The Book of the Twelve Prophets. Volume II. Garden City: Doubleday, Doran & Company, Inc., 1929.

Smith, Ralph L. Micah--Malachi. Word Biblical Commentary. Waco, TX: Word Books, 1984.

Untuk eksegesis Ibrani yang kuat, tetap gunakan Carl F. Keil, Biblical Commentary on the Old Testament: The Twelve Minor Prophets (Grand Rapids: Eerdmans 1949 reprint); juga, suatu karya umum: David L. Peterson, Haggai and Zechariah 1-8 (Philadelphia: Westminster Press, 1984).

Zakaria

Baldwin, Joyce. Haggai, Zechariah, Malachi. Downers Grove, Ill.: InterVarsity Press, 1972.

Unger, Merrill F. Zechariah: Prophet of Messiah??s Glory. Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1963.

Maleakhi

Baldwin, Joyce. Haggai, Zechariah, Malachi. Downer??s Grove, Ill.: InterVarsity Press, 1972.

See note under Zechariah.

Kaiser, Walter C. Jr. Malachi: God??s Unchanging Love. Grand Rapids: Baker Book House, 1984.

Smith, Ralph L. Micah--Malachi. Waco: Word Books, 1984.

Pelajaran Alkitab

Pendahuluan

Arnold, Bill T. and Bryan E. Beyer, Encountering the Old Testament, A Christian Survey. Grand Rapids: Baker Book House, 1998.

Dorsey, David A. The Literary Structure of the Old Testament. Grand Rapids: Baker Book House, 1998.

Harrison, R. K. Introduction to the Old Testament. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Co., 1969.

Kitchen, Kenneth A. Ancient Orient and Old Testament. Chicago: InterVarsity Press, 1966.

________. The Bible in Its World. Downers Grove: InterVarsity Press, 1978.

LaSor, William Sanford, David Allen Hubbard, and Frederick William Bush. Old Testament Survey: The Message, Form, and Background of the Old Testament. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Co., 1982.

Karya-karya penting lainnya sebagai berikut: menarik tapi pendekatan kanonikal yang berlebihan, Brevard S. Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture (Philadelphia: Fortress Press, 1979); untuk teks yang cukup konservatif, Raymond B. Dillard and Tremper Longman III, An Introduction to the Old Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1994); untuk pendekatan liberal klasik, Otto Eissfeldt, The Old Testament, An Introduction (New York: Harper and Row, 1965); dan untuk up-to-date, tidak konservatif, pendekatan katolik, J. Alberto Soggin, Introduction to the Old Testament: From Its Origins to the Closing of the Alexandrian Canon (Philadelphia: Westminster, 1980.

Teologi

Eichrodt, Walther. Theology of the Old Testament. Two Volumes. Philadelphia: Westminster Press, 1961.

Hasel, Gerhard. Old Testament Theology: Basic Issues in the Current Debate. Third edition. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1975.

.Oehler, Gustave F. Theology of the Old Testament. Translated and edited by George E. Day. Grand Rapids: Zondervan reprint of the 1874 English edition.

Jika anda menginginkan sebuah penelitian yang baik mengenai sejarah dan perkembangan teologi Alkitabih, John Hayes and Frederick Prussner, Old Testament Theology, Its History and Development (Atlanta: John Knox Press, 1985). Untuk mengimbangi Eichrodt, Gerhard von Rad, Old Testament Theology, 2 Volumes (New York: Harper & Row, 1962); karya ini berguna bagi pembahasan tekstual dari tema individual, tapi dipertanyakan nilainya karena pengertiannya mengenai asal mula teologi.

Sejarah Timur Dekat Kuno

Moscati, Sabatino. Ancient Semitic Civilizations. New York: G. P. Putnam??s Sons, 1957.

Wiseman, D. J., ed. Peoples of Old Testament Times. Oxford: The Clarendon Press, 1973.

Juga berguna William W. Hallo and William K. Simpson, The Ancient Near East: A History (New York: Harcourt, Brace, Jovanovich, Inc., 1971), yang merupakan sebuah acuan popular; dan untuk investigasi yang lebih menyeluruh, J. E. S. Edwards, et al, eds. The Cambridge Ancient History (London: Cambridge University Press, 1970-- [masih dalam revisi]).

Sejarah Israel

Bright, John. A History of Israel. Third edition. Philadelphia: Westminster Press, 1981.

Merrill, Eugene H. Kingdom of Priests, A History of Old Testament Israel. Grand Rapids: Baker Book House, 1987

Sumber-sumber lain termasuk: John H. Hayes and J. Maxwell Miller, eds., Israelite and Judean History (Philadelphia: Westminster Press, 1977) untuk suatu koleksi penelitian mengenai hal ini; Martin Noth, The History of Israel (New York: Harper & Row, 1960) untuk sebuah presentasi jelas dari pandangan yang belum terbukti kalau itu adalah kekuatan utama dalam penelitian Perjanjian Lama.

Kebiasaan dan Prilaku

Aberbach, Moshe, Labor, Crafts and Commerce in Ancient Israel. Jerusalem: At the Magnes Press, 1994.

*de Vaux, Roland. Ancient Israel. Volume 1: Social Institutions. Volume 2: Religious Institutions. New York: McGraw-Hill Book Company, 1965.

Noth, Martin. The Old Testament World. Philadelphia: Fortress Press, 1966.

Juga dianjurkan: W. Corswant, A Dictionary of Life in Bible Times (Bungay, England: Hodder and Stoughton, 1960); M. S. Miller and J. L. Miller, Encyclopedia of Bible Life (New York: Harper & Row, 1955), dianggap diantara yang terbaik; dan tetap F. H. Wight, Manners and Customs of Bible Lands (Chicago: Moody Press, 1953), walau aga dangkal.

Arkeologi

Aharoni, Y. The Archaeology of the Land of Israel. Philadelphia: Westminster, 1982.

Albright, W. F. Archaeology and the Religion of Israel. 5th edition. Baltimore: Johns Hopkins Press, 1968.

Avi-Yonah, Michael and Ephraim Stern, eds. Encyclopedia of Archaeological Excavations in the Holy Land. 4 Volumes. Jerusalem: Massada Press, 1975-1978.

Currid, John C. Doing Archaeology in the Land of the Bible. Grand Rapids: Baker Book House, 1998.

Kenyon, K. Archaeology in the Holy Land. 4th edition. New York: W. W. Norton & Company, 1979.

Lance, D. The Old Testament and the Archaeologist. Guides to Biblical Scholarship, Old Testament Series. Philadelphia: Fortress Press, 1981.

Karya-karya lanjutan: P. Lapp, The Tale of the Tell, PTMS 5 (Pittsburgh: Pickwick Press, 1975) untuk mengenai bagaimana para arkeolog bekerja; untuk diskusi masa kini, langganan jurnal-jurnal seperti Biblical Archaeology Review and Bible Review; dan untuk topikal, e.g., water systems, walls, town planning, etc., see S. Paul and W. Dever, eds., Biblical Archaeology (Jerusalem, Keter, 1973).

Agama Israel dalam Konteks Timur Dekat Kuno

Mullen, E. T. The Assembly of the Gods: The Divine Council in Canaanite and Early Hebrew Literature. Harvard Semitic Monographs, 24. Chico, CA: Scholars Press, 1980.

Oppenheim, A. L. Ancient Mesopotamia, A Portrait of a Dead Civilization. Revised and completed by Erica Reiner. Chicago/London, 1977 (1964).

Pritchard, J., ed. Ancient Near Eastern Texts Relating to the Old Testament. 3rd edition with supplement. Princeton: Princeton University Press, 1969.

Juga berguna, dan mungkin lebih bisa didapat (tapi tidak lengkap) sebagai berikut: Helmer Ringgren, Religions of the Ancient Near East (Philadelphia: Westminster Press, 1973); John Day, God??s Conflict with the Dragon and the Sea: Echoes of a Canaanite Myth in the Old Testament (Cambridge: Cambridge University Press, 1985); J. Gibson, ed., Canaanite Myths and Legends (Edinburgh: T. & T. Clark, Ltd., 1977); dan, jika tersedia, terutama New Larousse Encyclopedia of Mythology (New York: Hamlyn Publishing Group, 1968).

Latar Belakang Yahudi Sampai Perjanjian Baru

Blackman, Philip, ed. Mishnayoth. 6 Volumes. New York: Judaica Press, 1973.

Bloch, Abraham. The Biblical and Historical Background of Jewish Customs and Ceremonies. New York: KTAV, 1980.

Cross, Frank Moore, Jr., The Ancient Library of Qumran and Biblical Studies. Grand Rapids: Baker, 1980 (New York: Doubleday, 1961).

Doeve, J. W. Jewish Hermeneutics in the Synoptic Gospels and Acts. Assen, Amsterdam: Van Gorcum Press, 1954.

Lightfoot, John. A Commentary on the New Testament from the Talmud and Hebraica. 4 Volumes. Grand Rapids: Baker Book House, 1979 reprint of the 1859 edition.

Patai, Raphael. The Messiah Texts. Detroit: Wayne State University Press, 1979.

Untuk sejarah periode yang terbaik, S. Safrai, et al, The Jewish People in the First Century (Assen, Amsterdam: Van Gorcum Press, 1974); tetap karya yang paling lengkap adalah multi-volume commentary mengenai Perjanjian Baru oleh Strack and Billerbeck; dan untuk pendahuluan pada literature secara umum, Hermann L. Strack, Introduction to the Talmud and Midrash (New York: Atheneum, 1974). Salah satu yang bisa diandalkan, jika bisa anda dapatkan adalah Thomas Robinson, The Evangelists and the Mishna (London: James Nisbet and Co., 1859); dia menggunakan materi dengan seksama, tidak membuat materi itu mengatakan apa yang tidak dikatakan. Juga, untuk penggunaan yang praktis dan kritis dari sumber-sumber Yahudi, Harold W. Hoehner, Chronological Aspects of the Life of Christ (Grand Rapids: Zondervan, 1979).

Metode Eksegetikal

Chisholm, Robert, Jr. From Exegesis to Exposition, A Practical Guide to Using Biblical Hebrew. Grand Rapids: Baker Book House, 1998.

Stuart, Douglas. Old Testament Exegesis: A Primer for Students and Pastors. 2nd edition. Philadelphia: Westminster Press, 1984.

Lihat juga John H. Hayes and Carl R. Holladay, Biblical Exegesis: A Beginner??s Handbook (Atlanta: John Knox Press, 1982); and The Interpreter??s Dictionary of the Bible, Supplementary Volume, pp. 296-303, s.v. ??Exegesis?? by K. L. Keck and G. M. Tucker.

Hermeneutik

Bright, John. The Authority of the Old Testament. Nashville: Abingdon Press, 1967.

Caird, G. B. The Language and Imagery of the Bible. Philadelphia: Westminster Press, 1980.

Goldingay, John. Approaches to Old Testament Interpretation. Downers Grove: InterVarsity Press, 1981.

Penelitian Kata

Barr, James. Comparative Philology and the Text of the Old Testament. Oxford: At the Clarendon Press, 1968.

________. The Semantics of Biblical Literature. Oxford: At the Clarendon Press, 1961.

Botterweck, G. Johannes and Helmer Ringgren, eds. Theological Dictionary of the Old Testament. 12 Volumes. Translated by John T. Willis. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1974--

.Harris, R. Laird, Gleason Archer, and Bruce K. Waltke, eds. Theological Wordbook of the Old Testament. 2 Volumes. Chicago: Moody Press, 1980.

Jenni, Ernst and Claus Westermann, eds. Theological Lexicon of the Old Testament. Peabody, MA: Hendrickson Publishers, 1998.

Richardson, Alan, ed. A Theological Word Book of the Bible. New York: MacMillan, 1950.

Van Gemeren, Willem, ed. The New International Dictionary of Old Testament Theology and Exegesis. 5 Volumes. Grand Rapids, Zondervan Publishing House. 1998.

Kamus

Buttrick, George A., ed. The Interpreter??s Dictionary of the Bible. 4 Volumes + Supplement. Nashville: Abingdon Press, 1962.

Douglas, J. D., ed. The Illustrated Bible Dictionary. 3 Volumes. Leicester, England: InterVarsity Press, 1980.

Ada beberapa karya berguna lainnya. The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible oleh Zondervan, tentu saja, dikatakan sebagai sumber yang luar biasa, dan lebih konservatif yang yang diatas, dipenuhi dengan tabel-tabel dan foto-foto yang bagus.

Konkordansi Ibrani dan Yunani (OT)

Even-Shoshan, A. A New Concordance of the Bible. Jerusalem: Kiryat-Sepher, 1977.

.Hatch, Edwin, and Henry Redpath. A Concordance to the Septuagint and the Other Greek Versions of the Old Testament. 2 Volumes. Oxford: Clarendon Press, 1897-1906, reprinted by Baker, 1983.

Lisowsky, G. and L. Rost. Konkordanz zum Hebraischen Alten Testament. Stuttgart: Wurttembergische Bibelanstalt, 1958.

*Mandelkern, S. Veteris Testamenti Concordantiae: Hebraicae atque Chaldaicae. 4th corrected edition, 1958.

Wigram, George V. The Englishman??s Hebrew and Chaldee Concordance of the Old Testament. London: Samuel Bagster & Sons, 1890. Many reprints.

Atlas

Aharoni, Yohanan. The Land of the Bible. A Historical Geography. Revised and enlarged edition. Translated and edited by A. F. Rainey. Philadelphia: Westminster Press, 1979.

Aharoni, Y. and M. Avi-Yonah, eds. The Macmillan Bible Atlas. Revised edition. New York: Macmillan Publishing Co., 1977.

The Collegeville Atlas of the Bible. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1998.

Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru

Baker, D. L. Two Testaments, One Bible. Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1977.

Bruce, F. F. New Testament Development of Old Testament Themes. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1968.

France, R. T. Jesus and the Old Testament: His Application of Old Testament Passages to Himself and His Mission. London: Tyndale Press, 1971.

Johnson, S. Lewis, Jr. The Old Testament in the New: An Argument for Biblical Inspiration. Grand Rapids: Zondervan, 1980.

Longenecker, Richard N. Biblical Exegesis in the Apostolic Period. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1975.

Moo, Douglas J. The Old Testament in the Gospel Passion Narratives. Sheffield, England: Almond Press, 1983.

Related Topics: Bible Study Methods, Library and Resources

3. Penelitian Kata

Bagian Pertama
Pelajaran Tentang Kata-Kata

Pendahuluan

Penelitian kata dalam Alkitab sangat diperlukan untuk suatu eksegesis yang akurat dan penting bagi eksposisi yang kaya. Tersedia melimpah tapi seringkali para ekspositor tidak menyadari prosedur yang benar dan perlengkapan yang terbaik.

Diragukan kalau pernah ada suatu penelitian kata yang lengkap, atau pernah bisa dilakukan. Ada buku-buku mengenai kata-kata tertentu, tapi bahkan semuanya tidak memasukan semua data. Terbitan periodic, buku-buku mengenai penelitian kata, dan buku tafsiran semua sangat menolong dalam pengumpulan materi; tapi semua itu harus dengan seksama diuji. Kita harus puas dengan melihat penelitian kata sebagai proses yang terus berlangsung. Tapi, dengan beberapa perlengkapan yang baik dan sedikit latihan ekspositor bisa mempelajari kata dengan mudah dan cepat dan bisa mengerti serta menjelaskan artinya dan penggunaannya.

Ada tiga wilayah yang akan dipelajari dalam proses ini: menelusuri penggunaan suatu kata, meneliti etimologinya, dan mensurvey penerjemahannya dalam versi-versi kuno. Sebagian besar buku mengenai hal ini akan memberikan etimologinya terlebih dahulu, dan kemudian berurusan dengan penggunaan serta versinya; tapi kita akan melihat penggunaannya terlebih dahulu, karena ini merupakan langkah yang paling sering digunakan oleh pelajar Alkitab. Pelajaran mengenai etimologi adalah yang paling sulit, tapi karena itu diperlukan untuk mempelajari kata-kata yang jarang dan bermasalah dalam Alkitab, hal ini tidak bisa dihindari. Pelajaran mengenai bagaimana sebuah kata digunakan lebih mudah; dan ini mengenai bagaimana kita melihat dari kata-kata teologi umum. Pelajaran mengenai bagaimana suatu kata diterjemahkan kedalam berbagai versi kuno (dan versi modern) juga lebih mudah karena hal ini berkaitan dengan bahasa; tapi karena buku-buku tafsiran dan eksposisi sering menggunakannya, kita harus tahu bagaimana menggunakannya dengan benar.

Penggunaan Kata

Pendahuluan

Mengenai penelitian kata yang cukup sering, terutama istilah kuat Alkitab, prosedur pelajaran kata dasar membutuhkan pelajaran mengenai bagaimana sebuah kata digunakan dalam penulisan. Faktanya, sebaiknya diingat bahwa saat kamus Ibrani atau bahasa Semit lainnya mendaftar suatu arti dari sebuah kata, mereka mendaftar itu atas dasar penelitian mereka tentang bagaimana kata itu digunakan dalam konteksnya.

Mengenai pekerjaan eksegetikal dasar untuk ekspositor, sebagian besar usaha akan dilakukan dalam mencari kata-kata dalam konteksnya didalam Perjanjian Lama dan berusaha mengartikulasikan artinya dalam bagian itu. Walaupun benar kalau ada banyak kata-kata yang memiliki penggunaan yang sering (800 kali (sekitar 7000). Jadi seringkali eksegetor melihat seluruh referensi bagi istilah yang dihadapannya. Jika istilahnya merupakan kata yang sangat umum, pekerjaannya harus selektif. Definisi kamus dan etimologi akan memberikan konsep dasar, tapi jangkauan arti dan penekanan yang tepat berasal dari survey tentang bagaimana kata itu digunakan.

Perlengkapan untuk Mempelajari Penggunaan

Untuk melakukan pekerjaan yang akurat dan baik dalam jangka waktu yang masuk akal, anda harus memiliki beberapa perlengkapan yang baik. Lihat bibliography untuk detil karya-karya yang tersedia.

Untuk penelitian kata Ibrani anda harus memiliki lexicon atau kamus Ibrani. Karya mendasar adalah Brown, Driver and Briggs (BDB); walau sudah tua, masih berguna. Salah satu yang lengkap oleh Koehler and Baumgartner (KBL).

Kamus yang menyeluruh atau buku-buku mengenai hal ini yang tersedia adalah dua set volume yang diedit oleh Harris, Waltke and Archer, lima volume yang diedit oleh van Gemeren, atau yang lebih besar Theological Dictionary of the Old Testament edited by Botterweck and Ringgren.

Catatan: Bagi mereka yang tidak mengetahui bahasa Ibrani, volume yang diedit oleh van Gemeren adalah yang paling baik. Seluruh kata disesuaikan kedalam terjemahan bahasa Inggris sehingga pembahasan yang relevan bisa ditemukan dengan cepat dan mudah.

Konkordansi Ibrani yang baik yang bisa membantu dalam melihat penggunaan kata adalah: Solomon Mandelkern, Gerhard Lisowsky, Abraham Eben Shoshan, and Englishmans. Semuanya mengatur referensi dalam Alkitab sesuai dengan istilah Ibraninya. Fakta bahwa sebagian tidak menggunakan frasa Inggris dari ayat-ayatnya tidak menjadi masalah, karena tujuan dari sebuah konkordansi terutama untuk memberi referensi dalam teks. Banyak pelajar lebih memilih Englishmans karena dibawah kata Ibraninya diberi daftar ayat-ayat Alkitab dan disamping setiap ayat frasa dalam bahasa Inggris dimana istilah itu muncul. Masalahnya adalah sebagian besar pelajar bergantung pada arti yang diberikan dalam frasa tanpa melihat konteks dari bagian itu. Mandelkern merupakan investasi yang lebih baik karena bisa digunakan untuk pelajaran tata bahasa, tekstual, dan leksikal. Buku ini mendaftar dibawah setiap bentuk struktur kata dengan ayat-ayat bersangkutan. Seluruh ayat dari istilah itu dipelajari dihalam ituhanya tidak mengikuti urutan dalam Perjanjian Lama. Lisowsky menawarkan suatu daftar langsung dari referensi dibawah setiap istilah Ibrani dan lebih cepat bagi penelitian kata, Eben Shoshan merupakan yang paling uptodate dan mungkin menjadi pembelian lebih baik dari semuanyatapi anda harus terbiasa dengan nama-nama Ibrani dari kitab-kitab dalam Alkitab dan istilah Ibrani bagi setiap pasal dan ayat.

Jika anda tidak mengetahui bahasa Ibrani, anda bisa menggunakan konkordansi dari terjemahan Inggris, tapi hal ini melibatkan beberapa langkah. Youngs Analytical Concordance, sebagai contoh, mendaftarkan kata Inggris, dan kemudian untuk setiap bagian dimana kata Inggrisnya digunakan, diberikan kata Ibrani tertentu. Dibelakang buku, dia mendaftarkan seluruh kata Inggris yang diterjemahkan dari kata Ibrani. Semuanya harus dilihat untuk bisa mendapat keseluruhan daftar bagian dimana kata yang anda cari munculdan itu penggunaan konkordansi.

Selain konkordansi yang baik dan buku mengenai kata, salah satu perlengkapan yang bisa menolong penelitian kata adalah English-Hebrew Old Testament, atau sebuah Interlinear (Kohlenberger). Bahasa Inggris dalam kolom Alkitab mungkin bukan terjemahan terbaik, tapi saat anda melihat bagian itu untuk mempelajari narasi atau ayat untuk menemukan pengertian konteks, sangatlah berguna untuk memiliki bahasa Ibrani disamping bahasa Inggris untuk bisa mencek ekspresi Ibrani yang tepat. Alkitab inter-linear digunakan oleh sebagian orang dengan cara ini, tapi menjadi penghalang karena frasa Ibrani dan frasa Inggris harus dikelompokan bersama karena perbedaan arah penulisan.

Kategori Arti

Prosedur pada dasarnya untuk menemukan referensi dalam Alkitab dimana kata itu muncul, cari semua (atau sebanyak mungkin) untuk menentukan bagaimana kata itu digunakan dalam konteks, dan kelompokan arti yang tepat kedalam kategori berbeda. Sebelum pekerjaan ini dimulai, sangatlah menolong untuk melihat BDB, bagaimana mereka menyebut kategori itu. Seringkali mereka hanya mengatur kata di grammatical sections (Niphal, etc.) atau di subjects (Used of Man, Used of God). Ini memberikan eksegetor arahan dalam mempelajarinya, tapi jangan dianggap sebagai kategori arti, karena mereka sedikit sekali memberitahu tentang bagaimana kata itu harus dimengerti.

Jadi kategori arti yang disediakan oleh eksegetor haruslah ekspresi yang bermakna dari nuansa dasar kata tersebut. Mengatakan bahwa Tuhan adalah subjek, atau kata itu selalu digunakan dalam konteks militer, atau beragam gambaran pendapat, akan sangat menolong dalam pengertian umum dari kata tersebut, tapi tidak banyak memberitahu tentang pengertian dari kata itu. Kita harus mengusahakan kategori yang mencerminkan bentuk tindakan atau situasi yang digambarkan istilah itu. Ini mengharuskan eksegetor menentukan apa yang sedang dihasilkan oleh kata kerja, apa yang digambarkan, apa mood dalam konteks, apakah kata itu literal atau kiasan, dan bagaimana kata itu dihubungkan dengan kata-kata Ibrani lainnya dari akar yang sama.

Sebagai contoh, lihat kata bara, to create/menciptakan. Etimologi hanya memberikan sedikit pertolongan dalam mengerti istilah ini. Penggunaannya akan menunjukan jangkauan artinya, karena jarang sekali satu definisi, seperti create/menciptakan dalam kasus ini, bisa dengan memadai memberikan pengertian istilah bagi eksegesis. Kita ingin mengetahui lebih banyak tentang jangkauan artinya, bagaimana kata ini digunakan dalam Alkitab. Saat anda melihat bagian-bagian dimana kata ini muncul, anda akan menemukan kalau sebagian besar ada dalam Kejadian dan Yesaya. Kategorinya bisa demikian: istilah ini digunakan untuk ciptaan supernatural Allah terhadap alam semesta (langit, bumi, umat manusia, mahluk, angin, udara, dllsemua bagian ini bisa dikelompokan menjadi satu); istilah ini juga digunakan untuk pembentukan suatu roh baru dan hati baru dalam seorang pendosa, semacam revitalisasi; istilah ini juga digunakan untuk pembentukan bangsa Israel,dll. Didalam setiap kategori anda harus mempelajari bagian-bagiannya untuk melihat dengan tepat bagaimana Tuhan melakukan penciptaan atau pembentukan, cara yang Tuhan gunakan, dan apa hasil yang diinginkan dalam tindakan (lihat tulisan contohu untuk perkembangan).

Saat sebuah kata dipelajari dengan cara ini, ekspositor tidak bisa mendefinisikan penggunaannya hanya dengan satu kata, tapi akan mendapat pengertian yang jauh lebih baik akan jangkauan artinya. Keuntungan lain dari pelajaran ini adalah menemukan rujukan tulisan dan korelasinya yang dibuat penulis dengan bagian lain dari Alkitab.

Kriteria Klasifikasi

Beberapa persyaratan harus diingat saat mencari bagian-bagian untuk dikelompokan kedalam denominasi:

Lingkaran Konteks. Saat sebuah istilah sedang dipelajari suatu perhatian besar harus diberikan pada konteks dimana kata itu ditemukan. Sangat penting untuk meneliti bagaimana suatu istilah digunakan dalam konteksnyajika sebuah kata digunakan 6 kali dalam sebuah narasi, sebagai contoh, kata itu penting dalam pelajaran. Lingkaran berikut dari penggunaannya diperluas ke kitab tidak hanya sebuah pasal, tapi seluruh kitab dimana kata ini muncul (andaikan kitab ini ditulis oleh satu orang Mazmur dan Amsal tidak termasuk). Lingkaran berikut ada dalam tulisan lain yang ditulis penulisnya contoh, Pentateuch. Hal ini bergerak ketulisan lain yang ditulis diperiode yang sama, dan terakhir seluruh Perjanjian Lama. Tingkatan ini tidak selalu bisa dengan mudah diikuti karena kesulitan penanggalan dari beberapa materi Perjanjian Lama. Tapi kepastian tentang bagaimana seorang penulis menggunakan sebuah kata (mis., Daud, Yesaya) akan menerima perhatian utama.

Sebagai contoh, , teshuqa, desire/keinginan, muncul dua kali dalam Kejadian (3:16, 4:7) dan sekali dalam Kidung Agung (7:2). Arti dari kata ini dalam 3:16 lebih dekat ke 4:7 daripada ke Canticlestapi para penafsir seringkali melewati petunjuk dalam 4:7 dan mengasumsikan arti dalam 3:16 sama seperti dalam Canticles. Kata itu berarti desire diketiga tempat, tapi konotasinya akan berbeda dalam kitab. Glossarium bahasa Inggri bagi desire memiliki beberapa kategori arti, baik atau buruk.

Tipe Literatur. Sangat penting untuk melihat penulisan dimana istilah itu digunakan: narasi, puisi, hukum, hikmat, nubuat, dll. Bentuk penelitian kritis telah memberikan banyak observasi hati-hati terhadap kosa kata umu yang digunakan dalam perbedaan tipe mazmur dan narasi. Contoh kata desire yang digunakan diatas bisa juga digunakan disini, dua digunakan dalam penulisan Taurat dan lainnya dalam Kidung Agung

Hanya karena kata-kata itu muncul dalam tipe penulisan yang berbeda tidak berarti mereka harus berbeda arti. Seringkali mazmur atau kitab para nabi, sebagai contoh, dengan jelas menggunakan istilah dari Taurat tepat seperti Taurat menggunakannya. Disaat yang lain, mereka menggunakan ekspresi itu dan menggunakannya secara kiasan atau ironi. Eksegetor harus waspada saat bergerak kedalam perbedaan tipe penulisan, memastikan bagaimana tulisan itu menggunakan istilahnya.

Penanggalan. Saya berasumsi kalau kedua pertimbangan (diatas) telah dilakukan, hal ini juga telah dilakukan dalam prosesnya. Bahasa Ibrani dari Perjanjian Lama meliputi abad. Sebuah istilah bisa berubah arti cukup cepat dalam jangka waktu seperti itu. Lihat contoh bahasa Inggris: Saat St. Pauls Cathedral di London dibangun kembali oleh Christopher Wren setelah kebakaran besar, King George menggambarkannya dengan kata-kata amusing/mengganggu, artificial/tiruan, and awful/buruk. Dia menggunakan kata-kata itu untuk menyatakan atau mewakili kata-kata pleasing/menyenangkan, a work of art/suatu karya seni, dan awesome/luar biasa,. Mungkin saja dalam Perjanjian Lama perubahan arti seperti itu terjadi. Sebagai contoh, saris, didefinisikan sebagai eunuch/sida-sida. Didalam Kejadian, Potiphar adalah seorang eunuchtapi dia memiliki seorang istri seperti yang diketahui setiap orang. Bisa dilihat dari Akkadian kalau keluarga kata bagi bahasa Ibraninya saris pernah memiliki arti court official/pejabat pengadilan, dan kemudian berarti eunuch. Dimungkinkan untuk mengatakan kalau perkembangan yang sama terjadi dalam bahasa Ibrani, sehingga petunjuk dalam Kejadian ditegaskan benar dalam penggunaannya.

Bahasa Kiasan. Kata-kata bisa digunakan secara kiasan; sebagian penggunaan secara kiasan mengubah kategori arti.

Disini kita perlu membuat perbedaan antara kiasan tinggi dan kiasan rendah. Maksud kiasan rendah kita merujuk pada sebuah idiom. Sebuah istilah memiliki arti dasar denotativenya, tapi sebagian penggunaan kiasan diperluas kedalam wilayah semantic lain. Jika penggunaan kiasan menjadi sebuah ekspresi tetap, suatu idiom, maka bisa masuk dalam kamus sebagai salah satu arti dari sebuah kata. Didalam bahasa Inggris, kata shepherd/gembala menjadi contoh yang baik. Kata itu pada dasarnya berarti to herd sheep/mengembalakan domba jika dirinci secara etimologis. Jangkauan penggunaan normalnya ada dalam wilayah pemeliharaan binatang. Tapi dengan pengaruh Alkitab kata itu digunakan untuk para pemimpin rohani (dan flock/ternak untuk jemaat). Maka dari itu, kamus biasanya menawarkan definisi kedua, menerangkan kalau itu suatu penggunaan dalam kotbah. Didalam lingkaran keagamaan, faktanya, arti ini menjadi definisi pertama yang diterima pendengar. Saat kiasan menjadi idiomatic, mereka sering disebut dead metaphors. Kiasan rendah penting bagi penelitian kata karena bisa menjadi kategori baru.

Kiasan Tinggi merujuk pada kata yang digunakan diluar jangkauan normal semantiknya, tapi tidak cukup konsisten untuk menjadi idiomatic atau didaftarkan menjadi isi kamus. Sebuah ekspresi seperti he was dead by foul subtraction menggambarkan hal ini. Sebuah istilah matematis digunakan untuk kematian. Istilah subtraction artinya tidaklah death; kata ini tidak akan mendapat definisinya dalam kamus. Tapi dalam baris itu kata ini telah dimasukan kejangkauan semantic dan mendapatkan pengertian emosi. Kiasan tinggi penting karena beragam dalam kategori dan harus diperlakukan berbeda.

Didalam mempelajari kata anda perlu mewaspadai hal ini. Jika anda sampai pada suatu penggunaan dalam bagian tertentu yang kelihatannya keluar dari jangkauan semantic normalnya, anda harus 1) mengerti arti dasar dari kata itu, dan 2) mengartikulasi penggunaan yang dibuat dari kata itu.

Jadi, didalam mengatur kategori penggunaan anda akan lebih memperhatikan penggunaan idiomatic. Kamus menggunakan istilah metaphorical secara umum untuk arti figurative / kiasan. Sebenarnya, sangat sedikit kata yang diberikan adalah metaphor dalam pengertian sempitnya. Kita harus berpikir dalam istilah figurative / kiasan untuk saat ini saat istilah seperti itu digunakan. Dua kelompok besar kiasan yang berdampak pada kategori adalah 1) Kiasan Pembanding, and 2) Kiasan Pengganti (kita akan mempelajari hal ini secara detil kemudian). Bagi perbandingan ide dasar dari metaphor akan menjadi contoh; bagi pengganti metonymy mewakilinya.

Saat sebuah kata digunakan sebagai suatu metafora, sebuah perbandingan dibuat (ini terlalu menyederhanakan, tapi cukup untuk sekarang). Saat sebuah metafora menjadi idiomatic, arti dari kata itu diperluas. Sebagai contoh, shepherd/gembala didalam Alkitab digunakan secara metaforis: Yahweh is my shepherd/Tuhan adalah gembalaku (Ps. 23:1). Suatu perbandingan dibuat antara seorang gembala dan Tuhankedua kata cocok dalam latar belakang berbeda. Saat kata ini cukup digunakan untuk menjadi tetap, arti kamus, maka arti kamus dari shepherd akan diperluas untuk meliputi penggunaan istilah itu dikedua wilayah semantiknya. Bisa dikatakan arti kata kerja lead to pasture, feed, graze atau yang seperti itu, kemudian dibagi kedalam kategori arti antara leading secara literal atau feeding of animals/memberi makan binatang dan penggunaan kiasannya secara rohani berarti pemimpin pemerintah atau guru. Saat anda mendefinisikan sebuah kata, definisi kata anda (shepherd dalam kasus ini) hanyalah titik awal; anda harus menjelaskan bagaimana kata itu digunakan. Penggunaan idiomatic yang berasal dari kiasan pembanding memperluas arti dasar untuk digunakan dalam wilayah semantic yang berbeda.

Saat sebuah kata digunakan sebagai sebuah metonymy, suatu pengganti dibuat. The pen is mightier than the sword menggunakan pen untuk penulisan, dan sword untuk kekuatan militer. Kiasan ini sangat umum dalam bahasa, dan terutama bahasa Alkitab. They have Moses and the Prophets/mereka punya Musa dan Para Nabi tidak berarti mereka sebenarnya punya Musa, Yesaya, Yeremia, dll. Kalimat itu berarti mereka punya apa yang ditulis orang-orang itu --Alkitab. Karya telah diganti dengan penulisnya. Saat metonymy sering digunakan sehingga bisa menjadi isi kamus, kategori yang menggambarkan setiap penggunaannya akan menunjukan suatu hubungan erat antara arti dasar dan arti kiasannya. Faktanya, kamus seringkali tidak menyebut penggunaan ini sebagai suatu kiasan tapi sangat membantu jika dilakukan saat menjelaskan hubungan antar kategori. Sebagai contoh, !A[;(, awon, memiliki arti iniquity, tapi bisa juga memiliki arti guilt dan punishment. Arti ini adalah metonymies, guilt untuk iniquity dan punishment untuk iniquity adalah pengganti. Ketiga arti bisa dibuat subdivisions dari suatu definisi yang luas, karena semuanya tetap berada dalam wilayah semantic yang sama dari sin. Tapi semua memiliki kategori arti yang berbeda. Saat Kain berkata My awon is greater than I can bear, kata itu menjadi sangat berbeda jika diberi my iniquity, my guilt, or my punishment.

Tema Verbal atau Stem. Sebagian dari prosedur mengelompokan kata kedalam kategori arti mereka akan melibatkan pengertian anda akan verbal stems, yaitu., qal, niphal, piel, pual, hithpael, hiphil, hophal, dan lesser stems. Anda harus melihat materi dasar gramatikal yang meliputi stems ini saat hal ini menjadi penting dalam suatu penelitian kata.

Pada suatu kali anda mungkin menemukan pengelompokan gramatikal ini sangat menolong. Sebagai contoh, aman, pada intinya melibatkan dua stems, niphal (to be firm/menjadi teguh, sure/pasti, confirmed, faithful) dan hiphil (to believe/menjadi percaya). Penyelidikan akan mempertahankan hiphil digunakan bersama untuk menentukan apa yang terlibat dalam mempercayai. Hubungan dengan niphal (dan mungkin juga qal) bisa membantu, tapi sebuah peringatan penting dititik inikita tidak bisa memastikan kalau bahasa Ibrani sadar akan hubungan etimologis antar stems. Mengatakan kita mengerti kata itu lebih baik dengan melihat hubungan antar kata; tidaklah berarti mereka mengerti dan menunjukan arti hubungan-hubungan itu. Saya pikir aman mengatakan jikalau ide-ide antar stem dari suatu kata kerja adalah transparent, dan ada bukti dari penggunaan kalau mereka tahu hubungan-hubungan dalam arti (yaitu, permainan kata, secara kontekstual penggunaannya jelas) , kita aman menggunakan hubungan-hubungan itu untuk membantu membentangkan ide. Maksud saya adalah memperingatkan anda terhadap terlalu menyederhanakan pendekatan etimologi tanpa menegaskan ide-idenya melalui penggunaan.

Penggunaan Non-Teologis. Didalam mencari seluruh kategori penggunaan, anda akan menjumpai penggunaan kata non-teologis. Sebagai contoh, rekhem, seperti yang telah kita lihat, digunakan untuk mercy dan juga womb; khata, digunakan untuk sin dan juga missing a target/tidak kena target. Anda harus menentukan hubungannya, jika ada, diantara dua istilah ini. Apakah bahasa Ibraniatau Amerika moderntahu kata-kata apa yang secara etimologis berhubungan (sebagai contoh, berapa banyak yang tahu ligament dihubungkan dengan obligation; seorang etimologis akan melihat hubungannya, tapi jika anda mendengar seseorang menggunakan kata obligation dalam sebuah pesan, bisakah anda menyimpulkan kalau pembicara sengaja menginginkan hubungan itu?) Disini, kita bebas mengatakan jika hubungan itu transparan, dan jika ada dukungan dari penggunaannya bagi hubungannya, kita bisa menggunakannya untuk membantu pengertian kita. Saya ingin mengatakan kalau ekspositor harus memegang bentuk materi ini sampai penggunaan kata telah dipelajari untuk melihat apa yang akan diusulkan bukti kontekstualnya.

Hal ini memunculkan pertanyaan diantara akademisi tentang asal mula satu atas lainnya. Sangat tidak mungkin mengatakan kalau sebuah kata seperti ajh asal mulanya memiliki arti to miss the mark, a goal, the way dan kemudian dibawa kerealitas teologis dan memiliki arti to err, sin. Sama tidak mungkinnya mengatakan kalau arti teologis mendahului non-teologis. Kita bisa menganggap kalau Tuhan akan menyatakan Dirinya dalam bahasa manusia yang bisa dimengerti, kalau begitu non-teologis adalah dasar. Tapi itu spekulatif; tidak ada bukti penyelidikan sejarah seperti ini. Apa yang ingin saya katakana adalah, jika penggunaan arti non-teologis itu substansial, maka itu harus untuk mengerti arti teologis. Non-teologis biasanya suatu arti lokal dan nyata, (sebagai contoh, miss a mark untuk khata); teologis seringkali lebih luas dan abstrak ( sin untuk kata yang sama).

Sinonim dan Antonim. Jika bisa menemukan sinonim atau antonym bagi kata yang sedang anda pelajari, ini bisa meningkatkan pengertian terhadap kata itu. Suatu survey terhadap sinonim utama dari suatu kata merupakan bagian penting dari prosedur, karena anda perlu mempertimbangkan bagaimana kata itu berbeda dari yang lainnya didalam wilayah semantic yang sama, dan mengapa penulis lebih memilih kata itu daripada yang lainnya.

Bagaimana anda menemukan sinonim dan antonym? Menurut saya jika anda mempelajari penggunaannya dan menggunakan perlengkapan yang disebutkan dalam pembahasan sejauh ini, anda sudah memiliki sebagian darinya. Sebagai contoh, saat anda melihat kata-kata dalam BDB, katakanlah dibawah ratsakh, to kill, didaftar ayat-ayat dimana puisi Ibrani menggunakan suatu sinonim dalam paralelismnya, dan ayat-ayat ini seringkali dalam parenthesisnya punya dua baris paralel dan istilah Ibrani: ( // tymh, hemit). Ini artinya ayat tersebut kata dalam parenthesis paralel dengan kata yang sedang dipelajari. Bagaimana tepatnya kata itu paralel menuntut anda melihat bagian itu; hampir tiap saat akan sinonim, tapi terkadang kurang sinonim atau bahkan antitetikal. Put to death jelas sinonim dengan kill (kata-kata lain bisa lebih membantuini hanya ilustrasi).

Saat anda melihat konteks dalam mempelajari penggunaannya, waspadai kata-kata lain dalam konteks. Sebagai contoh, sebuah bagian bisa mengenai holiness (qodesh) dan membahasnya secara panjang lebar; tapi dalam pembahasan hal itu bisa dikontraskan dengan common atau profane (khalal ). Faktanya teks bisa berkata apapun telah profaned dari yang adalah holy. Sebuah antonym seperti profane, common menolong pengertian kita akan kata holy dengan mengkontraskannya.

Jika anda tidak bisa menemukan sinonim dari survey anda, ada cara lain menemukannya. Sebuah konkordansi seperti Youngs Analytical Concordance bisa menolong. Lihat kata Ibrani (atau Yunani) anda dibelakang untuk melihat bagaimana kata itu diterjemahkan kedalam bahasa Inggris (AV). Jika anda mencari ratsakh, anda akan menemukan beberapa kata: kill, murder, atau manslaughter. Anda kemudian harus mencari masing-masing kata itu dalam setiap bagian di konkordansi. Dibawah kata kill anda akan menemukan satu kumpulan kata-kata Ibrani yang diterjemahkan dengan kata kill. Setelah melihat dibeberapa tempat dalam konkordansi, anda seharusnya mendapatkan suatu contoh dari sinonim umum. (Anda juga bisa melihat kata-kata Yunani Perjanjian Baru, dan ini bisa diperhatikan untuk pelajaran lanjutan).

Selain metode ini, perlengkapan referensi bisa membantu. Kamus sinonim dan antonym (dalam bahasa Inggris) bisa membuat anda memikirkan konsep yang bisa dilihat dalam kamus Ibrani, buku mengenai hal ini bisa memberikan pembahasan umum mengenai bagaimana kata-kata itu cocok kedalam wilayah semantiknya. Buku tafsiran dan teologi Perjanjian Lama juga bisa membantu. Sinonim lebih mudah ditemukan daripada antonym; jangan terganggu jika hanya sedikit yang ditemukan dalam langkah ini, tapi evaluasi apa yang bisa anda temukan dengan tujuan mengerti kata itu lebih baik.

Ringkasan mengenai Penggunaan

Disini secara singkat ingin saya ulang kembali konsep utama dalam melacak penggunaan kata sebelum lanjut ke bagian berikutnya.

1. Lihat seluruh kategori yang diberikan dalam kamus untuk melihat bagaimana mereka mengatur penggunaan.

2. Cari petunjuk dalam Alkitab untuk melihat bagaimana kata itu digunakan dalam konteks. Jangan bergantung pada frase-frase yang digunakan dalam konkordansianda perlu lebih banyak konteks (dan definisi bahasa Inggrisnya bisa menyesatkan anda). Jika kata itu memiliki referensi terlalu banya, selektiflahpertama, lihat referensi yang diberikan dalam kategori yang sama, kemudian referensi bermasalah, dan kemudian lihat penggunaan umumnya.

3. Mulai mengelompokan arti yang mirip dan tulis judulnya.

4. Jika anda menemui penggunaan non-teologis, perhatikan dengan seksama karena bisa menolong mendukung atau menggambarkan bukti, tapi tidak bisa langsung membaca artinya kedalam penggunaan teologis tanpa pengujian,

5. Jika anda menemui sinonim dan antonym, berusaha menentukan bagaimana kata anda berbeda dari mereka.

6. Lihat buku mengenai hal ini untuk melihat apakah penulis-penulis itu menyebutkan sesuatu yang anda lewatkan. Jangan terlalu cepat melakukan hal ini; jika anda telah mensurvey penggunaannya, anda lebih diperlengkapi untuk menilai usulan mereka, jika belum, mereka akan lebih mempengaruhi anda,

7. Letakan penyelidikan kata dalam perspektifnya: hal ini menyediakan arti dan jangkauan arti dari katadigunakan dalam pernyataan. Pernyataan-pernyataan akan membentuk inti teologi. Sebagai contoh, anda tidak membuktikan doktrin kelahiran dari anak perawan dari penyelidikan kata Ibrani alma, virgin/young woman; anda belajar kemungkinan kata ini melalui penggunaannya, dan membawanya sebagai pilihan terhadap konteks yang sedang dipelajari. (Doktrin diajarkan melalui pernyataan jelas dari Alkitab) Anda perlu menegaskan pilihan anda melalui eksegesis kontekstual. Jika anda ingin menganggap suatu arti kontekstual pada kata yang tidak ditemukan dalam penggunaan Alkitab, penafsiran anda tidak memiliki dukungan dan dipertanyakan.

Etimologi

Pengertian Etimologi

Bagian tulisan ini akan memberikan batasan yang jelas bagi pelajaran mengenai etimologis (atau philological) kata-kata Ibrani. Ini merupakan aspek pelajaran yang lebih teknis, biasanya merupakan pekerjaan seorang ahli. Tapi kita tetap harus belajar sumber-sumber dasar dan metode-metode untuk bisa menggunakan penemuan etimologis secara efektif.

Banyak karya telah dihasilkan yang membahas penyalahgunaan etimologis dalam mempelajari Alkitab selama abad-abad yang lalu (dan ini penting karena para pelajar tetap membeli buku-buku yang tidak selalu berdampak baik); kita bisa belajar dari praktek ceroboh dan berbahaya tersebut, betapa pentingnya metode yang benar. Pembahasan yang paling membantu adalah: P. F. Ackroyd, Meanings and Exegesis in Words and Meanings, ed. by Ackroyd and Lindars (Cambridge University Press, 1968); James Barr, Comparative Philology and the Text of the Old Testament (Oxford: Clarendon Press, 1968); James Barr, Did Isaiah Know About Hebrew `Root Meanings? ExT 75 (1964); James Barr, Etymology and the Old Testament, OTS 19 (1974); James Barr, The Semantics of Biblical Language (Oxford: Clarendon Press, 1961); R. Gordis, On Methodology in Biblical Exegesis, JQR 61 (1960):93-118; Max L. Margolis, The Scope and Methodology of Biblical Philology, JQR NS 1 (1910, 1911):5-41; D. F. Payne, Old Testament Exegesis and the Problem of Ambiguity, ASTI 5 (1967):48-68; S. Ullmann, The Principles of Semantics (Oxford: Basil Blackwell, 1957).

Tulisan dari Barr sangat membantu dalam memisahkan berbagai disiplin yang bisa disebut etymology. Berikut ini adalah daftar hasilnya. (Lihat juga Yakov Malkiel, Essays on Linguistic Themes [Oxford, 19681], pp. 199-227).

Etymology A: Rekonstruksi Prasejarah. Bentuk kegiatan etimologis pertama adalah rekonstruksi bentuk dan pengertian dari yang disebut dengan proto language. Menurut naturnya, Proto Semitic (PS) ada lebih dulu daripada dokumentasi sejarah.

Hebrew amar say berkata

Arabic amara command perintah

Ethiopic ammara show, know menunjukan, mengetahui

Akkadian amaru see melihat PS be clear menjadi jelas?

Bentuk rekonstruksi ini melibatkan dua aspek: phonologi dan semantic. Saat kita telah menemukan korespoden phonemes, kita melihat kalau arti dalam bahasa sejarah bisa menunjukan apa arti dalam bahasa leluhur, dan hal ini pada akhirnya bisa menunjukan jalur semantiknya, dalam kasus kita jalur semantic dari tahapan pra-Ibrani untuk membuktikan artinya dalam Alkitab Ibrani.

Perbandingan yang kita jalankan, kegiatan dimana kita menyandingkan sebuah kata Arab atau sebuah kata Akkadian dengan sebuah kata Ibrani, semuanya menunjukan kalau bahasa-bahasanya dan kata-kata yang dipertanyakan memiliki suatu prasejarah yang umum.

Etymology B: Penelusuran Sejarah. Kegiatan ini melacak bentuk-bentuk dan arti dalam suatu perkembangan sejarah yang bisa diamati. Jika kita tidak bisa menjalankan kegiatan ini sepenuhnya dalam bahasa Ibrani, dikarenakan kurangnya informasi yang memadai. Proses ini tumpang tindih dengan penggunaan.

Didalam kasus B kegiatannya lebih kurang hipotetikal dan lebih kurang rekonstruktif dalam karakter: kegiatan ini berjalan didalam satu bahasa yang dikenal dan melacak perkembangan dari suatu akar/kata melalui berbagai tahapan, semuanya meluas dalam dokumen sejarah. Tetap ada beberapa rekonstruksi dilibatkan. Walaupun kita bisa mendapatkan tahap pertama dan tahap kedua dari suatu kata, jalur dari tahap pertama ke tahap kedua jarang diketahui dengan objektifitas mutlak.

Kemudian, bagaimana kita menaksir kemungkinan dari berbagai penjelasan perubahannya. Dua cara: 1) dengan melihat perkembangan masa kini dalam pemikiran dan budaya (perkembangan mengenai korban, pengkodean hukum, dll,); 2) suatu klasifikasi awal, didasarkan pada pengalaman linguistik kita sebelumnya, dari cara-cara dimana arti-artinya memang berubah dan berkembang. Kita juga akan kembali pada hal ini.

Etymology C: Adopsi dari Bahasa Lain. Bentuk ketiga dari kegiatan ini mengenai penelusuran kebelakang yang disebut loan words/kata-kata pinjaman. Sebagai contoh, kata Ibrani hekal bisa dilacak sampai pada kata Akkadian ekallu, berasal dari Sumerian E.GAL, big house/rumah besar. Tulisan Alkitab bahasa Ibrani memiliki sejumlah kata-kata asing, tapi tidak sebanyak bahasa Inggris (Lihat M. Ellenbogen, Foreign Words in the Old Testament). Didalam bahasa Ibrani sesudahnya, adopsi dari bahasa Persia, Yunani dan Latin menjadi lebih umum. Didalam kegiatan ini, tugasnya adalah mengidentifikasi apakah kata-kata itu memang merupakan adopsi, untuk mengenali bahasa awalnya, artinya dalam bahasa itu, dan, jika ada informasi yang mencukupi, tanggal saat diadopsi kedalam bahasa Ibrani.

Selain itu, ada karaguan mengenai perkembangan lebih lanjut kata itu dalam bahasanya sendiri. Pertanyaan mengenai kata hekal cukup kompleks. Tapi fakta kalau kata itu digunakan dalam bahasa Ugaritic menunjukan kalau kata itu dibawa ke cabang Kanaan cukup awal. Tapi berlawanan dengan hal itu adalah pertanyaan mengenai mengapa kata itu tidak pernah digunakan dalam Pentatuch atau Yosua dan Hakim-hakim, dan jarang digunakan dalam kitab Samuel dan para nabi awal. Setiap pembahasan juga harus mengenali kalau dalam bahasa Akkadian kata itu memiliki arti royal palace/tempat terhormat umumnya, dimana dalam bahasa Ibraninya memiliki arti temple/bait.

Menerima kalau derivasi dari hekal itu benar, kita harus melihat apakah informasi ini, walaupun benar, sepenuhnya tidak relevan dengan semantic istilah itu dalam Perjanjian Lama, Karena tidak ada bukti kalau setiap orang Ibrani mengetahui kalau kata itu berasal dari Sumeria atau artinya dalam bahasa itu; pengertian dalam bahasa itu tidak memberikan kesan yang benar terhadap pengertian dalam bahasa Ibraninya. Kata-kata lain, dengan derivasi asing, bisa membawa tekanan yang lebih dalam penggunaannya pada bahasa Ibrani. Masing-masing harus dipelajari dengan kecocokannya, tapi hal yang tidak penting dikeluarkan dari eksegesis.

Etymology D: Analisa Morphem. Disini etymology merupakan suatu pemisahan dan identifikasi anggota bagian dari kata. Permulaan kegiatan seperti itu biasanya dengan mengutip leksikal morphem, akarnya. Hal yang biasanya terjadi adalah orang mengutip bentuk yang paling sederhana, yaitu., bentuk yang paling umum dan paling dikenal, atau bentuk dimana tradisi gramatikalnya merupakan bentuk kutipan umum (qal perfect). Hal dalam etimologi adalah kutipan dari yang termudah, lebih dikenal atau bentuk yang lebih awal. Tapi bisa juga kata itu merupakan suatu derivatif dari bentuk yang lebih sederhana.

Susunan kata-kata tidak umum atau kurang penting dalam Ibrani, kecuali bagi kasus khusus mengenai nama. Tapi kata-kata Ibrani bisa disusun dalam arti lain, yaitu, suatu leksikal morphem dan pola infix. Saat seseorang mengatakan bahwa mispar berasal dari s-p-r, itu merupakan salah satu bentuk etimologi. Tapi itu bukan suatu proses sejarah; tidak ada saat dimana s-p-r ada sebelumnya, atau secara independen dari kata yang memasukannya. Akar nya adalah suatu abstraksi dari kata-kata yang meliputi penyimpangan yang sama dan membentuk suatu wilayah semantik (lihat Sawyer).

Kata derivative merupakan istilah yang mendua. Kata itu bisa merujuk pada proses sejarah, bekerja dengan kategori sebelum dan sesudah. Kata itu juga bisa merujuk pada hubungan yang bisa disebut generative. Hubungan antara s-p-r dan sepher, book/buku, adalah suatu generative.

Pertanyaan apakah suatu arti akar kata bisa secara berguna dan berarti dinyatakan bagi suatu kata Ibrani atau kelompok kata tergantung pada sejarah semantic dari kelompok kata yang dimaksud. Dimana kata-kata itu memiliki akar yang sama dan berada dalam wilayah semantic yang sama, kurang beralasan jika arti dari akar ini tidak diberikan; tapi dikala tidak demikian, maka hubungan semantic antar akar dan kata yang dibentuknya bisa berbeda bagi setiap kata dan hubungan arti kata itu dengan arti akar kata itu hanya bisa didefinisikan dalam istilah histories. Jika ini yang terjadi, maka (berlawanan dengan tradisi) seluruh kata Ibrani tidak bisa diberikan suatu perlakuan yang sama dalam hal ini.

Jika pengidentifikasian akar kata diterima sebagai suatu bentuk dari etimologi, ini akan menjadi suatu campuran dari proses histories dan non-historis, dengan non-historis mungkin awalnya mendominasi.

Etymology E: Perbandingan Serumpun. Sekarang kita masuk kedalam proses heuristic dimana pengertian dari kata-kata yang tidak jelas dijernihkan dengan petunjuk dari bentuk yang nampaknya serumpun dan arti yang dikenal dalam bahasa lain seperti Ugaritic, Arabic, dan Akkadian. Pembahasan menyeluruh mengenai hal ini, lihat Barr, Comparative Philology.

Didalam kasus A, pengertian Ibrani berfungsi bersama dengan bahasa Arabic dan Ugaritic, etc., sebagai bukti dasar dimana keadaan prasejarah bisa diproyeksikan; dalam kasus E pengertian Ibrani harus ditemukan. Terkadang penemuan baru dari bentuk ini tidak menunjukan kata-kata dari turunan proto-Semitic, tapi kata-kata pinjaman, dan dalam kasus itu mereka bergantung pada metode dari kasus C.

Kesimpulan. Sebenarnya ada empat tipe kegiatan yang didaftar disini: A-D; E sebenarnya bukan kasus yang baru, hanya suatu penerapan dari C atau (lebih sering) A.

Kita bisa mengeneralisasi dan mengatakan bahwa tidak ada satu saja, entitas yang tertanda jelas yang merupakan etimologi. Etimologi adalah istilah tradisional untuk beberapa bentuk pelajaran, meneliti kata-kata sebagai unit dasar dan tertarik dalam menguraikannya dihubungkan dengan elemen umum yang secara historis lebih awal, yang diambil dalam lingkup pelajaran asal mula, yang kelihatannya lebih dasar sebagai unit arti, atau yang kelihatannya memiliki tempat lebih awal dalam proses menghasilkan yang waras.

Prosedur Etimologikal

Etimologi adalah pelajaran mengenai sejarah dan perkembangan suatu kata, menggunakan satu atau lebih dari prosedur diatas. Usulan berikut akan menyediakan kerangka praktis untuk mempelajarinya.

Definisi Kamus

Pertama, telusuri leksikon untuk definisi dasar. Definisi ini merupakan hasil tertulis dari para lexicographers; mereka menyediakan suatu dasar kerja untuk penelitian kita. Leksikon standar yang digunakan oleh pelajar bahasa Ibrani adalah Francis Brown, S. R. Driver, and Charles Briggs, biasanya disebut BDB. Karya ini mendaftar seluruh istilah yang berkaitan dari satu kata dibawah satu akar tiga simpangan. Banyak hubungan-hubungan etimologis ini terbukti salah, sehingga penilaian kritis diperlukan. Lebih lagi, penafsiranna tidak selalu diterima berkaitan dengan bias teologis dari para penulisnya.

Karya besar lainnya adalah leksikon dari Ludwig Koehler and Walter Baumgartner (KBL). Ini mungkin berbeda dalam artinya karena lebih uptodate dalam hubungan serumpunnya, terutama dalam daftar Ugaritik. Ini juga memiliki materi yang perlu diuji karena berasal dari suatu metode yang telah ditentang. Kehati-hatian sangat diperlukan.

Derivative

Saat kamus anda terbuka, teliti derivativenya, yaitu kata benda, adjectives, adverbs, dan nama-nama yang didaftarkan sebagai kata yang diambil dari kata kerja. Tapi ingat, tugas ini tidak menunjukan kalau kata kerja, the qal perfect tense, telah ada sebelum kata benda atau adjectivesini hanyalah suatu cara yang nyaman untuk menggambarkan kata-kata yang serumpun (dari akar yang sama) dalam bahasa Ibrani.

Didaftarkan setelah pembahasan kata kerja adalah seluruh kata benda, adjectives, prepositions, dan particles yang kelihatannya secara etimologis berhubungan. Disini kehati-hatian diperlukan, karena tidak semua item berasal dari kata kerja ini. Masing-masing harus dinilai untuk diuji apakah memang berhubungan dengan akarnya.

Jika kata-kata yang berhubungan memiliki tulisan Ibrani yang sama dalam urutannya yang sebenarnya, dan terdapa arti yang pada umumnya berhubungan, maka mereka mungkin serumpun. Seharusnya ada beberapa hubungan arti yang bisa menolong dalam eksposisi. Ini tidak mengatakan kalau bahasa Ibrani itu sendiri mengerti pengerjaan didalam bahasa mereka sendiri. Seperti dengan orang yang berbahasa Inggris, hanya hubungan akar kata yang umum yang dikenali. Hubungan yang samar menjadi tugas para spesialis.

Penelitian Bahasa Serumpun

Fakta bahwa bahasa-bahasa dari Fertile Crescent memiliki kosa kata dan tata bahasa yang menunjukan kalau mereka dikembangkan dari satu sumber umum. Kesalingterkaitan bahasa-bahasa ini yang membantu penelitian leksikal. Jadi tanpa berusaha merekonstruksi hubungan dalam bahasa-bahasa itu, kita bisa membandingkan stok leksikal dalam bahasa serumpun untuk membantu pengertian kita mengenai kata-kata.

Suatu survey yang sangat umum akan diberikan diparagraf pertama dari kamus Ibrani. BDB, sebagai contoh, akan mendaftar kata-kata dasar yang muncul dalam bahasa-bahasa ini, kecuali bahasa Ugaritik yang ditemukan kemudian. Survey ini akan memberikan ide mengenai bahasa apa yang memiliki kata itu. Jika semua rumpun yang didaftar memiliki arti dasar yang sama, bisa disimpulkan kalau kata itu merupakan suatu istilah yang sudah dikenal dan tidak berubah selama berabad-abad.

Jika arti-arti dari kata dalam bahasa itu sangat berbeda dari Alkitab Ibrani, atau jika kata dalam Alkitab Ibrani itu jarang dan bermasalah, maka penelitian lebih lanjut dalam etimologi menjadi penting. Survey berikut ini akan memberikan suatu pendahuluan terhadap bahasa-bahasa itu dan kamus mereka.

Akkadian. Bahasa ini, juga disebut Babilonia dan Asiria (terutama dalam BDB) bergantung pada tulisan pada tablets (di Akkad, terutama Babilon dan Niniwe), ditulis dalam cuneiform script pada clay tablets. Ini merupakan bahasa utama bagi keluarga Semit Timur, tapi meluas ke Fertile Crescent sebagai lingua franca selama berabad-abad.

Sebutan Akkadian berasal dari kota Akkad, ibukota Sargon. Akkadian lama ada sekitar 2500-2000 B.C. Materinya terbatas, tapi gambarannya cepat berubah berkaitan dengan pertalian Akkadian Lama dengan Eblaite ditemukan di Tell Mardikh (di Syria).

Babilonia adalah dialek dari wilayah selatan. Babilonia Lama ada sekitar 2000-1500 B.C., Babilonia Pertengahan sekitar 1500-1000, dan Babilonia Baru sekitar 1000 B.C. sampai pada era Kristen. Tulisan Babilonia (disebut Later Babylonian) digunakan antara 1400 dan 500 B.C. Semua itu menunjukan variasi dialektikal.

Assyrian adalah dialek dari bagial wilayah utara; dibagi kedalam Asiria Lama (2000-1500). Asiria Pertengahan (1500-1000) dan Asiria Baru (1000-600).

Ada saatnya sangatlah menolong bisa mengetahui kapan suatu kata menyatakan arti tertentu, merujuk pada arti suatu kata Asiria merupakan suatu petunjuk umum. Kamus yang paling menyeluruh adalah Chicago Assyrian Dictionary (CAD). Hal yang telah diselesaikan sampai saat ini sangat banyak, memberikan contoh arti dari beragam teks. Tapi belum selesai; karena kata-kata dalam alfabet berikut, leksikon oleh Wolfram von Soden (AHW) harus dicek.

Kamus Akkadian ini sangat mahal; sangat sedikit yang mendapatkannya. Tapi, sangat bijak bisa menggunakannya saat dimungkinkan (sedangkan disini dengan akses perpustakaan), untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik dari data leksikal Akkadian dan karena itu bisa mulai mengerti informasi yang diberikan dalam kamus-kamus

BDB biasanya mendaftar setiap dan seluruh kata-kata Akkadian sebagai Ass. (Assyrian).

Ugaritic. Ugaritic adalah bahasa dari teks yang ditemukan di Ugarit, Siria. Tulisan ini mungkin mewakili dialek Northwest Semitic. Masa penulisan dari abad 14th dan 13th B.C. Jadi karena hubungan histories, geografis, dan linguistik dengan tulisan Alkitab Ibrani, materi Ugaritik memiliki kepentingan dalam mempelajari Alkitab.

Tablet-tablet Ugaritic ditemukan (di tahun 1927) setelah BDB ditulis (1907), jadi datanya tidak termasuk didalamnya. KBL memasukannya, tapi hanya daftar arti dasar dari istilah yang diperbandingkan. Untuk karya yang lebih lengkap kita harus melihat Cyrus Gordons Ugaritic Textbook untuk glossarynya Bisa juga serangkaian tulisan mengenai Leksikografi Ugaritik yang ditulis oleh Mitchell Dahood in Biblica; J. Aisleitners book, Worterbuch das Ugaritischen Sprache (WUS) bisa juga dipertimbangkan demikin juga I. Cohens Hapax Legomena in the Light of Akkadian and Ugaritic..

Aramaic. Aramik Lama adalah bahasa dari Aramaic inscriptions diabad kesepuluh sampai kedelapan B.C. Classical atau Imperial Aramaic adalah bahasa yang digunakan dibahasa pemerintahan Asiria, Babilonia, dan Persia (abad ketujuh sampai keempat B.C.). Suatu tipe dari Classical Aramaic diwakili oleh Biblical Aramaic (BA) yang ditemukan dalam Gen. 31:47; Jer. 10:11; Ezra 4:8--6:18, 7:22-26; dan Dan. 2:4--7:28. Penanggalan dari material ini telah diperdebatkan oleh kritik-kritik.

Aramaic kemudian dibagi antara dialek utara dan Timur. Aramaic Utara diwakili oleh Nabataean, bahasa dari populasi Arab di Petra (abad pertama B.C. sampai ketiga A.D.); Palmyrene, bahasa dari populasi Arab di Palmyra berasal dari periode yang sama; Aramaic Yahudi Palestina, bahasa yang diucapkan di Palestina selama masa Kristus, diwakili dalam Genesis Apocryphon (Dead Sea Scrolls [DSS]) dan Palestinian Targum (demikian juga Jerusalem and Targumim Onkelos and Jonathan).

Aramaic Timur diwakili oleh Syriac. Ini pada mulanya merupakan bahasa dari Edessa, tapi kemudian hari mengembangkan suatu tulisan Kristen dari abad ketiga sampai ketigabelas A.D. Babylonian Aramaic adalah bahasa yang digunakan oleh Babylonian Talmud (abad keempat sampai keenam A.D.). Mandaean adalah bahasa dari sekte Gnostic Mandaeans (abad ketiga sampai kedelapan A.D.).

Untuk tulisan Aramik dalam Alkitab, BDB, dan sebagian besar kamus lainnya, memasukan suatu bagian pembanding dibelakang dengan definisi-definisi serta referensi-referensinya. Untuk Aramik yang kemudian, dua volume oleh Jastrow (telah disebut sebelumnya) merupakan keharusan. Untuk tulisan lebih awal (bisa saja membantu), tiga volume oleh Donner and Rollig termasuk suatu glossary istilah. Untuk Syriac, Payne-Smith adalah perlengkapan yang perlu dilihat.

Arabic secara linguistik rumit karena merangkul seluruh ucapan diseluruh wilayah Arab. Ancient or Epigraphic South Arabian (ESA) adalah bahasa dari kota South west Arabian kuno (tertanggal sekitar abad kedelapan B.C. sampai abad keenam A.D.). Dialeknya adalah Sabaean, Minaean, Qatabanian, Hadrami dan Awsaniian.

Penulisan Pra-klasik Arab Utara ada pada abad kelima B.C. sampai ke abad keempat A.D.; mereka adalah dialektika Tamudic, Lihyanite, dan Safaitic. Tapi Klasik Utara biasanya yang kita kenal dengan Bahasa Arab. Bahasa ini mencapai puncaknya dalam puisi Arab Pra Islam dan selanjutnya dalam Quran (abad ketujuh A.D.). Difusi dan kelanggengannya berkaitan dengan penyebaran Islam.

Bahasa Arab secara gramatikal sangat penting karena telah dijaga secara konservatif. Tapi, bahasa itu secara etimologis dan leksikografis tidak selalu sepenting seperti bahasa-bahasa yang lebih dekat waktu dan geografisnya dengan tulisan Alkitab Ibrani. Jika digunakan dengan hati-hati, beberapa pengertian bisa diperoleh. Karya yang terlengkap untuk bahasa Arabik adalah bervolum-volum leksikon oleh William Lane. Untuk menggunakannya, kita perlu memiliki sebagian pengetahuan mengenai bahasa Arab, setidaknya tahu mengenai alfabetnya. Kamus lain yang bisa dipertimbangkan adalah Hans Wehrs Modern Arabic Dictionary. Ini lebih mudah karena bahasa Arabnya telah di-transliterated ke Arab modern. Tapi, kita harus ingat pengubahannya adalah bahasa Arab modern; sebelum membuat keputusan tafsiran yang didasarkan atas informasi ini, persyaratan lain harus diperhatikan.

Ethiopic. Etiopia Kuno (atau Geez) pertama kali dibuktikan dalam beberapa abad awal A.D. Bukti terkuat ada dalam penulisan the great Aksum dari abad keempat. Itu kemudian mengembangkan suatu tulisan keagamaan yang secara eksternal dari awalnya mendominasi sampai ke masa modern (diwakili oleh Tigrina, Tigre, Amharic, dan Gurage).

Ada banyak buku yang tersedia mengenai materi leksikal dari bahasa-bahasa semitik, tapi tidak membantu dengan konsisten seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Franz Rosenthals Aramaic Handbook memiliki suatu glossary singkat untuk kosa kata fpm texts dari masa Achaemenid, dari tulisan-tulisan Syriac, Samaritan, atau dari Palmyrene, Nabatean dan berbagai cabang lainnya. Seringkali hal ini bisa menolong menelusuri suatu kata sampai ke materi penulisan awal seperti Palaeo-Hebrew atau Aramik Lama. Selain karya Donner and Rollig, Dictionary of Northwest Semitic Inscriptions oleh Jean and Hoftijzer bisa membantu.

Definisi Ibrani Sesudahnya.

Salah satu kesalahan paling umum dalam meneliti kata-kata adalah mengabaikan Ibrani yang kemudian, Disini kita memiliki seluruh tulisan Rabinis Ibrani, yang ada dalam kelanjutan budaya dan linguistik Alkitab Ibrani. Lebih lagi, ada usaha yang dilakukan oleh para Rabi untuk menggunakan kata-kata dalam tulisan-tulisan suci dengan cara yang sama dengan penggunaannya dalam Alkitab. Salah satu keuntungan mempelajari wilayah ini adalah penggunaan istilah itu mungkin terdapat dalam pembahasan disalah satu bagian tulisan-tulisan suci.

Karya standar untuk materi ini adalah Jastrow, A Dictionary of the Targumim, the Talmud Babli and Yerushalmi, and the Midrashic Literature. Karya ini memasukan pembahasan mengenai Mishnaic Hebrew (MH, yang BDB sebut NH).dan Aramaic, untuk penulisan ditulis dikeduanya. Cara mengatakan mana yang sedang dibahas (jika ini sama sekali baru bagi anda) adalah melihat abbreviations. Pi. Ibraninya Piel, tapi Pa.. setara dengan Aramiknya. Istilah Aramik lainnya adalah Pe (= Qal), Af. atau Hap. (= Hiph). Untuk pembahasannya, lihat Moscatis Comparative Grammar, atau Rosenthals A Grammar of Biblical Aramaic..

Mishnah didalamnya ada pengajaran-pengajaran para Rabi awal dari B.C. 300 sampai A.D. 300. Materi ini meliputi topik biblical yang luas, sebagian besar mengenai hukum atau legislative. Ini ditulis dalam Mishnaic Hebrew (Lihat Segal, Mishnaic Hebrew). Referensi bagi materi ini mengikuti suatu format traktat --pasal--ayat: Sanhedrin 3:5.

Talmud memasukan traktat-traktat dari Mishnah dan menambah setiap bagian suatu Gemara dalam bahasa Aramik. Gemara adalah tulisan mengenai penjelasan Rabinis sesudahnya dari Mishrmh. Referensi bagi Talmud berbeda: Sanhedrin 23a (merujuk pada halaman atau kolom dalam traktat).

Midrash pada intinya adalah eksposisi Yahudi ( haggadah bukannya halakah, yaitu, eksposisi bukan pengajaran-pengajaran hukum. Sangat sulit ditentukan penanggalannya. Nilainya untuk penelitian kata lebih sedikit dari nilainya bagi eksposisi bagian-bagiannya. Referensi bagi koleksi-koleksi midrashim berbeda, tapi untuk koleksi Rabba dasar, referensinya merupakan nama dari kitab itu: Genesis Rabba 15:1. Untuk koleksi lainnya lihat abbreviations dalam buku Jastrow, atau Danby (The Mishna).

Targum adalah suatu terjemahan, seringkali paraphrastic, dari Kitab Suci, ditulisa dalam bahasa Aramik. Ini mewakili pembacaan resmi Kitab Suci dalam Sinagoge. Nilainya bagi penelitian kata bergantung pada seberapa teliti terjemahan targumik dilakukan dikitab itu atau setidaknya konteks dimana kata itu ditemukan.

Ringkasan: Langkah-langkah Praktis dalam Menelusuri Etimologi

Sebelum kita melihat prosedur untuk mempelajari penggunaan suatu kata, mana yang lebih penting dan kurang terlibat, kita harus meringkas prosedur dalam melakukan etimologi. Seperti yang anda lihat, penelitian etimologi bisa sangat terlibat dan mendetil. Tapi, dalam banyak kasus suatu kata yang jarang digunakan dipelajari (dan disinilah etimologi begitu penting, karena tidak banyak penggunaannya yang bisa dilacak) kata itu tidak muncul disetiap bahasa atau serumpunnya, sehingga langkahnya terbatas pada satu atau dua tempat pengecekan, menurut suatu kamus Arab, atau kamus Rabinis Ibrani.

1. Tentukan apakah anda perlu atau tidak menelusuri etimologi suatu kata. Jika kata yang sedang anda pelajari memiliki banyak penggunaan dalam Perjanjian Lama, latar belakang etimologikal dari kata itu hanya perlu diamati untuk melihat jika kata itu merupakan suatu kata yang stabil didalam sejarahnya, atau apakah kata itu kelihatannya berubah arti dari budaya ke budaya, atau abad ke abad. Satu lagi alasan menggunakan etimologi untuk suatu kata Ibrani yang sering digunakan adalah untuk mencari beberapa penggunaannya yang mirip dalam bahasa serumpun yang bisa membantu menggambarkan artinya tapi arti akan ditentukan oleh penggunaan.

2. Periksa paragraph pertama dari kamus untuk daftar singkat bahasa serumpun bagi kata itu. Kamus-kamus perlu digunakan dengan hati-hati karena mereka berusaha membuat hubungan etimologis disemua kata, bahkan saat mereka tidak pasti akan keakuratannya.

3. Jika arti dari bahasa serumpun tidak harmonis, atau jika anda memerlukan bukti lebih lanjut untuk bisa mengerti daftar, maka anda perlu melihat beragam kamus untuk mendapat informasi. Tentu, prosedur ini akan sangat sulit bagi banyak orang setelah mereka meninggalkan seminari dan jauh dari perpustakaan. Kita bisa membeli buku, atau membeli software yang ada buku-buku itu didalamnya, atau hanya bergantung pada sumber sekunder dalam menyelesaikan penelitian mereka (selalu tidak pasti). Jika yang pertama kasusnya, maka didalam seminari anda perlu menguji buku-buku itu sebanyak mungkin untuk mendapatkan pengertian bagaimana andalnya mereka bagi anda untuk digunakan dikemudian hari.

4. Coba letakan penggunaan dalam bahasa serumpun yang telah terbukti kedalam suatu kerangka histories dan budaya.

5. Jika anda menemukan suatu arti yang baik dalam bahasa serumpunnya yang kelihatannya konsisten, jangan menganggap itulah artinya dalam bahasa Ibrani. Anda harus mengujinya melalui penggunaan kata itu dalam bahasa Ibrani,

6. Pelajari inti bahasa serumpun Ibrani, disebut derivatives. Lihat kata apa lagi yang digunakan dalam Perjanjian Lama yang berasal dari akar yang sama (yaitu, memiliki urutan huruf yang sama dan kelihatannya memiliki hubungan dalam artinya). Walau demikian hati-hati dengan hal ini. Kamus-kamus mendaftarkan kata-kata yang mereka anggap berhubungan sebagai derivative. Mungkin saja tidak ada hubungan sama sekali.

7. Pastikan untuk mempelajari Rabinik Ibrani, karena hal ini memberikan kelanjutan budaya bagi kata itu. Hal ini penting karena rabi-rabi berusaha menggunakan kata-kata sedekat mungkin dari Alkitab, terutama karena tulisan mereka bertujuan menjelaskan Alkitab.

Bukti dari Ragam Versi

Versi-versi Kuno

Versi kuno terjemahan Yunani Perjanjian Lama adalah yang paling banyak digunakan. Para ekspositor modern hanyalah tidak bisa mengontrol informasi dari Targum Aramik, Syriac Peshitta, atau Latin Vulgate, yang paling penting. Faktanya, dari memperhatikan karya yang telah dilakukan dengan bahasa Yunani, kita berpikir apakah mereka bisa mengatasi hal itu juga. Pada intinya, pembahasan ini akan berkaitan dengan Perjanjian Lama Yunani, salah satu masalah tertajam dari pelajaran eksegetikal.

Kesarjanaan modern memperdebatkan terminology popular yang menyebut Yunani kuno diatas dengan Septuagint (LXX, tujuh puluh, didasarkan pada tradisi itu). Hal ini juga akan diselesaikan dalam tulisan ini; tapi ingat, Septuagint tidak pernah ada jika dengan mengatakan Septuagint orang bermaksud mengatakan suatu terjemahan Perjanjian Lama yang diedit dan disatukan. Kritik tekstual dengan teori-teori transmisi tekstualnya harus lebih dulu dimengerti sebelumnya terhadap bahasa Yunani.

Kita seringkali membaca didalam buku-buku tafsiran dan tulisan-tulisan LXX dibaca dan seterusnya, secara teksnis, kita tidak punya cara untuk mengetahui apa yang dibaca dari LXX. Hal yang dimaksud pernyataan ini adalah jika kita menerjemahkan kata Yunani kita harus kembali ke bahasa Ibrani, kita curiga kalau kata aslinya mungkin memiliki bentuk Ibraninya. Didalam praktek yang sebenarnya, orang akan mengatakan apa yang dibaca LXX, atau apa yang ditunjukan versi lainnya, dan kemudian memilih pembacaan yang paling menarik bagi mereka dan membentuk ulang (menulis ulang) teks Ibraninya (atau artinya). Prosedur ini biasanya diikuti saat bahasa Ibraninya sulit.

Apa yang kita ketahui mengenai LXX (dan versi utama lainnya) adalah mereka melihat tanda tertentu dalam teks mereka yang mereka terjemahkan, dan mereka menciptakan tanda baru (bahasa mereka) dalam manuscript mereka. Kita hanya memiliki akses terhadap bukti setelah diubah, dan hanya melalui manuscript salinan dan turunan dari versi aslinya.

Tapi nilai dari versi-versi itu dalam philologis Ibrani sangat besar. Seringkali mereka menyediakan pengertian yang berbeda dari teks yang sama, suatu pengertian yang harus dievaluasi. Bahkan jika mereka memiliki terjemahan yang salah, mereka menunjukan pada kita bagaimana kira-kira para penerjemah mengerti kata-kata itu. Sebagai contoh, Mikah 1 diterjemahkan dengan sangat buruk. Bagian itu termasuk beberapa permainan kata mengenai nama-nama kota dan desa dari Shephelah (lowlands). Tapi para penerjemah LXX kelihatannya tidak tahu kalau banyak dari kata itu adalah nama-nama desa dan hanya menerjemahkannya begitu saja. Kesalahan fatal ini sangat menolong untuk mengerti arti dari kata-kata itu saat diterapkan kedalam permainan kata.

Peringatan dalam Menggunakan Yunani Kuno

1) Ingat bahwa mungkin sajar LXX telah diterjemahkan dari suatu teks Ibrani yang berbeda dari MT. Ini memiliki percabangan bagi kritik tekstual dan juga philology. Tapi hal ini hanya salah satu penjelasan mengapa LXX memiliki suatu bentuk yang berbeda dan tidak diharapkan bagi bahasa Ibrani, jadi jangan berlebihan menggunakannya seperti yang dilakukan beberapa orang.

2) Ingat sejarah versi teks itu sendiri dan kemungkinan adanya kerusakan. Turunan kemudian dari bahasa Yunani berusaha membawa teks agar sejalan dengan Ibrani, dan sedikit bukti ini harus diinvestigasi sebagai bagian dari setiap penggunaan LXX. Anda tidak bisa mengatakan suatu kata Yunani sama artinya dengan suatu kata Ibrani jika turunan Yunani lainnya cukup tidak memuaskan untuk menggantinya.

3) Waspadalah terhadap metode penerjemahan yang digunakan dalam beragam versi. Tentu saja, ini hanya jika anda sedang mempelajari satu kata Ibrani. Jika anda meneliti satu kata Yunani dan ingin tahu bagaimana kata itu digunakan dalam LXX, konteks dari penggunaan kata itulah yang perlu dilihat. Bahasa Ibrani apa yang harus diterjemahkan darinya merupakan masalah lain. Saat anda mencari penggunaan suatu istilah Yunani dalam satu bagian, anda harus menyusuri konteksnya untuk melihat bagaimana tindakan penerjemah dengan Ibrani umum dan jelas dari bagian itu. Ini akan menolong anda menentukan keahliannya. Barr ( Comparative Philology and the Text of the Old Testament, pp. 249 ff.) menyelidiki karakteristik dan metode yang digunakan dalam LXX:

a) Mungkin ada terjemahan yang tidak tepat. LXX sering menggunakan kata-kata umum untuk menutupi kata-kata teknis (mereka mungkin ada dalam wilayah semantic yang sama tapi tidak tepat). Mengenai hal ini kita harus melihat konteks untuk melihat keahlian penerjemah (dan juga mengetahui sesuatu tentang kualitas umum dari buku itu sendiri).

b) Mungkin ada kata-kata yang disenangi (favorite) oleh versi itu. Greek Psalter akan menggunakan satu kata dengan bebas untuk beberapa kata Ibrani. Sebagai contoh, beberapa kata Yunani digunakan untuk menerjemahkan 15 atau 20 kata Ibrani yang berbeda. Jelas, pentingnya mengetahui kata Yunani ini yang digunakan buat satu kata yang mungkin sedang anda pelajari bisa minim. Peringatannya jelas: hati-hatilah. Hatch dan Redpath menulis daftar kata-kata Yunani dan Ibrani yang saling berhubungan dalam LXX, tapi melihat dengan seksama pada kitab itu dan konteks dimana kata itu ditemukan sangatlah penting. Anda harus menentukan apakah kata Yuani itu secara hati-hati dipilih dan merupakan penjelasan tepat dari Ibraninya, sebelum anda berbuat banyak tentang ide Yunaninya.

c) Mungkin ada etimologisasi. Kata bisa ditafsirkan dengan melihat arti dari kata lain (biasanya yang lebih dikenal) dalam bahasa Ibrani yang memiliki kemiripan dengannya, dan bisa diambil sebagai akar. Prosedur ini biasa dilakukan dalam turunan Yunani sesudahnya. Sebagai contoh, Aquila berusaha menggunakan kata-kata Yunani yang konsisten dihubungkan dengan kata-kata Ibrani dari penggambaran tertentu.

d) Mungkin ada penulisan kembali secara bebas dari teks itu. Ada saatnya penerjemah tidak tahu apapun bagaimana pembacaannya dalam bahasa Ibrani, tapi tahu dari pengetahuan umum, atau dari konteks, hal demikian bisa jadi. Pendekatan ini menghasilkan suatu sentimen kalau itu merupakan ide penerjemah, dihubungkan sana sini dengan kata-kata dalam Ibrani asli. Amsal dan Ayub sering melakukan hal ini. Sebagai contoh, Prov. 17:14 dalam MT: The start of strife is one who lets out water / so let go before a dispute breaks out. Kalimat ini diterjemahkan dalam LXX The beginning of righteousness gives authority to words but quarrelsomeness and fighting lead to poverty.

4) Pertimbangkan seluruh bukti. Materi dari bahasa Yunani akan menjadi dukungan bagi philology jika bersandar pada bukti yang lebih dari satu sumber (versi atau bahasa serumpun). Seringkali mempelajari beragam versi dalam meneliti satu kata yang jarang digunakan dan sulit akan tumpang tindih dengan kritik tekstual ditahap pengumpulan bukti. Saat mengevaluasi bukti philologis, hati-hati:

a) Ada kemungkinan kesalingbergantungan antar versi. LXX mungkin telah dipengaruhi oleh Targum; atau Peshitta dan Vulgate mungkin hanya mengikuti LXX.

b) Beberapa versi mungkin mengikuti suatu penafsiran Yahudi atas bagian itu. Jadi jika sama, janga berasumsi mereka bisa begitu melalui tradisi atau penelitian yang terpisah.

c) Bukti dari bahasa Ibrani sesudahnya (tulisan Rabinis) bisa menjadi dukungan kalau kata itu ada dimasa penulisan kitab itu; atau tidak mendukung kalau kata itu digunakan kemudian yang menggantikan kitab Ibrani.

5) Ingat kalau arti dari teks Yunani tidak selalu jelas dan bebas dari ambiguitas. Jangan mengira kalau Ibraninya mengaburkan versi itu akan membawa anda kedalam kegelapan. Para penerjemah dari versi-versi kuno mungkin saja memiliki kesulitan dengan kata-kata yang sama. Tapi didalam mengevaluasi terjemahan LXX, perhatikan hal-hal berikut:

a) Arti Yunani jauh dari sederhana. Itu tidak semata tumpang tindih dengan pelajaran Perjanjian Baru anda. Tidak ada tata bahasa dan leksikon buat LXX, per se. Anda harus menggunakan suatu kamus seperti Liddell and Scott (jika ada yang seperti Liddell and Scott) untuk artinya.

b) Beberapa kata Yunani mungkin bentuk gabungan dari Yunani awal, Semitic, atau Mesir; atau, mereka hanya menyatakan suatu ekspresi (seperti yang terjadi dengan Aquila). Penggunaan kamus mungkin tidak akan berguna dalam hal ini.

c) Beberapa kata Yunani memiliki pengertian khusus yang berbeda dari Yunani biasa. Sebagai contoh, dunamis dalam LXX membawa makna army, tidak hanya power. Jangan memiliki anggapan triangle reasoning bagi kata-kata dalam Alkitab, artinya, suatu kata Yunani dalam Perjanjian Baru setara dengan kata yang sama dalam LXX, yang merupakan suatu terjemahan dari satu kata Ibrani, yang kemudian setara dengan kata Yunani dalam Perjanjian Baru. Hal ini bisa salah diketiga persamaan itu.

d) Aramik dan Syriac mungkin pernah berusaha mengimitasi Ibrani asli. Mungkin ada saat berbeda dari aslinya.

6) Beragam versi biasanya tidak memberikan batasan yang bisa diandalkan mengenai struktur kata aslinya, yang terkadang terbebani pada penyelidikan kata (walau lebih sering mempengaruhi karya tekstual). Mengatakan LXX mengerti suatu kata sebagai perfect tense (karena menggunakannya atau bahkan aorist) menyesatkan. Tensis itu dinyatakan oleh suatu perfect, preterite, atau infinitive.

7) Kualitas terjemahan beragam dari kitab ke kitab. Anda perlu lebih dulu mengetahui kitab mana yang dianggap terjemahan yang hati-hati dan akurat, dan yang merupakan terjemahan bebas dan paraphrastic. The Expositors Bible Commentary menawarkan suatu survey singkat mengenai penemuan dari para sarjana Septuagint yang mengerjakan kitab tertentu: Swete menyimpulkan, sebagian besar penerjemah belajar Ibrani di Mesir dari para pengajar yang buruk, dan Barr menyimpulkan, para penerjemah ini menciptakan vowels untuk teks yang tidak diketahui. Tapi, terjemahan kitab secara individu beragam tergantung latar belakang dan keahlian setiap penerjemah. Kecuali dalam bagian-bagian seperti Kej. 49, Ul 32,33, Pentateuch secara keseluruhan merupakan terjemahan yang dekat dari turunan Ibrani yang baik. Mazmur bisa ditoleransi dilakukan dengan baik, walau Ervin menyimpulkan kalau teologi Helenistik Yahudi meninggalkan tanda atasnya. Mengenai Yesaya, Seeligman menyimpulkan: banyaknya ketidak konsistenan yang dibahas harus dituduhkan pada metode kerja penerjemah yang tidak ditahan dan sembrono, dan kepada pilihan sadar akan pengenalan variasi. Dia menambahkan, kita jangan, memberi ketidak adilan bagi penerjemah dengan tidak menilai tinggi pengetahuan tata bahasa dan sintaksnya. Mengenai Hosea, Nyberg menemukan: susunannya dipenuhi kesalah pengertian, pembacaan yang miskin, dan definisi leksikal yang dangkal dan seringkali disamakan secara paksa dengan bahasa rumpun Aramiknya. Kesewenangan dalam pemilihan merupakan karakteristik dari penafsiran ini. Albrektson berkomentar mengenai Ratapan: LXX, bukan terjemahan yang baik dalam kitab ini. Tapi ini tidak berarti terjemahannya tidak bernilai bagi kritik teks. Sebaliknya, karakter literalnya seringkali mengijinkan kita menegaskan dengan suatu tingkat kepastian terhadap teks Ibraninya; terjemahan ini jelas didasarkan pada suatu teks yang pada intinya identik dengan konsonan dari MT; memang, ada bagian-bagian dimana itu berisi suatu varian sangat sedikit. Gerleman berkomentar mengenai Ayub: penerjemah menafsirkan teks sebaik mungkin, dengan bantuan imajinasinya dia berusaha meletakan suatu arti yang bisa dimengerti kedalam bahasa aslinya yang dia tidak mengerti. Dia menambahkan, banyaknya derivasi antara kitab Ayub bahasa Ibrani dan Yunani tidak berkaitan dengan fakta bahwa aslinya LXX pada intinya berbeda dari teks Ibrani kita. Mereka muncul saat proses penerjemahan, dan singkatnya adalah hasil dari suatu proses penerjemahan dimana kesulitan bahasa asli tidak diatasi. Swete menyimpulkan kalau terjemahan nabi-nabi kecil seringkali tidak bisa dimengerti. Dalam kasus Yeremia, teks yang diwakili oleh LXX menyimpang cukup banyak dari MT sehingga bisa dianggap dari edisi yang berbeda. Tapi LXX dari Samuel, sebagian dari Raja-raja, dan Yehezkiel bernilai khusus karena teksnya disimpan oleh Masoretes kitab ini menjaganya dengan baik. Shenkel menyimpulkan kalau Yunani Kunonya mempertahankan kronologis aslinya dari Omri ke Jehu.

Survey ini akan menunjukan tidak adanya satu terjemahan utuh sama yang dikenal dengan Septuagint, tapi merupakan terjemahan individu-individu berbeda dari bagian-bagian Perjanjian Lama. Survey ini akan memberikan anda suatu pandangan umum dari bagian utama; anda tetap perlu memperhatikan konteksnya untuk melihat seberapa tepatnya setiap bagian dikerjakan.

Pernyataan Penutup

1) Ingat kalau bagian yang sulit bagi kita juga sulit bagi mereka. Mereka harus bekerja dari suatu teks tidak jelas dalam suatu konteks. Tidak heran kalau ada saatnya mereka menggeneralisasi, paraphrase, atau etymologize. Tapi ada saatnya mereka bisa benar dan tepat. Jadi evaluasi bukti dengan hati-hati.

2) Para penerjemah LXX menggunakan bahasa Ibrani setelah mereka mempelajarinya, dan pelajarannya dari guru yang buruk di Mesir. Mereka memiliki beberapa kesempatan untuk mendapatkan penafsiran tradisional dari Yahudi di Palestina. Mereka melakukannya dengan baik, tapi pengertian bahasanya kurang. Mereka mengenal bahasa Ibrani biasa, rata-rata. Tapi pada sesuatu yang tidak biasa dan jarang mereka sering menyamakan kosa katanya dan memperlakukan yang tidak biasa seperti biasa. Jadi hati-hati menggunakannya dalam menentukan kata-kata yang jarang dan sulit, kecuali kitab dan konteksnya dikerjakan dengan sangat baik.

3) Waspada terhadap turunan dan revisi. Terjemahan Yunani telah diubah oleh revisi berikutnya untuk diharmonisasikan dengan teks Ibraninya. Kompilasi yang dilakukan oleh F. Fields terhadap materi Hexapla sangat membantu kita melihat kata-kata Yunani mana yang telah diubah.

4) Saat anda mungkin merasa lebih nyaman dengan Perjanjian Lama Yunani daripada versi lainnya, jangan secara otomatis menyimpulkan kalau LXX merupakan saksi utama. Jika ada kata-kata yang jarang, pengetahuan mengenai kata itu mungkin telah mati seturut masa lalu, bukankah pengetahuan ini bisa saja masih ada diantara orang Yahudi berbahasa Aramik di Sinagoge daripada yang berbahasa Yunani? Bagi mereka yang mengenali Aramik, tulisan Rabinis menawarkan sejumlah besar informasi penafsiran.

5) Jadi, berurusan dengan kata yang jarang atau sulit, setelah anda telah mempelajari materi etimologisnya, selidiki sebanyak mungkin versi lain. Coba mengevaluasi pilihan kata dalam berbagai versi dan mengapa mereka dipilih. Jika anda seluruhnya bekerja dengan bahasa Yunani, gunakan Liddell and Scott, dan hati-hati agar tidak menganggap arti kata Yunaninya tidak berubah dimasa Perjanjian Baru.

6) Jika anda mempelajari suatu kata umum dalam Perjanjian Lama, melihat beragam versi mungkin bukan langkah penting. Tapi selidiki, jika bisa, kata-kata Yunani yang digunakan untuk menerjemahkannya (Hatch and Redpath) . Lihat kata-kata Yunani mana yang digunakan dalam kitab-kitab yang terkenal baik terjemahannya. Mungkin menemukan bagian-bagian yang non-teologis, problematic, atau penting dalam penelitian kata. Sebagai contoh, didalam meneliti kata kabod, mungkin kata standar untuk glory dan honor akan muncul dalam Septuagint. Tapi di Sinai saat Musa meminta melihat kemuliaan Tuhan, LXX menggunakan suatu pronoun: Show me YourselfEngkau yang sebenarnya. Hal ini dengan jelas mewakili suatu penafsiran kontekstual didalam jangkauan arti dari kata itu.

Kesimpulan

Meringkas prosedur PENELITIAN KATA yang telah dikatakan diatas merupakan hal yang tidak perlu. Tapi saya perlu mengatakan sesuatu mengenai pemilihan kata Inggris yang setara dengan istilah Ibraninya. Terlalu sering eksegetor menghabiskan banyak waktu meneliti satu kata dengan seluruh penggunaannya, dan kemudian melemahkan maksudnya dengan menyatakan penemuannya dalam kata Inggris yang dipilih dengan sembrono. Anda perlu melihat kamus bahasa Inggris untuk memastikan arti yang tepat dari kata yang dipilih, baik etimologisnya dan penggunaannya sekarang. American Heritage Dictionary sangat baik karena indeks akar Indo-Germanicnya ada dibelakang kata-kata Inggris yang membantu menghubungkan kata-kata yang berkaitan. Biasanya, digunakan dinegara lain merupakan suatu penelitian mengenai istilah yang cocok sehingga seluruh karya bisa dikomunikasikan secara tepat.

Related Topics: Bible Study Methods, Terms & Definitions

4. Analisa Tulisan

Penelitian Puisi

Pendahuluan

Analisa tulisan dari teks telah menjadi perhatian utama seluruh pendekatan dalam mempelajari Alkitab, dimulai dengan Pendekatan Analisa Tulisan (juga dikenal sebagai Documentary Hypothesis) sampai kepada Pendekatan Bentuk Kritikal. Tapi walaupun pendekatan-pendekatan itu memberi sumbangsih besar dalam mempelajari teks, mereka terlalu banyak dinodai oleh bias skeptis terhadap kesatuan dan integritas teks. Seringkali ketertarikan tulisan dibuat untuk melayani penelitian diakronik dimana asal mula dan perkembangan teks dilacak dari sumber yang dinyatakan; atau penelitian tulisan digunakan untuk membedakan bagian histories dan non-historis dari suatu pesan. Analisa Gunkel yang terkenal terhadap Kejadian 1-11 merupakan contoh yang baik; dia berpendapat bahwa tulisan itu adalah puisi, karena puisi maka tidak histories.

Baru-baru ini ada penekanan baru dalam analisa tulisan dalam teks, berasal dari berbagai perspektif teologis sekaligus. Seharusnya tidak mengherankan kalau Kritik Bentuk, dengan penekanannya pada genre tulisan dan analisa composisi, membawa kepada penekanan lebih besar diantara para sarjana pada bentuk tulisan dari suatu teks. Tapi dalam gelombang baru kesarjanaan, orang kurang tertarik dalam menelusuri asal mula dan perubahan dari narasi, mazmur, atau pesan leluhur, daripada bentuk penulisan dari bentuk akhir teks tersebut.1 Perubahan kearah analisa tulisan yang lebih langsung (synchronic study) terhadap Alkitab mungkin mencerminkan jalan buntu perdebatan atas kritik sumber (diachronic study).

Hal itu tidak bermaksud mengatakan kalau analisa tulisan dimasa kini mendorong historitas dari teks. Sebaliknya, para sarjana modern dengan usahanya lebih cenderung memperlakukan narasi-narasi Alkitab sebagai fiksi, narasi kreatif, atau narasi berparadigma. Mereka menjamin kalau dibelakang narasi terdapat beberapa kebenaran, sebagian berkaitan dengan tradisi, tapi selama bertahun-tahun cerita itu diteruskan dan telah dibentuk kembali serta diperindah untuk tujuan lain. Sebagian penulis, tetap berspekulasi mengenai mana yang cerita atau puisi asli, dan apa fungsinya. Tapi yang lain lebih tertarik mempelajari materi yang sudah ada, sebagai suatu bagian dari literatur.

Kritik Retoris

Frase Rhetorical Criticism digunakan pertama kali oleh James Muilenberg dalam pesan kepada Society of Biblical Literature ditahun 1968.2 Pesannya merupakan panggilan untuk mempelajari nature dari tradisi penulisan Ibrani sebagai perluasan dari Kritik Bentuk. Hal ini melibatkan analisa pola struktur dalam suatu unit tulisan dan alat puitis yang menyatukan keseluruhannya. Penekanan sinkronik baru ini terutama sekali memperhatikan masalah struktur dan tekstur.3

Didalam contoh baru-baru ini mengenai apa yang umumnya bisa disebut Rhetorical Criticism,4 bentuk tertentu dari penulisan digunakan dalam analisa struktur: acts, scenes, episodes, strophes, speeches, discourse, dan lainnya. Penulisan bisa dipecah kedalam tingkatannya.5

Analisa tekstur berkaitan dengan pengucapan, syllables, kata-kata, frase, kalimat, dan kelompok kalimat. Analisa ini mempelajari pengulangan pikiran, kata-kata kunci, atau motif; permainan kata atau paronomasia; pengulangan bunyi seperti assonance atau alliteration; atau adumbration; inclusio; dan sejumlah perlengkapan tulisan lainnya.6

Pendekatan terhadap teks sebagai literature telah membuka penyelidikan bagi para teolog dan juga kritik tulisan.7 Rhetorical Criticism memampukan teolog mengerti ide teologis dari teks dengan lebih baik, karena analisanya berkaitan dengan bentuk tetap, final dari teks - kanon. Jelas bahwa struktur dan tekstur tidak hanya ornamental; keduanya adalah cara mengarahkan focus pembaca dalam cerita.

Struktur dan tekstur melakukan hal ini secara persuasive dengan membangkitkan respon emosional selain reaksi intektual terhadap cerita. Sebagai contoh, repetisi, dalam hallmark of Hebrew rhetoric,8 memusatkan pikiran dan memberikan kesatuan serta kelanjutan terhadap narasi. Tapi seringkali melakukannya dengan cara yang membuat kesan tak terlupakan pada pembaca, karena elemen yang diulang membawa maju konotasi emosional dan intelektual dari sebelumnya. Sebagai contoh, perhatikan rujukan terhadap Kejadian 25:23 dalam perkataan Laban sang penipu kepada Yakub: It is not so done in our country, to give the younger before the firstborn (Gen. 29:26).

Ada kelemahan dalam menggunakan rhetorical criticism, dan eksegetor harus mewaspadainya dalam membaca tulisan. Pertama, jika penelitian terhadap suatu bagian mengabaikan asal mula, perubahan, dan tujuan awal dari teks, hal itu secara sewenang-wenang menyatakan arti yang diluar maksud bagian tersebut.9 Walaupun Alkitab mungkin memiliki tingkatan arti (konotasi berbeda) bagi generasi yang berbeda, arti dasar dari suatu teks harus diikat pada latar belakang histories dan tujuannya. Jadi sarjana Alkitab tidak bisa bekerja hanya pada tingkatan sinkronik. Umumnya, orang yang mempelajari Alkitab sudah punya pendapat sebelum memulai karya eksegetisnya. Sarjana yang kritis mampu dengan jitu menerima kalau kesimpulan dari higher criticism adalah benar, yaitu, banyak dari materinya terlambat tapi diproyeksikan kembali kemasa sebelumnya; dan sarjana konservatif dengan jitu menganggap kalau materinya jauh lebih tua.

Kedua, Rhetorical Criticism tidak selalu ditemani penyelidikan dengan Genre Criticism. Tapi disinilah hubungannya dengan Kritik Bentuk paling kuat. Mempelajari struktur dan tekstur dari suatu bagian merupakan satu hal; tapi merupakan hal yang berbeda menghubungkan penemuan ini dengan bentuk penulisan dari teks, karena bentuk dihubungkan dengan fungsi. Sebagai contoh, penafsiran terhadap Kejadian 1-11 bisa berbeda jika bagian itu dikelompokan sebagai sekumpulan mitos yang bisa dibandingkan dengan tulisan Timur Dekat kuno lainnya.10

Sekarang ekspositor menghadapi rintangan lain dalam bekerja dengan Alkitab sebagai literature, satu pemikiran yang ada dalam pemikiran orang Kristen selama ini, yaitu, Alkitab harus ditafsirkan secara literal. Didalam penggunaan ide yang terlalu menyederhanakan ini, jika kitab Ayub mengatakan Ayub berkata sesuatu, atau teman-temannya berkata sesuatu maka itulah yang memang mereka katakana. Atau jika teks itu menunjukan kalau Tuhan berkata disaat pembangunan menara Babel, Let us go down/marilah kita turun . maka itulah yang dia katakana dalam bahasa Ibrani klasik! Disatu ujung lain, banyak penyelidikan tulisan modern melihat isi Alkitab secara berbeda; pada dasarnya mereka melihatnya sebagai suatu karya tulis, dan para penulisnya mampu menggunakan perlengkapan penulisan dalam menceritakan kisah atau menyimpan kata-kata leluhur. Bagi sebagian orang ini artinya cerita-cerita itu dibuat atau dikarang; bagi yang lain itu artinya sebagian kejadian dipergunakan dan dipercantik untuk diceritakan kembali.

Ini ada beberapa pertimbangan mengenai hal itu. Pertama, berapa banyak penafsiran yang diberikan seorang penulis melalui apa yang dia pilih untuk dimasukan atau keluarkan dalam melaporkan tradisi? Sebagai contoh, Tawarik, dengan mengeluarkan narasi mengenai dosa Daud, memberikan suatu gambaran Daud yang berbeda dari kitab Samuel.11 Kedua, berapa banyak kebebasan yang dimiliki penulis dalam mengatur kembali eksposisi narasi dan dialog untuk membuat suatu puisi seimbang? Sebagai contoh, apakah dialog dalam kitab Ayub aslinya dibawakan dalam 2200 baris puisi Ibrani? Atau apakah Tuhan memanggil Abram dengan menggunakan puisi klasik Ibrani. Atau, apakah peristiwa dalam kitab Rut memang biasanya mengikuti pola parallel repetition dan inverted repetition. Ketiga, berapa banyak hubungan dari narasi dan penunjukan peristiwa yang diusulkan para penulis kitab melalui pemilihan kata dan frase. Sebagai contoh, apakah Esau benar-benar menggunakan kata edom edom, atau memang narasi memilih menggunakan kata-kata itu untuk menunjukan nature dari orang Edom? (Gen. 25:29); atau, apakah Abraham benar-benar memiliki perintah, ketetapan, dan hukum (Gen. 26:6), atau, apakah Musah menggunakan kata-kata itu untuk melihat pemberian Taurat?

Semua itu, dan masalah lainnya, merupakan bentuk-bentuk masalah yang akan anda saring dikemudian hari saat berurusan dengan teks. Ekspositor konservatif biasanya menginginkan kalau peristiwa-peristiwa dalam Alkitab memang benar-benar terjadi secara esensi seperti yang dilaporkan. Yesus memang mati diatas salib, memang bangkit dari kematian, memang naik kesorga; atau Daud memang memerintah sebagai raja, melakukan perzinahan dengan Bethseba, memang memindahkan tabut ke Yerusalem; atau Esau memang seorang pemburu, dia memang menukarkan hak kesulungannya untuk semangkok makanan, dan Yakub memang membuatnya bersumpah atasnya.12 Tapi dalam menerima fakta sarjana konservatif juga harus memberikan perhatian yang lebih besar pada seni tulisan yang digunakan dalam teks. Saat digunakan dalam kerangka doktrin inspirasi, seni tulis menambah pengertian dan focus dari teks. Suatu kepercayaan pada historitas peristiwa tidak harus mengeluarkan seni tulis dalam menceritakan peristiwa-peristiwa itu; dan suatu analisa tulisa dari narasi tidak harus menolak kalau peristiwa itu memang terjadi.

Selama beberapa waktu dianggap kalau salah satu alasan adanya seni tulis dalam Alkitab adalah materialnya diturunkan secara oral sebelum dituangkan kedalam penulisan. Pembahasan mengenai tradisi oral sangat penting, dan pelajar harus melihat literature mengenai hal itu.13 Bisa saja mengatakan bahwa kemungkinan besar materi itu telah ada dalam bentuk oral dan karena itu repetisi, chiasms, dan permainan kata telah menjadi penolong dalam mengingat. Tapi, cukup diketahui kalau penulisan sudah umum digunakan diperiode awal, dan hal-hal yang penting itu telah langsung diterapkan dalam penulisan. Mungkin transmisi oral dan penulisan teks telah ada berdampingan di Israel, teks memelihara materinya, dan transmisi oral membantu mengingatnya.

Satu-satunya cara bagi anda untuk terbiasa dengan wilayah ini adalah dengan membaca buku dan contoh pelajaran mengenai bagaimana metode itu digunakan dalam analisa teks. Jika anda memberi waktu melakuka itu, anda akan melihat ada banyak yang bisa diperolah dari pendekatan ini. Pelajaran ini akan menarik beberapa materi bersamaan dalam mempelajari mazmur; tapi pelajaran tulisan dari aspek berbeda ada diluar puisi formalnya mazmur, dengan seluruh Perjanjian Lama. Apa yang anda pelajari dalam Mazmur bisa juga diterapkan diseluruh Alkitab.

Metode Kritik Retoris

Saya tidak bermaksud memberikan suatu pembahasan detil mengenai semua yang bisa diberikan analisa tulisan dalam proses eksegetis. Saya hanya ingin memperlihatkan beberapa hal-hal menonjol yang bisa dilakukan, untuk menambah keingintahuan anda dalam mempelajarinya. Selain itu, tidak mungkin bekerja diwilayah ini (dengan kepuasan) tanpa sering berurusan dengan teks Ibrani. Sebagian bisa diambil dari suatu terjemahan Inggris, untuk memastikan; tapi akan lebih jelas melihat sekilas kata-kata Ibrani atau susunan Ibraninya.

Struktur

Struktur adalah pengaturan atau organisasi dari teks. Ini harus dibedakan dari structuralism dalam pengertian teknis dari kata itu, karena itu suatu pendekatan yang berbeda yang membawa penelitian kedimensi yang berbeda. Beberapa pelajar salah dalam menyebutkan kata itu untuk menggambarkan analisan komposisi mereka.

Saat kita mempelajari struktur dari suatu bagian kita berurusan dengan tingkatan yang lebih tinggi dari suatu karya. Berikut ini adalah beberapa hal yang digunakan untuk menganalisa struktur.

1. Indikator Perikop. Umumnya diketahui kalau unit yang ingin dipelajari harus dikenal sebelumnya. Hal ini tidak selalu semudah kelihatannya. Banyak waktu yang diperlukan untuk mempelajari secara dekat dalam menentukan dimana perikop dimulai dan berakhir, mencari indikatornya. Sebagai cotnoh, dalam mempelajari pengaturan bahasa Ibrani terhadap Kejadian akan membawa eksegetor menyadari kalau 37:1 ada dalam pasal 36, dan 37:2 (these are the generations of Jacob) menandai suatu bagian baru. Pembagian pasal dalam bahasa Inggris menyembunyikan hal ini. Suatu pembagian kembali narasi bermaksud membandingkan kekayaan Esau yang luar biasa (36) dengan perjalanan Yakub (37:1). Delitzsch menangkap hal ini, dan menjelaskan kalau pesan unit itu adalah, kebesaran duniawi atau sekuler lebih cepat dari kebesaran rohani.14 Jika unit itu tidak diperluas sampai ke 37:1, maka Kejadian 36 hampir tidak bisa dikotbahkan (yang mungkin menjadi alasan mengapa tidak ada yang berkotbah dari unit itu).

Unit-unit dari Alkitab seringkali memiliki indikasi yang cukup jelas. Didalam ucapan kenabian leluhur bisa dilihat dari panggilan berulang atau bentuk perintah, formulasi pembukaan, atau motif paralel. Didalam Taurat adalah motif berulang, seperti I am the LORD your God. Didalam Mazmur kita mencari pola dari tipe mazmur berbeda, dan itu akan membantu dalam membagi bagian itu kedalam bagian-bagian walau mazmur merupakan suatu unit dasar itu sendiri.

2. Framing, atau Inclusio. Perlengkapan lain dari seni tulis adalah framing, yaitu, menggunakan suatu frasa yang mirip atau identik, motif, atau episode untuk memulai dan mengakhiri unit, atau suatu bagian dari unit. Anda bisa melihat hal ini dengan jelas dalam puisi seperti Mazmur 8, yang dimulai dan diakhiri dengan O LORD, our Lord, how excellent is Your name in all the earth.

Tapi cara ini juga digunakan dalam penulisan kita lainnya. Sebagai contoh, didalam Kejadian 9, bagian pertama narasi mengenai perjanjian Nuh, kita mendapati perintah ilahi: Be fruitful, and multiply, and replenish the earth(v. 1). Perintah ini diulangi sebagian dalam ayat tujuh. Jadi bagian pertama yang melarang pertumpahan darah, artinya, membunuh, dibingkai (frame) oleh pengulangan perintah untuk menghasilkan hidup.

Penulisan yang lebih besar dan rumit juga menggunakan framing. Sebagai contoh, cerita Yakub bisa dibagi kedalam lingkarang Yakub-Esau dan lingkaran Yakub-Laban. Lingkaran Yakub-Laban dibingkai (frame) oleh kunjungan Tuhan dimalam hari, pertama di Betel (Genesis 28) saat Yakub sedang meninggalkan rumah kelahirannya, dan kedua di Peniel (Genesis 32) saat dia kembali kerumah kelahirnnya. Pengamatan langsungnya adalah hal ini diletakan disana karena itulah saat mereka terjadi dan itu secara esensi benar; tapi pengamatan lebih jauh harus mempertimbangkan apa yang disumbangkan framing terhadap arti dari teks tertulis itu? Penulisnya jelas berusaha membuat pembacanya menyadari hubungan antara framing dan materi pengahalangnya.

Terkadang kita harus mendekati framing dari dalam narasi. Sebagai contoh, Kejadian 38 melaporkan cerita mengenai Judah dan Tamar. Mengapa cerita itu diletakan didalam cerita mengenai Yusuf? Cerita ini setelah cerita Yusuf dijual dan mendahului cerita mengenai Yusuf dicobai oleh istri potifar. Penulis, dalam mengatur materi, telah membingkai (frame) narasi Kejadian 38 untuk membawa signifikansinya. Maksudnya, anda harus melihat konteks untuk bisa mengerti arti dan pengaruh pasal. Sejak pertama, Judah yang memimpin saudara-saudaranya untuk menjual Yusuf, saudara termuda mereka, untuk mengakhiri mimpinya menjadi pemimpin mereka (37). Saat keluarganya sendiri, selain ketidak pedulian dan dosanya, anak termuda Judah, Peres, berusaha menjadi pemimpin (38). Cerita itu membentuk suatu teguran atas usaha Judah sebelumnya dalam menghalangi kehendak Allah. Tapi bagaimana narasi ini berkembang? Tamar menyamar sebagai pelacur dan menggoda Judah sehingga hamil. Pasal 39, Yusuf menolak godaan istri Potifar, menunjukan mengapa dia, bukan Judah, yang menjadi pilihan tepat memimpin umat Allah.

3. Chiasm, atau Inversi. Chiasm adalah pengaturan materi dalam suatu inverted parallelism untuk menunjukan cerminan setengah cerita awal dengan yang selanjutnya, dan untuk menunjukan titik balik dari cerita. Ini merupakan cara favorite dalam penulisan kritik retoris; tapi cara ini bukan mereka yang menemukan. Bullinger memiliki contoh dari bentuk penulisan ini. Anda harus berhati-hati dengan beberapa usulan pengaturan ini; sebagian dari pengaturan chiastic dicari-cari, mengeluarkan beberapa item dalam teks yang bisa merusak pengaturan.

Tapi perhatikan struktur chiastic dari Kejadian 11:1-9 berikut ini :

A Seluruh bumi satu bahasanya (1)

B maka (2)

C Berkatalah seorang kepada yang lain (3)

D Marilah, kita membuat batu bata (3)

E Kita dirikan bagi kita (4)

F Sebuah kota dengan sebuah menara (4)

        X Lalu turunlah TUHAN untuk melihat (5)

F Kota dan menara (5)

E yang didirikan oleh anak-anak manusia itu (5)

D Baiklah Kita turun dan mengacau-balaukan (7)

C mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing (7)

B disitulah

A dikacau balaukan bahasa seluruh bumi (9)

Bentuk struktur chiastic ini juga digunakan bagi seluruh cerita. Perhatikan pola dari motif dalam cerita Air Bah:

A Allah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala mahluk (6:11-13)

B Nuh membangun bahtera sesuai dengan petunjuk Tuhan (6:14-22)

C Tuhan memerintahkan masuk kedalam bahtera (7:1-9.)

D Air bah dimulai (7:10-16)

E Air bah selama 150 hari, menutupi gunung (7:17-24)

X Tuhan mengingat Nuh (8:1a)

E Air bah surut setelah 150 hari dan gunung-gunung terlihat (8:1b-5)

D Bumi kering (8:6-14)

C Tuhan memerintahkan mereka meninggalkan bahtera (8:15-19)

B Nuh membangun sebuah altar (8:20)

A Tuhan memutuskan tidak mengakhiri hidup umat manusia (8:21, 22)

4. Symmetry dan Variasi Urutan. Ada saatnya penulis akan menggunakan suatu variasi dari motif dan ekspresi sebelumnya untuk memparalelkan bagian-bagian dari teks, hal ini menambah pengertian. Sebagai contoh, Kejadian 13 menulis mengenai bagaimana Abram menawarkan Lot memilih tanah yang disukainya, dan bagaimana Lot melihat tanah sekitar Yordan, dan pergi ketimur, bermukin disebelah Sodom. Tapi bagian akhir dari pasal itu menulis perkataan Tuhan kepada Abraham, menyuruhnya melihat keseluruh arah, karena semuanya itu akan menjadi miliknya; dan memberitahu kalau Abram memindahkan tenda bermukin di Hebron. Jelas sekali, penulis membandingkan dua bagian itu untuk menunjukan apa yang dilakukan Lot, Tuhan berikan pada Abraham.

Bagian lain yang menggambarkan hal ini adalah Keluaran 13:1-16. Ayat 2 dan 3 memberikan ringkasan singkat pasal tersebut kuduskanlah anak sulungmu bagiKu dan ingatlah hari ini dengan melakukan Pesta Roti tak Beragi. Tapi perhatikan perkembangan paralel kedua bagian itu:

hari ini kamu keluar (4)

apabila TUHAN telah membawa engkau kenegeri orang Kanaan (5)

engkau harus melakukan ini: tujuh hari makan roti tak beragi (6,7)

beritahukan kepada anakmu karena TUHANlah yang menang atas Mesir (8)

hal itu akan menjadi tanda pada tanganmu, dan peringatan didahimu (9)

sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir (9)

haruslah kau pegang ketetapan ini dari tahun ketahun sejak saat ini (10)

TUHAN akan membawamu kenegeri orang Kanaan (11)

engkau harus melakukan ini: menebus seluruh anak sulung laki-laki (12,13)

katakan kepada anakmu dengan kekuatan tanganNya TUHAN telah membawa kita keluar dari Mesir (14)

hal itu akan menjadi tanda pada tanganmu, dan lambang didahimu (16)

sebab dengan kekuatan tanganNya TUHAN membawa kita keluar dari Mesir (16),

5. Repetisi Motif. Walaupun cara ini bisa diterapkan seperti yang telah disebutkan diatas, hal ini patut dibahas terpisah. Ada saatnya dalam penulisan suatu motif akan muncul berulang-ulang dalam teks, memberi keteraturan terhadap bagian itu. Sebagai contoh, didalam teka Hukum Tuhan, motif I am the LORD ditempatkan untuk menunjukan keteraturan dari materi.

Imamat 19 menunjukan pembagian structural ini (atau aslinya) dengan mengulangi ekspresi tertentu. Kelihatannya pasal itu terdiri dari dua bagian, keduanya berisi tanggung jawab sehari-hari. Bagian pertama kelihatannya berisi tanggung jawab terhadap Tuhan (1-10) dan bagian kedua tanggung jawab terhadap manusia (11-37). Enam belas pembagian paragraph ditandai oleh I am the LORD your God / Akulah Tuhan Allahmu atau I am the LORD / Akulah Tuhan. Perubahan pertama berhubungan dengan pembagian antara ayat 10 dan 11. Didalam ayat 11-37 akhir paragraph-paragraf ini menunjukan perubahan penekanan:

1-2

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

3

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

4

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

5-10

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

11-12

I am the LORD

Akulah Tuhan

13-14

I am the LORD

Akulah Tuhan

15-16

I am the LORD

Akulah Tuhan

17-18

I am the LORD

Akulah Tuhan

19-25

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

26-28

I am the LORD

Akulah Tuhan

29-30

I am the LORD

Akulah Tuhan

31

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

32

I am the LORD

Akulah Tuhan

33-34

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

35-36

I am the LORD your God

Akulah Tuhan Allahmu

37

I am the LORD

Akulah Tuhan

Tapi bahkan didalam cerita yang lebih besar dan rumit kita menemukan motif berulang yang menunjukan kesatuan dan perkembangan cerita dari satu episode yang episode berikutnya, memberikan pengertian yang lebih baik terhadap motif setiap kali muncul dalam teks. Sebagai contoh, saat saudara-saudara Yusuf menipu ayah mereka agar mengira Yusuf telah terbunuh, mereka meletakan darah anak kambing/a kid of the goats (sheir izzim) pada jubah dan mengirimkannya ke Yusuf, memintanya untuk mengenali (hakker) apakah itu memang betul jubah Yusuf (Gen. 37:31-33). Kembali ke Kejadian 27:9 Yakub telah menggunakan dua anak kambing (shene gedaye izzim) untuk menipu ayahnya. Jadi motif berulang dari penipuan mengikat cerita dan meminta komentar. Tapi juga dalam Kejadian 38, setelah Judah telah tertipu oleh Tamar, dia mengirim satu anak kambing (gedi izzim in v. 17) sebagai bayaran bagi pelayanan pelacur itu. Kemudian, saat Tamar membuka kedoknya, dia memperlihatkan cap meterai, kalung dan tongkat, memintanya untuk mengenali (hakker) apakah benar semua itu miliknya (v. 25). Judah dan saudara-saudaranya telah meminta ayah mereka untuk mengenali jubah Yusuf untuk menipu ayah mereka; Tamar meminta Judah mengenali barang-barangnya untuk membuka penipuan yang dilakukannya dan menegur Judah.

6. Kutipan-kutipan. Pada inti cerita dalam kitab ada penggunaan kutipan-kutipan langsung maupun tidak, dan terkadang kutipan-kutipan imaginary (untuk mewakili pemikiran seseorang, atau menjelaskan tindakan seseorang). Kejadian 18:16-33, sebagai contoh, sebagian besar dibangun oleh ucapan-ucapan yang dipisahkan oleh laporan cerita. Ayat 16 melaporkan kalau para malaikat bangkit dan mengarah ke Sodom. Tapi ayat 17-20 kemudian melaporkan suatu soliloquy ilahi, dan ayat 20-21 suatu ucapan kepada Abraham. Ayat 22 sekali lagi merupakan laporan cerita, memecah ucapan-ucapan: dan lalu berpalinglah orang tersebut dan pergi ke Sodom, tapi Abraham tetap bersama TUHAN. Ayat 23-32 kemudian melaporkan dialog antara Abraham dan TUHAN mengenai penghancuran orang benar bersama dengan orang jahat. Dialog ini dicatat untuk repetisi, repetisi yang penting bagi artinya, karena dia tidak bisa sampai kepada angka terakhir tanpa menguranginya secara perlahan. Cerita itu ditutup dengan laporan lalu TUHAN pergi (v. 33).

Dialog dan ucapan-ucapan membentuk bagian yang penting bagi penulisan cerita. Tentu saja, mereka membentuk substansi dari ucapan nubuat leluhur. Tapi dalam suatu dialog atau ucapan dalam cerita biasanya memberi arti bagi keseluruhan cerita. Sebagai contoh, pada bagian diatas, ketiga ayat yang memberi laporan cerita itu hampir tidak memiliki arti jika bukan bagi soliloquy, ucapan, dan dialogue.

7. Subordinate Clauses dan Parenthetical Descriptions. Komentar Editorial membentuk bagian penting bagi cerita Ibrani; mereka memberikan penafsiran, penjelasan atau komentar dari penulis. Setiap orang yang terbiasa dengan tulisa kitab Raja-raja dimana penulisnya terus memberitahu pembacanya apakah sang raja berbuat yang benar atau tidak. Hal itu menyediakan informasi bagi pembaca untuk merespon cerita dengan benar.

Tapi dalam eksegesis Ibrani ada banyak kesempatan dimana parenthetical clause, atau suatu gambaran, memberikan suatu penafsiran yang lebih kabur. Sebagai contoh, saat Lot memilih untuk bermukim di Sodom, cerita itu menjelaskan, adapun orang Sodom sangat jahat dimata TUHAN (Gen. 13:12). Dampak dari komentar dari cerita diserahkan kepada pembacanya. Walau hal itu tidak membentuk bagian utama dari struktur sehingga memperluas cerita, tapi berkontribusi terhadap arti. Atau saat Simeon dan Lewi mulai membuat perjanjian dengan Shechemites dalam Kejadian 34, narrator menjelaskan kalau mereka menjawabnya dengan tipuan, melihat Schechem telah menodai Dinah (v. 14). Penjelasan kecil itu menyadarkan pembaca akan nature dari perjanjian itu, dan memberikan pendapat narrator terhadap kejadian itu. Atau diseluruh karya tulis, seperti kitab Yunus, penulisnya terus menggunakan subordinate clauses untuk memberi arti pada struktur. Sebagai contoh, dalam sesuatu yang begitu sederhana seperti laporan kalau Yunus pergi ke Joppa dan mendapatkan kapal menuju ke Tarsis (cerita), klausa to flee from the presence of the LORD / untuk lari dari hadapan TUHAN dan frasa ulangan from the presence of the LORD / dari hadapan TUHAN, ada untuk menjelaskan klausa utama (1:2). Jadi, dengan mengerti materi subordinate dan parenthetical bisa memampukan kita untuk memisahkan struktur, dan menafsirkannya dengan lebih tepat.

Tekstur

Tekstur berurusan dengan gaya atau susunan teks itu sendiri, pekerjaan tingkat yang lebih rendah - syllables, kata-kata, kalimat-semua yang membuat cerita. Hal ini dikerjakan tanpa mengatakan kalau semua hal dalam suatu komposisi itu penting, terutama dalam Alkitab, karena itu hanya sebuah seni tulis. Sayangnya, para pengkhotbah dan pengajar terlalu sering menunjukannya. Baru-baru ini saya mengalami pengalaman yang tidak mengenakan, melihat seorang pengkotbah televisi sedang beraksi. Berkotbah mengenai Yusuf sampai berkuasa di Mesir melalui menafsirkan mimpi, dia berkata, Itu cerita yang panjang Saya tidak mau membuat anda bosan dengan detilnya. Hal yang ditunjukannya adalah materinya, sebagian besar nasihat dan ilustrasi, lebih penting daripada teks itu. Banyak ekspositor mungkin tidak berkata seperti itu, tapi mereka sebenarnya tunduk pada pemikiran seperti itu, karena eksposisi mereka tidak berdasar atas teks itu. Maksud kami, Tuhan memberi kita detil nya karena semua itu penting untuk mengerti unit itu. Semakin banyak kita buka, semakin memperkaya pengertian kita

1. Paronomasia dan Phonetic Word Plays. Melalui perlengkapan ini para penulis menekankan dan menfokuskan perhatian pembaca terhadap maksud penting yang ada dalam teks. Kita bisa membuat suatu perbedaan teknis dimana paronomasia adalah suatu permainan kata yang melibatkan suara dan rasa, bagi kata-kata yang digunakan serumpun; sedangkan phonetic word play hanya melibatkan suara. Ada juga beberapa permainan kata yang hanya melibatkan rasa bukan suara. Secara umum, seluruh tipe bisa dikelompokan sebagai permainan kata, dan signifikansinya dalam setiap kasus bisa dijelaskan lebih jauh.

Permainan kata biasanya muncul dalam memberi nama cerita dalam penulisan cerita, maksud dari permainan kata adalah menekankan arti penting yang ada dalam cerita. Sebagai contoh, dalam Kejadian 16 kita melihat cerita mengenai Sarah memberi Hagar kepada suaminya untuk mendapat seorang anak. Pada akhir cerita, TUHAN menyelamatkan Hagar dipadang gurun dan bernubuat mengenai anaknya, memberinya nama Ismael dengan penjelasan, bahwa TUHAN mendengar (shama) penderitaannya (v. 11). Dia berespon dengan menamakan Tuhan El roi, Tuhan yang memperhatikan aku, dan menamakan tempat itu, Beer lakhay roi, sumur Tuhan yang hidup yang memperhatikan aku. Permainan kata pada nama ini menfokuskan perhatian pembaca pada fakta bahwa Tuhan mendengar dan Tuhan memperhatikan, artinya, Tuhan mampu menyelamatkan manusia dari penderitaan mereka. Karena hal ini berasal dari Tuhan yang menyatakan diri (dalam cerita ini melalui ucapan), dan karena perkataan Tuhan merupakan klimaks dari cerita pengusiran Hagar yang harus kembali ketuannya memberi pelajaran (dan teguran) bagi Abram dan Sarai. Apakah ada yang heran, saat anak mereka Ishak merenung di Beerlahayroi (24:62); dan saat istrinya mandul, dia berdoa bukannya berencana dan TUHAN menyediakan anak (25:21)?

Tapi permainan kata tidak terbatas pada penamaan. Pada cerita mengenai Yakub dan Esau cerita mempergunakan banyak permainan kata. Sebagai contoh, didalam Kejadian 25:27 Esau digambarkan sebagai pemburu yang hebat (tsayid); tapi kemudian didalam ayat 29 Yakub memasak (wayyazed) kacang merah (nazid). Penulisa membandingkan keduanya melalui permaian suara, karena kata-katanya tidak berhubungan. Tapi maksudnya adalah Yakub juga seorang pemburu, meletakan perangkap bagi saudaranya yang akan datang memakan umpan itu.

2. Double entente. Contoh ini membawa kita kewilayah lain dari seni tulis sebuah bagian, yaitu, kemenduaan teks yang disengaja melalui kata-kata yang memiliki arti ganda. Pada Kejadian 25:29 arti penting lain bisa terlihat dalam pemilihan kata kerja zid, walau kata itu memang memiliki arti to boil, kata itu juga digunakan untuk menggambarkan kegiatan mencurigakan (maksud memasak air diujung mewakili seseorang yang melangkahi batas). Jadi konotasi dari kata itu dan suara dari kata itu lebih dari denotasi boil.

Satu contoh mengenai kemenduaan yang disengaja bisa terlihat dalam Yunus 4:6 disana TUHAN membuat sebuah pohon tubuh menutupi kepala Yunus to deliver him from his evil plight (meraato). Apakah kata raa ini merujuk kepada tindakan marah Yunus (it was very evil [wayyera] to him, 4:1), atau matahari bersinar terik pada kepalanya, atau keduanya? Saya cenderung melihat kalau kata itu merujuk pada keduanya, karena kata itu telah digunakan dibagian yang menunjukan prilaku Yunus, tapi konteksnya menunjukan kalau panas mataharinya yang dirujuk.

Ada saatnya penulis menggunakan kata yang sama atau kata-kata dalam rasa yang berbeda. Sebagai contoh, dalam Kejadian 40 Yusuf dipanggil untuk menafsirkan mimpi dari pelayan minum dan roti. Penafsiran pertama adalah Firaun akan Lift up your head (yissa et rosheka), suatu pemulihan jabatan (v. 13); tapi penafsiran berikutnya adalah Firaun akan lift up your head (yissa et rosheka) from you, artinya, menghukum mati. Hal ini menggabungkan dua penafsiran bersamaan melalui pengulangan kata, tapi bermain pada arti yang berbeda untuk menunjukan perbedaan. Maksudnya seperti menjadi sebagian dari bukti kemampuan Yusuf menafsirkan mimpi yang kelihatannya sama tapi memiliki arti yang berbeda.

3. Repetisi. Seharusnya sudah jelas, diinti pelajaran mengenai tekstur ada repetisi kata-kata penting yang ada dalam cerita, mazmur, atau nubuat. Ini bisa diulangi dalam pengertian yang sama, memberi arahan pada struktur, atau diulangi dalam pengertian yang berbeda. Sebagai contoh, dalam cerita mimpi Yusuf tentang masa depannya (Genesis 37:1-11), tiga kali teks ini menjelaskan kalau saudara-saudaranya membenci dia (wayyisneu dalam ayat 4; dan wayyosipu od seno dalam ayat 5 dan 8). Repetisi ini mengarahkan ekspositor kemaksud dari episode tersebut. Secara tidak disengaja, antonym dari kata kerja ini, ahab, kelihatannya mengarahkan kebencian, karena bagian itu dimulai dengan menyatakan kalau Yakub lebih mengasihi Yusuf daripada anak-anaknya yang lain.

Jika repetisi muncul diantar bagian, maka suatu jahitan muncul dimana naratornya ingin pembacanya melacak hubungan itu. Suatu analisa dari kitab Mazmur menunjukan hal ini ini merupakan bagian dari pola pengaturan (seperti yang akan dibahas dalam pelajaran ini). Tapi dalam cerita, salah satu contoh jelas ada dalam cerita mengenai Yusuf. Saudara-saudara Yusuf membencinya dan tidak bisa berbicara damai (leshalom) padanya (37:4); tapi kemudian bagian berikut dimulai dengan Yakub mengirim Yusuf menemukan keadaan baik (shelom) saudara-saudaranya. Penulisa ini telah mempersiapkan pembacanya akan kegagalan misi ini melalui repetisi kata.

Terkadang repetisi memakai suatu belitan ironis. Pada Kejadian 12:10-20 kita melihat cerita mengenai penipuan Abram mengenai istrinya Sarai. Pada ayat 13 dia menyuruh istrinya mengatakan kalau dia adalah saudaranya, in order that it might go well /agar dia selamat (yitab) melalui perkataan istrinya. Tapi saat istrinya diambil darinya, teks itu berkata kalau Firaun treated him well/ memperlakukannya dengan baik (hetib), memberinya berbagai macam benda sebagai semacam mas kawin. Repetisi ironis dari kata kerja yatab menunjukan kalau rencananya menjadi bumerang.

4. Allusion dan Foreshadowing. Melalui pemilihan kata yang hati-hati penulis bisa merujuk pada peristiwa sebelumnya (allusions), atau mengantisipasi peristiwa dimasa depan dari sudut pandang teks itu (foreshadowing). Allusion bisa dipengaruhi hanya dengan menggunakan satu kata yang sudah dikenal dengan baik dari konteks lainnya. Pemazmur, para nabi, dan narrator semuanya menggunakan allusions. Pengidentifikasian allusions dibutuhkan agar pembaca atau pendengar bisa terbiasa dengan yang dirujuk. Sebagai contoh, dalam Keluaran 1:7 teksnya mengatakan betapa orang Israel beranak cucu dibawah penindasan Mesir: the Israelites were fruitful (paru) and increased abundantly (wayyisresu), and multiplied (wayyirbu) and became very, very mighty (wayyaatsmu bimod meod). Kata-kata yang digunakan disini diambil dari Kejadian 1:28 dan 1:20, perintah untuk be fruitful dan multiply, dan perintah kalau bumi swarm dengan mahluk-mahluk hidup. Maksud dari allusion adalah untuk menunjukan kalau rencana Tuhan bagi ciptaan sedang dikembangkan dalam pembentukan ciptaan baru, Israel.

Cerita dalam Kejadian 12:10-20 adalah contoh yang baik dari foreshadowing dalam seni cerita. Menurut penjelasannya, terjadi bencana diwilayah itu, Abram pergi ke Mesir, dia menghadapi kemungkinan pria dibunuh dan wanita diambil, istrinya ditawan, TUHAN menyelamatkan mereka dari bencana, Firaun memanggil Abram, dan membiarkan mereka keluar, dan mereka keluar dari Mesir dengan kekayaan. Semua hal ini memiliki paralelnya dalam pengalaman penawanan dan keluarnya Israel dari Mesir, sampai penggunaan kata-kata yang identik. Kelihatannya Kejadian 12:10-20 ditulis dengan peristiwa dimasa depan sudah ada dipikiran; dengan kata lain, penulis, telah mengetahui pengalaman sebelumnya (siapa lagi yang lebih mengetahuinya selain Musa?), memilih cerita leluhur dimasa lalu menjadi latar belakang pengalaman Israel di Mesir tapi sama sekali tidak mengarang cerita. Dia melakukan itu untuk menunjukan kalau pengalaman sebelumnya merupakan suatu pertanda dari pengalaman Israel, menunjukan kalau Tuhan akan menyelamatkan mereka.

5. Notional Features.15 Sekarang kita harus melihat penggunaan notional features didalam kalimat-kalimat suatu cerita. Disini kita tertarik melihat latar belakang, rujukan, tindakan, dan ide saat semua itu muncul dalam teks. Hal ini membutuhkan penelitian gramatikal, kosa kata, struktur kalimat, dan pengaturan paragraph. Analisa ini penting karena seringkali ekspositor tidak tahu apa yang ditekankan oleh cerita, terutama jika itu merupakan suatu cerita yang panjang dan berkembang. Prosedur berikut bisa membantu.

Langkah pertama adalah mendaftar setiap mahluk, objek dan tempat yang disebutkan dalam cerita (disebut referential taxonomy). Segala hal yang memainkan peran dalam cerita, sehingga tidak ada yang dikeluarkan.

Langkah kedua adalah mendaftarkan setiap cara dimana suatu mahluk, objek atau tempat dirujuk disepanjang teks. Suatu pelajaran mengenai referential variants biasanya untuk menyatakan petunjuk mengenai gaya penulis dan berguna dalam menentukan tema suatu bagian. Sebagai contoh, dalam Kejadian 4 Habel dirujuk tujuh kali dengan Habel dan tujuh kali dengan saudaranya [Kain], penekanan lebih lanjut adalah pembunuhan itu adalah dosa terhadap saudaranya.

Langkah ketiga adalah menentukan apa yang sering digunakan dalam cerita itu (maksudnya, analisa materi secara statistik). Disini anda akan membedakan fungsi dari rujukan dalam tata bahasa. Apakah rujukan itu digunakan dalam struktur kalimat utama dari cerita, atau dalam subordinate clauses, atau dalam kutipan? Langkah ini bisa ditentukan oleh hal ini, karena subjek dari suatu kalimat lebih penting daripada objek (jadi Kain lebih penting bagi cerita itu daripada Habel), rujukan yang secara eksplisit disebutkan lebih penting daripada yang dirujuk melalui suatu suffix atau suatu pronoun, dan rujukan dalam suatu kalimat non-quotative lebih penting bagi struktur cerita daripada rujukan dalam kutipan. Hal ini dilakukan agar eksegetor belajar siapa atau apa yang dianggap penulis sebagai karakter yang terpenting) atau item dalam cerita.

Langkah keempat adalah membuat suatu ringkasan dari line-event statement dalam teks. Artinya memetik dari teks seluruh pernyataan yang memajukan cerita dalam tindakan dan waktu serta menyatakan kembali semua itu dalam satu daftar terpisah secara berurut sesuai diperkenalkannya mereka kedalam teks (terkadang sentence diagramming bisa dipakai). Beberapa hal secara otomatis dikeluarkan disini: Petunjuk mengenai peristiwa sebelumnya, materi pendukung atau penjelas, materi non-kejadian seperti proposisi keberadaan dan pernyataan proyeksi atau peristiwa yang tidak terwujud, dan komentar narrator. Sekarang anda harus berhati-hati, karena urutan cerita dalam Ibrani, dibentuk dengan berderet-deret dan preterite, tidak selalu digunakan untuk membawa garis cerita kedepan; hal ini bisa menjadi subordinated preterite lainnya. Sebagai contoh, Kejadian 3:6 seharusnya diterjemahkan, When she saw (wattere) she took (wattiqakh).

Langkah kelima adalah petakan kata-kata kerja dari cerita. Cocokan kata kerja dengan subjeknya untuk melihat subjek apa yang paling dinamis dalam cerita. Sebagai contoh, dalam Kejadian 1:1 - 2:3 Tuhan adalah subjek dari kata kerja to say, to see, to create, to name, to make, to bless, to separate, to rest, to place, to finish, dan to sanctify. Tidak ada subjek lain yang memiliki kata kerja sebanyak ini. Tuhan jelas menjadi tema utama dari cerita. Hal ini akan menjadi jelas disetiap pembacaan pasal ini; saya hanya menggunakan satu pasal yang jelas sekali memperlihatkan bagaimana cara kerjanya sehingga bisa diterapkan kepasal lainnya, yang kurang jelas.

Langkah keenam adalah temukan rujukan tematik dalam cerita. Rujukan tematik adalah karakter atau item yang dirujuk lebih dari satu episode dan merupakan subjek dari setidaknya satu baris peristiwa kata kerja. Sebagai contoh, dalam Kejadian 4 Habel merupakan rujukan tematik. Dia merupakan subjek dari kata kerja brought dalam ayat 4, tapi diluar dari kenyataan hanya dia yang dirujuk, atau subjek dari suatu stative verb.

Terakhir, seluruh materi ini harus dikorelasikan dengan penemuan-penemuan dari penelitian tentang repetisi dalam teks untuk menentukan tema. Pada cerita penciptaan ada duabelas kata kerja atau struktur yang berpusat pada kata kerja diulangi diseluruh cerita. Kata wayehi ken, and it was so, yang sudah dikenal muncul sekali diepisode dua, dua kali diepisode tiga, sekali diepisode empat, dan dua kali diepisode lima, tiga kali diepisode enam, dan sekali diepisode tujuh. Membuat tabel dimana ide yang berpusat pada kata kerja diulangi dipusatkan kita bisa menentukan penegasan tema cerita. Pada cerita penciptaan hal ini ada diepisode enam, penciptaan manusia. Bahkan ekspresi yang diulang, there was evening and there was morning, a first day, pada enam episode, ditegaskan dalam episode keenam karena hanya disitu ada artikel yang digunakan berhubungan dengan angka ordinal - the sixth day. Pada cerita penciptaan episode enam menonjol karena memiliki delapan repetisi yang ditegaskan didalamnya. Episode kedua terpenting adalah episode tiga. Episode ini penting karena dalam struktur cerita, hari pertama berparalel dengan hari keempat, hari kedua berparalel dengan hari kelimat, dan hari ketiga berparalel dengan hari keenam, masing-masing memuncaki dua sisi perkembangan dari cerita untuk memperbaiki kerusakan (days 1-3) dan kekosongan (days 4-6).

Tema yang ditegaskan dari teks berkonsentrasi pada episode keenam. Hal ini tidak berarti kalau pasal selanjutnya bersifat sekunder, atau ada dibawahnya; maksudnya, bahwa didalam pengkalimatan tema bagi seluruh cerita kita perlu menfokuskan perhatian kita pada panel itu. Dan hal itu juga diharapkan dari eksegesis seterusnya, karena panel itu mencatat perintah terhadap umat manusia yang akan dikembangkan diseluruh Pentateuch. Maka eksposisi akan berfokus pada Tuhan menciptakan umat manusia dan perintahnya untuk beranak cucu dan mendominasi ciptaanNya yang diberkati, dicipta dan dikuduskanNya.

6. Adegan. Jika kita sedang menganalisa cerita dalam tulisan narasi, maka akan ada adegan dalam perkembangan cerita. Hal ini lebih mudah dikenali melalui perubahan karakter, perubahan latar belakang, atau perubahan tindakan. Tidak semua memiliki tanda structural yang jelas seperti yang dimiliki cerita mengenai penciptaan, tapi biasanya cukup jelas untuk mengenali adegan. Sebagai contoh, dalam cerita Kejadian 27 kita memiliki adegan yang ditandai dengan jelas melalui perubahan karakter: Ishak mengirim Esau berburu untuk mendapat berkat, Rebeka mempersiapkan Yakub untuk penipuan, Yakub menipu Ishak untuk mendapatkan berkat. Esau kembali untuk mendapatkan berkatnya dari Ishak, Rebeka menasihati Ishak untuk mengirim Yakub sejauh mungkin, Ishak mengirim Yakub keluar dengan berkat (27:1-28:9). Hal yang menarik dalam cerita ini adalah tidak lebih dari dua orang dalam keluarga itu yang bersama dalam satu adegan. Adegan yang pertama dan terakhir berparalel dimana Ishak mengirim keluar anaknya, dan pertama untuk berburu dan akan diberkati, dan kedua dengan berkat itu. Pada pusat cerita ada dua paralel adegan pemberkatan, pertama tentang Ishak memberkati Yakub tanpa sadar, dan berikutnya mengenai Ishak memberikan Esau berkat yang lebih rendah. Didalam suatu bagian seperti ini analisa subjek dan baris kata kerja utama akan berbeda dari adegan ke adegan, tapi pola paralel antar adegan akan menunjukan penekanan dari narator.

7. Bahasa Puisi. Didalam mempelajari narasi Ibrani penting untuk mengerti bahasa puisi yang digunakan untuk menangkap maksud dramatisnya. Singkatnya, bahasa kiasan tinggi digunakan untuk mengkomunikasikan maksudnya, karena penulis berusaha membuat pembacanya hidup dalam imajinasi cerita itu. Ada saatnya bahasa itu terlihat rahasia karena cukup begitu saja dikatakn untuk menyatakan maksud, dan sisanya diserahkan kepada pembaca untuk diimajinasikan. Perhatikan pernyataan klasik dalam Kejadian 31:2: And Jacob saw the countenance of Laban, and indeed it was not toward him as before. Ada saatnya kita menemukan ekspresi seperti the voice of the blood of your brother cries out from the ground (Gen. 4:10), dan sin is couching at the door (Gen. 4:7), dan Why has your face fallen? (Gen. 4:6). Bahasa kiasan seperti itu menghidupkan narasi dalam imajinasi dan ingatan pembaca. Saya menggunakan contoh-contoh ini untuk menunjukan apa yang sering disebut tulisan narasi juga penuh dengan kiasan. Anda perlu menguasai keahlian mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menafsirkan kiasan untuk mengerjakan bagian Alkitab manapun.

Kritik Genre

Kualifikasi

Bersama dengan Kritik Bentuk sehingga para sarjana Alkitab disadarkan terhadap bentuk penulisan berbeda yang digunakan dalam Alkitab. Mempelajari struktur dan komposisi suatu tulisan, kritik bentuk bisa memisahkan tipe penulisan yang berbeda. Sekarang ini genre telah menjadi penting dalam penyelidikan tulisan dimana sarjana Alkitab sering menggunakan genre dalam menafsirkan teksnya.

Sayangnya, dalam prakteknya, identifikasi bentuk digunakan oleh beberapa kritik untuk menjawab pertanyaan mengenai historitas. Bagi Gundry, mengidentifikasi cerita Orang Bijak dalam Matius dimana midrash Yahudi berakhir dengan pertanyaan apakah orang majus itu memang ada. Bagi Leslie Allen, mengidentifikasi Yunus sebagai perumpamaan menyingkirkan perlunya menemukan hubungan histories dengan Niniwe atau mempertahankan episode dengan ikan. Pada kedua kasus kita akan mengatakan jangan terburu-buru. Pertama, ada pertanyaan penting mengenai kriteria yang mereka gunakan dalam mengidentifikasi genrenya, karena kita tahu bentuk yang dimiliki midrash dan perumpamaan dan cerita diatas tidak masuk kedalam kriteria mereka. Kedua, klasifikasi suatu genre tidak berarti peristiwa itu tidak terjadi. Jika Orang Bijak adalah suatu midrash, penceritaan cerita dalam bentuk itu akan memiliki tujuan menyatakan beberapa peristiwa atau teks. Jadi penggunaan penelitian mengenai genre masih dipertanyakan.

Penelitian Genre penting untuk eksegesis lengkap dari teks, tapi ada beberapa persyaratan. Pertama, anda harus tahu kalau adanya banyak perdebatan mengenai apa itu genre yang sebenarnya, dan apakah itu bisa diidentifikasi dengan benar, apakah itu memang sangat membantu.

Kedua, genre berkaitan dengan bentuk penulisa dan tidak bisa digunakan untuk menentukan historitas. Sebagai contoh, suatu essay bisa merupakan fakta atau fiksi. Suatu drama bisa histories atau non-historis. Alegori bisa menggunakan peristiwa nyata atau fiksi. Hanya saat genre secara spesifik membatasi natur dari materi dia bisa berbicara mengenai masalah historitas, tapi pembatasan itu berasal dari substansi materi, bukan dari bentuk itu sendiri (sebagai contoh, dongeng). Suatu cerita adalah cerita; bisa mengenai William the Conqueror atau St, George and the Dragon.

Ketiga, penentuan genre melibatkan logika sikular. Kita menggunakan genre untuk menentukan penafsiran dari suatu bagian, tapi kita menggunakan eksegesis dari bagian itu untuk mengidentifikasi genre. Tapi ada checks and balances, jika kita dengan hati-hati menggunakannya, bisa sampai pada kesimpulan yang akurat. Bagaimanapun juga, jika seorang penulis mengklasifikasi suatu bagian menurut genre tertentu, tapi harus menghapus atau mengabaikan bagian tertentu dalam cerita yang tidak sesuai dengan genrenya, atau mengabaikan bentuk-bentuk dari genre, maka klasifikasinya harus ditolak. Sebagai contoh, Yusuf sering diklasifikasikan sebagai seorang pahlawan, dan cerita Yusuf adalah tulisan mengenai kepahlawanan. Tapi Yusuf tidak pernah mempertaruhkan segalanya dalam suatu tindakan heroik yang menjadi salah satu bentuk dari tulisan kepahlawanan. Sebaliknya, cerita Yakub masuk kedalam pola komedi (dalam pengertian Yunani), terutama berkaitan dengan penipuan yang Yakub lakukan, tapi berakhir dengan baik pada akhirnya. Atau, jika penulis itu berusaha mengidentifikasi suatu genre tanpa contoh lain dari genre itu, seluruh klasifikasi dipertanyakan. Sebagai contoh, Westermann didalam tafsiran Kejadiannya mengatakan kalau Kejadian 29 adalah sebuah cerita pengganti tua yang sudah umum didunia masa lalu. Tapi dia tidak memberi contoh dan tidak ada petunjuk terhadap pernyataannya.

Keempat, kita tidak selalu bisa mengklasifikasikan suatu bagian menurut genrenya, apakah itu sebuah mazmur atau narasi. Kita bisa menggambarkan apa kira-kira bentuk dan fungsi dari bagian itu, dan memberi nama, tapi tanpa bisa menemukan paralelnya kita tidak bisa benar-benar memiliki suatu tipe tulisan.

Dan kelimat, mempelajari bentuk harusnya berkaitan dengan fungsi. Itu maksud utama dari genre. Jika kita memiliki suatu narasi Alkitab yang masuk kedalam bentuk tertentu, maka bentuk itu akan membawa hal yang ada diluar laporan yang telah terjadi dalam narasi itu-hal itu menangkap elemen pengajaran dalam cerita tersebut. Kita bisa berulang-ulang membaca cerita tentang pemeliharaan dipadang belantara dalam kitab Keluaran dan Bilangan; tipe cerita ini dengan struktur dan motifnya yang mirip mempersiapkan pembaca melihat pesannya. Anda akan menemukan kalau lebih mudah mengidentifikasi bentuk dan fungsi dari perbedaan tipe mazmur dari pada narasi. Tapi beberapa contoh yang membantu bisa ditemukan dalam G. Herbert Livingston, The Pentateuch in Its Cultural Environment (Grand Rapids: Baker, 1974).

Klasifikasi

Setiap orang yang membaca Perjanjian Lama sadar akan adanya Puisi, Nubuat, Hukum, dan Narasi. Klasifikasi ini mempersempit pembahasan, tapi tidak memberikan arahan tertentu bagi eksegesis.

Bagi mazmur kita bisa melihat perbedaan tipe: mazmur ratapan individu, mazmur ratapan nasional, mazmur pujian deskriptif, mazmur pujian deklaratif, dan banyak lagi yang lain (yang akan anda pelajari). Setiap klasifikasi memiliki suatu pola yang berbeda tapi tidak pernah merupakan stereotype, dan terminology serta motif yang berbeda. Bentuk yang umum digunakan biasanya menunjukan fungsi. Jika suatu mazmur ratapan menulis tentang tangisan dari penderitaan fisik, maka kita bisa mengidentifikasi tipe situasi dan fungsi dari doa itu. Atau, jika ada suatu mazmur pujian karena menang dalam peperangan, kita bisa memastikan latar belakang kehidupan Israel, dan bagaimana pujian itu berfungsi dalam ibadah jemaat.

Sama juga dalam genre tulisan lain kita memiliki tipe tertentu. Pada tulisan narasi ada perdebatan besar mengenai tipe, tapi disini bukan tempatnya untuk membahas seluruh materi itu. Tapi kategori seperti narasi, cerita (jika dipisahkan dari ide fiksi), episode dan lainnya bisa sangat berguna, karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Suatu narasi seharusnya memiliki ketegangan dimana bagian itu menelusuri peristiwanya sampai kepada suatu resolusi. Jika narasi itu merupakan bagian dari suatu cerita yang self-contained, seperti cerita Yusuf, atau kitab Rut, maka cerita lengkapnya akan memiliki suatu plot seperti itu. Ada juga unit yang lebih kecil: genealogi, laporan kelahiran, laporan pemakaman, itinerary, pengembaraan dipadang belantara, narasi pidato, dan lainnya. Bahkan didalam tipe genealogi kita menemukan sub-categories: vertical genealogies dan horizontal genealogies. Yang pertama melacak garis keturunan (Genesis 5 and 11), dan yang kedua melacak bangsa-bangsa keturunan (Genesis 10). Mereka jelas memiliki struktur dan fungsi yang berbeda.

Saat anda menelusuri bagian itu, anda akan berjumpa dengan pembahasan mengenai genre masing-masing bagian. Beberapa pembahasan akan menolong, dan sebagian lagi tidak. Anda harus mengevaluasi usulan-usulan itu, dan jika mereka ada dibawah penyelidikan seksama, maka anda harus menentukan apakah mereka bisa membantu eksegesis. Sebagai contoh, kebanyakan pelajar Alkitab mengetahui tentang perbandingan Hittite suzerainty treaties dan Israels Sinaitic covenant, terutama Decaloguenya. Penggunaan genre ini memberi kita pengertian dan penghargaan terhadap teks tersebut. Sebaliknya, klasifikasi dari cerita penciptaan sebagai suatu mitos, sama seperti mitologi Timur Dekat kuno lainnya, sangat bermasalah. Hal itu mengharuskan kita mengerti apa mitos itu sebenarnya, dan yang dilakukannya dan disini ada beberapa kesulitan besar. Walau kita mau mengakui kalau Kejadian 1:1 - 2:3 terutama sekali suatu perjanjian teologis, masalah kebenaran menjadi pusat pembahasannya. Hal yang sama bisa terjadi dengan cerita Air Bah. Walau banyak yang ingin memperlakukannya sebagai mitos, sebagian dari kita tetap bertanya apakah memang ada air bah, kejatuhan, atau menara Babel. Jika klasifikasi sebagai mitos digunakan untuk mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan itu, atau membuat penolakan terhadap fakta Alkitab bisa diterima, maka klasifikasi mitos tersebut tidak memuaskan.

Harus dikatakan bahwa suatu bagian bisa dimengerti diluar klasifikasi genre; tapi dalam banyak kasus ada hal tertentu yang bisa menambah pengertian kita akan teks. Sebagai contoh, Mikah 1:10-16 telah diklasifikasikan sebagai sebuah Klagelied, suatu nyanyian pemakaman terhadap kota-kota di Shephelah (lowlands). Ini dikarakterisasikan oleh pengumuman kehancuran akibat invasi terhadap kota-kota ini, masing-masing kota menerima satu permainan kata pada namanya untuk menunjukan kalau itu merupakan pertanda. Ini ditulis dalam suatu ukuran yang menandai kalau lagu-lagu itu, dan permainan kata pada nama-nama kota memiliki kekuatan pengingat bagi pendengar sehingga tidak pernah bisa dilupakan. Sebuah paralelnya adalah Yesaya 10:27-34. Menuliskan mengenai invasi yang sama, tapi berkonsentrasi pada bagian utara yang berasal dari gunung sampai ke Yerusalem. Ini juga bermain pada nama kota dengan permainan kata yang jelas, menunjukan kalau nama-nama itu sendiri berbicara mengenai invasi. Sekarang, didalam membaca Alkitab kita bisa belajar kalau ada invasi yang akan datang dan kota-kota akan dihancurkan. Tapi dengan menganalisa genre melalui perbedaan bentuk kita menangkap kekuatan cara pengekspresian ini, dan kemudahan mengingat melalui perbedaan bentuk dari lagu kematian ini. Tidak ada bagian lain dalam Alkitab yang berbentuk sama seperti kedua ini, walau para nabi berulang kali bermain pada arti dari nama.

Kesimpulan

Tulisan dalam bagian ini secara singkat telah membuka pembahasan mengenai kritik retoris dan genre. Sekarang sudah jelas kalau Alkitab adalah suatu seni tulis, histories dan kebenaran teologis. Para penulis menggunakan seluruh aturan dalam menformulasi dan mengekspresikan pesan mereka. Tapi seni tulis ini tidak hanya ornamental semata; hal ini menjadi bagian dari arti keseluruhan teks, dan harus dimasukan dalam eksegesis dan eksposisi dari teks tersebut.


1 Ini merupakan salah satu penekanan dari kritik kanonikal; lihat Brevard S. Childs, Introduction to the Old Testament Scriptures (Philadelphia: Fortress Press, 1979).

2 James Muilenberg, Form Criticism and Beyond, JBL 88 (1969):1-18.

3 Tulisan yang sangat membantu: lihat J. P. Fokkelman, Narrative Art in Genesis and Narrative Art and Poetry in the Books of Samuel: King David; John Barton, Reading the Old Testament: Method in Biblical Study; and John H. Patton, Rhetoric and Biblical Criticism, QJS 66 (1980):327-337.

4 Setiap penulis menekankan aspeknya masing-masing dalam analisa tulisa. Sebagai contoh, lihat S. Bar-Efrat, Some Observations on the Analysis of Structure in Biblical Narrative, VT 30 (1980):154-173; Mary Savage, Literary Criticism and Biblical Studies: A Rhetorical Analysis of the Joseph Narratives, in Scripture in Context, edited by Carl D. Evans, William H. Hallo, and John B. White (Pittsburgh: The Pickwick Press, 1980); and Roy F. Melugin, Muilenberg, Form Criticism and Theological Exegesis, in Encounter with the Text, edited by Martin J. Buss (Philadelphia: Fortress Press, 1979).

5 Untuk pendahuluan yang baik, lihat Robert Alter, The Art of Biblical Narrative (New York: Schocken Books, 1979).

6 Lihat Michael Fishbane, Text and Texture: Close Readings of Selected Biblical Texts (New York: Schocken Books, 1979).

7 Lihat Michael Fishbane, Text and Texture: Close Readings of Selected Biblical Texts (New York: Schocken Books, 1979).For samples of writings of literary scholars, see Kenneth R. R. Gros Louis, ed., Literary Interpretations of Biblical Narratives (Nashville: Abingdon, 1974).

8 James Muilenberg, A Study of Hebrew Rhetoric: Repetition and Style, VTS 1 (1953):97-111.

9 Karya dari Phyllis Trible, Texts of Terror (Philadelphia: Fortress Press, 1984), bisa menggambarkan hal ini. Trible memiliki pengertian yang sangat baik dari teks bagian tertentu, tapi sangat sedikit berusaha mengartikulasikan arti dari unit itu diluar penggunaannya dalam mempelajari wanita yang terancam (yang, untuk adilnya, merupakan tujuannya).

10 Jika anda ingin melihat masalah Kejadian 1-11 dibahas, lihat Walter C. Kaiser, The Literary Form of Genesis 1-11, in New Perspectives on the Old Testament, edited by J. Barton Payne (Waco, TX: Word Books, 1970), pp. 48-65.

11 Tapi kita harus ingat kalau Tawarik adalah tulisan tambahan bagi kitab Samuel dan Raja-raja, maka itu tidak ada usaha untuk menutupi dosa Daud, karena pembaca dapat melihatnya ditempat lain. Tawarik memiliki tujuannya sendiri, dan itu tidak membutuhkan cerita itu diulangi lagi.

12 Itu bukan iman yang naif yang membawa kepada pandangan kalau semua peristiwa itu muncul, tapi suatu konsistensi logis dalam penafsiran Alkitab, demikian juga suatu penolakan terhadap dikeluarkannya materi secara subjektif dan semena-mena oleh teolog modern hanya karena tidak cocok dengan sistem atau pendekatannya.

13 Awalnya, lihat Kenneth Kitchen, Ancient Orient and Old Testament (Chicago: InterVarsity Press, 1966), pp. 135-138.

14 Franz Delitzsch, A New Commentary on Genesis, translated by Sophia Taylor (Edinburgh: T. & T. Clark, 1888), p. 238.

15 Saya berhutang banyak dalam bagian ini kepada Robert Bergen, yang membaca suatu tulisan di regional Society of Biblical Literature in March, 1983, diberi judul, A Proposed Discourse Critical Methodology for Use with Hebrew Narrative Material.

Related Topics: Bible Study Methods

5. Risalah Puisi

Definisi

Penyelidikan mengenai risalah puisi akan melibatkan lebih dari sekedar kiasan yang digunakan dalam Alkitab, karena sebelum kita bisa mengerti lebih baik dan menghargai sepenuhnya ragam kata yang digunakan oleh para penulis kita harus lebih dulu mengerti nature dari bahasa puisi.

Hunt memberikan satu definisi yang memasukan sebagian besar hal-hal yang ingin dimasukan, Puisi adalah pengutaraan dari keinginan mendapatkan kebenaran, keindahan dan kekuatan, mewujudkan dan menyatakan pengertiannya melalui imajinasi dan khayalan, dan mengubah bahasanya pada prinsip keragaman dalam kesatuan (dikutip oleh Abrams). Scott membedakan aspek komunikatifnya dengan mengatakan bahwa pelukis, orator, dan penyair masing-masing memiliki motif menggembirakan pembaca, pendengar, atau pengamat, suatu nada dari perasaan yang mirip dengan yang ada dalam rahimnya, apakah itu dinyatakan melalui pensil, lidah atau penanya. Objek dari artislah, singkatnya untuk mengkomunikasikan, dan juga apa yang bisa dilakukan oleh warna-warna dan kata-kata, sensasi yang sama yang telah mendikte komposisinya sendiri.

Maka penyair menciptakan kembali pengalaman emosionalnya melalui pemilihan kata sehingga pembacanya bisa mengimitasi sensasi tersebut. Mengkomunikasikan emosi seperti itu memerlukan bahasa kiasan. Orang berpikir dalam bentuk gambar dan symbol, dan pembicaraan mereka dipenuhi dengan ekspresi seperti itu. Maka dari itu, tulisan yang dengan indah ditulis yang menggunakan kiasan yang efektif memuaskan keinginan aestetik manusia dan bermakna bagi kebutuhan image manusia.

Hal ini seharusnya tidak mengherankan, kalau bahasa puisi bisa ditemukan hampir disetiap halaman Alkitab, baik Perjanjian Lama dan Baru. Tuhan memilih untuk mengkomunikasikan kebenarannya kepada umat dengan kiasan rendah dan tinggi! Bahasa seperti itu tidak hanya membawa kualitas aestetik bagi Alkitab, tapi juga membawa Firman Tuhan ketingkatan pengalaman manusia sehingga bisa dimengerti baik kebenarannya dan semangatnya.

Ringkasan berikut ini menangkap maksud yang sedang kita buat disini:

Perlu diperhatikan bahwa dalam mengubah kata, penyair sering menukar posisikan atau meletakan kata itu kedalam suatu wilayah semantic yang bukan pada tempat biasanya. Sebagai contoh, dalam kalimat the LORD is my shepherd / TUHAN adalah gembalaku kata shepherd / gembala yang milik jangkauan semantiknya dari perawatan hewan ditukar posisikan untuk diterapkan pada Keberadaan rohani. Saat Daud berdoa: Cause me to hear joy and gladness / membuat aku mendengar sukacita dan kegembiraan dia menukar posisikan suatu kata yang merujuk pada suatu keadaan psikologis sebagai objek dari suatu kata kerja yang menunjukan aktifitas fisik. Ditempat lain penyair itu berkata: the mountains clapped / gunung-gunung bertepuk tangan disini dia menempatkan suatu kata kerja yang merujuk pada aktifitas manusia kepada subjek yang tidak hidup dan bergerak. Suatu tukar posisi dari jangkauan arti semantic juga terjadi saat Caesar berkomentar mengenai Brutus: Karena Brutus adalah orang terhormat; maka mereka semua orang terhormat / For Brutus is an honorable man; so are they all honorable men, karena satu kata mengenai kebajikan ditempatkan untuk menggambarkan perbuatan manusia yang dijelaskan oleh komposisi lainnya. Penempatan, tukar posisi kedalam wilayah semantic lain sering menyadarkan pembaca bahwa penulis telah menggunakan suatu kiasan.

Lebih jauh, saat seorang penulis secara seni mengubah kata-katanya, dia tidak sepenuhnya menjelaskan maksudnya karena dia juga berusaha menciptkan suatu rasa dalam diri pembacanya. Dengan kata lain, seluruh kiasan elliptical dan banyak yang mengajak / evocative. Atas alasan ini eksegetor dalam perjalanan menciptakan kembali dalam pikirannya apa yang ada didalam pikiran penulis berusaha mengisi pikiran dan perasaan yang tidak dinyatakan. Sebagai contoh, saat Daud berkata: the LORD is my shepherd dia membangkitkan gambaran seorang gembala yang menjaga dombanya, gambaran itu menghasilkan pikiran tentang gembala yang memberi makan (v. 1), menyegarkan (v. 2), membimbing (v. 3) dan melindungi (v. 4) dombanya. Pikiran lengkapnya seperti: as a shepherd is good and lovingly loyal to his sheep, so the LORD is good and lovingly-loyal to me / seperti seorang gembala itu baik dan mengasihi serta setia terhadap dombanya, demikian juga TUHAN itu baik dan memiliki kasih setia terhadap saya (v. 6). Maka, melalui gambaran ini penulis membangkitkan suatu perasaan perhatian kasih. Karena penulis tidak sepenuhnya menjelaskan pikiran atau perasaan yang dimaksudnya, eksegetor terlebih dulu harus menebak maksud penulis dan mencoba menguji dugaannya melalui petunjuk lain yang ada dalam komposisi tersebut. Rekonstruksi ini sebagian besar intuitive, maka dari itu prosesnya bersifat seni daripada ilmiah. Maka itu, pembaca abad keduapuluh berbeda jauh dari manusia agraris di Zaman Besi. Maka dari itu pembaca modern harus berusaha masuk kedalam budaya penulis agar bisa berpikir dan merasakan seperti penyair itu (Bruce K. Waltke).

Pengertian yang Salah Mengenai Puisi

Sedih melihat banyak orang yang mempelajari Alkitab tidak memberi waktu untuk bekerja dengan bahasa puisi, hal ini dasar bagi penafsiran dan tidak bisa dibuang sebagai pelajaran aneh yang tidak berhubungan dengan prosedur eksegetis. Keengganan untuk bekerja dengan puisi sebagian disebabkan oleh kegagalan mengerti sifatnya.

I. C. Hungerland dalam Poetic Discourse menyatakan kalau diantara kritik puisi ada pendapat bahwa arti literal dan arti puisi berlawanan. Dia menjelaskan kalau pemikiran ini dinyatakan secara naf dan canggih (pp. 107ff.). Pada bentuk naifnya, pendapat sebagian besar percaya bahwa bahasa khayalan, bahasa yang menunjukan banyak kiasan, merupakan karakteritiknya puisi. Pada bentuk canggihnya pendapatnya terdapat secara implicit dalam ajaran masa kini bahwa abiguitas, paradoks, dan ironi secara esensi milik puisi.

Apakah diekspresikan secara naf maupun canggih, ada sedikit kebenaran didalamnya. Agar bisa melihat sedikit kebenaran ini dan menghindari kesalahan membatasi bentuk bahasa yang digunakan puisi, lebih baik memulai pelajaran mengenai kiasan dengan melihatnya dalam pidato sehari-hari.

Kita menerima begitu saja ekspresi seperti: the White House said today, He waited an eternity, She floated into the room, Hes a pig. Tapi ekspresi lain, walau biasa digunakan, sedikit membingungkan bagi kita: She dropped her eyes, They faced the difficulty, It is crystal clear, They were up in arms, Her almond eyes .

Juga, jika kita berusaha mengevaluasi ekspresi slang kita kesulitan dengan beberapa kiasan: Its raining cats and dogs, Ill take a raincheck on that, Hes the spitn image of his father. This baby has four hundred horses under the hood, I needed that like I needed a hole in the head, dan ekspresi yang ditujukan pada seorang pilot dari Bronx sebelum lepas landas, Give with the woid, and Ill make like a boid.

Kriteria dalam Mempelajari Puisi

Apa kriteria kita dalam membedakan literal dan kiasan dalam ekspresi yang umum seperti diatas? Kita bisa menformulasikannya dengan cara ini: suatu ekspresi kiasan adalah yang, saat komponen kata-katanya digunakan dalam cara yang biasa atau dibentuk, menjadi salah atau pernyataan yang tidak masuk akal. Singkatnya, kiasan menunjukan suatu pelanggaran terhadap beberapa aturan penggunaan. Harus diperhatikan kalau tidak semua pelanggaran dalam penggunaannya merupakan bahasa kiasan.

Kriteria ini bisa dilihat melalui pertimbangan berikut. Pertama, patut diingat kalau bahasa puisi biasanya digunakan sebagai alat dalam pidato penjelasan dan ekspositor, apakah berbentuk keseharian atau ilmiah. Penggunaan kiasan akan menolong menjelaskan dan menentukan subjek masalah.

Lebih jauh, ekspresi kiasan memiliki paraphrases atau terjemahan yang, dilihat secara literal, masuk akal. Walaupun demikian kita harus hati-hati, karena arti dari suatu kiasan tidak akan sama persis seperti kiasan itu. Terjemahan dari kiasan itu akan berbeda dari aslinya dalam nada, baris usulan, dan informasi yang dibawa oleh pembicara.

Jadi kesimpulan bahwa bahasa puisi disatu sisi hanyalah khayalan dan kiasan, atau ambigu dan mistikal disisi lain, gagal mengerti sifat dari bahasa puisi. Dua syarat kami memberi suatu dasar untuk menafsirkan dan mengevaluasi bahasa kiasan (Saya bilang evaluasi karena satu bagian penting dari penyelidikan ini adalah menentukan efektifitas dari kiasan dalam maksud penulis):

1. harus ada beberapa titik yang bisa dipastikan dalam deviasinya dari penggunaan asli (pelanggaran dalam penggunaan harus disengaja), dan

2. harus tersedia arti literal dari ekspresi yang dipertanyakan.

Prosedur kita akan mengidentifikasi kiasan yang digunakan dan mengartikulasi arti literalnya serta perasaan(suasana) yang dibawanya. (Walaupun beberapa ekspresi kiasan bisa saja merupakan deviasi yang disengaja dalam penggunaannya dan memiliki arti literal, mereka tetap masih tidak memenuhi standar tinggi dari bahasa puisi yang baik. Kita mendengar ekspresi itu terlalu sering dalam musik popular atau country, pada banyak musik Kristen modern, iklan, atau jurnalisme terutama olahraga sehingga kita dengan mudah kehilangan sentuhan bagi bahasa puisi yang efektif. Bisa dikatakan jika bahasa kiasan dibuat-buat dan biasa maka itu bukan poetic discourse yang baik).

Kita harus mengetahui bagaimana penyair menggunakan kata-kata. Mereka memiliki dua sisi kata-kata yang mereka pilih: langsung, arti eksplisit dari kata itu (denotasinya); dan diberi, arti yang diusulkan (konotasi). Setiap kata, atau kelompok kata, menjadi alat yang secara hati-hati dipilih penyair untuk menghasilkan pengaruh ganda dari suatu pernyataan atau komentar mengenai sesuatu dan menyatakan perasaan atau ide diluar maksud literalnya.

Konteks dimana kata itu muncul, seringkali menolong untuk menentukan perasaan kita terhadap kata itu. Pertimbangkan kedua pernyataan ini:

1. His father stood over him while he did three problems in subtraction.

2. The little cousin is dead by foul subtraction.

Arti denotasi dari pembagian diterapkan dalam kedua kalimat; tapi konotasi dari kata dalam kalimat kedua, terutama salah dan juga ide tentang kematian, menciptakan potensi emosi bagi kata itu. Disini, dalam konteks ini, istilah matematis memiliki nada tragis. Jadi kita bisa melihat bahwa konteks bisa memulai satu kata umum dinyatakan dalam cara yang tidak biasa.

Konotasi emosional, konotasi intelektual, allusion effects dan efek suara semuanya meningkatkan jangkauan arti dalam suatu kata. Perhatikan baris dari Fern Hill (Dylan Thomas)

it was all

Shining, it was Adam and maiden

Kata maiden memiliki beberapa implikasi: 1) emosional, karena kata itu menunjukan kesegaran, keindahan dan sukacita; 2) intelektual, karena kata itu menunjukan keluguan, kurang pengalaman; 3) allusion, karena nama Adam merupakan bagian dari konteks dan petunjuk kepada Hawa, wanita pertama, mendukung konotasi diatas tapi menambahkan potensi emosi penderitaan; 4) bunyi, karena kata itu lembut dan anggun saat digunakan dalam frase A-dam and Maiden, karena itu menghasilkan musik, meningkatkan kualitas.

Kita bisa melihat elemen yang sama itu dalam perkataan nabi Yesaya (1: 18):

though your sins be as scarlet

they shall be white as snow;

though they be red like crimson

they shall be as wool.

Disini kita memiliki repetisi dari dua simile untuk menekankan maksud yang dingin dibuat. Selain itu, urutan kata membuat kontras didalam baris ini lebih jelas: dua kata benda yang membentuk kontras bertemu ditengah, dan cola pertama dan terakhir menggunakan yihyu sedangkan yang kedua dan ketiga Hiphil dari kata kerja menunjukan warna.

Konotasi emosional dan intelektual dari kata-kata yang digunakan disini sangat mengejutkan. The scarlet (sani) merujuk pada warna merah yang dihargai tinggi dihasilkan dari Kermococcus vermillio Planch biasa digunakan untuk menghasilkan cat terkenal (Sanskrit krmi; Persian Kerema, kirm; Pahlevi kalmir; Hebrew karmil; and our carmine and crimson. Lihat juga Persian sakirlat and Latin scarlatum). Inilah simbolisme luar biasa dalam Alkitab bagi warna. Didalam Wahyu, sebagai contoh, Pelacur besar dalam warna ungu dan merah sedangkan Orang Kudus dalam jubah putih. Mengapa Yesaya menggunakan warna merah untuk dosa? Dreschler mengatakan itu berarti pertumpahan darah suatu jubah yang ternoda darah menutupi pendosa. Delitzsch menafsirkannya sebagai hidup membara yang egois dan penuh nafsu, suatu hidup yang ditandai oleh kekerasan liar. Pemikiran ini bisa jadi memang ada dalam pemikiran Yesaya. Setidaknya kita bisa berkata kalau merah menunjukan hal membara --conspicuous and glaring.

Berlawanan dengan kirmizi dan kesumba adalah putihnya salju dan bulu domba. Istilah ini tidak hanya mewakili kemurnian, dibersihkan dari dosa, tapi membawa rasa lembut dan segar. Emosi nada dari damai dan ketenangan berlawanan dengan kekerasan dan nafsu.

Konotasi

1. Konotasi Emosional. Konotasi emosional berkaitan dengan emosi kita terhadap suatu kata, bagaimana kata itu terkait dengan emosi takut, senang atau jijik kita. Satu contoh yang menunjukan rasa senang, gembira terlihat dalam puisi E. E. Cummings:

anyone lived in a pretty how town

with up so floating many bells down

Kata up dan floating dan bells yang digunakan dalam konteks semua memiliki potensi emosi senang.

Sebaliknya, puisi Richard Eberhart For a Lamb mengejutkan kita melalui penggunaan dua kata yang tidak terduga:

I saw on the slant hill a putrid lamb,
Propped with daisies

Kita mengharapkan domba (lamb), seekor mahluk yang lugu, bermain dipadang rumput bukannya propped and putrid. Kedua kata ini menodai puisi dengan emosi jijik dan pukulan.

Terakhir, sebuah contoh mengenai konotasi emosi datang dari David Ferrys Adams Dream:

He was the lord of all the park,
And he was lonely in the dark,
Till Eve came smiling out of his side
To be his bride.

Sweet Rib, he said, astonished at her,
This is my green environ!
Eve answered no word, but for reply
The wilderness was in her eye.

Seperti digunakan dalam konteks, kata wilderness menunjukan takut (fear) atau bingung(dismay). Kata itu tidak berarti fear atau dismay, tapi menunjukan alam sekitar, adegan yang belum tergarap. Tapi kata itu memiliki nada emosional mengenai ancaman Kejatuhan.

Zakaria menekankan rasa ngeri terhadap dosa melalui pemilihan katanya:

Now Joshua was clothed with excrement-bespattered garments,

and was standing before the Angel (3:3)

Yesaya juga membawa kesia-siaan perbuatan baik manusia melalui penggunaan kata yang bermuatan emosional:

All our righteousnesses are like filthy rags (64:5)

Kata idda merujuk pada noda menstruasi.

2. Konotasi Intelektual. Konotasi intelektual berkaitan dengan arti intelektual dari sebuah kata harusnya melebihi pengertian denotasinya. Kata, seperti kita tahu, seringkali memiliki beberapa pengertian denotasi pada saat yang sama. Konotasi emosional terdapat dalam perasaan atau emosi kita, tapi konotasi intelektual berkaitan dengan pikiran dan seringkali melibatkan permainan kata yang cerdas.

Sebagai contoh, W. H. Auden menulis tentang seorang prajurit Cina yang terbunuh dalam perang dengan Jepang: Far from the heart of culture he was used. Kata heart memiliki arti ganda merujuk pada pusat budaya dan juga perhatian emosi; dia mati dalam sebuah dunia yang tidak peduli dan dingin.

Melalui penggunaan kombinasi ambiguitas semantic dan sintaktikal, penyair mendapatkan kedalaman atau kekayaan arti yang jarang dimiliki penulisan prosa yang langsung. Tantangan kita dalam membaca puisi adalah sensitive terhadap suasana dari arti yang dimungkinkan dalam kombinasi artistic kata-kata dari puisi.

Satu kasus khusus mengenai konotasi intelektual adalah ironi yang berkaitan dengan visi ganda suatu pengalaman dimana kata-kata tidak bisa sepenuhnya diandalkan untuk menyatakan realitas dari situasi itu. Lihat sebuah puisi oleh Wilfred Owen, penyair Inggris yang terbunuh dalam Perang Dunia I:

So Abram rose, and clave the wood, and went,
And took the fire with him, and a knife.
And as they sojourned both of them together,
Isaac the firstborn spake and said, My Father,
Behold the preparations, fire and iron,
But where the lamb for this burnt-offering?
Then Abram bound the youth with belts and straps,
And builded parapets and trenches there,
And stretched forth the knife to slay his son.
When lo! An angel called out of heavn.
Saying, Lay not thy hand upon the lad,
Neither do anything to him. Behold.
Abram, caught in a thicket by its horns;
Offer the Ram of Pride instead of him.
But the old man would not so, but slew his son,
And half the seed of Europe, one by one.

Ini sangat ironis saat dibandingkan dengan cerita sebenarnya; Owen ingin mendramatisir kalau manusia mengijinkan perang untuk membunuh anak-anak mereka dari generasi ke generasi. Manusia menetapkan presedennya sendiri bagi kekerasan yang secara ironis membunuh anaknya sendiri.

Didalamnya kita memiliki pandangan ganda dalam membaca kata-kata dan pengetahuan akan situasinya.

Lagu ratapan Yehezkiel terhadap raja Tirus bisa menggambarkan hal ini dari Alkitab (Ezek. 28:11-19).

11 The word of Yahweh came unto me, saying,

12 Son of man, take up a lament concerning the king of Tyre

and say to him: This is what the Lord Yahweh says:

You were the model of perfection,

full of wisdom and perfect in beauty.

13 You were in Eden, the garden of God;

every precious stone adorned you:

ruby, topaz and emerald,

chrysolite, onyx and jasper,

sapphire, turquoise and beryl.

Your settings and mountings were made of gold;

on the day you were created they were prepared.

14 You were anointed as a guardian cherub,

for so I ordained you.

You were on the holy mount of God;

you walked among the fiery stones

17 Your heart became proud

on account of your beauty,

and you corrupted your wisdom

because of your splendor.

So I threw you to the earth;

I made a spectacle of you before kings .

Pernyataan nubuat mengenai raja Tirus ini kelihatannya mengandung petunjuk mengenai asal mula setan dan kejatuhannya. Kelihatannya semua itu ada bersamaan dalam pikiran Yehezkiel.

3. Efek Allusion. Saat satu kata dalam sebuah puisi memiliki satu referensi tertentu mengenai satu tempat dalam geografi, peristiwa sejarah atau tulisan, atau seseorang, nyata atau hanya dalam tulisan, kata ini disebut sebuah allusion. Allusion dalam puisi merupakan alat yang berpotensi menciptakan arti emosional dan intelektual.

Perhatikan allusion-allusion dalam karya T. S. Eliot Journey of the Magi:

Then at dawn we came down to a temperate valley,
Wet, below the snow line, smelling of vegetation;
With a running stream and a water-mill beating the darkness,
And three trees on the low sky,
And an old white horse galloped away in the meadow.
Then we came to a tavern with vine-leaves over the lintel,
Six hands at an open door dicing for pieces of silver,
And feet kicking the empty wine-skins.
But there was no information and so we continued
And arrived at evening, not a moment too soon
Finding the place; it was (you may say) satisfactory.

All this was a long time ago, I remember,
And I would do it again, but set down
This set down
This: were we led all that way for
Birth or Death: There was a Birth, certainly
We had evidence and no doubt. I had seen birth and death,
But had thought they were different; this Birth was
hard and bitter agony for us, like Death, our death.
We returned to our places, these Kingdoms,
But no longer at ease here, in the old dispensation,
With an alien people clutching their gods.
I should be glad of another death.

Sekarang kita melihat allusion-allusion dalam bagian-bagian Perjanjian Lama:

23. I beheld the earth, and lo, it was waste and void;

and the heavens, and they had no light.

24. I beheld the mountains, and lo, they trembled,

and all the hills moved to and fro.

25. I beheld, and lo, there was no man,

and all the birds of the heavens were fled.

26. I beheld, and lo, the fruitful field was a wilderness,

and all the cities thereof were broken down

at the presence of Yahweh

at the presence of His fierce anger (Jer. 4:23-26).

Disini nabi jelas sekali merujuk pada cerita penciptaan dari Kitab Kejadian dalam ucapannya mengenai penghakiman, tapi penggunaan istilah dan frasanya membalikan urutannya, seperti mengatakan kalau penghakiman akan mengembalikan ciptaan.

Dalam cara yang mirip Zefania merujuk pada kebingungan bahasa di Babel dalam pesannya, menggunakan istilah-istilah seperti pure language, Kush, dispersed, proudly exulting and mountain:

9. For then I will turn to the peoples a pure

language that they may call upon the name of Yahweh

to serve Him with one consent.

10. From beyond the rivers of Kush, my suppliants,

even the daughter of my dispersed shall bring my offering.

11. In that day shall you not be put to shame

for all your deeds wherein you transgressed against me

For then I will take your proudly exulting ones

and you shall no more be haughty in my holy mountain (Zeph. 3:9-11).

Pemazmur juga banyak mengambil gambar dan motif awal. Pada Mazmur 36 kita melihat Daud merujuk pada Eden (pleasure) dengan mata air kehidupan (dalam kata-kata yang ditemukan juga dalam Perjanjian Baru). Tapi sebagian dari para imam dalam ruang kudus juga memberi dia gambaran berkat ilahi.

8[7] How precious is Your loyal love, O God,

that humans may take refuge under the shadow of Your wings!

9[8] They shall be abundantly satisfied with the fatness of Your house;

and You will make them drink of the river of Your pleasures.

10[9] For with You is the fountain of life;

in Your light we see light (Ps. 36:7-9).

4. Efek Bunyi. Sekarang kita bisa menambahkan fakta bahwa satu kata tertulis mewakili suatu bunyitidak menyenangkan, menyenangkan, lucu, aneh, atau netral tapi satu bunyi. Penyair mempergunakan bunyi dalam baris puisinya saat dia bisa, sebagai cara menekankan arti, atau cara menyatukan baris puisinya kedalam bentuk yang secara artistic lebih kompak. Kita melihat bunyi sebagai cara memperkuat arti, atau mengerti denotasi dan konotasi dari kata.

Repetisi bunyi kita sebut alliteration (initial syllable), consonance (consonants), assonance (vowels), dan rhyme (syllable sounds). Perhatikan efek bunyi dalam T. S. Eliots East Coker:

The wounded surgeon plies the steel
That questions the distempered part;
Beneath the bleeding hands we feel
The sharp compassion of the healers art
Resolving the enigma of the fever chart.

Our only health is the disease
If we obey the dying nurse
Whose constant care is not to please
But to remind of our, and Adams curse,
And that, to be restored, our sickness must grow worse.

The whole earth is our hospital
Endowed by the ruined millionaire,
Wherein, if we do well, we shall
Die of the absolute paternal care
That will not leave us, but prevents us everywhere.

The chill ascends from feet to knees,
The fever sings in mental wires.
If to be warmed, then I must freeze
And quake in frigid purgatorial fires
Of which the flame is roses and the smoke is briars.

The dripping blood our only drink,
The bloody flesh our only food:
In spite of which we like to think
That we are sound, substantial flesh and blood--
Again, in spite of that, we call this Friday good.

Salah satu contoh yang baik cara Ibrani menggunakan bunyi untuk memperkuat arti bisa terlihat dalam cerita perpecahan di Babel (Gen. 11:1-9). Narasinya diatur untuk mencerminkan ironi peristiwa setelah Yahwe berkunjung: saat itu bumi memiliki satu bahasa, sekarang dikacaukan; disaat mereka bisa berbicara satu sama lain, sekarang tidak bisa lagi; saat mereka ingin mendapat nama bagi diri mereka sendiri, mereka diberi nama yang kacau; saat mereka ingin bersama, mereka disebarkan; dan saat mereka ingin membuat menara kelangit, Yahweh turun melihatnya dan mereka meninggalkan bangunan itu.

A all the earth had one language

B there

C one another

D come let us make bricks

E let us build for ourselves

F a city and a tower

        X and Yahweh came down to see

F the city and the tower

E which the sons of man began to build

D come let us confuse

C everyones language

B from there

A the language of all the earth (confused)

Struktur antitetikal ini menunjukan pembalikan yang dilakukan ilahi terhadap peraturan manusia. Faktanya, kata-kata kunci disetiap bagian adalah kebalikan:

make bricks

confound

Lebih lagi, bunyi-bunyi ini membawa kepada permainan kata terhadap nama Babel dalam ayat 9, menurut struktur dan disain bagian itu adalah klimaks pesan. Nama bab-ili (gate of god / gerbang tuhan dalam bahasa Babylonian) dijelaskan oleh narrator dengan balal ( dalam suatu permainan phonetik kata yang cerdas --to confuse / membingungkan). Sehingga kekuatan kerajaan dan kesombongannya menjadi contoh kepada orang Israel akan penghukuman karena ketidaktaatannya.

Related Topics: Bible Study Methods, Terms & Definitions

6. Bahasa Kiasan

Pendahuluan

Quintilian mendefinisikan bahasa kiasan sebagai setiap deviasi pemikiran atau ekspresi, dari metode ucapan asli dan sederhana atau suatu kiasan yang secara seni berbeda dari penggunaan umum (Instit. Orat. IX, i, 11). Kiasan-kiasan ini disebut oleh orang Yunani Schema, dan oleh orang Romawi Figura. Kedua kata berarti shape atau figure. P. J. Corbett, membagi kiasan kedalam dua kelompok utama -- schemes dan tropes (Classical Rhetoric for the Modern Student [New York: Oxford Press, 1971]). Dia menulis: Suatu skema meliputi suatu deviasi dari pola asli atau pengaturan kata. Suatu trope meliputi deviasi dari aslinya dan arti penting sebuah kata (p. 461).

Didalam pembahasan ini kita akan melihat tipe tropes dan skema yang paling penting. Perhatian yang lebih besar akan diberikan terhadap tropes daripada skema karena lebih sulit dipelajari. Tipe-tipe yang didaftar dibawah adalah yang paling sering ditemui dalam mempelajari Mazmur. Pelajar dianjurkan menggunakan E. W. Bullinger (Figures of Speech Used in the Bible) untuk tipe yang jarang dan bagian-bagian yang bermasalah. Tapi buku ini jangan digunakan hanya untuk menemukan kiasan yang kabur atau teknikal jargon. Daftar isi dan indeks Alkitab menjadi permulaan dari penggunaan referensi ini.

Sebelum melihat tipe-tipe umum dari kiasan kita seharusnya mempertimbangkan masalah dasar ketegangan antara literal dan kiasan. Banyak pelajar Alkitab berpikir jika sesuatu adalah kiasan maka tidak seorangpun bisa memastikan apa maksudnya (untuk hal ini, lihat kata pengantarnya Bullinger). Lainnya, berkeras pada penafsiran literal Alkitab dengan mengeluarkan kiasan. Jika penafsiran literal dimengerti secara literal, bisa muncul beragam masalah Tuhan menjadi batu karang, Yesus sepotong kayu, dan orang percaya menjadi domba yang sedang merumput atau gandum yang sedang bertumbuh. Masalah yang dihadapi untuk memberi satu survey mengenai bagaimana masalah ini dihadapi dalam penafsiran Alkitab.

Pelajar Alkitab mungkin sadar akan konsep Agustinus mengenai beragam rasa dalam Alkitab, dimana baik kata dan hal yang dimaksud merujuk pada arti rohani atau alegoris. Tapi Agustinus memberi perhatian terhadap kata-kata dalam Alkitab, arti literal, sebagai dasar bagi pentingnya kerohanian. Perhatian terhadap kata melibatkan pengetahuan akan bahasa asli, logika (rules of valid inference), sejarah, dan terutama kiasan retoris. Dia berkata,

Manusia yang tahu menulis seharusnya mengetahui, bahwa semua bentuk ekspresi yang dimaksud ahli bahasa dengan trope kata Yunani digunakan juga oleh para penulis Alkitab, dan lebih banyak dari mereka yang tidak mengenalnya bisa percaya. Mereka yang mengenal tropes ini, akan mengenali mereka dalam tulisan suci, dan pengetahuan ini akan menjadi pembantu dalam mengerti mereka . Dan tidak hanya contoh dari seluruh tropes ditemukan dalam kitab-kitab suci, tapi juga nama-nama sebagian dari mereka, seperti allegoria, aenigma, parabola (De Doctrina, III, xxix).

Pembahasan Thomas Aquinas mengenai arti Alkitab dalam Summa Theologica merasionalisasi keterangan Agustinus mengenai arti kiasan kedalam formula Katolik: suatu arti literal, an arti spiritual memiliki tiga tingkatan --allegorical atau typological, tropological atau moral, dan anagogical (I. Q. 1, Art. 10, Basic Writings, I, 16-17). Berkaitan dengan arti literal, Aquinas berkata,

Melalui kata-kata sesuatu ditunjukan secara nyata dan kiasan. Bukan kiasan itu sendiri, tapi yang dikiaskan, arti literalnya. Saat Alkitab mengatakan tangan Tuhan, arti literalnya bukan Tuhan memiliki anggota seperti itu, tapi arti yang ditunjukan oleh anggota itu, yaitu, kuasa yang bekerja (ibid).

Saat Aquinas mengklasifikasikan arti dari trope secara literal, dia ingin mengatakan kalau bahasa puisi seringkali mengaburkan kebenaran, membuat pembaca melihat melampaui kiasan itu sendiri untuk mendapat arti sebenarnya. Tidak ada penekanan nyata pada artinya yang dibawa oleh metafora itu sendiri. Baik Agustinus atau Aquinas tidak terlalu memperhatikan bahasa puisi Alkitab seperti itu.

Reformasi menimbulkan penekanan baru pada literalism dalam Alkitab, bersamaan dengan penekanan pada satu arti dari Alkitab. Tapi melihat tulisan-tulisan reformator menunjukan kalau hal ini bukan prosaic literalism. Tropes sekarang menjadi formulasi wahyu yang Tuhan pilih yang harus dimengerti dengan benar, pada dirinya, dan bukan sebagai suatu cara menunju visi allegoris yang lebih tinggi. Pembahasan Calvin mengenai doktrin sakramen, terutama ekspresi This is my body bersifat instruktif:

[Mereka yang menyatakan] roti adalah tubuh membuktikan dirinya seorang literalis . bagi saya ekspresi ini adalah sebuah metonymy, bahasa kiasan biasanya digunakan dalam Alkitab saat sedang membahas misteri . walaupun simbolnya berbeda arti dari hal yang dimaksud (yang kedua bersifat rohani dan sorgawi, sedang yang pertama fisik dan terlihat), tetap saja, karena itu tidak hanya menyimbolkan hal yang disucikan untuk mewakili pemberian kosong, tapi juga memang menyatakannya, mengapa namanya tidak berasal dari hal itu? Biarkan kita berlawanan, jika itu artinya, berhenti menimbun witticisms dengan menyebut kami tropists karena kita telah menjelaskan fraseologi sacramental menurut penggunaan umum Alkitab (Institutes IV, xvii, 20-21).

Ironisnya posisi Roma Katolik mengenai sakramen (transubstantiation) didapat karena mengartikan teks itu secara literal. Arti kiasan (metonymy) dikomunikasikan melalui tanda fisik dipegang oleh para Reformator.

Berdasarkan pemikiran itu tulisan-tulisan orang Protestan abad berikutnya mensistemasikan pelajaran perlengkapan retoris yang digunakan Alkitab. Pentingnya mengerti trope dan skema menjadi begitu penting. Bukan hanya sekarang mereka melihat teks secara literal dimana Gereja menganggapnya alegoris atau mistis; tapi mereka sekarang mempelajari kiasan yang digunakan dalam Alkitab sebagai cara untuk mengkomunikasikan wahyu ilahi. Karena Alkitab sering menggunakan bahasa kiasan, para sarjana menyadari kalau penggunaan beragam tipe kiasan secara ahli diperlukan untuk eksegesis. Buku pegangan mengenai kiasan dan penafsirannya bermunculan diseluruh Protestantism. Hal itu dimulai oleh pengakuan kalau kiasan dipakai sebagai alat kebenaran; mereka dipilih oleh Tuhan untuk menyatakan Dirinya kepada manusia.

Konsep Tuhan sebagai seorang penyair agung yang menggunakan bahasa kiasan untuk mengkomunikasikan Firman literalNya secara grafis diekspresikan oleh Donne:

Tuhanku, Tuhanku, Engkau seorang Allah yang jelas, atau Allah yang literal, Allah yang bisa dimengerti secara literal, dan sejalan dengan arti langsung dari semua perkataanMu? Tapi Engkau juga Allah yang memakai kiasan; Allah dimana kata-kataNya banyak kiasan, suatu pelayaran kepada metafora yang jauh dan berharga, perluasan . O, kata-kata apa kecuali Engkau yang bisa mengekspresikan bentuk yang tidak terekspresikan, dan komposisi dari kata (Sermons, VII, 65).

Jadi konsep bahwa bahasa kiasan merupakan karakter dari Firman Tuhan yang literal dibanyak tempat, dan bukan arti mistis, menjadi perbedaan penting eksegesis kitab setelah Reformasi. Sayangnya, eksposisi modern tidak mengerti banyak tentang hal ini, tapi lebih dekat pada penafsiran Puritan yang melihat perlengkapan retoris secara minim atau menipu. Setiap pelajar Alkitab harus menangkap kembali hubungan penting antara kiasan dan literal. Kita harus belajar bahwa tidak hanya kiasan menjadi cara mengkomunikasikan yang literal, tapi kiasan adalah literal dalam pilihan cara mengekspresikan kebenaran, suatu cara yang melibatkan konotasi emosional dan intelektual, allusion dan bunyi. Kiasan disatukan dalam pengkomunikasiannya, berbeda dalam aspeknya.

Klasifikasi Kiasan

Karena para penulis mengubah kata-kata mereka secara beragam, kritik tulisan berusaha menganalisa deviasi ini dalam penggunaan kata untuk mendapat kontrol yang lebih baik atas pikiran dan perasaan yang dimaksud oleh penulis.

I. Kiasan Melibatkan Perbandingan

Dalam bentuk kiasan ini penulis mengubah satu kata kedalam suatu wilayah semantic lain untuk mengilustrasikan atau menggambarkan pemikirannya dan membangkitkan perasaan yang tepat dalam diri pembacanya. Melalui cara ini penulis menarik perbandingan antar dua hal yang tidak bersifat sama tapi memiliki persamaan. Subjeknya nyata, tapi rujukan perbandingannya dihadirkan dalam imajinasi. Persamaan subjek dan hal yang dibandingkan tidak dinyatakan dan harus ditebak dan diuji oleh penafsir dari petunjuk lain yang ada dalam komposisi. Penafsir juga harus berusaha mengartikulasikan mood yang ditimbulkan oleh kiasan itu.

1. Simile: Kemiripan, suatu perbandingan eksplisit (menggunakan like atau as) antar dua hal yang sifatnya tidak sama tapi memiliki persamaan (lihat Bullinger, pp. 726-733).

  • Silence settled on the audience like a block of granite.

Silence disini dibandingkan dengan suatu block of granite. Gambarannya adalah satu keabsolutan dan ketiba-tibaan. Ada satu kontras yang diberikan antar gemuruh penonton sebelum pertunjukan, dan diam yang tiba-tiba saat tirainya dibuka.

  • All flesh is like grass. (1 Pet. 1:24)

Dalam ayat ini flesh, yang juga suatu bahasa kiasan, mewakili seluruh mahluk hidup, dibandingkan dengan grass. Maksudnya adalah grass/rumput bersifat sementara akan layu dan mati dengan mudah. Kiasan ini harus dilihat dalam konteks rumput di Israel waktu panas rumput akan menghilang dari bukit sampai musim hujan. Perasaan yang dibangkitkan oleh simile ini adalah suatu pathos dan kesia-siaan.

  • He shall be like a tree planted by rivers of waters. (Ps. 1:3)

Mazmur sedang menggambarkan seorang individu yang merenungkan Taurat TUHAN. Perbandingannya dibuat dengan sebuah pohon. Disini, seperti sering terjadi, simile nya teruji: pohon menghasilkan buah dimusimnya dan tidak layu karena ditanam dekat air. Kualifikasi ini membawa kita untuk menyimpulkan bahwa air mewakili Taurat, dan buah kebenaran. Pikiran yang umum antara pohon dan seseorang adalah kehidupan atau vitalitas. Hal ini menciptakan perasaan keinginan positif.

2. Metaphor: Perwakilan, suatu perbandingan implicit antar dua hal yang naturnya berbeda tapi memiliki sesuatu kesamaan; suatu deklarasi bahwa satu hal mewakili yang lainnya (lihat Bullinger, pp. 735-743). Deskripsi ini menunjukan maksud dari pendahuluan ini, tapi harus diakui merupakan penyederhanaan. Metafora yang murni sebenarnya kiasan pengubahan / figures of transference (untuk detilnya, lihat Gustav Stern, Meaning and Change of Meaning, chapter xi). Itulah alasan mengapa banyak yang memilih menggunakan metaphorical language menyamakannya dengan figurative language tanpa membedakannya lebih lanjut. Pelajaran ini akan mewaspadainya; beberapa tafsiran menggunakan kata metaphor untuk merujuk pada setiap bahasa kiasan, saat kiasan itu bukanlah sebuah metafora.

  • The question of federal aid to education is a bramble patch.

Pikiran mengenai federal aid to education dikatakn sebagai sebuah bramble patch (bukan seperti sebuah bramble patch). Maksudnya adalah sulit, tidak mudah diselesaikan, menyulitkan. Metaforanya membawa perasaan frustrasi, rumit, sakit.

  • The LORD God is a sun and a shield. (Ps. 84:12 [11])

TUHAN dibandingkan dengan sun dan shield. Masing-masing metafor memberi informasi yang berbeda mengenai TUHAN. sun menunjukan terang, kehangatan, pemeliharaan bagi pertumbuhan; shield terutama sekali mewakili perlindungan. Jadi baris diatas membawa satu perasaan aman dalam pemeliharaan Tuhan dan perlindungan dalam hidup.

  • The LORD is my shepherd. (Ps. 23:1)

Didalam baris ini satu perbandingan dinyatakan antara TUHAN (suatu roh) dan seorang gembala (seorang manusia yang menjaga ternak). Kualitas utama dari gembala diberikan kepada TUHAN sehingga pengertian mengenai naturNya bisa tercapai. Baris berikut mazmur ini (ayatv 1-4) memperluas dan menguji metafora ini, sehingga aktifitas menggembala seperti memberi makan ternak, membimbing mereka, dan menyegarkan mereka, semua diambil untuk mengkomunikasikan pelayanan spiritual TUHAN kepada umatNya yaitu mengajar kebenaran, membersihkan dari dosa, dan membimbing mereka dalam kebenaran dan keadilan. Jadi kita bisa lihat kalau konteksnya harus dipertimbangkan dalam menjelaskan sebuah kiasan.

Kiasan dari shepherd cukup sering digunakan sehingga mendapatkan status leksikal, dan karena itu kamus-kamus sering meletakan penggunaan kiasannya sebagai salah satu kategori arti. Bahkan didalam kamus Inggris dibawa kata shepherd anda akan menemukan penggunaan dalam kotbah bagi pelayan. Saat ini terjadi kiasan dikelompokan sebagai sebuah dead metaphor, atau sebuah idiom. Tapi, dalam eksegesis anda harus menafsirkannya seperti metafora lainnya, karena itu adalah penggunaan kiasan dari satu istilah.

3. Hypocatastasis: Implikasi, suatu deklarasi yang menunjukan perbandingan antara dua hal yang berbeda nature tapi memiliki sesuatu yang sama. Tidak seperti diatas, dalam hypocatastasis subjek harus ditarik kesimpulan (lihat Bullinger, pp. 744-747; Bullinger, tidak memberi banyak perhatian terhadap kiasan yang sangat umum ini). Lebih mudah mengatakan hal ini sebagai sebuah implied metaphor jika judulnya terdengar terlalu teknikal atau sulit. Bentuk utama yang ada dalam teks, kiasan akan diekspresikan sepenuhnya, tapi topik atau subjek sebenarnya akan dibenamkan. Sebagai contoh, Smite the shepherd and the flock will be scattered adalah suatu pernyataan yang tetap pada tingkatan kiasan. Eksegetor harus mengerti dari konteks atau penggunaan istilah itu maksud dari shepherd dan flock.

  • Dogs have surrounded me. (Ps. 22:17 [16])

Pemazmur membandingkan musuh-musuhnya dengan anjing. Tidak ada anjing-anjing yang mengurung dia; konteksnya memberitahu itu adalah sekelompok orang jahat. Jika dia memang menggunakan sebuah simile, dia akan menyatakannya secara eksplisit my enemies are like dogs. Sebuah metafora langsung akan berkata my enemies are dogs. Tapi dia hanya berkata dogs have surrounded me, dan anda ditinggalkan untuk menentukan apakah mereka adalah anjing, dan jika bukan apakah artinya. Saat ini dilakukan, anda harus kembali ke kiasan itu dan bertanya mengapa dia membandingkan mereka dengan anjing-anjing. Anjing-anjing di Timur Dekat kuno adalah pelacak mereka bergerombol dan mencari makanan. Seperti burung bangkai dipadang pasir mereka mengambil bangkai. Jadi sudah berbicara banyak mengenai musuh-musuhnya, dan kondisinya dia sekarat.

  • Blessed is the man whose quiver is full of them (Ps. 127:5)

Didalam konteksnya pemazmur telah menggunakan sebuah simile untuk membandingkan anak dengan panah ditangan seorang pejuang. Membangun dari titik itu pemazmur menggunakan quiver untuk merujuk rumah tangganya. Jika anak seperti panah, maka rumah seperti quivertapi rumah tangga sama sekali tidak disebutkan. Demikianlah perbandingan itu dibuat.

  • My frame was not hidden from You,
    When I was made in secret,
    and skillfully wrought
    in the depths of the earth. (Ps. 139:15)

Didalam bagian ini pemazmur menggambarkan bagaimana Tuhan membentuk dia dalam kandungan ibunya tapi dia menyebutnya dengan depths of the earth. Dia membandingkan kandungan dengan bagian terdalam bumi, menekankan jauhnya dan tersembunyi (ini sebelum sonograms). Tapi dia tidak menyatakan perbandingan; dia hanya menggunakan kiasan untuk menyatakan perbandingan. Salah satu alasan bagi perbandingan aneh ini adalah retorika: dia ingin membentuk satu hubungan dengan hal sebelumnya dimana dia menggambarkan kehadiran Tuhan diwilayah yang jauh seperti itu (lihat Ps. 139:7-12).

  • A lion has gone up from his thicket. (Jer. 4:7)

Konteksnya akan menjelaskan bahwa pemikirannya adalah raja Babilon yang telah meninggalkan wilayahnya. Perbandingan dengan seekor singa menekankan sifat garang kekuasaan kafir ini, dan membawa perasaan takut diserang dan kematian. Penulis sering menggunakan binatang atau binatang liar dalam hypocatastases mereka sebagai aturan dalam menekankan kekuasaan garang seperti itu. Faktanya, penglihatan Daniel mengenai binatang-binatang mempersiapkan penglihatannya tentang one like the Son of Man yang akan menggantikan mereka (Dan. 7:12, 13).

4. Perumpamaan: ditempatkan disamping (dari para = beside, dan ballein = to cast) dua hal yang naturnya berbeda tapi memiliki beberapa kesamaan; suatu simile yang diperluas, sebuah narasi anekdot dibuat untuk mengajarkan sesuatu. Perluasan dari perbandingan harus ditebak dan diuji oleh petunjuk lain dalam tulisan (lihat Bullinger, pp. 751-753).

Perumpamaan digunakan sekitar 30 kali untuk menerjemahkan lvm, masal, dan hanya kata itu; tapi contoh yang paling terkenal ditemukan dalam Perjanjian Baru.

  • The kingdom of heaven is likened unto a man that sowed good seed in his field. (Matt. 13:24ff.)

Perumpamaan sebenarnya merupakan sebuah cerita yang didasarkan pada sebuah simile, artinya, simile yang diperluas. Tidak selalu mudah untuk menentukan berapa banyak cerita yang sebaiknya ditafsirkan sebagai bagian dari simile. Cukup aman mengatakan kalau tujuan utama dari perumpamaan adalah apa yang dimaksud oleh cerita; tapi bersamaan dengan itu perbandingan lain juga jelas terlihat (e.g., saudara laki-laki tertua mewakili orang Farisi).

5. Alegory: (dari allos = another dan agourein = to speak in the agora [i.e., tempat orang berkumpul]); sebuah metafora yang diperluas (lihat Bullinger, pp. 748-750).

Para ekspositor sering berkata kalau sebuah alegori merujuk pada sesuatu yang non histories dalam perbandingan; tapi ini lebih bersifat pembelaan daripada factual, dibuat untuk mempertahankan diri terhadap penggunaan alegori Alkitab yang hampir tak terbatas oleh beberapa Bapa Gereja. Tapi dalam arti klasiknya sebuah alegori merupakan metafora yang diperluas; hal yang digunakan dalam perbandingan bisa bersifat histories atau fiksi, masing-masing alegori membutuhkan perhatian tertentu. Maka dari itu, penggunaan istilah itu dalam Galatia 4:24 adalah sah karena itu tidak menolak historitas dari peristiwa Perjanjian Lama.

Tidak banyak contoh alegoris dalam Perjanjian Lama; dan yang teringat, gambarannya tidak histories atau aktual.

  • Alegori mengenai Fig, Olive, Vine, and Bramble (Ju. 9:7-15):

Ini bukan sebuah perumpamaan karena tidak ada kemiripan yang dinyatakan secara eksplisit. Tapi, sebuah hypocatastasis yang diperluas, hanya satu dari dua hal dalam perbandingan yang secara jelas dinyatakan. Dalam konteks maksudnya, hanya yang tidak berharga, yang ingin memerintah bangsa.

  • Alegori mengenai Kebun Anggur yang tidak Produktif (Isa. 5:1-7):

TUHAN dibandingkan dengan tukang kebun yang setia, Sang Kekasih, dan Israel dengan kebun anggur yang tidak produktif (v. 7). Pendapat umum antara Israel dan kebun anggur adalah suatu pendapatan yang tidak adil, dan perasaan umum adalah jijik. Israel seharusnya menghasilkan fruit karena pekerjaan seksama dari gardener.

6. Personifikasi: Personifikasi: (dari Latin persona: topeng aktor, person + facio = to make; dibuat atau meniru seseorang); peletakan subjek non-manusia (e.g., abstraksi, objek mati, atau binatang) kepada kualitas manusia atau kemampuan. Sama seperti seluruh kiasan diatas, kiasan ini juga ada dalam sub-group kiasan yang melibatkan kemiripan. Disini, hal-hal yang dibandingkan adalah naturnya tidak mirip, tapi hal yang selalu dibandingkan adalah seseorang. Kiasan digunakan untuk mengatur emosi dan menciptakan empati terhadap subjek (lihat Bullinger, pp. 861-869).

  • The land mourns--the oil languishes. (Joel 1:10)

Kecenderungan manusia untuk mourning dan languishing diatributkan kepada tanah, dan dibandingkan. Tapi maksudnya adalah bencana agricultural yang ekstrim, dan perasaannya adalah kesedihan dan duka.

  • The voice of your brothers blood cries to me from the ground. (Gen. 4:6)

Darah Habel yang tertumpah dipersonifikasikan dengan suatu suara yang berteriak. Maksudnya adalah darah itu adalah sebuah saksi kalau suatu pembunuhan telah dilakukan. Hal itu menuntut pembalasan; dan membawa perasaan penghukuman dan kemarahan.

  • Your rod and your staff, they comfort me. (Ps. 23:4)

Disini kemampuan manusia untuk memberi penghiburan saat kesulitan diberikan pada gadah dan tongkat TUHAN. Tentu saja, rod dan staff juga kiasan, meneruskan perbandingan antara aktifitas TUHAN dengan gembala (jadi mereka adalah hypocatastases). Baris ini pada intinya menegaskan kalau cara TUHAN melindungi mendatangkan penghiburan bagi pemazmur yang sedang khawatir. Ini menjadi contoh yang baik mengenai bagaimana sebagian kiasan dibangun diatas kiasan lain.

7. Anthropomorphism: Suatu perbandingan implicit atau eksplisit Tuhan dengan beberapa aspek jasmani umat manusia. Melalui perbandingan ini penulis tidak ingin menimbulkan kesan tapi bersifat didaktik, viz., untuk mengkomunikasikan kebenaran mengenai pribadi Tuhan. Penulis akan memilih bagian dari kehidupan manusia yang paling berhubungan dengan karakteristik pribadi Tuhan: yaitu, wajah menunjukan kehadiranNya, mata menunjukan kewaspadaanNya, telinga menunjukan perhatianNya, hidung menunjukan kemarahanNya, dan hati berbicara mengenai maksud moralNya (lihat Bullinger, pp. 871-881, 883-894). Pernyataan Ketuhanan menuntut penggunaan bahasa anthropomorphic, yaitu, mengkomunikasikan nature Tuhan dalam bahasa yang dimengerti manusia. Diseluruh PL Tuhan digambarkan sepertinya Dia memiliki semua bagian dan fungsi manusia. Hal inilah mungkin menjadi alasan Yesus digambarkan sebagai wahyu Tuhan yang sempurna, alpha dan omega, Logosinkarnasi Firman (Word) (atau apakah kita bisa mengatakan perkataan-perkataan (words)?) menjadi daging.

  • His eyes behold, his eyelids try, the sons of men. (Ps. 11:4)

Pemazmur, ingin menunjukan perhatian Tuhan terhadap seluruh kegiatan manusia, menggunakan ekspresi eyes dan eyelids. Tuhan adalah Roh dan bukan jasmani; lebih lagi, kemaha-hadiran ilahi tidak memerlukan eyelids untuk lebih focus memperhatikan. Tapi apa arti semua itu bagi hidup manusia memampukan kita untuk mengerti aktifitas investigasi dan penghakiman ilahi.

  • Incline your ear to me. (Ps. 31:3 [2])

Sekali lagi, ekspresinya manusia kita mencondongkan badan untuk mendengar lebih baik apa yang seseorang katakana. Tuhan tidak perlu melakukan hal ini (dia tidak perlu telinga yang dicondongkan untuk mendengar doa seseorang). Anthropomorphisms seperti itu untuk kepentingan kita itu suatu seruan pada Tuhan untuk mendengar doa.

  • Hide your face from my sins. (Ps. 51:11 [9]).

Ini ada dalam pengakuan dosa Daud. Dia berdoa agar Tuhan mau mengampuninya dan tidak melihat dosannya lagi. Kegiatan manusia hiding ones face. Artinya tidak melihat sesuatu, penggambarannya menunjukan keinginannya dan mendatangkannya penghiburan.

Alkitab dipenuhi dengan ekspresi anthropomorphic mengenai Tuhan yang harus ditafsirkan dengan jelas (dan hati-hati karena banyak orang melihatnya secara literal). Tuhan digambarkan memiliki tangan kekal, tangan penolong, nafas mematikan dari hidungnya, kaki; dia digambarkan sitting enthroned, hurling a storm, blotting out of a book, putting tears in a bottle, dan berbagai ekspresi kiasan lainnya dari realitas manusia. Semuanya dimaksudkan untuk menyatakan pribadi dan karya TUHAN dalam istilah yang bisa kita mengerti dan hargai.

Tapi perhatikan ini: Banyak penulis membedakan kiasan ini dari gambaran keinginan Tuhan yang mereka sebut sebagai anthropopatheia: perbandingan implicit atau eksplisit antara nature keinginan Tuhan dan manusia. Melakukan hal ini memberi kesan kalau Tuhan sebenarnya tidak memiliki keinginan atau emosi. Pernyataan ini sangat membatasi personalitas Tuhan, secara tradisi didefinisikan seabgai intelektual, sensibilitas dan kehendak. Saya sama sekali tidak menggunakan kategori ini, tapi mempertahankan passion Tuhan itu secara literal (lihat Bullinger includes it on pp. 882, 883).

8. Zoomorphism: Suatu perbandingan eksplisit atau implicit Tuhan (atau entitas lainnya) dengan binatang atau bagian dari binatang (lihat Bullinger, pp. 894, 895; Bullinger meletakannya dibawah anthropomorphism).

  • In the shadow of your wings I used to rejoice. (Ps. 63:8)

Tentu saja, Tuhan bukan burung dengan sayap. Perlindungan Tuhan seringkali diekspresikan dalam istilah zoomorphic, artinya, percaya dibawah bayang sayapnya. Berbicara mengenai keamanan dan keselamatan.

N.B. Seringkali binatang memiliki suatu signifikansi simbolis. Bullinger mengutip Genesis 4:7 (Sin crouches at the door) sebagai contoh personifikasi. Walaupun kata kerja rabats, to couch, menunjukan kegiatan manusia, lebih sering digunakan terhadap binatang, terutama singa, yang siap menerkam. Lebih lagi, kiasan seharusnya ditafsirkan dalam terang perintah kepada umat manusia untuk menguasai binatang. Jika demikian, maka Tuhan memerintahkan Kain untuk menguasai dosa yang mengancamnya seperti seekor singa. Jika penafsiran ini benar, kiasan yang digunakan adalah suatu zoomorphism.

Kita bisa melihat melalui hal ini kalau zoomorphism tidak terbatas untuk menggambarkan Tuhan. Mazmur 139:9 berkata, If I take the wings of the dawn, and settle in the remotest part of the sea, membandingkan sinar matahari dengan sayap seekor burung yang terbang dari timur dan mendarat di kejauhan barat. Maksud konteksnya adalah tidak perduli secepat atau sejauh apa dia terbang / fly (yaitu dengan kecepatan cahaya) Tuhan selalu ada.

9. Proverb: (dari pro + verbum = more at word); suatu witticism singkat yang populer; sebuah ilustrasi spesifik untuk menunjukan sebuah kebenaran umum mengenai kehidupan. The wit of one is the wisdom of many (lihat Bullinger, pp. 755-767). Maksud dari perbandingan seringkali eksplisit (like father--like son), tapi lebih sering kabur.

  • Is Saul also among the prophets? (1 Samuel 10:11)

Tindakan Saul seperti para nabi tapi dia adalah raja. Axiomnya adalah mereka kagum atas peran yang terbalik. Maksud perbandingan menjadi jelas dalam analisa penggunaan masal. Mazmur 49, suatu mazmur hikmat, menggunakan kata kerja itu dalam ekspresi berulang yaitu manusia duniawi is like binatang yang binasa.

  • The fathers eat the sour grapes,
    but the childrens teeth are set on edge. (Ezek. 18:2)

Perbandingannya jelas dalam kiasan; kebenaran umum diekspresikan melalui perkataan, bahwa anak secara tidak adil menerima hukuman dari orangtua.

Proverbs sangat rumit dalam tulisan Ibrani. Pelajar Alkitab harus menelitinya lebih lanjut, terutama saat mempelajari kitab seperti Amsal. Proverbs bukan kiasa utama dalam mempelajari Mazmur.

10. Idiom: pemunculan regular dari kiasan. Setiap kiasan (termasuk yang mengikutinya) bisa menjadi idiomatic melalui penggunaannya secara sering sehingga mencapai status leksikal. Bullinger memberi banyak contoh ekspresi idiomatic dalam Alkitab seperti breaking bread, open the mouth, the Son of Man, turn to ashes, three days and three nights dan banyak lagi (lihat Bullinger, pp. 819-860). Sebuah idiom juga disebut dead metaphor, kiasan rendah, atau kiasan yang sering digunakan. Hal ini dengan mudah dijalankan jika digunakan secara baru.

Walaupun idioms bisa langsung dikenal sebagai idiom, ekspositor tetap harus mengevaluasi kiasan apa yang aslinya terlibat. Saat ini dilakukan, penafsiran akan diterapkan pada penggunaan berikutnya. Sebagai contoh, way itu idiomatic. Bisa juga metaphorical (way atau road dibandingkan dengan pola hidup), suatu maksud dasar yang seringkali perlu dibuat. Jangan menganggap idiom dalam Alkitab bisa dimengerti dengan mudah.

II. Kiasan Melibatkan Pengganti

11. Metonymy: Perubahan kata benda (atau ide apapun), perubahan satu kata dalam menamai suatu objek dengan kata lain yang berkaitan erat dengannya. Dari kata meta menunjukan change dan onoma artinya a name, noun; tapi sebuah metonymy juga bisa dikatakan dengan sebuah kata kerja, atau seluruh baris. Pengganti sebagian atribut atau kata petunjuk dengan apa yang dimaksud. Sebagai contoh, crown untuk royalty, mitre untuk bishop, brass untuk military officer, pen untuk writer, bad hand untuk poorly-formed characters. Berlainan dengan kiasan diatas yang didasarkan pada kemiripan, metonymy didasarkan pada hubungan. Saat kiasan didasarkan pada kemiripan, perbandingan yang dibuat imajinatif; dalam metonymy kata yang memicu asosiasi merupakan realitas historiesdisana memang adalah sebuah crown, a mitre, brass, pen, dan lainnya. Tapi maksudnya lebih dari itu.

Hal ini penting, karena anda akan mendapatkan kesulitan terbesar dalam membedakan metonymy dari hypocatastasis. Jika kita berkata, the White House said today, itu adalah sebuah metonymy, White House pengganti President di White House. Tapi memang ada yang namanya White House. Jika kita mengatakan Uncle Sam wants you, kita memiliki sebuah hypocatastasis. Tidak ada yang Uncle Sam. Huruf U.S. diambil dan dibandingkan dengan seseorang (bisa juga dikatakan sebagai personifikasi).

Bullinger menganalisa metonymy kedalam empat bentuk; viz., sebab, efek, subjek, sisipan. Semuanya membantu, tapi akan terlihat kalau analisa tidak selalu hanya pas penuh pada salah satunya (lihat Bullinger, pp. 538-608).

a. Metonymy dari Sebab: Saat penulis menyatakan sebab tapi memaksudkan efek (Bullinger, 540-560). Cara untuk mengujinya adalah jika anda menyebut sesuatu itu sebuah metonymy sebab anda harus menyatakan apa efek yang diinginkan.

Contoh dimana alat diletakan untuk akibat:

  • And the whole earth was of one lip. (Gen. 11:1)

Ayat itu berarti setiap orang berbicara bahasa yang sama. Lip adalah sebab, alatjadi ekspositor harus menyatakan akibatnya, language.

  • At the mouth of two or three witnesses (Deut. 17:6)

Arti yang dimaksud adalah kesaksian dari saksi; mouth adalah sebab, alat memberi kesaksian.

Contoh dimana hal atau tindakan diberikan untuk akibat:

  • Pour out your anger upon the nations. (Ps. 79:6)

Anger adalah emosi dibelakang penghukuman. Pemazmur ingin Tuhan mencurahkan (juga sebuah kiasan, suatu implied comparison) tindakan penghukuman. Jadi sebab dinyatakan, akibatnya --penghukumanyang dimaksud.

  • Continue your loyal love to those who know you. (Ps. 36:10)

Atribut dinyatakan, tapi berkat spiritual dan materi yang dibawa kasih setia Tuhan yang dimaksudkan. Sebagian besar kasus, atribut Tuhan merupakan metonymy sebab, karena komunikasi atribut-atribut itu yang dimaksud (maka dari itu: atribut yang bisa dikomunikasikan).

Contoh dimana tindakan seseorang, agen atau aktor, diberikan untuk akibat:

  • They have Moses and the Prophets. (Luke 16:29)

Hal yang dimaksud adalah mereka memiliki Alkitab yang Musa dan Para Nabi tulis. Sebab dinyatakan, akibatnya yang dimaksud. Maksudnya ingin mengatakan dua hal satu kali; menenkankan otoritas dengan memberikan identifikasi penulisnya, tapi dengan jelas menyatakan kalau Kitab Sucilah yang dimaksud (mereka tidak memiliki Musa).

b. Metonymy Akibat: Saat penulis menyatakan akibat tapi memaksudkan sebab yang menghasilkannya (Bullinger, pp. 560-567).

Terkadang satu baris parallelism puisi akan memberi metonymy sebab dan metonymy akibat bersamaan untuk mengekspresikan keseluruhan ide: Then he will speak (sebab) to them in his anger, and terrify (akibat) them in his fury. (Ps. 2:5).

Contoh dimana akibat diberikan untuk hal atau tindakan yang menghasilkannya:

  • Entreat the LORD your God, that he may take away from me this death only. (Exod. 10:17)

Belalang! Itulah yang ingin disingkirkan Firaun. Tapi jika mereka diijinkan untuk tinggal, mereka akan menghancurkan tanah dan penghuninya. Untuk membuat permintaannya lebih jelas dia mengganti akibat dengan sebab.

  • Cause me to hear joy and gladness. (Ps. 51:10[8])

Seluruh baris merupakan sebuah metonymy akibat. Pemazmur ingin mendengar ucapan kuno mengenai pengampunan dari nabi. Akibat diampuni adalah pemazmur sekali lagi bisa bergabung bersama jemaat dengan teriakan sukacita kepada Tuhan dan mendengar seluruh jemaat bersukacita. Dia ingin keduanya diampuni dan masuk kedalam pujian; dia menyatakan akibat dan mengimplikasikan akibat.

Contoh dimana akibat diberikan untuk objek material yang darinya dihasilkan:

  • You split the fountain and the flood. (Ps. 74:15)

Dia membelah dua batu itu, dan air keluar. Penggunaan metonymies disini sangat ekonomis, karena jelas bahwa Tuhan tidak membelah air. Pembaca ingin tahu sebab, batu itu, yang dimaksud, tapi akibatnya, air dari batu itu, yang dinyatakan. Fountain dan flood juga merupakan ekspresi kiasan dari air. Jadi baris itu berbicara lebih dari ekspresi literalnya.

Contoh dimana akibat diberikan sebagai instrumen atau sebab organis:

  • Awake, my glory (Ps. 57:9[8])

Akibat yang dinyatakan adalah glory; sebab yang maksud adalah lidah yang memuji adalah untuk memuliakan Tuhan. Mungkin juga glory mewakili seorang pribadi (bandingkan Keluaran 33:18, show me your glory, yang bisa berarti show me yourself [ = LXX], the real you).

Contoh dimana akibat diberikan bagi pribadi atau agen yang menghasilkannya:

  • But you, O LORD, be not far off;
    O my help, hasten to my assistance. (Ps. 22:19[181)

Akibat yang dinyatakan disini adalah help, hal yang akan diterima pemazmur. Sebab yang dimaksud adalah TUHAN.

c. Metonymy Subjek: saat subjek atau benda diberikan sebagai atribut atau sisipannya, yaitu tempat atau konteiner diberikan bagi isinya (Bullinger, pp. 567-587).

Contoh dimana penampung diberikan bagi isi:

  • The grave cannot praise you. (Isa. 38:18)

Ini merupakan motif umum dalam Alkitab Ibrani. Sang nabi bermaksud mengatakan kalau orang mati dalam kuburan tidak bisa memuji Tuhan. Menggunakan kata grave menambah tekanan dan menggerakan Tuhan untuk menjaga individu agar tetap hidup untuk memujiNya.

  • You prepare a table before me (Ps. 23:5)

Subjek-ide yang dinyatakan adalah table, tapi yang dimaksud adalah makanan dan minuman dimeja. Arti literal dari mempersiapkan meja, yaitu, i.e., carpentry, tidak tepat disini, karena pemazmur menyatakan pemeliharaan spiritual dan fisik bagi kehidupan.

  • The voice of the LORD shakes the wilderness. (Ps. 29:8)

Sebagai sebuah metonymy subjek wilderness menunjukan flora dan fauna dibelantara. Dalam kalimat voice of Yahweh juga kiasan, apakah merupakan sebuah metonymy sebab bagi badai (Tuhan memerintahnya), atau hypocatastasis bagi kemiripan guntur dengan suara itu.

Contoh dimana hal atau tindakan diberikan bagi yang dihubungkannya (the adjunct):

Soul [jika itu terjemahannya, merupakan terjemahan yang salah dari kata Ibrani vpn,, nephesh, yang artinya keseluruhan seorang pribadi, tubuh dan jiwa] untuk desires, appetites; heart untuk thoughts, understanding, courage, will; kidneys untuk conscience, affections, passions; liver untuk emotions, center of immaterial part (lihat Bullinger, pp. 567-570; see also Hans W. Wolff, Anthropology of the Old Testament).

  • You are near in their mouth (i.e., words [met. of cause]) but far from their kidneys.

Ibraninya dihubungkan dengan organ visceral dengan kehendak dan emosi, seperti dunia barat modern menggunakan kata heart untuk strong will (believe with your heart) atau strong affection (love with all my heart). Semua ini kita kelompokan sebagai metonymy subjek, dan kemudian tafsirkan sisipan yang berhubungan --will, desire, thoughts, etc.

Contoh dimana kepemilikan diberikan bagi hal yang dimiliki:

  • Saul, Saul, why are you persecuting me? (Acts 9:4)

Subjek-ide yang dinyatakan adalah me, i.e., Jesus; tapi ide yang dimaksud adalah GerejaNya. Maksudnya adalah sesuatu yang umum dalam Alkitab menindas Gereja sama dengan menindas Kristus.

Contoh dimana tanda diberi bagi hal yang dimaksud:

  • The scepter shall not depart from Judah. (Gen. 49:10)

Maksud dari perkataan leluhur adalah Judah (disini suku bukan patriarch [met. of cause]) akan mendapatkan supremasi atas suku atau kepemimpinan.Tanda kepemimpinan adalah sebuah tongkat, jadi kita mengelompokannya sebagai metonymy subjek karena maksudnya lebih daripada (secara literal) mendapat sebuah tongkat.

  • Kiss the son (Ps. 2:12)

Dalam contoh ini kita memiliki sebuah ide kata kerja yang digunakan sebagai sebuah metonymy. Hal ini tidak terlalu umum, tapi bisa terjadi. Ide yang dikemukakan yaitu mencium anak dimaksudkan untuk menunjukan sisipan, yaitu, apa yang dihubungkan dengan tindakan tunduk, memperlihatkan homage. Son juga kiasan dalam mazmur itu, disini merupakan sebuah implied metaphor, tapi menyatakan lebih dulu metafor dalam bagian tersebut (you are my son).

d. Metonymy Sisipan: Penulis meletakan sisipan atau atribut atau beberapa keadaan yang berkaitan dengan subjek bagi subjek tersebut (Bullinger, pp. 587-608).

Contoh dimana atribut diberikan bagi hal atau objek:

  • Then shall you bring down my gray hairs with sorrow to the grave. (Gen. 42:38)

Sekarang kita memiliki kebalikan dari metonymy subjek. Disini sisipan --gray hairsdiberikan bagi subjek --old Jacob. Jelas, lebih sekedar gray hairs yang akan dibawa kekubur (grave adalah sebuah metonymy subjek bagi kematian).

Contoh dimana waktu diberikan bagi hal yang dilakukan didalamnya:

  • For the shouting for your summer (Isa. 16:9)

Maksud yang diinginkan adalah panen yang terjadi dimusim panas. Dengan mengganti musim panas nabi itu mengekonomisasi deskripsinya dan membawa lebih daripada sekedar harvest. Summer, waktu panen, adalah ide sisipan (sesuatu deskripsi yang dihubungkan dengan ide itu).

Contoh dimana isi diberikan bagi penampungnya:

  • And when they had opened their treasures (Matt. 2:11)

Mereka membuka peti yang menampung treasures. Disini sisipan ini dikemukakan (isi dari penampung) tapi subjeknya yang dimaksud (penampung).

Contoh dimana pemunculan satu hal diberikan bagi hal itu sendiri:

  • His enemies shall lick the dust. (Ps. 72:9)

Ini merupakan deskripsi jelas mengenai kekalahan musuh. Subjek-ide yang dimaksud bahwa musuh yang dikalahkan, ada dalam suatu keadaan menyedihkan; tapi deskripsi yang dikemukakan adalah sebuah sisipan dari kekalahan itu.

Contoh dimana hal yang dirujuk diberikan bagi tanda itu:

  • because the separation is on his head (Num. 6:7)

Ekspresi ini berasal dari pasal mengenai sumpah Nazirite dimana pelakunya tidak akan memotong rambutnya. Tanda yang diinginkan dari sumpah adalah rambut yang tidak dipotong (subjeknya), tapi hal yang ditunjukan dikemukakan --pemisahan. Separation bukan sebuah metonymy akibat, karena akan berkata kalau rambut panjang menyebabkan sumpah.

Contoh dimana Nama seseorang diberikan bagi orang itu:

  • May the name of the God of Jacob protect you. (Ps. 20:2)

Judul yang dikemukakan adalah name; tapi maksud yang diinginkan adalah TUHAN sendiri, atau lebih lagi, seluruh atribut TUHAN. Ini sama dengan ask anything in my name.

12. Synecdoche: pertukaran ide yang berhubungan satu sama lain. Didalam kiasan ini satu kata menerima sesuatu dari yang lainnya yang tidak terekspresikan tapi dihubungkan dengannya karena berasal dari genus yang sama. Seperti metonymy kiasan itu didasarkan pada suatu hubungan bukannya kemiripan. Tapi saat dalam metonymy pertukaran bisa dilakukan antar kata-kata yang berhubungan tapi berasal dari genera yang berbeda (karena itu hubungannya tipis melalui kontak atau ascription). Didalam synecdoche pertukarannya dilakukan antar dua kata yang berhubungan secara generic. Sebagai contoh, ends of the earth sebagai sebuah metonymy subjek yang artinya orang yang hidup diujung bumi, tapi sebagai sebuah synecdoche itu bisa berarti lokasi yang secara geografis jauh sebagai bagian dari tanah --tanahs, bukan orang.

Sebagai petunjuk umum, kita bisa menggunakan synecdoche bagi kiasan yang benar-benar merupakan sebagian dari keseluruhan, atau keseluruhan bagi sebagian lebih berhubungan dengan hal yang dimaksud daripada sebuah metonymy umumnya. Penggunaan Genus dan Species tidak sesering Seluruh dan Sebagian, tapi bisa digunakan bagi hal-hal yang benar-benar berhubungan secara generis.

a. Synecdoche dari Genus: Genus digantikan dengan species: e.g., senjata dengan pedang, mahluk dengan manusia, tangan dengan senapan, kendaraan dengan sepeda (Bullinger, pp. 613-656).

Kata-kata dari arti luas bagi arti yang lebih sempit:

  • The glory of the LORD shall be revealed, and all flesh shall see it together. (Isa. 40:5)

Kata umum flesh digunakan menggantikan ide tertentu mankind (mereka ada dalam suatu hubungan genus-species). Metonymy tidak akan berhasil (sebab? akibat? subjek? sisipan?); jika anda pikir itu sebuah metonymy, anda perlu memberikan ide yang dimaksud untuk kepentingannya.

  • Preach the gospel to every creature. (Mark 16:15)

Genus yang dikemukakan adalah creature; species yang dimaksud adalah people. Ingat bagaimana St. Francis melihatnya secara literal.

All bagi bagian yang lebih besar:

  • All the people were gathered to Jeremiah. (Jer. 26:9)

Penggunaan all bisa ditangani sebagai suatu masalah leksikal. Genus yang dikemukakan disini adalah all the people, tapi arti yang diinginkan adalah the greater number of the people.

All untuk semua jenis:

  • It contained all four-footed animals. (Acts 10:12)

Kita akan ragu kalau penglihatan berisi seluruh binatang-binatang berkaki empat. Maksudnya adalah seluruh jenis binatang berkaki empat (i.e., every kind) diwakilkan.

Universal dengan particular:

  • Saul said nothing that day. (1 Sam. 20:26)

Synecdochenya adalah nothing, tapi arti yang diinginkan adalah nothing about David. Kita juga menemukan dalam bahasa Inggris kalau kata-kata universal seringkali dimaksudkan untuk menandai sesuatu yang lebih spesifik. Saya teringat tentang kalimat yang ditujukan bagi Yogi Berra, Nobody goes there anymore, the place is too crowded.

b. Synecdoche dari Species: Species digantikan dengan genus, sebagian bagi seluruh; e.g., roti dengan makanan, pemotong leher dengan pembunuh (Bullinger, pp. 623-635).

Kata-kata berarti sempit bagi arti yang lebih luas:

  • I will not trust in my bow, neither shall my sword save me. (Ps. 44:7 [6])

Bentuk synecdoche ini lebih membantu secara eksegetis. Didalam mazmur ini bow dan sword dikemukakan, tapi arti yang diinginkan adalah weapons.

Artinya lebih luas daripada kiasan yang dikemukakan tapi termasuk memasukannya.

Species dengan genus proper:

  • A land flowing with milk and honey (Ex. 3:8, 17)

Seringkali sebuah bus wisata di Israel akan membawa orang ke sebuah lokasi yang terdapat sapi dan sarang lebih dan mengutip ayat ini. Tapi artinya lebih luas: maksud genus itu adalah seluruh makanan mewah.

  • Give us this day our daily bread. (Matt. 6:11)

Arti yang dimaksud adalah makanan dasar. Daily bread adalah sebuah species dari genus makanan.

c. Seluruh bagi sebagian: (Bullinger, pp. 636-640). Banyak contoh yang diberikan Bullinger lebih baik diperlakukan sebagai masalah leksikal, terutama saat all / seluruh digunakan bagi sebagian.

  • Behold, the world has gone after him. (John 12:19)

Synecdoche keseluruhannya adalah world; arti yang diinginkan (sebagian) adalah semua orang.

Banyak dari kiasan ini juga melibatkan metonymy subjectpenampung bagi isi. Biasanya itu cukup untuk mengelompokannya sebagai sebuah metonymy dan menjelaskan artinya. Penjelasan itu akan menunjukan kalau keseluruhan diberi bagi sebagian. Perlu diperhatikan kalau synecdoche seringkali juga hyperbolic, atau bahkan merendahkan.

  • And he shall serve him forever. (Ex. 21:6)

Keseluruhannya adalah forever; bagian yang dimaksud adalah as long as the slave lives. Tapi sekali lagi, ini bisa merupakan masalah leksikal, atau caranya diterjemahkan harus dibahas.

d. Sebagian bagi Seluruh: e.g., berlayar dengan kapal, kanvas dengan berlayar (Bullinger, pp. 640-656). Ini juga bisa dikelompokan dibawah species bagi genus, lebih lagi, banyak dari hal ini dekat dengan metonymy. Ini merupakan penggunaan paling umum dari synecdoche.

Sebagian pria bagi seluruh pria:

  • Their feet run to evil. (Prov. 1:16)

Bagian yang dikemukakan adalah feet; keseluruhan yang dimaksud adalah their entire bodies = evil people. Maksudnya adalah hati dan jiwa mereka menuju keperbuatan jahat.

  • The one who lifts up my head. (Ps. 3:4 [3])

Bagi bagian yang dikemukakan, head, artinya adalah keseluruhan pribadi dalam dignity. Tapi to lift up the head lebih baik dijelaskan sebagai metonymy akibat atau sisipan, i.e., pemulihan dignity dan kehormatan.

Sebagian hal untuk seluruh hal:

  • Your seed shall possess the gate of his enemies. (Gen. 22:17)

Bagian yang dikemukakan adalah gate. Tapi keseluruhan yang dimaksud adalah kota. Sebagai sebuah synecdoche gate mewakili batu bata kota sebenarnya. Jika anda pikir gate berarti orang dalam gerbang itu, maka itu adalah metonymy subjek, karena orang dan gerbang tidak terhubung secara generik.

Bagian integral manusia bagi asosiasi lainnya:

  • Before Ephraim, Benjamin, and Manasseh, stir up your might. (Ps. 80:2)

Melalui bagian ini pemazmur merujuk suku diutara, suku diselatan, dan suku Transjordan. Didalam konteks lain nama-nama patriarchal bisa merupakan metonymies sebab (e.g., Judah gathered against him artinya keturunan Judah [met. of cause] atau orang yang hidup di Judah [met. of subject]tapi bukan Judah itu sendiri. Kata-kata seperti seed dan sons of akan menerima pertimbangan yang sama.

13. Merism: penggunaan dua pernyataan berlawanan untuk menunjukan keseluruhan; e.g., siang dan malam, musim semi dan panen, hell and high water (Bullinger, p. 435). Perhatikan daftar Bullinger dimana bagian-bagian ini terdapat dibawah synecdoche, karena merism adalah sebuah bentuk dari synecdoche. Tapi kiga akan menggunakan kategori yang berbeda.

  • You know when I sit down and when I get up. (Ps. 139:2)

Ide dari sitting down dan rising up adalah berlawanan; keseluruhan yang dimaksud adalah seluruh aktifitas yang berkaitan dengan waktu termasuk duduk dan berdiri. Itu berarti, You know every move I makedidalamnya ada kedua tindakan itu. Disini ide yang diekspresikan memang literal, tapi maksudnya lebih dari itu.

  • If I ascend to heaven, You are there;
  • I make my bed in Sheol, You are there. (Ps. 139:8)

Heaven dan Sheol adalah berlawanan; keseluruhan yang dimaksud adalah ruang universal dan seluruh situasi yang ada didalamnya. Baris ini, mengekspresikan suatu vertical merismsemua tempat dari sorga diatas dan Sheol dibawah.

  • From the rising of the sin to the place where it sets,
    the name of the LORD is to be praised. (Ps. 113:3).

Ayat ini bisa diterjemahkan dalam salah satu cara; bisa berarti semua tempat dari timur ke barat; atau, bisa berarti seluruh waktu dari matahari terbit sampai matahari terbenam (the place ditambahkan oleh NIV, Ibraninya hanya memiliki its going in).

14. Hendiadys: Dua untuk Satu, ekspresi dari satu ide melalui dua istilah yang diatur secara formal dan dihubungkan oleh and, bukannya sebuah kata benda atau adjective, atau kata kerja dan adverb. Satu komponen menentukan yang lain (Bullinger, pp. 657-672).

  • I will greatly multiply your pain and your conception. (Gen. 3:16)

Dua kata benda dihubungkan dengan sebuah konjungsi, tapi baris berikut menjelaskan itu adalah sebuah hendiadys: in pain you shall bring forth children. Jadi satu-satunya ide adalah usaha keras dalam membesarkan dan menjaga anak (conception adalah sebuah synecdoche, sebagian bagi keseluruhan proses, karena tidak ada sakit dalam conception).

  • My soul shall be satisfied with fat and fatness. (Ps. 63:6[5])

Satu ide diekspresikan lebih baik dengan membuat salah satu kata bendanya sebagai modifier: abundant fatness. Inilah cara kita menguji katergori ini.

  • But Abel, he also brought from the firstborn of his flock and from the fat of them. (Gen. 4:4).

Saya menyatakannya secara sangat literal sehingga anda bisa melihat titik awal dari penafsiran. Penafsiran kita akan merujuk pada: he also brought the fattest firstborn of his flock.

  • Who is like Yahweh our God? He makes high to sit. (Ps. 113:4).

Teks ini memiliki sebuah participle diikuti oleh sebuah infinitive; hendiadys akan memberikan suatu pembacaan yang mulus --He sits on high. Ide dari sitting juga adalah anthropomorphic, ditunjukan dalam ide duduk bertahta atas bumi.

15. Euphemism: penggantian terhadap sebuah ekspresi yang tidak ofensif atau tenang dengan yang ofensif (Bullinger, pp. 684-688).

  • Then his wife said to him, Do you still hold your integrity? Bless (= curse) God and die. (Job 2:9)

Teks itu telah menggantikan kata bless karena lebih cocok dengan kata God; tapi curse jelas diharuskan dalam konteks. Mungkin sebagian besar dari euphemisms telah memasuki teks melalui aktifitas juru tulis dan bukan bagian dari tulisan asli. Tapi karena mereka ada, harus dimengerti.

16. Apostrophe: suatu penyisihan subject-matter langsung untuk membahas yang lain yang hadir dalam fakta atau imajinasi (Bullinger, pp. 901-905).

Daud berbalik dari doa tentang kesulitannya untuk membahas mereka yang telah masalah itu padanya:

  • Depart from me, you workers of iniquity. (Ps. 6:9[8]).
  • Your glory, O Israel, is slain upon your high places . You mountains of Gilboa (2 Sam. 1: 19-21)
  • When Israel went forth out of Egypt What ails you, O sea, that you flee? (Ps. 114:1-5)

17. Type: sebuah ilustrasi ilahi yang dikiaskan sebelumnya dari sebuah realitas yang berhubungan (disebut antitype) (Bullinger, p. 768). Typology adalah sebuah bentuk prediksi nubuat, perbedaan utama adalah bagian itu hanya bisa dimengerti sebagai nubuat saat pemenuhan antitypenya sudah muncul sepenuhnya. Topik ini akan dibahas dalam catatan mengenai mazmur kerajaan.

  • My God, my God, why have you forsaken me? (Ps. 22:2 [1])

Kata-kata dari mazmur secara hiperbola menggambarkan penderitaan Daud, tapi secara histori menjadi nyata dalam Yesus. Beberapa dari ayat mazmur ini digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan penderitaan Yesus.

18. Symbol: sebuah objek materi digantikan dengan sebuah kebenaran moral atau spiritual, sebuah tanda terlihat dengan sesuatu yang tidak terlihat. Tanda terlihat sebagai sebuah kemiripan tetap terhadap kebenaran spiritual.

  • I will appoint you a light to the nations. (Isa. 42:6)

Light menjadi sebuah symbol bagi perintah rohani dan moral (dibandingkan dengan darkness diayat berikutny). Sebenarnya, symbol ini berasal dari sebuah kiasan pembanding.

19. Irony: ekspresi pikiran dalam sebuah bentuk yang berlawanan (dari eironeia = dissimulation). Arti kata itu dibalik dengan menukarnya kedalam suatu wilayah semantic yang tidak pas dengan pembicara dan/atau subjek. Dengan menaruh kata itu kedalam suatu konteks yang tidak pas penulis menstimulasi sebuah respon mental (Bullinger, pp. 807-815).

Didalam komedi Yunani karakter yang disebut eiron adalah sebuah dissembler yang biasanya berbicara merendahkan atau dengan sengaja berpura-pura tidak pintar dari yang sebenarnya, tapi menang atas alazonsi sombong yang bodoh dan menipu diri. Pada sebagian besar penggunaan kritisnya yang beragam istilah irony memiliki arti akarnya dissimulation, atau sebuah perbedaan antara apa yang dikatakan dengan yang sebenarnya (Abrams, A Glossary of Literary Terms).

  • Where are their gods, their rock in whom they trusted? (Dt. 32:32)

Kata rock (sebuah hypocatastasis menunjukan kekuatan dan stabilitas) disini digunakan dengan maksud berlawanan. Ilah mereka kekurangan stabilitas dan tidak bisa diandalkan.

  • Cry louder, for he is a god. (1 Kings 18:27)

Jelas, Elijah tidak percaya kalau Baal adalah Tuhan, karena kalau dia adalah allah mereka tidak perlu berteriak lebih keras. Maksud dari ironi adalah mereka seharusnya tahu kalau dia bukan allah, dan berhenti berseru kepadanya. Seluruh baris juga menjadi contoh dari ejekan (lihat dibawah).

20. Chleuasmos: Mengejek, sebuah ekspresi perasaan melalui ejekan (Bullinger, p. 942).

  • He who sits in the heavens laughs,
    The LORD holds them in derision. (Ps. 2:4)

Selain membentuk chleuasmos, baris ini sangat anthropomorphic, baik dalam ekspresi sitting dan laughing/mocking. Baris ini bermaksud mengatakan kalau Tuhan melihat rencana sia-sia mereka sangat menggelikan.

21. Maledictio: Imprecation, sebuah ekspresi perasaan melalui malediction atau execration (Bullinger, p. 940). Lihat pembahasan mengenai imprecations dalam tulisan tentang mazmur ratapan dan doa.

  • When he shall be judged, let him be condemned,
    and let his prayer become sin;
    Let his days be few,
    and let another take his office;
    Let his children be fatherless,
    and his wife a widow; (Ps. 109:7f)

Pemazmur dipenuhi dengan kerinduan akan rencana Tuhan, dan berdoa agar mereka yang melawannya akan dihukum. Penghukuman mengambil bentuk gambaran kutukan; tapi kutukan hanya efektif jika itu semua adalah kehendak Tuhan.

III. Kiasan Melibatkan Penambahan atau Perluasan

22. Parallelism: Baris Paralel, hubungan satu ayat atau baris dengan lainnya (untuk pembahasan utuh lihat pendahuluan mengenai Mazmur). Hati-hati dalam menggunakan buku Bullinger karena dia membahasnya secara berbeda (pp. 349-362). Kita akan mengikuti klasifikasi yang diberikan dalam tafsiran Mazmurnya Anderson.

23. Repetisi: Repetisi dari kata yang sama atau kata-kata dalam bagian itu. Fenomena ini memiliki banyak variasi; dan ekspositor harus memberitahu tipe dan tujuan dari repetisi (lihat Bullinger, pp. 189-263, merupakan bagian agak diperluas).

  • Whom shall he teach knowledge for it is precept upon precept, precept
    upon precept, line upon line, line upon line, here a little, there a little . (Isa. 28:10)
  • My God, my God, why have You forsaken me? (Ps. 22:2[1])

Intensnya pathos dari ayat ini diperluas oleh repetisi melebihi apa yang dibawa oleh ekspresi orang itu. Perhatikan juga ironinya --my God should not be forsaking me.

24. Paronomasia: repetisi kata-kata yang mirip bunyinya dan seringkali juga dalam arti atau asal mula (Bullinger, pp. 307-320). Jika kata-kata itu secara etimologis berhubungan, maka itu merupakan sebuah paronomasia dalam arti klasik; jika kata-kata itu tidak begitu berhubungan, maka itu merupakan sebuah paronomasia longgar, atau, permainan kata phonetic. Anda perlu bekerja dengan bahasa Ibrani untuk melihat kiasan ini.

  • Now the earth was waste and void. (Gen. 1:2)

Dua kata itu adalah tohu wabohu, sebuah permainan kata phonetic. Mereka terdengar seperti berhubungan, tapi berasal dari kata-kata yang berbeda. Frase yang mudah diingat membantu ingatan dan mengatur pasal itu.

  • Therefore, the name of it was called Babel, because there the LORD confused (balal, i.e., turned into a babble) their language (Gen. 11:9).

Nama Babel secara etimologis tidak berhubungan dengan kata kerja Ibrani balal, to confusemereka adalah bahasa berbeda. Bab-ili adalah sebuah kata Babilonia yang berarti gate of God; tapi kata kerja dalam Ibrani menangkap bunyi nama itu dan memberi komentar mengenainya dalam konteks.

  • God has taken away (asaph) my reproach; and she called his name Joseph (yoseph), saying, May Yahweh add (yoseph) to me another son. (Gen. 30:23, 24)

paronomasia yoseph adalah benar, secara etimologis berhubungan (dari yasaph) dan secara morphologis identik keduanya adalah hiphil jussives artinya may he add. Tapi paronomasia dengan asaph hanyalah sebuah permainan kata phonetic, disamping usaha yang dilakukan beberapa sarjana untuk melacak akar dari Joseph sampai asaph.

25. Acrostic: repetisi dari huruf yang sama atau berikutnya dipermulaan kata atau klausa (Bullinger, pp. 180-188).

Mazmur 119 adalah bagian yang sudah biasa bagi kebanyakan orang; setiap baris dalam setiap bagian dimulai dengan deretan huruf alfabet. Didalam Mazmur 34, setiap ayat dimulai dengan sebuah huruf alfabet secara berderet, mengeluarkan waw dan berakhir dengan ayat 21. Ayat 22, dimulai dengan sebuah pe, ada diluar deretan dan mungkin ditekankan. Lihat juga kitab Ratapan; setiap pasal memiliki 22 ayat untuk deretan alfabet, tapi pasal ketiga melipat tigakan penggunaan setiap huruf. Acrostics berlaku sebagai mnemonic dan juga retorik.

26. Inclusio: kiasan retoris dimana sebuah unit tulisan dimulai dan diakhiri dengan kata, frase, atau klausa yang sama (atau mirip). Repetisi ini berlaku sebagai alat framing, menekankan tema dari bagian itu. Biasanya muncul dengan konstruksi chiastic.

  • O LORD, our Lord, how excellent is Your name in all the earth! (Ps. 8:2[l] and 10[9])
  • My God, my God, why have you forsaken me and
    You are my God. (Ps. 22:2[l] and 11[10])

27. Hyperbole: penggunaan istilah berlebihan untuk menekankan akibat; artinya lebih dari makna literalnya (Bullinger, pp. 423-428).

  • The cities are great, and walled up to heaven. (Deut. 1:28)

Maksud dari pernyataan itu adalah kota-kota itu sangat tinggi, luar biasa.

  • I am worn out from groaning;
    all light long I make my bed swim with weeping
    and drench my couch with tears. (Ps. 6:6).

Membanjiri dan membasahi tempat tidur dengan air mata mungkin secara literal tidak benar. Tapi hal itu menunjukan satu malam dengan sakit yang sangat dan tangisan yang tak terkontrol.

IV. Kiasan Melibatkan Penghapusan atau Supresi

28. Ellipsis: Penghapusan, penghapusan satu kata atau kata-kata dalam sebuah kalimat (Bullinger, pp. 3-113).

  • When you shall make ready [ ] upon your strings. (Ps. 21:13[12])

Your arrows tidak ada dalam teks; itu seharusnya diberikan dari konteks. Terkadang kata-kata ditanggalkan karena tidak diperlukan konteks; atau ditanggalkan untuk penekanan, seperti dalam contoh berikut.

  • there is in my heart [ ] like a burning fire (Jer. 20:9b).

NIV memberi subjek yang dihapus: your word is in my heart. Konteksnya menunjukan kalau inilah subjek yang benar dan terpenting.

29. Aposiopesis: Diam yang tiba-tiba, berhenti berkata-kata, dengan diam yang tiba-tiba (dalam kemarahan, duka, depresiasi, janji) (Bullinger, pp. 151-154).

  • My soul is greatly troubled; but You, O LORD, how long--? (Ps. 6:3)

Kalimat itu tidak lengkap karena emosi yang intens terlibat. Pemazmur berhenti dalam kalimat ini dan menyerahkan semuanya dalam pemeliharaan TUHAN. Contoh lain adalah Yesaya 1:13 yang menyatakan TUHAN kapok dengan kepura-puraan ibadah Israel walaupun NIV memuluskannya sedikit.

32. Erotesis: disebut juga Pertanyaan Retoris, bertanya tanpa mengharapkan jawaban (untuk mengekspresikan penegasan, demonstrasi, kekaguman, pemujaan, keinginan, penolakan, keraguan, permohonan, larangan, kasihan, teguran, ratapan, absurditas anda harus memutuskan yang mana maksudnya [lihat contoh-contoh dalam buku Bullinger]). Melalui penggunaan kiasan kita berusaha membujuk pendengar untuk mengadopsi sudut pandang. Respon yang diinginkan harus ditebak dan diuji dari komposisi itu (Bullinger, pp. 943-956).

  • Is anything too hard for the LORD? (Gen. 18:14)

Maksud pertanyaan adalah tidak ada yang too hard (literalnya marvelous, wonderful, surpassing). Bentuk pertanyaan itu digunakan untuk mendesak Abraham dan Sarah menyadari maksudnya.

  • Who can find a virtuous woman? (Prov. 31:10)

Maksudnya adalah membangkitkan sebuah perasaan menginginkan sesuatu yang begitu jarang; ini bukan sebuah pertanyaan literal yang harus dijawab. Virtuous dalam baris itu agak kurang tepat untuk kata Ibrani khayil, kecuali kita berpikir dalam istilah kebajikan.

  • Why do the nations rage? (Ps. 2:1)

Pemazmur mengekspresikan kekaguman, mungkin juga kemarahan, bahwa bangsa-bangsa mau memberontak melawan TUHAN.

33. Meiosis: Mengecilkan satu hal untuk memperbesar yang lain (disebut juga litotes) (Bullinger, pp. 155-158).

  • And we were in our own sight as grasshoppers,
    and so were we in their sight. (Num. 13:33)

Perhatikan ini juga sebuah simile, membandingkan orang dengan belalang. Pengecilan dimaksudkan untuk memperbesar jumlah dan kekuatan musuh.

34. Tapeinosis: Mengurangi satu hal untuk meningkatkannya (Bullinger, pp. 159-164).

  • A broken and contrite heart, O God, you will not despise. (Ps. 51:19 [17])

Kita mengharapkan you will joyfully receive. Tapi sebuah pengurangan digunakan untuk menyatakan dua ide: ide pertama adalah Tuhan akan menerima dan senang akan hati yang hancurinilah maksud yang diinginkan; lainnya adalah jika kita tidak memiliki hati yang hancur Tuhan akan membiarkan. Tentu saja, broken dan heart juga kiasan (hypocatastasis dan juga metonymy).

Ringkasan dan Ilustrasi

Ada beberapa kiasan diatas yang mudah disalah artikan jika dilihat sekilas. Klasifikasi kiasan yang lebih luas kedalam empat kelompok terbukti membantu, karena kita bisa bertanya apakah penulis itu sedang membandingkan, mengganti, menambah atau menghapus dalam kalimat.

Kiasan pembanding yang terlihat seringkali adalah simile, metafora, hypocatastasis (atau implied metaphor), anthropomorphism dan zoomorphism. Semuanya pada intinya melakukan hal yang sama, i.e., membuat sebuah perbandingan; tapi melakukannya secara berbeda. Jika kita menabelkan bagaimana kerja mereka, kita harus memberikan perbandingan antar genus.

GENUS

GENUS

TUHAN

perisai

Properti dari satu wilayah semantic digubah keying lainnya, membentuk sebuah perbandingan, apakah dinyatakan atau diimplikasikan. Seringkali konteksnya membatasi atau mensyaratkan bahasa metaforis, membatasi jangkauan perbandingan atau ubahan. Tugas eksegetor adalah menentukan maksud dari perbandingan. Salah satu cara melakukannya adalah menulis satu GENUS baru yang merangkul kedua kata, kemudian membuatkan masing-masing speciesnya. Metafor diatas bisa ditabelkan sebagai berikut:

PERLINDUNGAN
(posited genus)

TUHAN

=

perisai

Kiasan pengganti yang perlu diperhatikan adalah synecdoche dan metonymy. Kiasan dari synecdoche bisa ditabelkan dengan cukup mudah karena melibatkan hubungan satu GENUS (atau SELURUH) dan SPECIES (atau BAGIAN).

GENUS

>

e.g., military weapons/
peaceful implements

SPECIES

<

e.g., swords/ploughshares

Jadi jika kiasannya adalah synecdoche, kita harus berpikir dalam kerangka pengganti kearah genus atau kelompok yang lebih besar dimana kiasan itu berasal, atau kearah species (atau bagian) yang dimaksud oleh genus.

Salah satu kiasan yang paling umum digunakan dalam mazmur adalah metonymy. Ini juga sebuah kiasan pengganti, tapi saat synecdoche benar-benar merupakan bagian dari seluruh atau seluruh dari sebagian, metonymy kurang terhubung dengan hal yang dimaksud tapi terhubung, dan disinilah perbedaannya dengan kiasan pembanding. Dengan metonymy terdapat kelanjutan antar kiasan dan topik. Melalui tabel berikut saya berusaha mengilustrasikan empat tipe dasar (sebenarnya dua tipe dengan arah berlawanan). Contoh kiasan dikotak.

SEBAB

 

AKIBAT

Musa

>

Hukum yang Musa tulis

They have Moses tidak dilihat secara literal. Mereka memiliki Kitab Suci yang Musa tulis. Maka dari itu, sebab (penulis) dikemukakan, tapi dampaknya yang dimaksud. Antara penulis dan tulisannya ada hubungan yang nyata, tapi tidak dalam pengertian sebuah synecdoche.

SEBAB

 

AKIBAT

Batu yang Musa pukul

<

Mata air

You split the fountain menggantikan kata fountain dengan batu yang dipukul Musa, dari situ keluar mata air setelah dia melakukannya. Ini adalah hubungan nyata antara kiasan (fountain) dan apa yang dimaksud (rock) melaluinya.

SUBJEK

 

SISIPAN

kubur

>

Orang mati didalamnya

The grave cannot praise you menggantikan penampung dengan isinya (dan diagram saya dibuat untuk menunjukan subjek menegaskan realitas yang dimaksud). Ada satu hubungan antara grave dan dead; tapi bukan sebuah perbandingan. Grave sebagai sebuah synecdoche mewakili tanah, atau bumi, atau Sheol.

SUBJEK

 

SISIPAN

Rambut panjang menunjukan sumpah

<

pemisahan

The separation is on his head menggantikan satu istilah deskriptif dengan apa yang dimaksudnya, the long hair of the vow. Pernyataan utuhnya akan mengatakan bahwa long hair mewakili dipisahkannya dia bagi TUHAN ada pada kepalanya.

Pada praktek nyata terkadang sulit untuk membedakan tipe-tipe utama ini, tapi saat seorang semakin melatihnya semakin mudah dibedakan. Tentu saja, ada saat dimana perbedaan penafsiran dimungkinkan, tergantung pada bagaimana bagian itu dilihat. Perjamuan Kudus melukiskan hal ini, Roma Katolik melihat perkataan Yesus This is my blood secara literal (tapi dengan syarat-syarat), Lutheran secara metonymy, dan Baptist secara metaforis.

Related Topics: Bible Study Methods, Terms & Definitions

7. Pelajaran Kritik Teks

Pendahuluan

Ada beberapa aspek eksegesis yang lebih rumit daripada melakukan kritik teks. Ini merupakan disiplin yang mengharuskan eksegetor menguasai bahasa, tapi seluruh informasi mengenai manuskrip dan ragam versinya serta kecenderungan juru tulis. Hal ini juga berasumsi kalau kritik tekstual akan lebih biasa dalam Alkitab, terutama karakteristik tulisan dan kecenderungan setiap penulis. Sebagian besar mahasiswa seminari tidak cukup dipersiapkan untuk pekerjaan ini. Mereka bisa saja, tapi kurikula dalam institusi tersebut telah berayun dari disiplin alkitabiah dan teologis kepada penekanan profesi. Tekanan tambahan itu baik, dan mungkin diperlukan tapi tidak dengan mengorbankan disiplin tradisional.

Didalam tulisannya yang berjudul The Textual Criticism of the Old Testament, Harry Orlinsky menulis:

Beberapa decade yang lalu kita melihat penelitian Perjanjian Lama berkembang dibawah pengaruh penemuan arkeologi. Wilayah yang disebut dalam Alkitab, Irak, Siriah, Libanon, Palestina dan Mesir, saat mereka dibawah kontrol Inggris dan Prancis, menjadi tempat subur penemuan dengan penggalian di Fertile Crescent. Dan walaupun struktur ekonomi dan social beragam bagian di Timur Dekat seperti kekuasaan Eropa mulai berubah ditahun duapuluhan, tigapuluhan, dan empatpuluhan, dan Inggris serta Prancis mulai tergantikan oleh kekuasaan Amerika dan Soviet, dan pengelompokan politik baru seperti Republik Arab, Kerajaan Hashemite di Yordan, dan Israel sedang terbentuk, dengan akhir yang belum terlihat, pekerjaan arkeologis tetap berlangsung lebih banyak di Israel daripada Transjordan dan Iraquntuk memuaskan para sarjana Alkitab, atau keinginan para ahli dibidang arkeologi Alkitab.

Pada saat yang sama, trend baru mulai terasa dalam pendidikan tinggi dikedua sisi Laut Atlantik: ilmu kemanusiaan dan social mulai memberi jalan bagi ilmu terapan. Kurikula dari sekolah pada umumnya semakin merampas tata bahasa Latin dan Yunani menjadi bayang saat sekolah publik sering disebut sekolah Latin atau sekolah tata bahasa!

Konsekuensi kritik tekstual terhadap Perjanjian Lama cepat terasa. Disini, disatu sisi, dokumen tertulis dan tidak yang dibongkar oleh arkeologi menarik perhatian pelajar tentang dunia dimasa Kitab Suci ditulis; dan, disisi lain, pelajar dibidang penelitian yang sama menemukan diri mereka semakin tidak bisa menangani kritik tekstual dari Alkitab Ibrani, karena mereka masuk dan keluar dari seminari dan departemen Semitik mereka dengan pengetahuan bahasa Ibrani, Aramik, dan Latin bukan dari sumber langsung disbanding pelajar dimasa sebelumnya. Kita telah jauh berbeda disbanding saat Ezra Stiles, president dari Yale University, mengajar mahasiswa baru dan kelas bahasa Ibrani, ditahun 1781 dalam bahasa Ibrani. (in The Bible and the Ancient Near East, ed. By G. Ernest Wright [Doubleday, 1965]).

Pada tahun-tahun setelah Orlinsky menulis artikel ini, hal-hal tersebut tidak menjadi lebih baik; faktanya, pelajaran Teologi dan Alkitab secara umum telah dikurangi. Sebagai hasilnya, pelayan dan pendidik lain dimasa kini lebih dari sebelumnya, harus memberi keputusan penting mengenai terjemahan, penafsiran Alkitab, dan keputusan besar tentang teologi dan etika, semua dengan pelatihan formal yang kurang untuk melakukannya. Hal yang dilakukan dalam seminari dan program sarjana adalah menawarkan suatu survey tentang disiplin melakukan kritik tekstual jika seseorang ingin mempelajarinya. Tapi pelajar seminari memerlukan survey ini, agar mereka lebih hati-hati dalam melakukan pekerjaan eksegetisnya. Karena terlatih atau tidak, mereka harus menghadapinya.

Perkenalan pertama pelajar terhadap kritik tekstual Perjanjian Lama biasanya gagal karena jumlah informasi yang diperlukan untuk mengerti apa yang sedang terjadi. Ada banyak sekali tulisan mengenai ragam teks dan tipe teks Perjanjian Lama, ragam versi Perjanjian Lama, dan teori kritik mengenainya. Buku kecilnya Ernst Wurthwein, The Text of the Old Testament (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1979), memberikan perkenalan yang baik terhadap seluruh materi ini. Walaupun begitu, hanya suatu survey umum. Tapi cukup dalam seminari, karena tujuan mempelajari disiplin ini bukan untuk membuat pelajarnya kedalam suatu kritik tekstual, tapi membuat mereka sadar akan teks dari Alkitabbagaimana itu ditulis, bagaimana disimpan, seberapa bisa diandalkan, dan bagaimana menyelesaikan kesulitan tekstual.

Menyelesaikan masalah tekstual paling membutuhkan pelatihan. Hal itu membutuhkan pengetahuan yang baik akan bahasa dan bukti manuskripnya variasi yang ada. Hal itu membutuhkan kemampuan membaca apparatus dicatatan kaki Alkitab Ibrani dan mengevaluasi bacaannya sesuai dengan kanon dari kritik teks. Disini anda hanya sedikit mempraktekannya, cukup untuk menyadarkan anda akan proses menyelesaikan sebuah masalah tekstual, sehingga saat anda membaca versi yang berbeda atau tafsiran yang berbeda anda bisa mengevaluasi sebagian hal yang mereka katakan.

Ekspositor modern tidak bisa mengabaikan masalah ini kecuali ekspositor itu (jika bisa memakai istilah ini) berencana mengabaikan Alkitab. Perbedaan versi Alkitab dalam bahasa Inggris membuat anda perlu mengatakan bahwa ada hal yang signifikan yang berubah dalam pembacaannya. Lebih dari itu, tafsiran modern sering mengubah teks dalam pembahasan mereka. Anda harus menentukan apakah itu diijinkan, atau seperti juru tulis dimasa lalu mereka hanyalah pilihan untuk pembacaan yang lebih mudah bagi penafsir. Hal ini, mendasar bagi seluruh disiplin dalam mempelajari Alkitab dan teologi.

Tugas dari kritik tekstual yang sebenarnya, adalah membuka, mengidentifikasi, atau memulihkan teks asli dari Alkitab. Hal ini disebut Lower Criticism. Higher Criticism berurusan dengan menentukan penulis, waktu, tujuan, dan integritas dari kitab-kitab dalam Alkitab, yang cukup beragam. Kritik Tekstual berurusan dengan manuskrip dan versi Alkitab, dan bukan, seperti yang dipikir sebagian orang dimasa ini, dengan metode penafsiran. Bacaan bibliografi dibawah ini sangat berguna bagi yang ingin mempelajarinya lebih lanjut.

Tapi harus diulangitujuan kita adalah mensurvey informasi mengenai manuskrip, versi, dan aktifitas juru tulis, dan juga metode dalam melakukan kritik tekstual, sehingga anda bisa memiliki pengertian yang lebih baik akan Kitab Suci dan bagaimana mereka telah disimpan dan diterjemahkan.

Bibliografi Terpilih

Ap-Thomas, D. R. A Primer of Old Testament Textual Criticism. Oxford: Basil Blackwell, 1965.

Cross, F. M. and Talmon, S. Qumran and the History of the Biblical Text. Cambridge: Harvard University Press, 1975.

Jellicoe, S. The Septuagint and Modern Study. New York: Oxford University Press, 1968.

Klein, R. W. Textual Criticism of the Old Testament. Philadelphia: Fortress Press, 1974.

Orlinsky, Harry M. The Textual Criticism of the Old Testament, in The Bible and the Ancient Near East, edited by G. Ernest Wright. Garden City: Doubleday, 1965. Pp. 140-169.

Roberts, B. J. The Old Testament Text and the Versions: The Hebrew Text in Transmission and the History of the Ancient Versions. Cardiff: University of Wales press, 1951.

________. The Textual Transmission of the Old Testament, in Tradition and Interpretation, edited by G. W. Anderson. London: Oxford University Press, 1979. Pp. 1-30.

Thompson, J. A. Textual Criticism, in Interpreters Dictionary of the Bible, Supplement. Pp. 886-891.

Waltke, Bruce K. The Textual Criticism of the Old Testament, in Biblical Criticism: Historical, Literary and Textual, edited by R. K. Harrison, et. al. Grand Rapids: Zondervan, 1978. Pp. 47-78.

Weingreen, J. Introduction to the Critical Study of the Text of the Hebrew Bible. New York: Oxford University Press, 1982.

Sejarah dan Karakter Sumber

Manuskrip Ibrani

Bukti manuskrip bagi teks Ibrani cukup lama, tapi sangat baik tersimpan. Sebelum 400 B.C. tidak ada manuscript (MS) dari Alkitab Ibrani, sehingga kita hanya bisa melihat praktek juru tulis dari Alkitab itu sendiri dan praktek Timur Dekat kuno lainnya. Hal yang bisa ditunjukan adalah para juru tulis memiliki determinasi untuk menyimpan teks tersebut. Teks selamat melalui berbagai bencana dan kehancuran karena kitab-kitab itu dianggap keramat dan para juru tulis sangat memperhatikan keakuratannya. Ada suatu psychology of canonicity yang memelihara suatu perhatian untuk memelihara tulisan-tulisan keramat. Untuk pelajaran mengenai perlakuan juru tulis lain di dunia kuno, lihat W. F. Albright, From the Stone Age to Christianity, pp. 78-79; and K. A. Kitchen, Ancient Orient and Old Testament, p. 140.

Tapi terdapat juga kecenderungan dalam sebagian lingkaran juru tulis untuk merevisi teks. Mereka mengubah teks dan orthography sesuai dengan aturan penulisan; mereka juga mengubah bentuk linguistiknya. Kita tahu sedikit mengenai bagaimana vokalisasi Ibraninya diubah dan mengerti perubahan seperti itu. Lebih dari itu, para imam kelihatannya memiliki bagian teks sinoptik yang telah direvisi dalam pengajaran mereka (bandingkan Ps. 18 dan 1 Sam. 22 dalam Ibrani). Hal terpenting adalah, terdapat kesalahan tidak disengaja seperti dittography, haplography, dan lainnya.

Sejak 400 B.C. sampai masa standarisasi teks Ibrani ditahun 70 A.D., kecenderungan yang sama berlanjut. Kehadiran tipe teks diantara teks Dead Sea Scrolls (DSS; ca. 200 B.C. to 100 A.D.) identik dengan yang disimpan oleh pada Masoretes (yang keberadaan terawal MS sampai ca. 900 A.D.) menjadi saksi kesetiaan dalam penyimpanan teks. Kita bisa belajar sesuatu mengenai proses penyimpanan ini dari tradisi Rabinis (Talmud, Nedarim 37b-38a).

Tapi ada juga kecenderungan diantara para juru tulis untuk merevisi. Sopherim (juru tulis) merupakan perevisi resmi teks menurut C. D. Ginsberg (dalam tulisannya Introduction to the Masoretico-Critico Edition of the Hebrew Bible [New York: KTAV, 1966], p. 307). Setelah kembali dari pembuangan para juru tulis mengubah tulisan dari bentuk lama ke bentuk penulisan Aramik. Tapi yang lebih penting, beberapa juru tulis yang lebih liberal mengubah teks atas alasan philologis dan teologis. Mereka memodernisasi teks dengan menggantikan bentuk archaic dan konstruksinya, mereka memperhalus kesulitan kita, mereka menambah teks dengan tambahan-tambahan dan glosari dari bagian paralelnya, dan mereka menggantikan eufemisme dengan vulgatitas, mengubah nama-nama ilah palsu, dan menjaga nama ilahi dengan mengganti huruf hidup dari bentuk lain.

Hasil dari seluruh kecenderungan ini adalah munculnya tiga turunan Alkitab yang berbeda: teks yang disimpan oleh para Masoretes (the textus receptus), Samaritan Pentateuch (SP), dan Septuagint (LXX)ketiganya dikuatkan oleh DSS.

Gesenius menunjukan kalau persetujuan antara SP dan LXX bisa dijelaskan dengan asumsi asal yang sama. Ini telah dikonfirmasi oleh karya Cross terhadap Samuel, dan Gerleman terhadap Chronicles (Cross, Ancient Library of Qumran, p. 142; Gerleman, Synoptic Studies in the Old Testament, Lunds Universitets Arsskrift, p. 9). Asal yang sama mungkin terjadi di Palestina dimasa Tawarik (400 B.C.). Semua old Palestinian recension ini dibawa ke Mesir selama abad kelima B.C. dan lebih jauh divulgarisasi sebelum menjadi dasar bagi LXX (ca. 300 B.C.). Tulisan selamat di Palestina dan menjadi dasar bagi SP.16

Mungkin old Babylonian recension (deskripsi Cross kalau teks Masoret yang digunakan) diperkenalkan kembali di Palestina dimasa para Makabe (ca. 160 B.C.). Hal yang jelas adalah dimasa Injil ada suatu keadaan yang mendukung hal ini di Palestina. Ini bisa terlihat dalam penggunaan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru, tulisan rabinis, dan kitab-kitab apokrifa.

Kesaksian Rabinis adalah terdapat suatu gerakan menjauh dari pluralitas turunan ke suatu standarisasi teks Ibrani. Aturan dari hermeneutic alkitabiah, disusun oleh Hillel the Elder, menuntut sebuah sacrosanct text. Bukti merujuk pada keberadaan suatu teks resmi dengan otoritas mengikat dari masa setelah kehancuran bait ditahun 70 A.D. Tafsiran Eksegetis dan prinsip hermeneutis digemakan oleh Zechariah ben ha-Kazzav, Nahum of Gimzo, Rabbi Akiva, and Rabbi Ishmael, semua menginginkan suatu teks yang distabilkan, tipe teks Masoretik. Para Rabi telah menetapkan hal ini pada turunan konservatif dan mengadopsikannya bagi Yudaism (konservatif dalam arti kurang ada perubahan dan disimpan dari hal yang sulit dan tidak biasa).

Karya dari para juru tulis sekarang berubah dari mengklarifikasi teks kepada menstandarisasi dan memelihara teks, walaupun dengan banyaknya bentuk archaic dan sulit didalamnya. Karena para juru tulis berusaha memelihara teks, tidak ada perkembangan lanjutan penting yang terjadi.

Pekerjaan memelihara teks merupakan kepentingan sekolah keluarga dari para sarjana Yahudi. Mereka mewakili secara simbolis huruf hidup dan liturgical cantillations dengan tanda diacritical. Mereka dikenal sebagai Masoretes (Ibraninya masar berarti to hand down melalui tradisi); tradisi mereka disebut Masorah; dan teks yang mereka simpan dan vocalized disebut Masoretic Text. Pekerjaan dari keluarga Ben Asher dari sekolah Tiberias (sebuah kota dipantai barat Galilea) menonjol dengan dukungan diabad sebelas.

Untuk ringkasan sejarah pencetakan Alkitab Ibrani, lihat N. H. Sarna, Bible: Text, in Encyclopedia Judaica 4 (1971):831-35.

Versi-versi Kuno

Septuagint. Wurthwein memberikan perkenalan dasar terhadap Perjanjian Lama Yunani. Mengenai garis besarnya saya ingin menambahkan beberapa latar belakang dari sumber lainnya. Secara umum, kita bisa mengatakan kalau Taurat atau Hukum diterjemahkan kedalam bahasa Yunani diantara tahun 295--247 B.C., Para Nabi diterjemahkan sebelum akhir abad ketiga B.C., dan Hagiagrapha ditahun 132 B.C.

Lagarde berpendapat, cukup meyakinkan, bahwa seluruh manuskrip yang ada dari terjemahan Yunani Kuno berasal dari tiga turunan yang disebutkan oleh Jerome, yaitu, Egyptian oleh Hesychius, Palestinian oleh Origen, dan Syrian oleh Lucien. Ketiganya berasal dari versi Yunani yang asli.

Dua edisi modern dari bahasa Yunani didasarkan pada teori dan model Lagarde. Cambridge Septuagint, berisi kitab-kitab Pentateuch dan sejarah, disebut Vaticanus (Codex B) karena itu yang termurni. Jurang diisi dengan Alexandrinus dan Sinaiaticus. Didalamnya berisi begitu banyak apparatus Yunani yang penting. Cambridge Septuagint disimpan dalam sebuah Perjanjian Lama Inggris-Yunani (Zondervan) yang dilihat sebagai penghematan waktu. Edisi lain, Rahlf, adalah Gottingen LXX; ini merupakan sebuah masalah penting, tapi biasanya kembali ke B. Edisi itu tidak memiliki Pentateuch dan sejarah. Edisi Rahlf menutupi bagian ini.

Turunan dari Septuagint. Waltke meringkas masalah ini:

Dari penelitiannya terhadap kitab SamuelRaja-raja, Cross menyimpulkan kalau LXX yang asli telah direvisi kira-kira abad pertama B.C. terahdap suatu teks Ibrani yang ditemukan dalam Tawarik, beberapa MSS Qumran, kutipan-kutipan dari Josephus, Greek minuscles boc2e2, dan dalam kolom keenam dari Hexaplanya Origen, yang tidak hanya Theodotionic tapi juga Proto-Lucianic. Turunan Proto-Lucianic ini kemudian direvisi ke revisi kai ge melihat pada Proto-Masoretic Text. Revisi ketiga terjadi diabad kedua A.D. oleh Aq. (Aquila) dan Sym. (Symmachus), yang merevisi turunan kai ge terhadap Rabbinic Masoretic Text. Barthelemy, sebaliknya, berpendapat bahwa teks Proto-Lucianic ini merupakan LXX yang asli, dan ditunjukan hanya dua revisi berturutan. Tapi G. Howard berpendapat kalau keduanya kekurangan bukti definitif.

Waltke menunjukan bahwa bukti dalam kitab nabi-nabi kecil semakin menunjukan suatu revisi terhadap Yunani kuno kepada Proto-MT. Dari situ berasal turunan diabad kedua A.D. Aquila, murid dari Aqiba, membuat sebuah terjemahan literal agar sesuai dengan prinsip-prinsip eksegetisnya. Symmachus lebih mengusahakan idiom Yunani. Versi Theodotion mendahului terjemahan asli dalam edisinya LXX.

Diabad ketiga dan keempat A.D., turunan dari Hesychius, Origen, dan Lucian muncul. Kolom kelima Hexaplanya Origen berpengaruh pada salinan lanjutan dari LXX. Itu merupakan suatu teks yang secara konsisten dikoreksi dari Ibraninya textus receptus karena itu yang paling rusak.

Waltke menyimpulkan, Melihat sejarah ini, Lagarde dengan benar mengatakan bahwa, hal lain setara, pembacaan Yunani yang menyimpang dari MT seharusnya dianggap sebagai LXX yang asli.

Aramik Targums. Terjemahan Perjanjian Lama Aramik kurang menologn bagi kritik tekstual. Mereka distandarisasi setelahnya dalam sejarah, tapi yang lebih penting mereka bersifat paraphrastic, berisi materi haggadic, modernisasi nama-nama, penjelasan bahasa kiasan, dll. Beberapa materi Targum bisa membantu mengerti tafsiran resmi dalam Sinagoge. Hal ini memiliki beberapa tanggungan pada kesulitan tekstual. Untuk pembahasan mengenai Targum, lihat perkenalan umumnya Wurthwein.

Latin Kuno dan Vulgata. Latin Kuno mungkin merupakan terjemahan Yahudi yang didasarkan pada LXX. Buktinya tidak sepenuhnya didasarkan pada manuskrip lengkapnya, tapi dari manuskrip yang mengisi suatu teks pre-Vulgate, kutipan-kutipan Bapa-bapa, dan annotasi marginal dalam Vulgata.

Vulgata Latin diperintahkan oleh Pope Damasus kepada Jerome (345-420). Jerome mencoba beberapa pendekatan dalam merevisi teks Latin, dan akhirnya mengerjakan sebuah terjemahan dari teks Ibrani. Terjemahan Mazmurnya dalam Vulgata (yang disebut Gallican Psalter) pada intinya diambil dari Hexapla.

Kemudian, dibawah pengaruh para sarjana Yahudi di Bethlehem, Jerome menghasilkan sebuah terjemahan Mazmur kedalam bahasa Latin yang didasarkan pada Teks Ibrani, disebut Psalterium iuxta hebraeos hieronymi, PIH.

Syriac Peshitta. Ini merupakan terjemahan yang dimulai di Edessa, dimulai pada abad pertama A.D. untuk Pentateuch, dan diselesaikan diakhir abad keempat. Terjemahan ini kelihatannya mengikuti Ibraninya secara ketat, tapi bisa juga diterjemahkan dari LXX. Pentateuch, Yesaya, Nabi-nabi Kecil, dan sebagian dari Mazmur, menunjukan pengaruh dari LXX. Yehezkiel dan Amsal lebih dekat ke Targum. Ayub secara literal. Ruth bersifat midrashic. Tawarik sebagiannya midrashic.

Pembagian Syrian Christian kedalam Nestorians dan Jacobites menunjukan versi terpisah dari Peshitta (simple) didasarkan pada terjemahan sebelumnya.

Kecenderungan Para Juru Tulis

Selain pengetahuan mengenai sejarah dan perkembangan teks dan versi, kritik teks harus menyadari berbagai perubahan yang dibuat dalam manuskrip jika ingin mengevaluasi masalah. Garis besar berikut ini akan membiasakan pembaca dengan kecenderungan juru tulis, tapi tidak memberikan suatu pembahasan menyeluruh. Mengenai pembahasan mendetil, lihat bibliografi, terutama Klein, pp. 76-82, disitu contoh-contohnya dibahas.

Perubahan Tak Disengaja

1. Kebingungan terhadap surat-surat yang mirip. Ada saatnya sebuah kesulitan tekstual muncul karena seorang juru tulis membingungkan surat dalam pembacaan.17 Perhatikan perbedaan dalam I Samuel 14:47:

MT: He pronounced (them) wicked ( y r sh y )

LXX: He was victorious (y w sh -- reading a w for an r )

2. Kebingungan terhadap kata-kata yang terdengar mirip. Juru tulis mungkin tidak mendengar pengucapan kata itu secara tepat dan menganggapnya kata lain. I Samuel 28:2 menunjukan perubahan seperti itu:

MT: you (attah)

LXX: now (apparently reading attah)

3. Penghapusan karena memiliki akhir yang mirip (homoeoteleuton). Mata juru tulis mungkin melewatkan satu akhiran atau satu kata atau satu kalimat dengan lanjutannya yang mirip, meninggalkan materi yang menghalangi. Perhatikan bagaimana hal ini terjadi dalam MT dari I Samuel 13:15:

MT: And Samuel arose and set out from Gilgal to Gibeah of Benjamin

LXX: And Samuel arose and set out from Gilgal-- and went on his way; but the rest of the people went up after Saul to meet the soldiers. Then they came from Gilgal--to Gibeah of Benjamin.

4. Penghapusan karena suatu awal yang mirip (homoeoarchton). Ini merupakan bentuk kesalahan yang sama seperti yang terakhir, walaupun tidak terlalu sering terjadi. Mata juru tulis mungkin melewatkan satu awalan kelanjutannya, meninggalkan materi yang menghalangi.

5. Haplography atau tulisan tunggal. Ini merujuk pada tulisan tunggal dari dua surat atau kata yang muncul bersamaan, tapi juga pada penghapusan tak disengaja terhadap huruf atau kata. I Samuel 17:46 memiliki masalah ini:

LXX: I will leave your corpses and the corpses of the Philistine army (the words apparently coming from consonants p g r k)

MT For the words in italics the MT only has one p g r.

6. Dittography atau tulisan ganda. Ada saatnya juru tulis bisa menyalin lagi beberapa kata yang telah diselesaikannya. Contoh yang baik datang dari teksnya II Samuel 6:3-4:

And they made the ark of God ride on a new cart, and they took it away from the house of Abinadab which is on the hill. Uzzah and Ahio, sons of Abinadab, guided the--new cart, and they took it away from the house of Abinadab which is on the hill.

Inilah dittography yang didukung oleh 4QSama dan LXX.

7. Divisi kata yang tidak tepat. Kesulitan ini lebih umum dalam manuskrip Yunani daripada Ibrani karena penspasian. Contoh berikut ini, tergantung pada melihat huruf h sebagai sebuah suffix atau sebuah article.

MT: And he built the city (I Chron. 11:8 [w y b n h y r])

LXX: And he built it a city (II Sam. 5:9 [ w y b n h y r])

8. Pemberian huruf hidup yang tidak tepat. Huruf hidup menulis pengucapan tradisional, tapi ada saatnya hal ini terlewatkan, apakah oleh para penerjemah Yunani yang bekerja dari sebuah manuskrip tanpa titik huruf hidup sama sekali, atau para Masoret yang salah dalam hal ini. Mazmur 130:4 memiliki masalah ini:

MT: there is forgiveness that you might be feared (tiwware)

LXX: law (penerjemah melihat konsonan dan berasumsi itu merupakan kata benda umum t w r [tora], bukannya sebuah kata kerja tak beraturan yang sangat jarang, yang mungkin tidak dia ketahui).

9. Transposisi kata atau huruf (metathesis). Para juru tulis terkadang terbalik dalam meletakan huruf, mengubah artinya, seperti dalam I Samuel 17:39):

MT: and he endeavored unsuccessfully ( w y l )sebuah pembacaan yang aneh!

LXX: and he exerted himself (kelihatannya membaca w y l )

10. Substitusi sinonim. Ingatan juru tulis bisa saja secara tidak sengaja salah saat dia meletakan sebuah kata yang mirip atau lebih umum dengan yang tepat. I Samuel 10:25:

MT: each man to his home

LXX: each man to his place (juga dalam 4QSama)

11. Asimilasi pengkalimatan dalam satu bagian kepada pengkalimatan yang agak berbeda dalam konteks atau dalam sebuah bagian paralel. I Samuel 12:15:

MT: the hand of Yahweh will be against you and your fathers.

PembacaanT fathers itu sulit. LXXL menulis your king. S. R. Driver mengusulkan kalau seringnya penggunaan kata fathers dalam ayat 6-8 bisa mengarah pada perubahan tak disengaja. Dalam bentuk masalah ini eksegetor seharusnya waspada terhadap pola yang sering digunakan dan stylistic devices dalam kontekst.

12. Salah masuknya komentar marjinal kedalam teks. S. Talmon (in Textus 4 [1964]:118) telah mengilustrasikan hal ini dengan Isaiah 24:4:

MT: the heights with the land (mourn)

1QIsa the heights of the land (mourn)

Talmon menunjukan kalau baris diatas dalam gulungan Qumran seorang juru tulis menulis kata m (if pointed am, then people). Dia menganggap ini merupakan bagian dari suatu bentuk alternatif baris itu: the people of the land (mourn). Pada salinan berikutnya, kata diantara baris dimasukan kedalam teks dimana dia dianggap sebagai preposition m (pointed im), with, menimbulkan pembacaan aneh dalam MT.

Perubahan yang Disengaja

Ada juru tulis yang merasa perlu mengoreksi apa yang menurut mereka sebagai kesalahan dalam teks. Juru tulis yang paling bisa diandalkan berusaha menjaga teks walaupun mereka menganggap ada bentuk archaic atau tidak tepat tapi sebagian tidak begitu dalam pekerjaannya.

1. Perubahan dalam spelling atau tata bahasa. Juru tulis yang merasa bebas untuk mengubah teks cenderung memuluskan pembacaan, sebagai contoh, membuat kata kerjanya secara tata bahasa sejalan dengan subjek mereka. Beberapa tambahan kecil juga diberikan untuk membuat suatu pembacaan yang lebih jelas dan lebih baik. Terjemahan modern sering melakukan hal ini, biasanya menempatkan tambahan dalam huruf miring, tapi tidak selalu.

2. Harmoniasasi. Para juru tulis bisa menambah pada teks untuk mengharmoniskan baris dengan indikasi lain dalam konteks. I Samuel 20:5 bisa merupakan contoh yang baik; konteks dari ayat 34-35 mengatakan mengenai Daud bersembunyi selama tiga hari.

MT: Let me hide in the open country until the third evening.

LXX: Let me hide in the country until evening.

3. Kebingungan ragam bacaan. Seorang juru tulis bisa memasukan kedua varian tanpa kesadaran hanya satu yang asli. Dalam ayat berikut ini, Yehezkiel 1:20, kata yang diitalic terlewatkan dalam beberapa manuskrip Ibrani, LXX, dan Syriac.

MT: Wherever the spirit wanted to go, they went, wherever the spirit wanted to go, and the wheels rose along with them.

4. Pengisian nama dan epithets. Ada banyak yang memilih terlibat dalam masalah tekstual tentang nama dalam Perjanjian Lama. Para juru tulis cenderung memberi pengucapan penuh dari nama, yang seringkali membawa pada pembacaan yang membingungkan. Contoh berikut dari II Samuel 3:3a merupakan salah satu yang rumit:

MT: Chileab of Abigail ( k l b l b y g l ) the widow of Nabal the Carmelite

LXX: Dalouia the son of Abigaia the Carmelitess

Bukti lain mengenai masalah ini sebagai berikut: I Chronicles 3:1 menuliskan nama itu dengan D n y l (Daniel); Vulgata Latin menulis Cheloab; Syriac Peshitta menulis Chelab; Josephus menulis Danielos; dan DSS 4Q menulis d l w y h demikian juga dengan LXX.

Apakah anak laki-laki itu memiliki dua nama, atau terdapat kebingungan melalui dittography. Kita bisa menempatkan sebuah nama asli Daniel (laynd) seperti yang ditempatkan dalam I Chronicles 3:1. Maka, melalui dittography d / l b masuk kedalam teks dan n y l dikeluarkan atau digantikan oleh tulisan berulang. Ini bisa menjelaskan nama Dalouia dalam LXX dan Qumran. Maka, d dalam d l b berubah ke k mungkin saat huruf-huruf itu ditulis dengan mirip dimasa Hasmonean. Hal ini merujuk pada pembacaan Chileab dalam MT.

5. Memberi subjek dan objek. Saat teks aslinya gagal menyebut dengan jelas subjek atau objek, para juru tulis cenderung menjelaskannya bagi pembaca. Wellhausen membentuk aturan jika LXX dan MT berbeda subjeknya, kemungkinan teks aslinya tidak memiliki keduanya (lihatDriver, Notes on the Hebrew Text, p. lxii).

6. Ekspansi dari bagian paralelnya. Ada saatnya juru tulis terbiasa dengan bagian-bagian lain dan ini membuat dia menambahkan teksnya dari bagian paralel yang sudah dikenalnya.

7. Penyingkiran ekspresi yang sulit. Bagian ini berkaitan dengan masalah sejarah, geografi, atau teologi yang bagi juru tulis terlihat tidak tepat atau ofensif. Salah satu contoh adalah Job 1:5, 11 dan 2:5, 9, disana ekspresi curse God adalah asli. Ekspresinya ofensi, dan diubah kedalam euphemism bless Godwalaupun para juru tulis mengetahuinya sebagai curse God.

8. Penggantian kata-kata yang jarang dengan yang lebih umum. Juru tulis mungkin memiliki suatu kecenderungan untuk menggunakan istilah yang lebih dikenal dalam salinan. Yesaya 39:1 kelihatannya menunjukan kasus ini:

MT: [Hezekiah] became well ( w y kh z q )

1QIsa [Hezekiah] became well ( w y kh y h )

Contoh ini memberikan survey singkat mengenai kecenderungan juru tulis dalam menyalin dan menerjemahkan manuskrip. Seleksi contoh tidak dimaksudkan untuk mencurigai bias pembaca terhadap MT atau LXX dalam setiap masalah. Kecenderungan juru tulis yang didaftarkan disini juga terjadi terhadap seluruh penyalin, dimasa kuno dan modern. Mengetahui kalau para juru tulis memang menolong pekerjaan eksegetor terhadap masalah dalam Alkitab Ibrani dengan keyakinan; akibatnya, hampir seluruh jawaban dari masalah bisa cukup jelas.

Metode Kritik Tekstual

Pendahuluan

Saat mengerjakan sebuah bagian dalam Alkitab, ekspositor akan menjumpai beberapa kesulitan tekstual. Ini bisa jelas dari beragam cara Alkitab Inggris menerjemahkan ayat itu, atau dari pembahasan dalam tafsiran. Semua itu adalah masalah tekstual utama yang harus dipelajari, sejauh ekspositor diperlengkapi untuk melakukannya. Ini artinya bergantung pada tafsiran yang lebih baik untuk pembahasan.

Didalam Alkitab Ibrani, datanya terlihat jelas dalam catatan kaki (disebut apparatus) dan dalam catatan marjinal (dikenal sebagai Masorah, ide tradisional dari para Masorete). Mengetahui bagaimana menggunakan materi ini adalah yang termudah, jalan tercepat menyelesaikan setiap masalah tekstual.

Catatan kaki didalam teks Alkitab mengarahkan pembaca kepada apparatus untuk informasi. Disana materinya diatur ayat per ayat untuk memudahkan petunjuk. Serangkaian singkatan dan tanda akan menunjukan versi apa dan varian dalam manuskrip. Jika tidak ada catatan kaki pada ayat tersebut, ekspositor bisa dengan aman menganggap kalau tidak ada variasi dalam manuskrip diseluruh bahasa. Sangat menakjubkan betapa sedikit masalah tekstual yang ada dalam bagian-bagian Perjanjian Lama, melihat jumlah manuskrip disemua bahasa! Orang terkadang berpikir ayat-ayat itu penuh berisi masalah. Tapi, sebagai contoh, dalam Mazmur Perjalanan, Mazmur 120-134, mungkin terdapat satu, dua atau tiga masalah tekstual penting disetiap limabelas mazmur, dan semuanya bisa dibereskan secara memuaskan melalui mengikuti prinsip yang benar.18 Terkadang ada ayat-ayat yang memiliki masalah dengan beberapa kata. Tapi sebagian besar teks dalam bentuk yang sangat baik. Dan dimana ada masalah tekstual, pertanyaannya bukan apakah kita memiliki yang asli, tapi yang mana yang asli.

Terkadang para editor Alkitab Ibrani memberi usulan dalam catatan kaki; ini disebut conjectural emendationsbagaimana menurut mereka teks itu harus diubah. Tidak ada bukti manuskrip mengenai hal ini; hanya mencerminkan apa yang dipikir sarjana modern tentang bagaimana teks itu seharusnya. Kritik tekstual yang konservatif akan melihat hal ini, tapi sukar menerimanya karena tidak ada bukti bagi mereka. Beberapa tafsiran yang lebih kritis (seperti seri ICC) mengadopsi sebagian darinya dan melakukan penulisan kembali sejumlah teks.

Tidak semua kesulitan tekstual bernilai untuk dipelajari. Kita harus mengembangkan satu pengertian atau insting mengenai hal ini (itulah mengapa kita mengatakan eksegesis adalah suatu keahlian dan seni). Jika variannya minimal, atau tidak membuat artinya jadi berbeda atau terjemahannya, mereka tidak perlu dipelajari. Sebagai contoh, jika kata bendanya tunggal dengan suatu arti yang kolektif, dan satu versi menjadikannya jamak, hal ini tidak memiliki akibat yang serius. Atau, jika variannya tidak punya bukti katakanlah hanya satu versi terakhir, maka biasanya ini bisa dilewatkan. Sebagai suatu aturan umum, jika ada bukti manuskrip, dan variannya membuat perbedaan, maka hal itu harus diperhatikan dengan seksama.

Saat anda mensurvey Alkitab bahasa Inggris atau Kitab Doa anda bisa mengatakan secara langsung dimana yang utama. Dan apakah anda baik dalam kritik tekstual atau tidak, anda bisa mengatakan sesuatu mengenai perbedaan.

Metode dalam melakukan kritik tekstual melibatkan bukti eksternal, bukti internal, dan bukti intrinsic. Bagi mereka yang bisa bekerja dengan bahasa, prosesnya bisa lengkap dan lebih mudah. Bagi mereka yang harus bergantung pada sumber sekunder, menyadari prosesnya bisa membantu mengerti apakah sebuah tafsiran mengikuti prosedur yang benar atau tidak. Seringkali para penafsir, seperti para juru tulis yang liberal, ingin memuluskan teks sehingga terdengar lebih baik bagi mereka. Ini bukan tindakan yang benar.

Bukti Eksternal

Bukti Eksternal merujuk pada penaksiran manuskrip dan versi yang memiliki beragam pembacaan yang mana yang lebih tua, yang lebih baik. Bukan hanya memiliki satu tabel manuskrip utama dan secara mekanis menambahkan saksi disetiap sisi, pekerjaan tekstual Perjanjian Lama membutuhkan sedikit evaluasi individual. Benar bahwa Masoretic Text (MT), teks Ibrani kita, tua dan bisa diandalkan, dan biasanya merupakan pembacaan yang lebih baik. Tapi bisa saja pembacaannya terlalu tua dan bukanlah disimpan dari pembacaan yang terbaik (arti, satu kata, frasa, bagian dari sebuah kata). Benar bahwa Yunaninya (biasanya merujuk pada LXX atau Septuagint) adalah suatu tipe teks inferior secara keseluruhan; tapi bisa saja disimpan dari pembacaan yang terbaik dan karena itu tidak bisa disingkirkan begitu saja. Versi lain memiliki pertimbangan ini, dan setiap kesaksian (manuskrip dan versi) harus diberi evaluasi yang seksama.

Bahkan, suatu keputusan tidak biasanya dibuat atas dasar bukti eksternal semata. Tidak berasumsi bahwa apa yang dimiliki MT itu benar dan membutuhkan sejumlah besar bukti untuk mencabutnya. Tipe Teks Babylonian (yaitu, teks proto-Masoretic) dipilih sebagai teks berotoritas karena superior dalam Taurat. Teks itu jelas tidak superior dalam beberapa kitab lain.

Langkah terpenting dalam berurusan dengan sebuah masalah tekstual adalah mengerti masalahnya. Kita tidak bisa mengevaluasi bukti sampai seluruh varian telah diterjemahkan dan dimengerti bagaimana mereka menafsirkan ayat itu. Masing-masing harus diterjemahkan secara literal dan dianalisa secara seksama sintaks dan tata bahasanya. Hal ini seharusnya cukup untuk mengisolasi perbedaan dan menunjukan kesulitannya. Biasanya terlihat masalahnya berkembang disaat teks Ibraninya sulit, archaic, atau jarang.

Apparatus dari Alkitab Ibrani ini meletakan bentuk Yunani dari terjemahan Yunani dalam catatan kaki, dan juga Syriac serta Aramaic. Prosesnya meliputi pengertian akan apa yang dikatakan semua itu (dengan menerjemahkan dan menganalisanya), dan berusaha menemukan apa bentuk Ibrani yang mereka cari untuk mendapat apa yang mereka miliki. Alkitab Ibrani yang lebih tua (edisinya Kittel) dan tafsiran yang lebih baik, berusaha membangun kembali Vorlage Ibraninya bagi anda, tapi tidak selalu. Saat anda telah meletakan bentuk dalam bahasa Ibrani, maka anda bisa mengatakan bagaimana hal itu berbeda dari teks standar Ibrani, jika memang berbeda.

Ada beberapa jalur singkat dan penyingkat waktu yang dipelajari ekspositor dalam prosesnya. Sebagai contoh, ada satu salinan LXX tersedia dengan terjemahan Inggrisnya (seperti yang anda lihat dalam beberapa tugas). Ini membuat anda langsung melihat perbedaannya dalam bahasa Yunani. Tapi dua peringatan diberikan disini. Pertama, pastikan anda membandingkan Inggris dari Yunaninya dengan terjemahan modern Inggris dari Ibrani yang cukup literal (seperti New American Standard Bible) untuk melihat bukti yang paling jelas. Dan kedua, perhatikan bahwa kolom Alkitab Yunani-Inggris adalah hanya satu manuskrip Yunani --Vaticanus (Codex B). Itu jelas yang terbaik, tapi tidak selalu yang paling benar. Jadi sebelum sepenuhnya mengandalkannya, pastikan kalau Yunani yang diterjemahkan kedalam Inggris adalah pembacaan Yunani yang asli. Hal ini bisa dilakukan dengan mencek pembahasannya dalam buku tafsiran.

Jadi saat anda meletakan dua atau tiga kemungkinan pembacaan anda bisa mengevaluasinya. Sebagai contoh, didalam Mazmur 127 MT menulis whose quiver is full [of arrows that represent children]. Yunaninya menulis whose desire is full. Anda tidak bisa menyelesaikannya tanpa melihat kata Ibraninya quiver, dan berusaha melihat kata Ibrani apa yang diingginkan penerjemah Yunaninya untuk mendapatkan desire. Anda bisa temukan dalam kamus bahwa ada satu kata untuk desire yang memiliki huruf yang sama seperti kata untuk quiver, tapi tidak dalam urutan yang sama. Sekarang terlihat seperti ada suatu kebingungan huruf tapi oleh siapa? Disinilah langkah berikut terjadi. Tapi hal ini harus dijelaskan terlebih dahulu.

Mengevaluasi bukti eksternal memampukan eksegetor untuk membuat penilaian awal mengenai arah dari keputusan. Melalui pengertian akan masalah dalam ingatan, seorang yang telah berpengalaman dalam kritik teks akan melaksanakan bukti internal disaat yang sama. Tapi usulan berikut bisa menolong pemula untuk menyelesaikan bukti eksternal:

1) Ingat bahwa pada dasarnya ada tiga tipe teks -- Babylonian yang direfleksikan dalam Masoretic Text (Alkitab Ibrani kita), Palestinian yang direfleksikan dalam Samaritan Pentateuch, Dead Sea Scrolls, dan beragam saksi kecil lainnya, dan Egyptian yang direfleksikan dalam Yunani Lama, yang kita sebut Septuagint. Peringatan besar harus dilakukan dalam menyeleksinya, karena terkadang ada perkembangan lanjutan satu sama lain. Sebagai contoh, kita harus memastikan kalau Yunani lama yang tepat yang dibahas (dan ini melibatkan perbandingan Cambridge Septuagint dengan Rahlf), kemudian turunan lanjutannya harus dicek (dalam Fields) untuk melihat, sebagai contoh, bagaimana Aquila mengubah Yunaninya untuk menjadikannya sejalan dengan teks Ibrani sah yang telah tetap. Sebenarnya, keseluruhan proses seperti pekerjaan detektif, melacak petunjuk untuk melihat kemana arahnya.

2) Evaluasi harus harus mempertimbangkan nilai relatif dari seluruh sumber dan kualitasnya dari kitab ke kitab jadi tidak ada jawaban yang sederhana. Membutuhkan waktu untuk mempelajarinya, tapi Ibraninya telah disimpan dengan baik dalam kitab-kitab tertentu dan tidak terlalu baik dikitab lain, dan Yunaninya baik dalam satu kita tapi tidak dengan yang lainnya (tidak semua dari penerjemah yang sama). Biasanya, jika Ibrani dan Yunaninya sejalan, hal itu menjadi bukti kuat bagi pembacaan yang asli. Tapi jika mereka memiliki pembacaan yang berbeda, maka kita harus melihat seluruh bukti.

3) Versi lain bisa memiliki kepentingan atas informasi. Vulgata biasanya mendukung MT, Latin Kuno biasanya mendukung Yunaninya, dan Syriac merefleksikan suatu tradisi Palestina atau MT atau Yunani hal ini seharusnya tidak dilewatkan begitu saja dalam materi, walaupun seringkali hal ini menunjukan tanda-tanda pemulusan teks. Dead Sea Scrolls memberikan sejumlah besar detil, dan secara keseluruhan merujuk pada keunikan tradisi proto-Masoretic sesuatu yang ditolak para sarjana kritik untuk waktu yang lama. Targum kurang membantu dalam kritik tekstual, kecuali memberikan pengertian ayat yang merupakan penafsiran sah bagi sinagoge. Seringkali hal itu diikuti oleh terjemahan paraphrastic bukannya literal.

Bukti Internal

Saat evaluasi awal telah dilakukan, eksegetor harus mengevaluasi hal ini secara internal. Hal ini pada intinya saat kecenderungan juru tulis dipertimbangkan dalam proses memikirkan apa yang bisa terjadi untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Untuk memastikan, proses ini kelihatannya lebih subjektif; tapi mengikuti aturan yang diterima dalam kritik teks, keseluruhan prosedur bisa secara konsisten dijaga. Sayangnya, para penerjemah dan penafsir seringkali melawan aturan kritik dan menerima apa yang menurut mereka merupakan suatu bacaan yang lebih baik (i.e., lebih masuk akal bagi mereka).

Jadi langkah ini membutuhkan pengetahuan mengenai bentuk kesalahan yang dibuat, apakah kesalahan tidak disengaja atau perubahan yang disengaja. Tidak selalu mudah mengatakan apakah perubahan itu disengaja atau tidak disengaja. Suatu perubahan yang dibuat juru tulis bisa disebut tidak disengaja jika penerjemah manuskrip Ibrani yang tidak memiliki huruf hidup membuat pilihat terjemahan atas dasar pengetahuan bahasa Ibrani dan Yunani, mengira kata yang dipertanyakan merupakan sebuah kata umum (yang dikenalnya dengan baik) tapi faktanya adalah sebuah kata yang jarang (yang tidak akan bisa diketahuinya tanpa tradisi oral).

Sulit dibayangkan kesulitan kita jika itu bukan untuk tradisi orang Yahudi. Mereka menyimpan teks sedemikian akurat melalui ingatan sehingga seluruh bentuk yang jarang serta sulit disimpan sama baiknya dengan yang umum dan telah dikenal. Maka dari itu, para Masorete tidak menemukan huruf hidup atau mengarang kata (seperti yang kadang dilakukan Yunani), tapi menemukan tanda untuk menyimpan apa yang telah diberikan pada mereka. Untuk keandalan tradisi ini, lihat James Barr, Comparative Philology and the Text of the Old Testament.

Saat sampai pada menentukan pembacaan yang tepat, peng-kritik teks adalah seorang ilmuwan dan artis keputusannya bergantung pada pengetahuan akan data dan bagaimana menggunakannya serta insting dan keahlian dalam mengerti pekerjaan penulis. Keahlian hanya bisa berkembang dengan praktek, dan hanya atas dasar pengetahuan yang diperloleh melalui penelitian. Sebagian besar pelajar Alkitab tidak mengembangkan keahlian secara mencukupi untuk bisa melakukan pekerjaan ini dengan benar.

Tapi mereka setidaknya terbiasa dengan aturan dari kritik tekstual sehingga mereka bisa berpikir dengan jelas tentang sejarah dan penyimpanan teks.

1) Disaat ada persetujuan diantara manuskrip Ibrani dan versi kuno, bisa disimpulkan dengan meyakinkan bahwa bacaan yang asli yang disimpan.

Selalu ada kemungkinan manuskrip baru akan ditemukan yang mungkin memiliki pembacaan yang berbeda, dan bisa jadi merupakan pembacaan yang lebih baik. Tapi selama ini, beribu-ribu manuskrip dalam berbagai bahasa menunjukan kalau kita telah melihat variasinya. Sebagian besar dari varian ini bisa dievaluasi dengan memuaskan. Melihat sejumlah kata, frasa, dan ayat yang tidak memiliki varian teks, tidak ada alasan untuk mempertanyakan penyimpanan teks.

2) Disaat manuskrip Ibrani dan versi kuno berbeda, kita harus memilih pembacaan yang paling bisa membuat perkembangan pembacaan lain dimengerti.

Ini artinya eksegetor harus menyelesaikannya dari kedua perspektif. Sebagai contoh, jika Yunani dan Ibraninya berbeda, kita harus menyelesaikan masalah dari kedua sisi. Jadi, jika Ibraninya merupakan pembacaan aslinya, apa yang membuat penerjemah Yunaninya menghasilkan bentuk itu (apakah itu suatu perubahan yang disengaja, perubahan tak disengaja, dan jika begitu yang mana dari keduanya). Maka, jika Yunaninya yang asli, apa yang membuat juru tulis dalam tradisi Ibrani melakukan perubahan tersebut.

Disinilah saatnya kita menemukan bahwa pembacaan yang paling sulit yang akan dipilih. Hal ini tidak otomatis, karena terkadang ada kerusakan yang terlalu sulit. Tapi secara keseluruhan, sebuah bentuk yang sulit, spelling yang tidak biasa atau penggunaan tata bahasa, atau sebuah ide yang sulit, membuat beberapa juru tulis atau penerjemah membuat perubahan. Juru tulis tidak ingin menambah kesulitan kedalam teks! Mereka tidak mengubah bentuk yang jelas menjadi archaic atau tata bahasa yang mudah menjadi sulit atau idiom yang umum menjadi ekspresi yang tidak biasa. Jadi kita tahu kalau pembacaan yang lebih mudah lebih mungkin merupakan yang sekunder.

Tentu saja, hal ini mengharuskan orang yang melakukan kritik teks tahu mana bentuk yang mudah dan yang sulit. Hal ini bersamaan dengan Alkitab dan terutama teks Ibrani. Biasanya mempelajari tata bahasa Ibrani buat pemula cukup untuk mengetahui mana bentuk yang sulit dan mana yang umum.

Seringkali pembacaan yang dipilih adalah pembacaan yang lebih pendek. Hal ini tidak berlaku dimana juru tulis menghapus baris dengan melompat kepada akhir yang mirip, jadi tidak otomatis. Dan tidak ada pertolongan saat satu-satunya perbedaan adalah huruf hidup dalam satu kata. Tapi juru tulis memang bermaksud menambah dan menjelaskan teks itu. Hal ini harus terus diingat.

Bukti Intrinsik

Semua itu sampai kepada aspek ketiga, bukti intrinsic. Disini pengetahuan penulis kitab atau bagian harus dipertimbangkan dan ini terjadi saat eksegesis yang seksama dari bagian yang lebih besar. Tapi mengetahui apa yang biasanya dikatakan Daud, atau Yesaya, atau Maleaki, atau mungkin tidak pernah mereka katakana, bisa mempengaruhi sebuah keputusan terhadap suatu variasi tekstual tertentu.

Contoh Masalah Tekstual

Rut 1:21

Teks dan Apparatus. Rut 1:21 dalam MT tertulis, the LORD has testified against me, and the Almighty has dealt bitterly with me.

Pembacaan yang dipertanyakan dalam Masoretic Text adalah a n h b y a (anah bi) yang diterjemahkan has testified against me (qal perfect dari kata kerjanya diikuti oleh preposisi ini yang artinya answer against dalam pengertian hukum).

BHS dibawah 1:21a-a dalam apparatus dibawah halaman memberitahu kita kalau G(reek), mungkin S(yriac) dan V(ulgate) membuktikan suatu varian bacaan. Bukti dari terjemahan Yunani ada pada penjelasan etapeinosen me, diterjemahkan seperti he has oppressed me atau he has afflicted me atau he has humbled me.

Bukti Eksternal. Bukti ini, menunjukan dua kata kerja yang berbeda sepenuhnya. Disatu sisi kita memiliki tradisi Ibrani MT, dan disisi lain tradisi LXX. Biasanya, sebelum kita bisa menekankan bukti ini, kita harus mengetahui seberapa baik teks Rut disimpan dalam MT dan sebaik apa terjemahan Rut dalam LXX. Atas dasar informasi itu, kita bisa membuat penilaian awal mendukung MT, karena Yunaninya memiliki beberapa kesulitan dalam menerjemahkan Rut. Tapi karena kita tidak mengabaikan ragam bacaan mengenai bukti eksternal semata, kita harus memikirkan argumen internal.

Bukti Internal. Sebelum menjelaskan aturan kritik, kita harus mencari penjelasan mengenai varin Yunani. Disini eksegetor harus melihat kamus Ibrani dan buku mengenai kata dan mencari kata yang mirip dengan anah tapi memiliki arti oppress atau afflict. Kamus oleh BDB adalah yang paling baik karena mendaftar seluruh bentuk yang berhubungan secara bersamaan. Melakukan hal ini kita bisa menemukan ada sebuah kata kerja, innah, suatu bentuk piel, yang berarti afflict.

Para penerjemah Yunani Perjanjian Lama bekerja dengan teks Ibrani yang tidak memiliki huruf hidup, jadi mereka tidak melihat huruf hidup apapun yang bisa menunjukan verbal stem yang mana. Tapi mereka memiliki paralel had dealt bitterly with me dan menganggap ini suatu synonymous parallelism. Jadi, kita bisa menjelaskan dengan cukup mudah bagaimana versi Yunaninya terjadi.

Tapi jika yang aslinya memiliki bentuk piel, artinya afflict, dan membuat sebuah parallelism yang baik antar klausa, tidak ada alasan mengapa seorang juru tulis Ibrani akan mengubahnya menjadi qal dan memperkenalkan terminology hukum. qal dalam MT pasti yang asli.

Jadi teks yang tidak memiliki huruf hidup menjelaskan asal mula penerjemahan Yunaninya; lebih dari itu, MT merupakan suatu pembacaan yang agak sulit. Inilah mengapa kita bisa menyimpulkan kalau MT menyimpan pembacaan yang lebih baik.

Rut 2:7

Teks dan Apparatus. Rut 2:7 tertulis, and she came and remained from the morning until now--except she sat in the house .

Klausa terakhir ini dalam MT bzeh shibtsh habbayit,b adalah except her sitting in the house. Bentuk kata kerjanya adalah qal infinitive membentuk yashab dengan 3fsg suffix.

BHS under 2:7b-b says: G(reek) adalah: ou katepausen en to agro.

BH3 under 2:72-2 tertulis : l (egendum) c(um) G(reek)--read with the Greek. Kemudian para editor membangun kembali apa yang Ibrani Yunani cari: lo shabetah bassaddeh; ini juga menambahkan hal yang seharusnya dibaca V(ulgate): welo shabah habbayit , dan terakhir mengatakan kepada anda bahwa Syriac-nya menghapus seluruh klausa ( > ).

Bukti Eksternal. Didalam contoh ini saya mengumpulkan informasi dari kedua edisi Alkitab Ibrani yang tersedia. Teks BHS merupakan teks yang paling banyak dibeli orang sekarang ini; tapi BH3 memiliki lebih banyak materi dan mengaturnya agak berbeda.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menerjemahkan tanda dan singkatan dalam apparatus. Setelah dilakukan variannya harus diterjemahkan dan Ibraninya dibangun kembali. Disinilah BH3 merepotkan, karena berusaha merekonstruksi apa yang diterjemahkan penerjemah Yunani --BHS hanya memberi bentuk Yunani.

Buktinya akan terlihat seperti ini:

1) Masoretic text tertulis except she sat in the house, dibaca dengan qal infinitive membangun yashab, dengan sebuah pronominal suffix. Pembacaan ini menimbulkan pertanyaan rumah apa yang dia duduki untuk sementara.

2) LXX tertulis she has [not] stopped in the [field] a little, pembacaannya kelihatannya sebuah qal perfect dari shabat. Perhatikan bahwa BH3 tertulis untuk dibawa dengan pembacaan ini sebagai pembacaan yang lebih baik (mereka sering melakukan ini). Kelihatannya penerjemah Yunaninya melihat huruf Ibrani sh b t h dan langsung berpikir tentang she rested bukannya her sitting.

3) Vulgata tertulis not for a moment has she returned to the house, kelihatannya mengambil bentuk kata kerja sebagai shabah (< shub), return.

4) Teks Syriac menghapus seluruh klausa.

Kita harus memperhatikan bahwa semua versi memiliki jalan keluar yang berbeda dalam menerjemahkan apa yang dalam teks Ibrani merupakan suatu infinitive construct form. Kita juga harus memperhatikan bahwa Vulgata dan MT menyebut the house, tapi LXX menulis field. Karena versi-versi ini tidak cukup bersatu melawan Ibraninya dalam kedua pembacaan ini, kita harus segan sebelum membuat sebuah perubahan dalam MT atas dasar bukti eksternal semata.

Bukti Internal. Mengenai pembacaan kata kerjanya, MT yang dipilih karena bentuk shibtah paling baik menjelaskan asal mula pembacaan lain. Jika MT memiliki kata umum shabetah, she restedbegitu dikenal dalam Perjanjian Lama tidak ada alasan mengapa seorang juru tulis akan mengubahnya menjadi infinitive yang jarang dan lebih sulit. Dan jika penerjemah Yunani melihat sh b t h tanpa huruf hidup dalam teks, dia kemungkinan besar berpikir mengenai shabat, to rest, terutama dalam cerita ini. Vulgata juga berusaha menjelaskan hal ini untuk merefleksikan pikiran terbaik.

Mengenai pembacaan house, MT sekali lagi yang dipilih. Pembacaannya sulit karena menimbulkan pertanyaan rumah apa yang bisa dia tinggali untuk sementara. LXX berusaha mengharmonisasikan hal ini dengan ide bekerja di ladang tapi hal ini tidak didukung oleh Vulgata yang juga dibaca house. Rudolph mengatakan kalau disini terdapat suatu dittography: shabeteh/habbayit merujuk pada house. Tapi, hal ini bisa juga berarti kata ini telah dikeluarkan dalam LXX untuk alasan yang mirip, dan agro diperkenalkan.

Orang yang bekerja diladang mendapat sedikit tempat berlindung yang bisa mereka gunakan sebagai tempat istirahat. Penggunaan istilah ini tidak harus menunjukan kalau adanya sebuah house / rumah yang utuh


16 Sebagai contoh, didalam Mazmur 125 ada tiga varian (dan saya mendaftarkannya agar anda bisa melihat lingkup yang kita sebut sebuah varian atau sebuah pembacaan): Didalam ayat 1 MT menulis Those who trust in the LORD are like Mount Zion which can never be moved but remains forever; Jerusalem--as the mountains are around it . . . dan bahasa Yunaninya Those who trust in the LORD are like Mount Zion; the one who remains in Jerusalem can never be moved. Masalah kedua mengenai pembacaan ayat 3 dalam MT, the rod of wickedness yang Yunaninya the rod of the wicked. Masalah ketiga adalah hal yang dimiliki MT sebagai subjek, The rod of wickedness will not rest on the righteous tapi Yunaninya The LORD will not permit the rod of the wicked to rest on the righteous. Pada ketiga kasus bahasa Yunaninya memuluskan kesulitan (dan karena itu memperbaiki) teks Ibrani.

17 Sebagai contoh, didalam Mazmur 125 ada tiga varian (dan saya mendaftarkannya agar anda mendapat gambaran yang lebih baik mengenai lingkup yang kita sebut sebuah varian atau pembacaan): Didalam ayat 1 MT berisi Those who trust in the LORD are like Mount Zion which can never be moved but remains forever; Jerusalem--as the mountains are around it . . . dan Yunaninya Those who trust in the LORD are like Mount Zion; the one who remains in Jerusalem can never be moved. Masalah kedua berkaitan dengan pembacaan ayat 3 MT, the rod of wickedness yang Yunaninya the rod of the wicked. Dan masalah ketiga adalah MT menyatakannya sebagai subjek, The rod of wickedness will not rest on the righteous tapi Yunaninya The LORD will not permit the rod of the wicked to rest on the righteous. Seluruhnya dalam bahasa Yunani dimuluskan teks Ibrani yang sulit (dan karena itu diperbaiki).

18 Sebagai contoh, didalam Mazmur 125 ada tiga varian (dan saya mendaftarkannya agar anda bisa melihat lingkup yang kita sebut sebuah varian atau sebuah pembacaan): Didalam ayat 1 MT menulis Those who trust in the LORD are like Mount Zion which can never be moved but remains forever; Jerusalem--as the mountains are around it . . . dan bahasa Yunaninya Those who trust in the LORD are like Mount Zion; the one who remains in Jerusalem can never be moved. Masalah kedua mengenai pembacaan ayat 3 dalam MT, the rod of wickedness yang Yunaninya the rod of the wicked. Masalah ketiga adalah hal yang dimiliki MT sebagai subjek, The rod of wickedness will not rest on the righteous tapi Yunaninya The LORD will not permit the rod of the wicked to rest on the righteous. Pada ketiga kasus bahasa Yunaninya memuluskan kesulitan (dan karena itu memperbaiki) teks Ibrani.

Related Topics: Textual Criticism

8. Pelajaran Sintaks

Sintaks Kata Benda

Pelajaran mengenai sebuah kata benda dalam suatu kalimat akan melibatkan pelajaran mengenai angka, gender, dan kasus. Garis besar ini akan berfokus pada kebutuhan yang paling sering, mengerti kasusnya, nominative, genitive, dan accusative.

Gender

Pelajar bahasa pemula mengetahu kalau kata benda Ibrani bisa dalam bentuk maskulin atau feminim dengan alasan yang berbeda dari gender. Pelajar pemula perlu tahu kategori ini sehingga mereka tidak membuat klasifikasi lebih dari yang dimaksud bahasa itu. Disini, akses terhadap suatu sintaks Ibrani yang baik bisa menolong untuk pelajaran yang lengkap; daftar berikut ini akan memperkenalkan kategori ini.

Maskulin

1. Untuk menunjukan seks laki-laki:

man (adam), king (melek), or father (ab)

2. Untuk menunjukan tata bahasa gender bagi objek tidak bergerak:

house (bayit), word (dabar), flesh (basar)

3. Untuk mengekspresikan ide abstrak (terutama dalam jamak):

life (khayyim), old age (zequnim), youth (neurim)

Feminim

4. Untuk menunjukan seks perempuan:

queen (malkah), mother (em)

5. Untuk menunjukan tata bahasa gender bagi objek tak bergerak:

a. Nama-nama negara dan kota: Moab (moab), Egypt (mitsrayim)

(maskulin biasa digunakan untuk populasi sebuah kota)

b. Nama-nama umum dari tempat, distrik, dan quarters: the circle of the Jordan (kikkar), hell (sheol), north (tsaphon)

c. Nama-nama instrumen dan peralatan: sword (khereb), cup (kos)

d. Bagian tubuh yang muncul berpasangan: ear (ozen), eye (ayin)

e. Nama-nama elemen dan kekuatan tak terlihat: fire (esh), wind, spirit (ruakh)

f. Title dan julukan: preacher (?) (Qohelet)

6. Untuk mengekspresikan ide abstrak:

faithfulness (emunah), love (ahabah), righteousness (tsedaqah)

7. Untuk membentuk kelompok:

inhabitants (yoshebet), enemies (oyebet)

8. Untuk menunjukan suatu komponen tunggal dari suatu kelompok maskulin:

ship (oniyah) of a fleet (oni)

Angka

Sama juga, kata benda adalah tunggal, jamak, atau (sangat jarang) dual (karena objek biasanya berpasangan, atau untuk dua yang sama). Kebanyakan kategori ini insidental dalam kalimat. Tapi, terkadang satu kata bisa jamak disaat jamak dalam angka bukan maksudnya. Mengenai cara bahasa Ibrani menggunakan jamak, pembaca harus melihat tata bahasa sintaks yang lengkap ketika dibutuhkan. Berikut ini akan mengenalkan kategori bagi tunggal dan jamak.

Tunggal

1. Untuk menunjukan seseorang atau hal:

a king (melek)

2. Untuk menunjukan sekelompok:

people (am), trees (ets)

Jamak

3. Untuk menunjukan jamak sederhana:

king (melakim)

4. Untuk menunjukan komposisi:

pieces of silver (kesaphim), firewood (etsim)

5. Untuk menunjukan produk alami dalam suatu keadaan tidak alami atau dibuat:

barley [in grains] (seorim) as opposed to barley [ears] (seorah)

6. Untuk menunjukan extension saat objeknya terdiri dari bagian terpisah:

youth[time] (neurim), [shed] blood (damim)

7. Untuk menunjukan ide abstrak:

a. Kualitas: faithfulness (emunim)

b. Keadaan: virginity (betulim)

c. Tindakan jamak yang abstrak: ordination (milluim), atonement (kippurim)

d. Intensifikasi jamak yang abstrak: counsel (etsot)

8. Untuk menunjukan hormat:

God (elohim), juga disebut plural of majesty, plural of potentiality, atau plural of eminence. Attributive adjectives dan kata kerja yang mengikuti bentuk itu biasanya dalam tunggal.

Kasus

Kata benda memiliki tiga kemungkinan kasus, walaupun bahasanya tidak memiliki akhiran kasus: nominative, genitive, dan accusative. Sejumlah waktu dimana kasus terlibat bersifat rutin dan tidak signifikan bisa ada dalam penafsiran selain klarifikasi kalimat (seperti saat sebuah nominative adalah subjek dari kalimat, atau sebuah genitive adalah objeka dari sebuah preposition, atau sebuah accusative adalah objek langsung). Tapi seringkali saat eksegetor perlu melihat tata bahasa untuk mengerti bagaimana sebuah kata benda berhubungan dengan kalimat. Garis besar singkat ini adalah presentasi disederhanakan dari pelajaran yang lebih detil dalam tata bahasa.

Penggunaan Nominative Case

1. Untuk menunjukan subjek dari kalimat:

Penggunaan normal dari nominative case dalam bahasa Ibrani adalah bagi subjek sebuah klausa. Untuk variasi urutan kata dan persetujuan subjek kata kerja, lihat tata bahasa.

The serpent beguiled me (Gen. 3:13)

2. Untuk menunjukan vocative:

Didalam rujukan langsung vocative bisa memiliki definite article bersamanya.

Help, O king [lit. the king] (2 Sam. 14:4)

3. Untuk menunjukan predicate nominative:

Nominative digunakan setelah sebuah kata kerja statis dalam kalimat; subjek dan predicate nominative diperbandingkan.

For you were sojourners (Deut. 10:19)

4. Untuk menunjukan nominative absolute dalam suatu kalimat:

Nominative dipisahkan dari kalimat (maka dari itu, absolut; biasa disebut casus pendens), tapi dihubungkan dengan fungsinya melalui suatu resumptive pronoun. Independent nominative tidak selalu dihubungkan dengan subjek kalimat.

Yahweh--in the heavens is his throne (Ps. 11:4)

Itu artinya Yahwehs throne is in the heavens, tapi tidak mengatakannya seperti itu.

Penggunaan Genitive Case

Ini semua adalah kata-kata yang dikatakan dalam genitive atau describing case: semua kata yang diatur oleh sebuah preposition, semua kata setelah construct state (kata benda atau infinitive), semua pronominal suffixes pada nouns ad verbal nouns (bukan pada kata kerja mereka adalah accusatives), dan semua klausa yang berfungsi dalam salah satu situasi ini (sebuah klausa kata benda yang merupakan objek dari preposition, atau setelah sebuah construct, atau yang seperti itu).

Penggunaan Subjek dari Genitive Case

5. Kepemilikan: genitive-nya adalah pemilik dari hal sebelumnya (penggunaan umum).

the temple of Yahweh or Yahwehs temple (Jer. 7:4)

6. Authorship: genitive ini muncul setelah hal yang dikatakan yang tertulis, diwahyukan atau seperti itu.

the word of Yahweh (kata yang diberikan Yahweh [Jer. 1:2])

7. Subjective Genitive: genitive-nya adalah subjek dari tindakan dalam construct noun (biasanya sebuah kata benda tindakan; biasa dengan infinitive construct).

the wisdom of Solomon (1 Kings 5:10)

8. Agent: genitive-nya adalah agen dari tindakan (biasanya seseorang, setelah kata pasif).

despised of [by] the people (Ps. 22:7)

9. Instrument: genitive-nya adalah instrumen impersonal atau cara tindakan (juga setelah kata pasif).

attacked of [by] the sword (Jer. 18:21)

10. Sebab dari sebuah Keadaan: genitive-nya adalah sebab dari keadaan atau kondisi kata dalam construct (jarang digunakan).

sick of [because of] love (Song 2:5)

Penggunaan Objek dari Genitive Case

11. Objek dari Preposisi: ini adalah penggunaan yang sangat umum, tapi merupakan klasifikasi normal; artinya bisa berasal dari maksud preposisi.

unto Jonah (Jonah 1:1)

12. Objective Genitive: genitive-nya adalah objek dari kata benda dalam construct; beberapa penggunaannya mirip dengan adverbial accusative, dan bisa disebut adverbial genitives.

violence of [done to] your brother (Ob 6 [your is a possessive genitive on brother])

13. Objek tidak langsung: genitive-nya ekuivalen dengan objek tidak langsung dalam bahasa Inggris (penggunaan ini tidak biasa).

May He send your help (Ps. 20:3 [= help to you])

14. Dimiliki: genitive-nya adalah hal yang dimiliki oleh construct (ini merupakan kebalikan dari #1, tapi bukan penggunaan umum).

the lord of the country (Gen. 42:30)

15. Tujuan: genitive-nya mengekspresikan tujuan dari istilah dalam construct (jarang).

sheep of [destined for] slaughter (Ps. 44:23)

16. Hasil: genitive-nya mengekspresikan hasil dari kata dalam construct (penggunaan yang jarang).

the chastisement of [resulting in] our peace (Isa. 53:5 [our is a possessive genitive on peace])

17. Tindakan: genitive-nya adalah istilah yang objeknya adalah construct word.

the people of [are the object of] my wrath (my is the possessive genitive on wrath)

Penggunaan Pengubah dari Genitive Case

18. Attributive Genitive: genitive-nya menggambarkan kata benda dalam construct (penggunaan yang sangat umum)

my holy mountain atau mountain of my holiness (Ps. 2:6 [my adalah possessive genitive untuk holy mountain)

19. Genitive of Specification: genitive setelah sebuah adjective menunjukan kualitas (kebalikan dari #14).

unclean of lips (Isa. 6:5 [now the genitive is the word being modified])

20. Genitive of Material: genitive-nya adalah penggambaran materi dari kata benda dalam construct.

vessels of earth or earthenware vessel (Num. 5:17)

21. Genitive of Location: genitive-nya mengekspresikan latar belakang atau tempat bagi construct noun.

those eating of [at] the table of Jezebel (1 Kings 18:19 [Jezebel is the possessive genitive after table])

22. Ukuran: genitive-nya mengekspresikan ukuran dari kata dalam construct, atau hal yang diukur (keduanya saling berlawanan dalam konstruksinya).

men of number (i.e., a few men, measure [Gen. 34:30])

an ephah of meal (the thing measured [Jud. 6:19])

23. Genitive of Worth: genitive-nya adalah kehormatan atau patut mendapat sebutan.

the glory of [due/fitting/worthy of] His name (Ps. 29:2 [ His is the possessive genitive of name])

24. Partitive Genitive: genitive-nya adalah keseluruhan dimana construct merupakan bagiannya (seperti dalam bahasa Yunani, ini lebih baik diistilahkan wholative genitive).

the youngest of his sons (2 Chron. 21:17 [his is the possessive genitive on sons])

25. Hubungan Keluarga: genitive-nya mengekspresikan sumber dalam sebuah keluarga.

the son of Amittai (Jonah 1:1)

26. Nama yang sebenarnya: genitive ini bisa disebut genitive by apposition, tapi ini merupakan sebuah construct relationship, genitive-nya menjadi nama dari hal yang disebut.

the river of Euphrates or the river, Euphrates (Gen. 15:18)

27. Superlative Genitive: genitive-nya serumpun dengan, atau sebuah sinonim dari, construct, dan keduanya mengekspresikan superlative degree.

the song of songs (Song 1:1 [the most exquisite song])

28. Genus: genitive-nya adalah genus yang darinya construct berasal (jarang).

sacrificers of men (men who sacrifice)

29. Subspecies: genitive-nya adalah suatu subspecies dari kelas yang lebih besar yang digambarkan oleh konteks (jarang).

figs of firstfruits (i.e., early figs [Jer. 24:2])

Penggunaan Accusative Case

Penggunaan Object dari Accusative Case

1. Objek Langsung: Ini merupakan fungsi normal dari accusative.

And Yahweh God planted a garden (Gen. 2:8).

2. Objek tak langsung: accusative-nya adalah sama dengan objek tak langsung dalam bahasa Inggris (ini tidak terlalu umum).

Did you fast [for] me? (Zech. 7:5)

3. Objek dari sebuah kata kerja Intransitive: Ini adalah sebuah penggunaan umum, idiomatic dengan kata kerja filling, putting on, etc., etc.

Your hands are full [of] blood (Isa. 1:15).

4. Accusatives Serumpun: accusative-nya berasal dari akar yang sama sebagai kata kerja. Itu bisa suatu accusative dari objek yang terpengaruh dimana objeknya dihasilkan (bukan dipengaruhi) oleh tindakan verbal:

Let the earth vegetate [i.e., bring forth] vegetation (Gen. 1:11).

Atau, bisa juga accusative dari objek internal dimana kata bendanya menunjukan suatu tindakan yang identik dengan atau sejalan dengan tindakan dari kata kerja (setara dengan accusative serumpun untuk penekanan):

They craved a craving (lusted greedily)(Num. 11:34).

Penggunaan Adverbial dari Accusative Case

Pada sebagian besar adverbial accusatives terjemahan Inggrisnya harus memberikan sebuah preposisi atau menggunakan terjemahan yang lebih menafsir untuk mengkomunikasikan idenya.

5. Tempat: accusative-nya mengekspresikan tempat dari tindakan.

a. Lokasi: accusative-nya menyediakan lokasi tindakan (menjawab pertanyaan where?).

There was a woman lying [at] his feet (Ruth 3:8 [his is a genitive of possession with feet]).

b. Pemberhentian: accusative-nya memberikan pemberhentian suatu tindakan, seringkali dengan directive qamets he (menjawab pertanyaan to what place?).

and go out [to] the open country (Gen. 27:3).

c. Ukuran: accusative-nya menjelaskan ukuran dari tindakan (menjawab pertanyaan how far?).

He went into the desert a journey of a day atau a days journey
(day adalah sebuah genitive merujuk pada journey).

6. Waktu: accusative-nya meletakan batasan waktu pada tindakan (menjawab pertanyaan how long? tindakan terjadi).

And dust you shall eat all the days of your life (Gen. 3:14 [dust adalah accusative dari objek langsung; dan all adalah accusative dari waktu, diikuti oleh genitives yang merujuk all of).

7. Sikap: accusative menggambarkan sikap dimana tindakan terjadi; sebagian telah menjadi ekspresi adverbial tetap.

I am fearfully wonderfully made (I am wonderful [in a way that causes] fear) (Ps. 139:14 [the participle fearfully is used substantivally]).

8. Keadaan: accusative adalah penjelasan keadaan dari subjek atau objek.

And the first came out reddish (explains the subject [Gen. 25:25).

And Moses heard the people weeping (explains the object [Num. 11:10]).

9. Spesifikasi: accusative merujuk atau membatasi ide kalimat.

You are my refuge [as to] strength (Ps. 71:7).

Accusative Ganda

Kalimat-kalimat bisa menggunakan dua accusative, satu untuk objek langsung dan yang lain untuk mengubahnya. Adverbial accusative, atau accusative serumpun, merupakan bagian dari suatu konstruksi accusative ganda. Konstruksi lain lebih umum dan kurang penting secara eksegetis kecuali mereka menjelaskan maksud dari kalimat.

1. Objek dengan Causative Verbs: causative verbs seringkali mengambil dua accusatives (salah satunya memperkirakan satu objek tak langsung dalam bahasa Inggris, walaupun keduanya bisa jadi objek langsung).

He fed you manna (Deut. 8:3).

2. Objek Langsung dan Objek tak langsung: dengan kata kerja lain dan accusative kedua bisa menunjukan objek tak langsung (biasanya seseorang). Kategori ini tumpang tindih dengan # 10 untuk maksud praktisnya.

You have given me the land of the Negev (Josh. 15:19).

3. Objek dan Produk: accusative ini muncul dengan kata kerja pembuatan dan produksi.

And he built the stones [into] an altar (1 Kings 18:32).

4. Kata kerja Cara: accusative-nya memasukan cara yang digunakan:

a. Kata kerja Pembuatan: accusative kedua menyediakan cara atau materi yang digunakan.

And Yahweh God formed the man [with] dust (Gen. 2:7).

b. Kata kerja Memakaikan atau Melepaskan: subjeknya bersama dengan accusative lainnya.

Saul clothed David [with] his armour (1 Sam. 17:38).

c. Kata Kerja Keinginan yang banyak: sekali lagi preposisi with harus diberikan dengan kata kerja pemenuhan dan pengosongan.

They filled their bags [with] grain (Gen. 42:25).

Tanda dari Accusative

Particle et (dengan huruf hidup panjang atau pendek) dikenal sebagai tanda accusative karena ditulis dengan definite nouns didalam accusative case. Tapi peletakan ini lebih nyaman daripada akurat. Secara teknis, menunjukan suatu penekanan, biasanya dengan accusative, tapi tidak eksklusif. Hal ini biasanya ditulis dengan determined nouns (the article), yang memiliki kekuatannya sendiri. Tanda itu bisa digunakan dengan objek langsung, tidak langsung, adverbial accusatives, dan bahkan nominative case (subject, 1 Sam. 17:34; 2 Kings 6:5; Gen. 27:42; predicate, Num. 35:7).

Attribution

Bahasa Ibrani bisa menyatakan suatu sebutan tunggal, rumit melalui pertukaran dua kata benda yang sesuai. Kedua kata bisa membentuk suatu hubungan subjek-predikat jika diinginkan (seperti I, Yahweh setara dengan I am Yahweh), tapi sebaliknya mengekspresikan satu ide kompleks dalam kalimat (I, Yahweh .). Absennya suatu construct relationship, atau suatu predikasi dari kata itu, merupakan indikasi munculnya apposition. Ini bisa terdengar seperti sebuah construct-genitive relationship, tapi kata itu tidak dalam construct. Tipe apposition berikut yang umum:

1. Nama: seseorang atau hal didapat melalui apposition mengekspresikan nama.

the king, David = King David (2 Sam. 3:31)

2. Species: seseorang atau hal (genus) didapat melalui apposition kelasnya (species).

a woman, a widow = a widow woman (1 Kings 7:14)

3. Material: seseorang atau hal didapat melaluia apposition dari material.

the cherubim, gold = the golden cherubim (1 Chron. 28:18)

4. Ukuran: berat, angka, atau ukuran suatu hal didapat melalui apposition dari hal yang ditimbang, dinilai, atau diukur.

about an ephah, barley = about an ephah [of] barley (Ruth 2:17)

Disini terdapat sejumlah penggunaan kata all (kol).

all, the days of your life = all [of] the days of your life (Gen. 3:17)

5. Attributive: seseorang atau hal didapat melalui apposition dari sebuah attribute.

words, truth = true words (Prov. 22:21)

wine, reeling = wine of reeling or powerful wine (Prov. 22:21)

6. Repetisi: kata bendanya sering diulangi (dan juga dalam kasus yang sama) untuk penekanan.

Do not talk proudly, proudly = so proudly (1 Sam. 2:3).

7. Pronominal Suffix dan Kata Benda: suffix-nya didapat melalui kata benda dalam apposition. Ini adalah ekspresi penuh dan tidak perlu diterjemahkan secara literal.

And she saw him, the baby = and she saw the baby (Exod. 2:6).

Sintaks Article

Kata benda bisa definite dalam Ibrani didalam beragam cara: proper nouns (nama) secara otomatis definite; kata benda dengan possessive pronouns adalah definite; kata benda dalam construct didapat melalui definite nouns dalam genitive juga definite; dan kata benda yang memiliki definite article. Article-nya merujuk, berfokus pada, atau secara spesifik mengidentifikasi kata tersebut.

Tidak ada indefinite article (a atau an) dalam Ibrani. Melalui mengeluarkan definite article ditempat yang seharusnya digunakan, penulis menekankan kelompoknya: kualitas, sifat, atau karakter ditekankan. Article seringkali dihilangkan dalam puisi, dan kita harus memastikan dari eksegesis kontekstual kalau itu bukan semata karena pertimbangan metric.

[Such] knowledge is too wonderful for me (Ps. 139:6). Konteksnya membahas bentuk pengetahuan yang TUHAN punya.

Berikut ini adalah kategori terumum bagi penggunaan article:

1. Untuk menunjukan Definiteness: Ini adalah penggunaan normal dari article sekarang.

And Yahweh came down to see the city (Gen. 11:5).

2. Sebagai sebuah Demonstrative: ini terkadang digunakan; ini muncul sebagai kekuatan asli dari article.

this night (Gen. 19:5)

3. Untuk Menunjukan Petunjuk Sebelumnya: article-nya merujuk pada sesuatu yang sebelumnya telah disebut.

Now the name of the man was Elimelech (Ruth 1:2)

4. Sebagai sebuah Vocative: article-nya bisa digunakan dalam rujukan langsung.

Listen, O high priest Joshua (Zech. 3:8).

5. Untuk Menunjukan Keunikan: article-nya menekankan kalau objek itu hanya satu-satunya.

Yahweh--He is the [true] God (1 Kings 18:39).

6. Untuk Menunjukan sebuah Generic Class: article-nya digunakan bersama dengan sekelompok orang, binatang, atau hal lain yang dianggap sebagai satu unit.

Not so are the ungodly (Ps. 1:4).

7. Sebagai sebuah Relative Pronoun: article-nya berlaku sebagai relative pronoun, terutama saat digunakan dengan kata benda/adjectives dan participles yang attributive.

to Yahweh who appeared to him (Gen. 2:7).

Sintaks Kata Kerja

Perfect Tense

Suatu perfect tense, atau suffixed conjugation, harus dilihat untuk bentuk tindakan yang diwakilinya. Baik perfect dan tense lebih merupakan sebutan yang nyaman bukannya akurat. Tapi bentuk tindakan yang direfleksikan perfect adalah tindakan yang lengkap, apakah dimasa lalu, sekarang atau masa depan. Pelajar pemula belajar untuk menerjemahkan perfect sebagai sebuah simple past tense. Sekarang kita membagi penggunaannya antara yang aoristic (lengkap, past tense, atau point action) dan yang lebih perfective (dengan penekanan pada hasil yang berlanjut).

Perhatikan: wayyipqod membentuk kata kerja, yang disebut imperfect atau preterite dengan waw consecutive, dimasukan dalam bagian ini. Didalam narasi bentuk ini paling sering merupakan definite past, yang menjadi alasan mengapa banyak yang lebih memilih menyebut bentuk itu preterite dengan waw consecutive. Tapi jika bentuk itu mengikuti sebuah perfect tense dengan nuansa lain, maka itu bisa mengambil nuansa yang sama dari bentuk pertama untuk terjemahannya. Dibeberapa tempat, terutama puisi, preterite bisa terlihat sama sekali tidak memiliki waw (dibagian dimana itu bukan regular imperfect); konteksnya akan menentukan bagaimana itu harus diterjemahkan biasanya sebuah past tense.

Menurut saya fakta bahwa preterite memiliki arti lain menjadi alasan untuk tidak menyebutnya sebuah preterite; terjemahan non-preterite berasal dari konstruksi sintaktikal dari urutan waw dalam konteks. Untuk bentuk lain, perfect dengan deretan waw, kita selalu menyebutnya perfect dengan deretan waw tidak peduli bagaimana diterjemahkannya dalam konteks.

Tindakan yang Setara dengan Tindakan Aoristic

1. Definite Past: Kata kerjanya menunjukan tindakan lengkap tanpa syarat lain; kategori ini biasa karena mewakili tindakan dimasa lalu.

and Lot also, his relative, he brought back (Gen. 14:16).

2. Very Recent Past: suatu penggunaan khusus berhubungan dengan kategori pertama dimana konteksnya menunjukan kalau tindakannya baru saja terjadi.

What have you done? (just now [Gen. 4:10])

3. Constative: tindakannya dimasa lalu, tapi ekspresinya menunjukan kalau tindakan itu meliputi suatu periode waktu. Penggunaan ini tidak begitu umum.

Twelve years they served Chedorlaomer (Gen. 14:4).

4. Ingressive: kata kerjanya merujuk pada permulaan suatu keadaan (diterjemahkan dengan became). Ini juga penggunaan yang jarang.

the man went forth and grew until he became great (Gen. 26:13).

5. Indefinite Past: pembicara merujuk pada tindakan dimasa lalu tanpa mendefinisi keadaan tertentu.

I have seen the wicked in great power (Ps. 37:35)

6. Unique Past: keunikan tindakan ditekankan oleh penulis.

Who has [ever] heard anything like this? (Isa. 66:8)

7. Gnomic Perfect: kata kerjanya menunjukan suatu kebenaran umum atau universal, benar dimasa lalu, sekarang, dan masa depan.

An ox knows it master (Isa. 1:3).

8. Characteristic Perfect: tindakan itu merupakan karakteristik seseorang dimasa lalu dan dimasa kini, tapi tidak dimasa yang akan datang.

Why do the nations rage? (Ps. 2:1).

9. Instantaneous Perfect: tindakannya sedang terjadi saat pembicaraan terjadi (jarang).

I raise my hand [here and now] (Gen. 14:22).

10. Potential Perfect: kata kerjanya menunjukan tindakan yang dianggap sebagai potensi (sangat jarang).

What can the righteous do? (Ps. 11:4).

11. Epistolary Aorist: kata kerjanya menunjukan pengiriman untuk sesuatu yang dikirim (sangat jarang).

See, I am sending to you (1 Kings 15:19).

Tindakan Setara dengan Tindakan Perfective

12. Present Perfect: tindakannya memasukan definite past tapi juga keadaan yang dipengaruhi oleh tindakan. (Dalam bahasa Inggris tense ini dibentuk oleh present tense Inggris dari auxiliary atau helping verb).

For you have comforted me (Ruth 2:13).

13. Past Perfect: tindakan dari kata kerja lebih dahulu dari tindakan dimasa lalu dari kata kerja sebelumnya. (Dalam bahasa Inggris ini dibentuk dengan past tense dari auxiliary verb).

Jacob did not know that Rachel had stolen them (Gen. 31:32)

14. Future Perfect: tindakan dari kata kerjanya lebih dahulu dari tindakan dimasa yang akan datang. (Dalam bahasa Inggris ini dibentuk dengan future tense dari auxiliary verb).

I shall not leave you until I shall have done (Gen. 28:15).

15. Adjectival Perfect: kata kerjanya merupakan pure stative verb, diterjemahkan sebagai suatu predicate adjective.

For I am too old for a husband to have (Ruth 1:12).

16. Stative, Transitive Perfect: kata kerjanya bisa statis atau transitif.

your only son, whom you love (Gen. 22:2)

17. Prophetic Perfect: kata kerjanya menggambarkan kepastian suatu peristiwa yang akan datang sepertinya sudah dilakukan (karena seer/pelihat telah melihatnya). Ini juga disebut perfect of confidence dalam bagian yang mengekspresikan kepercayaan yang kuat.

For unto us a child was born (Isa. 9:6).

18. Perfect of Resolve: kata kerjanya mengekspresikan determinasi atau ketetapan hati seseorang; hasilnya tidak pasti (tidak seperti # 17).

Naomi [has decided to] sell (Ruth 4:3).

19. Hypothetical Perfect: kata kerjanya menunjukan suatu kondisi yang berlawanan dengan fakta (an optative); ini sangat jarang digunakan.

If I said I have hope (Ruth 1:12).

Imperfect Tense

Suatu imperfect tense, atau prefixed conjugation, menunjukan tindakan yang tidak lengkap, apakah dimasa depan, sekarang, atau dimasa lalu.

Perhatikan: Suatu perfect dengan waw consecutive ada dalam kelompok ini; saat sebuah perfect dengan waw consecutive mengikuti sebuah imperfect tense, maka itu bisa diberikan nuansa terjemahan yang sama seperti kata kerja sebelumnya. Didalam beberapa bagian tidak ada kata kerja yang mendahului, dan nuansanya harus berasal dari konteks. Didalam kasus itu, bisa merupakan simple future, atau instruksi.

Future Action

1. The Simple or Specific Future: imperfect seringkali menujukan suatu tindakan nyata, dimasa depan; itu bisa pasti dan spesifik, atau biasa dan umum.

when you eat from it you shall surely die (Gen. 2:17).

2. The Historical Future: imperfect ada dimasa depan dari sudut pandang tindakan dimasa lalu (jarang digunakan).

Elisha was sick with the sickness from which he would die (2 Kings 13:14).

3. The Anterior Future: imperfect lebih dahulu dari peristiwa dimasa lalu (jarang digunakan).

And offer a burnt offering with the wood of the grove which you shall have cut down (ini setara dengan penggunaan perfect tense dari future perfect).

Tindakan Berulang

4. Habitual Imperfect: imperfect mengekspresikan tindakan berlanjut, universal (setara dengan penggunaan gnomic-nya perfect tense).

Whoever laps with his tongue from the water as a dog laps (Jud. 7:5).

5. Progressive Imperfect: tindakan dari kata kerja terus terjadi, atau sedang dalam perkembangan, tapi belum selesai. Ini merupakan penggunaan umum dari imperfect.

What do you seek? (Gen. 37:15).

6. Customary Imperfect: tindakannya diulangi tapi dimasa lalu (terjemahan menggunakan would atau used to).

Now a mist used to go up and [used to] water (Gen. 2:6). Kata kerja kedua adalah suatu perfect dengan suatu waw consecutive dan karena itu menerima nuansa yang sama.

7. Distributive Imperfect: imperfect menggambarkan suatu keragaman tindakan atau tindakan distributive (jarang digunakan).

One company would turn into the way (1 Sam. 13:17).

Modal Nuances

8. Potential Imperfect: tindakan dimungkinkan (terjemahan menggunakan can, is able to).

Where can I go from Your Spirit? (Ps. 139:7)

9. Permissive Imperfect: tindakannya diijinkan (terjemahan menggunakan may).

from every tree of the garden you may eat freely (Gen. 2:16).

10. Deliberative Imperfect: tindakan disengaja atau beralasan (dipertanyakan, diragukan; terjemahan menggunakan should).

Should I not search out rest for you? (Ruth 3:1).

11. Obligatory Imperfect: tindakan diperlukan; subjeknya diharuskan pada tindakan (terjemahan menggunakan ought to).

You have done things which ought not be done (Gen. 20:9).

12. Desiderative Imperfect: subjeknya ingin atau mau bertindak (terjemahannya menggunakan wish to, want to).

If he wants to redeem you, fine, let him redeem; but if he is not willing to redeem you (Ruth 3:13).

13. Possibility: tindakan bisa terjadi; kemungkinan.

And the case that may be too difficult (jangan bingung dengan permissive imperfect, karena keduanya menggunakan may).

14. Final Imperfect: kata kerjanya menunjukan tujuan atau hasil; itu muncul dalam final clauses atau purpose clauses (seringkali setelah that, in order that).

that it may go well for you (Ruth 3:1).

Volitional Aspects

15. Imperfect of Injunction: imperfect menekankan suatu kelangsungan, keinginan positif atau perintah.

Purge [imperfect] me with hyssop (Ps. 51:9).

16. Imperfect of Instruction: imperfect bisa digunakan untuk mengekspresikan aturan umum atau instruksi.

and thus you shall eat it (the passover [Exod. 12:11]).

17. Imperfect of Prohibition, atau instruksi negatif atau injuksi negatif.

You shall not murder (Exod. 20:13).

Sintaks Volitives

Jussive

Suatu jussive adalah mood volitional dari orang ketiga, dan orang kedua saat dinegasikan (dengan al ditambah orang kedua kita mendapatkan suatu perintah negatif). Kekuatan dari jussive sangat beragam dari konteks ke konteks, dan terutama bergantung pada relasi pembaca dan subjek.

Dari Superior ke Inferior

1. Perintah: jussive membentuk suatu perintah langsung dari pembicara, tapi dalam orang ketiga.

And God said, Let there be light (Gen. 1:3).

2. Nasihatl: superior memberikan nasihat, bukan perintah.

The officers shall say , Let him go back (Deut. 20:8).

3. Perintah Negatif: jussive dalam orang kedua dengan bentuk negatif membentuk suatu larangan langsung (negatif al menunjukan itu adalah suatu jussive; lo bersama dengan imperfect).

Dont eat food or drink water (1 Kings 13:22).

Dari Inferior ke Superior

4. Doa: pembicara membuat suatu permintaan pada Tuhan agar melakukan sesuatu.

Let it be known this day that You are God (1 Kings 18:36).

5. Keinginan: pembicara menyatakan suatu keinginan agar sesuatu terjadi.

Let my lord [Esau] pass on before his servant (Gen. 33:14).

6. Berkat: pembicara menyatakan suatu berkat; pembicara biasanya seorang pendeta atau pemerintah teokratik, dan berkat biasanya suatu perkataan leluhur (bukan suatu keinginan).

Yahweh bless you and keep you (Num. 6:24).

7. Harapan: pembicara menyatakan suatu harapan (bahkan berkat) agar sesuatu terjadi (yang kurang lebih dimungkinkan); dekat juga dengan salam.

Yahweh bless you (Ruth 2:4 [the workers greeting Boaz]).

8. Permintaan: pembicara membuat permintaan atas sesuatu.

Please, let your servant remain in the place of the lad (Gen. 44:33).

9. Saran: pembicara memberi saran pada speaker gives advice to a superior.

Now let Pharaoh choose a wise and discerning man (Gen. 41:33).

10. Undangan: pembicara menyatakan suatu undangan.

Let the king and his servants go with your servant [me] (2 Sam. 13:24).

11. Doa Negatif: jussive dengan negatifnya bisa digunakan dengan arti diatas, tapi juga digunakan dalam orang kedua untuk sebuah doa negatif ( sekarang ke superior, jadi bukan suatu perintah).

Lord Yahweh, do not destroy Your people (Deut. 9:26).

12. Keinginan Negatif. Bukan suatu doa kepada Tuhan, jussive yang dinegasikan bisa menyatakan suatu keinginan.

(I desire one small request from you) do not refuse me (1 Kings 2:20).

Imperative Mood

Suatu imperative adalah volitional mood dari orang kedua semata. Ini tidak pernah muncul dengan negative adverbs (jussives dan imperfects digunakan untuk memberi perintah negatif dan larangan). Kekuatan perintah sangat beragam dalam kekuatannya dari konteks ke konteks, tapi selalu memiliki suatu tekanan pada jawaban langsung. Terkadang eksegetor harus menggambarkan bentuk kekuatan jika tidak satupun kategori cocok.

1. Perintah Langsung: pembicara membari suatu perintah kuat yang harus ditaati.

Here is your wife. Take her and leave (Gen. 12:20).

2. Nasihat atau Saran: pembicara tidak memerintah tapi memberi saran.

Go, return, each of you to her mothers house (Ruth 1:8).

3. Undangan: pembicara menggunakan suatu imperative untuk menyebarkan suatu undangan.

Come here and eat from the food (Ruth 2:14).

4. Ijin: pembicara mengijinkan sesuatu terjadi, mengekspresikannya dengan sebuah imperatif.

Go up and bury your father (Gen. 50:6).

5. Interjection: imperativenya menarik perhatian (penggunaan idiomatik).

Come! Lets make bricks (Gen. 11:3).

6. Janji atau Kepastian: pembicara menggunakan imperatif untuk mengekspresikan apa yang akan terjadi.

And in the third year [you will] sow and reap (Isa. 37:30).

7. Permintaan: pembicara menggunakan sebuah imperatif untuk menanyakan sesuatu.

Please give them a talent of silver (2 Kings 5:22).

8. Perintah Retoris: pembicara menggunakan imperatif secara ironis dan retoris untuk menyatakan maksudnya.

Go to Bethel and transgress (Amos 4:4).

9. Peringatan: pembicara menggunakan impreatif secara retoris untuk memperingatkan akibat atau dampaknya.

Sow for yourselves righteousness, reap the fruit of love (Hos. 10:12).

10. Concession: pembicara menggunakan imperatif secara retoris untuk menyatakan ide singkat.

Prepare for battle [=although you will prepare] and be broken [= you will be broken](Isa. 8:9).

Cohortative

Suatu cohortative adalah volitional mood dari orang pertama, tunggal atau jamak. Itu menunjukan kemauan pembicara dalam suatu ketetapan hati terhadap kehendak orang lain.

Ketetapan Hati

1. Determinasi: pembicara berdeterminasi untuk melakukan sesuatu.

I will make it a ruin (Isa. 5:6).

2. Intention: pembicara mengekspresikan intensinya.

I will go down and see [if it is that bad] (Gen. 18:21).

3. Desire: pembicara menyatakan apa yang ingin dia lakukan.

I desire to set a king over me (Deut. 17:14 [Israel is the speaker]).

Permintaan

4. Permintaan Langsung: pembicara bertanya sesuatu.

Let me go up and bury my father, and I will return (Gen. 50:5 [ the last cohortative is intention or determination]).

5. Harapan: permintaan pembicara tidak secara langsung merambah yang lain.

O my God, I have trusted in You; may I not be put to shame (Ps. 25:2).

6. Hortatory

Hortatory: ini merupakan cohortative murni, menyerukan pada yang lain untuk berpartisipasi.

Lets go after other gods (Deut. 13:2).

Penggunaan Volitive Secara Mandiri

Suatu volitives bisa ditemukan dalam berbagai tipe urutan dengan waw (secara beragam conjunctive atau consecutive). Urutannya logis, bukan temporal, walau ada urutan temporal dalam tindakan.

1. Imperative diikuti oleh Perfect + Waw Consecutive: perfect tense memiliki kekuatan sebuah imperative atau injunction.

Hear O Israel, Yahweh is our God, Yahweh alone; and you shall love (perfect + waw) Yahweh your God (Deut. 6:4).

2. Imperative diikuti oleh Imperative + Waw Conjunction: imperative kedua bisa merupakan coordinated atau subordinated (maka itu, hanya sebuah waw conjunction).

This do and [then/thus] live [you will live] (Gen. 42:18).

3. Maksud atau Hasil: Suatu waw conjunction digunakan dalam berbagai kombinasi dengan volitives dan imperfects untuk menyatakan maksud atau hasil. Karena itu suatu pilihan terjemahan dan bukan suatu perubahan otomatis, suatu waw diklasifikasikan sebagai suatu conjunction.

Bring it to me that I may eat (Gen. 27:4 [impv + coh]).

Let me go that I may glean (Ruth 2:2 [coh + coh]).

Open his eyes that he might see (2 Kings 6:17 [impv + juss]).

What shall we do that the sea may be calm (Jonah 1:11 [indic + juss]).

Sintaks Bentuk Verbal, Infinitives dan Participles

Infinitive Absolute

Suatu infinitive absolute adalah sebuah verbal noun. Itu bisa berfungsi dalam sebuah kalimat secara nominal atau verbal. Itu menggambarkan tindakan dari ide verbal dengan tidak melihat agen, keadaan, waktu atau mood dimana hal itu terjadi.

Penggunaan Nominal

1. Subjek: sebuah penggunaan yang jarang, tapi infinitif bisa berfungsi sebagai subjek.

To show partiality is not good (Prov. 28:21).

2. Objek: suatu penggunaan yang jarang, tapi bisa juga menjadi objek.

Learn doing well (Isa. 1:17).

3. Predicate Nominative: sekali lagi merupakan penggunaan yang jarang, infinitifnya adalah suatu predikatif setelah sebuath statif.

The effect of righteousness is sowing quietness (Isa. 32:17).

4. Penekanan: Ini merupakan penggunaan yang paling umum dari infinitive absolute; penekanannya tidak hanya memberatkan tindakan verbal saja, tapi juga mood, yang mendukungnya. Eksegetor pertama kali harus mengklasifikasikan kata kerja, dan kemudian menjelaskan bagaimana infinitive absolute menekankannya. Inilah yang paling umum; ada juga yang lainnya.

a. Afirmasi: menekankan kepastian dari tindakan verbal (seringkali dimasa depan).

You shall surely die (Gen. 2:17).

b. Keraguan: menekankan ketidakmungkinan kondisi (melalui kemungkinan).

Will you indeed reign over us? (Gen. 37:8).

c. Dugaan: menekankan kondisi yang kurang memungkinkan (if should).

If her father would happen to spit in her face (Num. 12:14).

d. Antithesis: menekankan suatu kontras (didahului oleh but).

but they did not drive them out (Jud. 1:28 [but driving out they did not drive out])

e. Ijin: infinitive menekankan mood permisif dari kata kerja.

You may freely eat (Gen. 2:16 [eating you may eat]).

f. Kewajiban: mendukung kewajiban.

The ox must be stoned (Exod. 21:28 [stoning will be stoned]).

5. Adverbial Accusative: salah satu penggunaan yang umum, infinitivenya menggambarkan secara adverb prilaku, tingkatan, atau modifikasi lain dari kata kerja. Beberapa bentuk telah menjadi adverb yang tetap.

The man shall surely be put to death, all the community stoning him (Num. 15:35 [note the first infinitive is emphatic]).

6. Tindakan Simultan atau Komplementari: suatu infinitive kedua digunakan yang menekankan nature berlanjut dari yang lain (halok) atau suatu tindakan komplementari.

They [the cows] were going, going and lowing (1 Sam. 6:12).

Penggunaan Verbal

7. Berurutan: infinitive absolute memiliki sebuah waw dan diikuti oleh sebuah kata kerja.

You have sown much, but brought in little (Hag. 1:6).

8. Kata kerja Murni: infinitive absolute muncul tanpa sebuah waw.

Keep the sabbath day to sanctify it (Deut. 5:12).

9. Mengatur sebuah Accusative: infinitivenya mengatur accusative atau preposition.

Glory that you know me (Jer. 9:23 [24]).

Infinitive Construct

Suatu infinitive construct juga merupakan suatu verbal noun, suatu infinitive sejati tanpa batasan waktu. Suatu infinitive construct lebih nominal daripada bentuk infinitive absolute. Tapi itu bisa digunakan secara substantivally (ditempat sebuah kata benda) atau secara verbal.

Penggunaan Substantival

1. Muncul dalam Noun Cases: sebagai suatu verbal noun, infinitive construct muncul dalam beragam kasus.

It is not good for man to be alone (Gen. 2:18 [as a nominative: the being of man alone is not good]).

a time of mourning (Eccl. 3:4 [as a genitive]).

I do not know [how to] go out and come in (1 Kings 3:7 [accusative]).

2. Muncul dalam Construct State: ini merupakan penggunaan umum dari infinitive construct; ini diikuti oleh suatu subjective genitive atau objective genitive, dan seringkali mengikuti sebuah preposisi. Seluruh klausa menjadi sebuah adverbial clause.

All of it was well watered, before Yahweh destroyed Sodom and Gomorrah (Gen. 13:10 [before the destroying of Sodom and Gomorrah]).

Penggunaan Verbal

Penggunaan umum dari infinitive construct adalah dengan preposis lamed, yang setara dengan bahasa Inggris infinitive. Preposisi biasanya menunjukan arah tindakan dari kata kerja sebelumnya, tapi hilang dalam nuansa lainnya.

1. Maksud: infinitivenya digunakan untuk mengekspresikan maksud, tujuan, atau akhir dari tindakan.

And Jonah arose to flee (Jonah 1:2)

2. Hasil: infinitivenya mengekspresikan hasil dari tindakan.

Why have I found favor in your sight so that you took notice of me? (Ruth 2:10).

3. Epexegetical: infinitivenya menjelaskan keadaan atau nature dari kata kerja yang mendahuluinya; itu menjawab pertanyaan how? Terjemahannya menggunakan by/in -ing.

The people are sinning against Yahweh by eating with blood (1 Sam. 14:33).

4. Objek: infinitivenya melengkapi ide dari kata kerja dalam prilaku objek langsung; menjawab pertanyaan what?

Stop entreating me to abandon you by returning [an epexegetical use] from after you (Ruth 2:16).

5. Gerundive dengan Produk lamed: suatu penggunaan yang jarang, tapi infinitifnya bisa berfungsi sebagai suatu verbal adjective yang mengekspresikan tugas, keharusan, atau kebugaran; biasanya dinyatakan dengan about to/ought to be.

The gates were about to shut (Josh. 2:5).

6. Degree: infinitivenya diterjemahkan enough to dalam konstruksi yang jarang ini.

Hezekiah was sick enough to die (2 Kings 20:1).

Catatan: infinitive construct dalam penggunaan ini bisa muncul tanpa preposisi lamed.

Active Participle

Suatu active participle menyatakan aktifitas yang berkelanjutan tanpa terganggu, atau suatu kondisi berkelanjutan yang didenotasikan oleh kata kerja. Itu temporal, tergantung pada konteks waktunya. Seperti adjectives itu bisa berfungsi seperti predikatif (verbally), attributive (adjectival), atau substantivally (sebagai sebuah kata benda).

Penggunaan Verbal dari Active Participle

Saat active participle berfungsi sebagai predikat, penekanannya linear, durasi tindakan dari akar. Bisa saja tindakannya diulangi bukannya berdurasi. Waktu berasal dari konteks.

1. Diwaktu Lalu

while Lot [was] sitting in the gate (Gen. 19:1 [durative])

All that he [was] doing, Yahweh [was] prospering in his hand (Gen. 39:3 [iterative]).

2. Diwaktu Sekarang

And he said, I [am] seeking my brothers (Gen. 37:16 [durative]).

One generation passes away, and another comes, but the earth abides continually (Eccl. 1:4 [iterative action]).

3. Masa Depan yang Segera: tindakannya diwakili seperti terjadi dimasa sekarang tapi sebenarnya muncul setelah suatu interval waktu; tindakannya pasti, dan penggunaan ini biasa disebut futur instans. Seringkali mengikuti hinneh. Terjemahannya menggunakan about to.

Behold, I [am] bringing [about to bring] the flood of waters (Gen. 6:17).

4. Diwaktu Depan

For in seven days I [will be] sending rain on the earth (Gen. 7:4).

Penggunaan Adjectival dari Active Participle

Penekanannya bukan lagi pada tindakan berdurasi linear, tapi konsep akar sebagai suatu kualitas. Participle sebagai sebuah adjective tidak mengekspresikan waktu atau aspek.

5. Attributive Adjective

To the God who answered me in the day of my trouble (Gen. 35:3).

6. Predicate Adjective

Your eyes are the ones which saw all that Yahweh your God has done (Deut. 3:21).

Penggunaan Substantival dari Active Participle

Participle berfungsi sebagai suatu kata benda dan membuat karakter tetap yang digunakan akar menjadi utama.

The Keeper of Israel will not sleep (Ps. 121:4 [subject).

Whoever sheds blood (Gen. 9:6 [subject]).

Remember your Creator in the days of your youth (Eccl. 12:1 [object]).

My soul waits for the morning, more than the watshmen (Ps. 130:5 [noun of occupation]).

Passive Participle

Passive participles memiliki fungsi yang sama seperti active participles. Ada baiknya membagi penggunaan passive participle antara true passives dan false passives. True passives muncul saat subjek sedang dijalankan (dalam proses) dan participlenya berfungsi sebagai sebuah kata kerja.

While she [was] being brought forth she sent to her father-in-law (Gen. 38:25).

False passives membentuk penggunaan umum, mirip dengan passive participle bahasa Inggris. Itu mengindikasikan kalau orang atau hal tersebut dalam suatu keadaan sebagai hasil tindakan. Agen atau instrumen biasanya diberikan (seringkali dengan sebuah genitive setelah participle in construct).

Your cities [are] burned with [of] fire (Isa. 1:7).

Waw Conjunction, Consecutive, Disjunctive

Ibrani menggunakan conjunction dalam beragam cara. Selain normal conjunction, ada juga penggunaan berderet, yang mempengaruhi terjemahan kata kerja, dan disjunctive yang memecah urutannya. Daftar berikut ini menunjukan beragamnya bahasa Ibrani menggunakan bentuk ini.

1. Koordinasi: kata-katanya hanya dikoordinasi dengan and.

God created the heavens and the earth (Gen. 1:1).

2. Urutan: Suatu waw (mostly consecutive) menekankan urutan tindakan temporal atau logis antar kata kerja (and then).

And [then] God said (Gen. 1:3).

3. Disjunction: Suatu waw menyatakan but atau now atau beberapa terjemahan parenthetical yang menjauh dari urutan; ditandai oleh pembentukan suatu non-kata kerja dipermulaan klausa.

Now the earth was waste and void (Gen. 1:2).

4. Adversative: Suatu waw memiliki arti but didalam suatu klausa (berlawanan dengan penggunaan diatas).

Here is the fire and the wood, but where is the lamb (Gen. 22:7).

5. Explicative atau Epexegetical: even, namely, that is.

the Lord, whom you seek, even the messenger of the covenant (Mal. 3:1).

6. Empatik: Suatu waw diterjemahkan even, especially.

Now king Solomon loved many foreign women, especially the daughter of Pharaoh (1 Kings 11:1).

7. Alternative: or (jarang digunakan).

you, or your son (Exod. 20:10)

8. Pleonastic: waw hanya bersifat stylistic (jarang digunakan).

So now [and] I will be your servant (2 Sam. 15).

9. Comparative: waw berlaku sebagai suatu perbandingan (hanya dalam puisi).

Does not the ear try words // as the mouth tastes its meat (Job 12:11).

10. Accompaniment: with.

the box with the golden mice (1 Sam. 6:11).

11. Resumptive: waw mengawali apodosis.

then your eyes will be opened (Gen. 3:5).

12. Adjunctive: also.

Ask for him the kingdom also (1 Kings 2:22).

13. Distributive: jarang digunakan, dinyatakan dengan each, and, or by.

and with them the elders of each city ([city and city], Ez. 10).

14. Noun Clause: sering digunakan, suatu waw memulai suatu klausa yang merupakan subjek atau objek dari suatu kata kerja.

And let it be when he lies down that you mark the place (Ruth 3:4).

15. Logical atau Inferential Clause: sering digunakan, suatu waw dinyatakan dengan and so, thus, therefore.

I was afraid and so I hid (Gen. 3:10 [waw consecutive]).

16. Maksud atau Hasil: waw biasanya dengan urutan volitive.

Bring it to me that I may eat (Gen. 27:4).

17. Temporal: mengawali klausa dengan when, then; seringkali subordinates satu waw consecutive clause dengan yang lainnya.

When [and] she finished giving him a drink, then [and] she said (Gen. 24:19).

18. Causal: for, since, seeing, because.

I know you fear God, for [and] you did not withhold (Gen. 22:12).

19. Concessive: although.

although [and] I may not be like one of your young girls (Ruth 2:13)

Related Topics: Bible Study Methods, Grammar

Pages