MENU

Where the world comes to study the Bible

7. Hukuman Kekal Bagi yang Terhilang

Bab ini berusaha menulis suatu pernyataan pengajaran yang paling penting diseluruh Alkitab. Saat saya pertama mencoba berkotbah tentang hal ini beberapa tahun yang lalau, saya memohon pada Tuhan untuk ada kehalusan dalam menyatakan hal ini. Sekarang saya harus akui masih ada keengganan dipihak saya untuk mengatakan bahwa tidak ada harapan bagi orang yang sudah mati, tapi suatu penantian akan lautan api yang menakutkan. Keengganan untuk menyatakan tentang neraka bukanlah hasil dari keraguan akan kesengsaraan akhir dari orang yang tidak percaya. Sebaliknya, karena semakin yakinnya akan hal ini menimbulkan kegentaran memikirkan jiwa yang terbuang dalam laut api selamanya.

Neraka—Hal yang Tidak Populer

Saya sadar hal ini tidak disukai. Sejak momentum dimana Jonathan Edwards berkotbah tentang “Orang Berdosa ditangan Allah yang Murka,” pengajaran tentang hukuman orang yang terhilang sekarang mulai tidak jelas. Surat kabar harian mencetak pada May 29, 1944. “Seorang Pendeta Angkata Laut mengatakan hari ini beberapa pejabat angkatan laut melarang pendeta mengatakan tentang bahaya neraka. Pendeta itu, Frederick Volbeda, dari Washington, seorang veteran Pearl Harbor, berkata bahwa atasannya mendengar dia berkotbah tentang pertobatan dan hukuman yang didapat menyuruhnya bersumpah agar tidak berkotbah api neraka lagi diatas kapalnya” Pendeta Volbeda melaporkan hal ini saat ulang tahun ke 84 General Assembly of the Southern Presbyterian Church.

Saat Irvin S. Cobb, seorang pelawak dan penulis terkenal dunia, mati March 1944, dia berpendapat bahwa surga merupakan “suatu tempat yang sangat bodoh, yang diisi oleh orang sombong, individu yang agrasif,” dan kemudian dia menambahkan “neraka mungkin memiliki iklim yang buruk tapi bersemangat.” Tentu Cobb tidak percaya adanya neraka, karena dia menyuruh orang yang nanti mengatur penguburannya “menghindari pembacaan atau upacara Kristen, yang menurutnya salah satu kepercayaan yang paling kejam yang diwarisi oleh leluhur. Sebaliknya biarlah Mazmur 23 dibacakan. Didalamnya tidak ada lautan api kekal.”

Irvin Cobb jelas merupakan pelawat yang sukses, tapi tidak ada humor tentang neraka yang bisa membebaskan dia dari sakit dan penderitaan jiwanya sekarang. Hal yang terbaik yang bisa dikatakan orang ini tentang Tuhan Yesus Kristus adalah Dia merupakan “orang terbaik yang pernah hidup.” Untuk semua pujian dan humanisme Tuhan kita hanya menjawab “anda harus dilahirkan kembali.” Mengenai hal penting dan kekal ini Cobb menyatakan dirinya. Jika dia mati dengan menolak setiap pengajaran iman Kristen, betapa seriusnya akibat perkataannya. Tuhan menegaskan semua yang menolak dan mengejek FirmanNya sebagai “Mereka bagaikan ombak laut yang ganas, yang membuihkan keaiban mereka sendiri, . . . baginya telah tersedia tempat di dunia kekelaman untuk selama-lamanya” (Jude 13). Suatu saat keadaan akan berbeda, dan “Dia, yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka” (Psalm 2:4).

Hati kita bersimpati dan bersedih untuk Cobb dan jutaan orang yang seperti dia yang mati dalam ketidakpercayaan dan masuk kedalam kekekalan lautan api yang dulu mereka tidak percaya.

Mr. Cobb meminta agar Mazmur 23 dibacakan karena tidak ada “ancaman lautan api kekal”. Kita tidak ingin berdebat akan isi teologis dari Mazmur Daud ini, tapi kita bisa katakan tanpa takut kontradiksi bahwa pengetahuan Cobb akan Alkitab adalah hasil penyelidikan atas dasar prasangka. Penulis Mazmur ini juga Pencipta semua yang dunia tahu tentang masa depan, dan Eskatologi Alkitab tidak diam tentang hukuman kekal bagi yang tidak percaya dalam suatu tempat siksaan.

Teori yang Salah

Banyak teori berlawanan telah terbentuk mengenai hal ini. Tentu saja, semua yang disebutkan dibawah ini merupakan teori manusia yang tidak didukung oleh Firman Tuhan. Disini kita hanya menyatakan dengan singkat dari sisi manusia. Teorinya adalah Keabadian Bersyarat, Universalism dan Teori Restorasi.

1. Keabadian Bersyarat. Teori ini berkata bahwa semua orang yang tidak menerima hidup kekal akan mati seperti binatan dan akan hilang tak ada existensinya lagi. Ini menyatakan bahwa keabadian merupakan kondisi atas diterimanya hidup kekal. Jika seseorang mati tanpa menerima hidup kekal dia tidak akan dihukum. Dia akan dihilangkan.

2. Universalism. Teori ini memegang pendapat adanya penebusan universal. Sebagai contoh, sebagian Alkitab digunakan untuk membuktikan bahwa Kristus mati seperti umumnya manusia. Maka dari tiu semua manusia akan diselamatkan pada akhirnya. Universalism menggunakan teks Paulus seperti: “Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus” (Colossians 1:28). Jelas Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa setiap orang yang datang kedunia akan disempurnakan dalam Kristus. Kata “setiap orang” hanya bisa menunjuk pada mereka yang merupakan tujuan dari surat; yaitu, “kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus” (1:2). Teori ini tidak menyangkal bahwa semua manusia sudah jatuh dalam dosa, tapi berpendapat bahwa semua manusia akhirnya akan diselamatkan dan masuk kedalam hidup kekal. Universalism gagal karena mereka mengabaikan fakta Alkitab bahwa keselamatan dan hidup kekal merupakan bagian dari pemberian ilahi kepada “siapapun yang dikehendakiNya.”

3. Teori Restorasi. Pandangan ini, sering disebut Restitutionism, setuju dengan universalist dalam hal tidak menolak bahwa manusia sudah jatuh, tapi suatu waktu, disuatu tempat, semua ciptaan (termasuk setan dan malaikat yang jatuh) akan dipulihkan dan didamaikan dengan Tuhan. Berlawanan dengan akal sehat, sebagian besar orang menilai pandangan ini mustahil. Tapi mari kita lihat teks yang biasa mereka gunakan dalam membentuk dasar pandangan Restitutionism. Mereka mengutip perkataan Tuhan: “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (John 12:32). Kita harus hati-hati bahwa perkataan Kristus ini tidak membawa kita percaya pada pengajaran sesat Restitutionism. Juruselamat kita tidak pernah memaksudkan bahwa semua orang pada akhirnya akan diselamatkan melalui penyalibanNya. Dr. A. C. Gaebelein dalam tafsirannya “The Gospel of John” berkata: “analogi teks lainnya menunjukan dengan jelas bahwa satu-satunya alasan yang masuk akal adalah, penyaliban Kristus memiliki pengaruh “menarik” bagi semua manusia dan bangsa, baik Yahudi maupun non-Yahudi.” Tapi ayat ini juga bisa memiliki aplikasi masa depan. Dalam ayat sebelumnya (31) dihubungkan dengan ayat 32, Yesus bicara tentang masa depan saat “penguasa dunia ini akan dilemparkan keluar.” Dari situ, dihari itu “semua orang” akan dibawa kepadaNya.

Salah satu teks favorit Restitutionists adalah salah satu pernyataan Petrus dalam kotbah keduannya setelah Pentakosta. Petrus berkata:

Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan, dan mengutus Yesus, yang dari semula diuntukkan bagimu sebagai Kristus. Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu. (Acts 3:19-21).

Sekali lagi pengajar ajaran ini mengambil kalimat dan mengeluarkannya dari konteks dan menyesuaikannya dengan pemikiran mereka. Perkataan “pemulihan segala sesuatu” tidak bisa ditafsirkan dengan benar tanpa dikaitkan hanya kepada Israel. Ingat, kepada Israellah Petrus menujukan surat ini. Pernyataan pembukaannya adalah “Hai orang Israel” (ayat 12). Itu pemulihan segala sesuatu untuk Israel saat Kristus datang untuk memulihkan bangsa. Lebih jauh, itu akan menjadi “pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu.” Kita harus membatasi definisi pernyataan Petrus, karena kita harus membatasinya hanya pada pemulihan yang diperantarai nabi-nabiNya. Para nabi sering bicara tentang pemulihan Israel ketanah Palestina, tapi tak satupun dalam tulisan nabi muncul kesimpulan bahwa orang mati diluar Kristus akan diselamatkan.

Restitutionism sangat bergantung pada pernyataan Paulus dalam Philippians 2:10, 11, “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa!.” Bagian ini berarti baha semua ciptaan, baik yang hidup maupun mati, surga, bumi, atau dibawah bumi, akan mengaku dan menyatakan bahwa Allah Bapa telah memberikan AnakNya. Tidak ada satupun indikasi bahwa semua orang yang mengenal otoritas Kristus harus diselamatkan ataupun akan diselamatkan. Saat Tuhan ada didunia iblis sering mengakui otoritasNya (lihat Mark 1:24, 34; 3:11, 12), dan kita tahu bahwa api kekal disiapkan untuk setan dan malaikat pengikutnya (Matthew 25:41).

Arguing Against Hell from the Love of God

Kita sering mendengar bahwa Tuhan terlalu baik, dan pemaaf untuk bisa mengijinkan manusia menderita dalam neraka. Meminta kasih dan belas kasih Tuhan, manusia berkeras bahwa Dia tidak akan mengijinkan ciptaanNya binasa. Ada banyak pernyataan indah dan sentimental tentang kasih Tuhan yang dikutip untuk mendukung pandangan bahwa Dia tidak mengijinkan satu jiwapun untuk menderita dalam kekekalan. Tapi kita tidak berani kehilangan fakta bahwa seseorang lolos dari neraka bukan tergantung pada kasih Tuhan tapi tergantung pada pertobatan dan iman setiap individu. Tuhan itu kasih, pasti, tapi manusia juga memiliki kehendak bebas. Manusia bukan dikutuk keneraka oleh Tuhan, tapi mereka ada disana karena menolak satu-satunya cara menghindari hukuman dosa, iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan adalah kasih dalam PL, tapi orang Israel dihukum karena dosa mereka. Tuhan adalah kasih sekarang, tapi Dia tidak membuka pintu hukuman untuk meloloskan mereka seharusnya dihukum karena dosanya. Ini adalah perlakuan adil bagi masyarakat untuk melindungi diri dari perbuatan criminal, dan jelas surga jadi tidak aman atau menyenangkan jika tidak ada proteksi atas dosa dan kejahatan. Bagi penulis kelihatannya harus memisahkan orang percaya dan yang jahat. Itu akan menghina keadilan dan kehormatan Tuhan kalau Dia mengijinkan yang tidak kudus dan penolak Kristus ada didalam “semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Corinthians 2:9).

Akibat dosa adalah hukuman. Hukuman yang tepat pada seorang anak tidak merusak kasih orangtua. Dosa dihukum sepasti api membakar, dan Tuhan menjalankan hukum kekal bahwa “apapun yang ditabur, itulah yang dituainya” (Galatians 6:8).

Neraka—Suatu Tempat Penghukuman yang Akan Datang

Sebagian orang melibatkan diri dalam pemikiran tentan neraka. Dikatakan bahwa api neraka berarti siksaan kesadaran. Orang lain berkata bahwa neraka hanyalah kubur. Kita tidak meragukan kalau siksaan kesadaran merupakan bagian dari hukuman kekal, tapi neraka bukan hanya siksaan kesadaran saja. Tapi kita tidak setuju dengan mereka yang mengajar bahwa neraka hanyalah kubur. Mereka pasti penipu atau buta huruf dengan mengatakan neraka hanya kubur. Saat orang kaya yang tidak selamat mati dia pergi keneraka, dan berteriak: “aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.” (Luke 16:24). Jelas dia tidak hanya dikubur. Dia memiliki 5 saudara yang ingin diselamatkan, agar tidak ketempat dimana dia berada sekarang. Jika kelima saudaranya bertobat dan selamat, itu tidak akan menghindarkan mereka dari kubur, karena “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja” (Hebrews 9:27). Pertobatan tidak akan membuat orang keneraka tapi tidak meloloskannya kekubur. Tubuh setiap manusia, kecuali mereka yang hidup saat Kristus datang, akan kembali kedebu. Neraka bukan kubur. Tubuh orang kaya sudah mati, tapi orang itu tahu bahwa jiwanya ada disuatu tempat yang tidak hanya dalam keadaan roh.

Perhatikan penggunaan kata “api,” yang menunjukan bahwa api neraka merupakan tempat itu sendiri. Berulang kali Tuhan dan para rasul bicara tentang api neraka.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala (Matthew 5:22).

Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api (Matthew 7:19).

Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi (Matthew 13:41, 42).

Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua (Matthew 18:8, 9).

Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya (Matthew 25:41).

Di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam (Mark 9:44).

Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini (Luke 16:24).

dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita (2 Thessalonians 1:8).

Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar, sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang (Jude 6, 7).

maka ia akan minum dari anggur murka Allah, yang disediakan tanpa campuran dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba (Revelation 14:10).

Sebab itu segala malapetakanya akan datang dalam satu hari, yaitu sampar dan perkabungan dan kelaparan; dan ia akan dibakar dengan api, karena Tuhan Allah, yang menghakimi dia, adalah kuat. (Revelation 18:8).

Maka tertangkaplah binatang itu dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah mengadakan tanda-tanda di depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan mereka yang telah menerima tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah patungnya. Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang (Revelation 19:20).

dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya (Revelation 20:10).

dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu (Revelation 20:14, 15).

Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua (Revelation 21:8).

Anda bisa mempelajari pernyataan diatas dan mempercayainya, atau mengabaikannya. Anda mungkin percaya Alkitab sekarang, atau menertawakannya. Tapi disaat anda berhadapan dengan Firman Tuhan, ketidakpercayaan anda tidak bisa membuktikan hal itu. Saat tubuh kebangkitan orang tidak selamat menghadap Tahta Putih, mereka akan pergi kelautan api.

Dan tubuh serta jiwa bersama-sama akan menderita. Yesus berkata: “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (John 5:28, 29). Bisakah kita bertanya bagian mana dari manusia yang ada dikubur? Kita setuju itu adalah tubuh. Maka dari itu kita bisa percaya pada perkataan Kristus bahwa bagian manusia yang dikubur itu akan dibangkitkan pada kekekalan.

Apakah Penghukuman yang Akan Datang itu Tidak Ada Akhir?

Saat kematian kekal keadaan setiap orang tetap. Kata “kekal” “selamanya” dan selama-lamanya” menyatakan suatu jangka waktu yang tiada akhir. PL menggunakan pernyataan ini untuk menandakan kekekalan.5 Tidak masuk akal berpikir bahwa ada sorga kekal tapi tidak ada neraka kekal. Hukuman kekal sama dengan perkataan Tuhan akan penghargaan kekal bagi yang benar. Yesus berkata: “Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal” (Matthew 25:46). Hidup orang benar akan selamanya, demikian juga dengan hukuman orang jahat akan selamanya. Alkitab berkata bahwa keselamatan adalah kekal (Hebrews 5:9), hidup kekal (John 6:54), penebusan kekal (Hebrews 9:12), dan mendapat bagian yang kekal (Hebrews 9:15). Tapi juga dikatakan bahwa api neraka adalah kekal dan selamanya (Matthew 18:8; Jude 7); belenggu neraka adalah selamanya (Jude 6); hitamnya kegelapan adalah selamanya (Jude 13), dan disiksa untuk selamanya (Revelation 20:10). Hukuman untuk yang jahat dan hidup untuk yang benar sama panjang, “untuk selama-lamanya.”

Dimana Neraka?

Disini kita tidak bisa dogmatic. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab sepenuhnya. Secara geografis neraka tidak bisa ditentukan. Teori lama yang dipegang banyak orang adalah neraka ada diinti bumi. Sebuah artikel singkat muncul dalam “Moody Monthly” (July 1940) didalamnya penulis mencoba menentukan lokasi neraka. Berikut ini ringkasan artikel itu.

Jelas bahwa neraka bukan dibumi. Petrus berkata tentang hari dimana bumi akan hilang oleh api:

bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian.... Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran (2 Peter 3:10-13).

Kita tidak berkeras dipendapat ini tentang lokasi neraka, karena Alkitab tidak memberikan kita pernyataan jelas tentang hal ini. Dimana kegelapan, api, dan neraka itu sendiri tidak kita ketahui, juga kita tidak harus tahu. Cukup dengan mengatakan bahwa neraka merupakan tempat yang dipersiapkan, untuk menjadi akhir setiap orang yang tidak selamat.

Come sinners, seek His grace
Whose wrath ye cannot bear;
Flee to the shelter of His cross,
And find salvation there.


5 See an excellent book on the subject, entitled “The Bible: Its Hell and Its Ages,” by T. J. McCrossan, Seattle, Washington.

Related Topics: Hell

8. Kesadaran Jiwa Setelah Mati

Apakah jiwa sadar setelah mati? Ini bukan pertanyaan barui. Selama berabad-abad beberapa orang beragama berpendapat bahwa jiwa tetap ada setelah mati tapi tidak sadar. Setelah menyelidiki, sebagian dari anda mungkin terkejut mengetahui begitu banyak yang percaya akan tertidurnya jiwa. Karena ketertarikan dunia akan kematian, sekte sesat memangsa masyarakat, mengklaim memiliki pengetahuan penuh akan hal ini, Kelompok seperti itu adalah Saksi Yehova, spirtualis dan yang menyebarkan kesimpulan canggih bahwa kematian membuat tubuh kembali kedebu dan jiwa jadi tidak sadar.

Pernyataan seperti itu menyimpang dari Alkitab tentang jiwa setelah kematian. “Saat kematian, bukan tubuh tapi jiwa yang mati.” “Sementara dari kematian sampai jiwa dibangkitkan dari ketidaksadarannya.” “Bahkan rasul tidak sadar selama berabad-abad.” Pernyataan seperti diatas dibuat oleh pengajar seperti Russell dan Rutherford, tapi ini pendapat manusia, menipu Alkitab. Pemikiran ini dibaca dari Alkitab, tapi tidak pernah ada dalam inspirasi penulis.

Manusia Diciptakan Untuk Ada Selamanya

Setiap manusia masuk kedunia dengan keberadaan yang tiada akhir. Benar bahwa saat mati jiwa terpisah dari tubuh. Ini tidak konsisten dengan pengajaran Alkitab yang mengatakan bahwa saat mati jiwa jatuh kedalam ketidaksadaran atau ketidur yang dalam. Jika melihat sekilas, kelihatannya Alkitab mengajarkan hal ini, maka kita baik meneliti bagian dimana kematian disebut sebagai tertidur. Beberapa teks telah dibohongi oleh para sarjana yang mengambilnya keluar dari konteks untuk membuktikan bahwa kematian fisik merupakan peristirahatan semua kesadaran dan agar bisa dijelaskan dengan bagian lain tentang subjek ini.

Dalam Pengkhotbah kita membaca “orang yang mati tak tahu apa-apa” (Ecclesiastes 9:5). Kita semua setuju kalau orang mati dan tubuh yang hancur sama sekali tidak punya kesadaran masa lalu, sekarang, atau masa depan. Tapi apakah pengajar “jiwa tertidur” dibenarkan menggunakan ayat diatas sebagai bukti keadaan jiwa yang taksadar setelah kematian? Kami percaya bahwa metode menggunakan suatu teks untuk mendukung teori yang salah ditolak dalam Alkitab, membuktikan bahwa mereka yang melakukan itu tidak jujur. Mereka yang mengajar “jiwa tertidur” sulit untuk menyatukan pandangan mereka dengan pernyataan yang dibuat penulis yang sama dalam Pengkhotbah:

dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya (Ecclesiastes 12:7).

Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu (Ecclesiastes 3:20).

Now we know that this verse is speaking of the body, for in the next verse we read:

Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi ? (Ecclesiastes 3:21).

Hanya Tubuh Manusia yang Mati (atau tertidur)

Dalam Alkitab kita membaca bahwa manusia tertidur, tapi tidur selalu diidentikan dengan tubuh. Tidak satu kalipun Alkitab mengatakan jiwa tertidur. Inilah bahayanya mengidentifikasi manusia hanya dengan tubuhnya dan mengabaikan kenyataan bagian lain. Manusia terdiri dari 3 bagian; tubuh, jiwa dan roh. Jadi tubuh sendiri bukan keseluruhan manusia. Maka dari itu tidak bisa disimpulkan bahwa kematian tubuh adalah kematian keseluruhan manusia.

Salah satu ayat yang disalah mengerti ada dalam kitab Daniel:

Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal (Daniel 12:2).

Sebagian sarjana mempertanyakan apakah ayat ini berkaitan dengan kebangkitan fisik. Dr. A. C. Gaebelein dalam tafsiran Daniel berkata bahwa jika kebangkitan fisik diajarkan dalam ayat ini, bagian ini akan berbenturan dengan pernyataan kebangkitan dalam PB, karena tidak ada kebangkitan umum bagi yang benar dan salah secara bersamaan. “Kami mengulangi bahwa bagian ini tidak ada hubungannya dengan kebangkitan fisik. Kebangkitan fisik digunakan sebagai figure kebangkitan bangsa Israel saat itu. Mereka tertidur secara nasional dalam debu dunia, dikubur diantara non-Yahudi. Tapi disaat yang sama terjadi pemulihan nasional, menyatukan kembali Yudah dan Israel.

Itu figure yang sama yang digunakan dalam penglihatan tulang kering dalam Ezekiel 37. Penglihatan ini dibuat oleh dua orang yang mengembangkan teori kesempatan kedua dan harapan yang lebih besar bagi orang mati dalam ketidakpercayaan untuk mendukung pengajaran jahat mereka; tapi setiap orang bisa melihat kalau bukan kebangkitan tubuh, tapi kebangkitan bangsa dan pemulihan bangsa. Kuburan nasional mereka, bukan secara literal, akan terbuka dan Tuhan akan mengembalikan mereka dari seluruh bangsa dimana mereka tersebar. Perbedaan yang sama juga terdapat dalam hal yang sudah kita bahas. Orang Yahudi yang banyak, yang membuang kepercayaan dalam Tuhan dan FirmanNya, yang menerima dosa manusia dan mengakui raja yang jahat, akan menghadapi kehinaan kekal, tapi yang sisanya akan memiliki semua yang dijanjikan kepada mereka dan menjadi pewaris Kerajaan itu, yang sudah disiapkan dari dunia diciptakan. Dan selain berkat nasional yang mereka terima, mereka akan menerima kehidupan kekal, karena mereka dilahirkan kembali.” Kita sudah mengutip sangat panjang agar pembaca tidak terlibat dengan pandangan ini.

Bagaimanapun, jika tafsiran kedua ayat diatas tidak benar, tapi kebangkitan tubuh yang dimaksud, jelas Daniel tidak menunjuk apapun selain kebangkitan tubuh..

Perjanjian Baru Mengajarkan
Keberadaan Kesadaran Manusia Selamanya

Kutipan beberapa ayat PB bisa menjelaskan bahwa kesadaran manusia itu tidak ada akhir.

dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit.(Matthew 27:52).

Please notice how the Holy Spirit says that the “bodies” slept. Jesus said:

Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya . . . Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: Lazarus sudah mati” (John 11:11, 14).

Kematian bagi Tuhan kita tidak lebih dari tidur. Ini merupakan istilah dalam Alkitab, karena tidak ada penghentian kesadaran. Tubuh lazarus yang mati. Tentang tubuhnya sehingga Marta berkata “sudah berbau busuk: karena dia sudah mati 4 hari.” Saat Yesus menjelaskan bahwa Lazarus sudah mati, Dia maksudkan adalah tubuhnya karena Dia menambahkan: “ Aku akan membangunkannya dari tidur,” Dia melakukannya dengan membangkitkan tubuh Lazarus dari kematian. Kita membaca dalam ayat 44: “datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh.” Bagian Lazarus yang mati adalah bagian yang dibungkus yaitu “tangan dan kaki, serta wajahnya.”

Karena jiwa manusia tidak mati, dan jiwa merupakan bagian manusia seperti tubuh, maka kita bisa katakan bahwa yang mati itu hidup. Penulis menjadi yakin bahwa tidak ada penghentian kesadaran manusia saat berpikir tentang kematian manusia. Pikirkan tentang perkataan terakhir Tuhan saat Dia dikayu salib. Dia berkata: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Luke 23:46). Hanya beberapa abad lalu, Kristus datang dari Bapa, RohNya berdiam dalam tubuh yang sudah disiapkan Tuhan dalam kandungan perawan. Dia datang untuk memberi hidup dan keabadian melalui InjilNya. Dia datang, bukan untuk membawa keabadian, tapi menyatakannya dan memperlihatkan pada manusia bahwa dia bisa mendapat hidup kekal.

Melalui pemenuhan tugasNya, Dia memenuhi setiap tuntutan hukum Tuhan yang adil. Dia menawarkan hidupNya sebagai ganti dosa, dan pergi dari hidup ini. Yesus tahu bahwa BapaNya melihat, mendengar dengan sungguh-sungguh; jadi dengan yakin Dia bicara kepada Bapa bahwa tugasNya sudah selesai. Disini Kristus mengajarkan keselamatan bagian roh manusia setelah tubuhnya mati. Kematian bagi Yesus hanya merupakan jalan masuk kehadirat Tuhan, bukan kondisi yang tidak sadar. Dia tahu semua tentang hidup dan mati, dan Dia meninggalkan kita dengan kepastian Ilahi bahwa hanya tubuh yang mati. Roh terus ada dalam keadaan sadar.

Satu lagi perkataan Tuhan diatas salib membuktikan bahwa kematian hanya menyentuh bagian fisik manusia. Mari kita pertimbangkan penjahat yang ada disisi Tuhan. Orang ini tidak bergabung mengejek, tapi dia mengakui Kristus dihadapan musuh Roma. Dengan jiwa yang penuh penyesalan dan iman yang sederhana dia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Luke 23:42). Dunia tidak pernah lupa perkataan Yesus bagi penjahat yang sekarat itu. Dengan jiwa penjahat mendekati batasan neraka, Juruselamat yang sedang sekarat berkata kepada pendosa ini: “Pada hari ini juga engkau bersamaKu diFirdaus.” Mereka membunuh tubuhnya, tapi Yesus berjanji padanya bahwa tidak ada waktu menunngu atau ketidaksadaran jiwa. Yesus meyakinkan dia sebelum hari H nya tiba, dia tetap hidup dengan Kristus diFirdaus. Perkataan Kristus diatas salib menunjukan bahwa Dia ada dalam kehidupan yang indah setelah yang percaya pergi dari dunia ini. Jika kita menyebut sekarang, maka “sekarang”- bukan periode yang lama - tapi langsung, disaat dia naik kehadapanNya. Kematian tubuh merupakan pintu masuk kepada hidup yang lebih besar dimana jiwa melewatinya.

Tidak ada kelambanan atau ketidaksadaran setelah kematian. Dr. Rimmer menulis: “fenomena tidur hanya untuk daging semata. Jiwa, roh, dan mental tidak pernah tidur, dan itulah kenapa kita bermimpi. Dalam penyelidikan mimpi, ditemukan bahwa seluruh mimpi merupakan hasil pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu bisa mental atau fisik, tapi semua mimpi membenarkan kejadian lalu. Saat tubuh masuk kedalam keadaan tidur, roh atau jiwa, dimana kesadaran diri ada masuk kedalam pengembaraan yang disebut manusia dengan tidur.” Ada kekuatan hebat dari pikiran saat tubuh tertidur.

Stefanus martir memiliki pendapat kuat akan adanya kesadaran bagian roh manusia. Saat mereka melempari Stefanus dengan batu sampai mati, kita membaca bahwa “dia tertidur.” Ini tidak bisa menunjuk pada jiwa, karena tubuhnya yang dilempari batu. Saat tubuh Stefanus mati, bumi mundur tapi pintu surga mendekat. Dia tahu bahwa dia masuk kedalam lingkungan kehidupan. Dia berdoa: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku” (Acts 7:59). Murid Kristus tidak menunda kematian dan melawannya. Pembunuhnya tidak takut. Dia ingat perkataan Yesus: “janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi” (Luke 12:4). Kepastian keabadian dan hidup kekal yang memampukan pelayan Kristus untuk menanggung penderitaan, menghadapi semua lawan, dan mati jika mereka dipanggil untuk itu. Hinaan dan ejekan musuh Kristus tidak bisa menipu kita keluar dari hadapan Tuhan dan tempat yang sudah disiapkanNya bagi kita.

Rasul Paulus memberikan gambaran singkat dalam pengalaman diri yang hanya muncul sekali dalam tulisannya.

Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian aku hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang kuterima dari Tuhan. Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau--entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya--orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu tentang orang itu, --entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya-- ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia (2 Corinthians 12:1-4).

Dalam satu pengalaman Paulus yang kaya ini terdapat materi berharga untuk pembahasan kita. Pengalaman Paulus begitu pribadi untuk dikatakan. Tidak ada keraguan bahwa Paulus menunjuk itu pada dirinya, walau dia mengatakannya dalam orang ketiga. Empat belas tahun sebelum menulis surat ini, Paulus berkata dia diangkat “kesurga tingkat tiga,” yang juga disebut “Firdaus” Alkitab bicara tentang 3 surga. Ada lingkungan surga dimana burung terbang, surga dimana bintang bersinar, dan surga ketiga disebut Firdaus, dimana Tuhan dan kemuliaannya ada. Kedalam surga tingkat ketigalah kehadapan Tuhan, Paulus dibawa. Jika kita membaca urutan perjalanan Paulus dan pekerjaannya kita menemukan sebelum 14 tahun penulisan surat Korintus ida sedang melayani di Lystra (Acts 14:19). Disana Yahudi melemparinya dengan batu dan menyeretnya keluar kota dan mereka mengira dia sudah mati. Secara umum dipercaya bahwa pengalamanya disorga terjadi di Lystra saat dia terbaring tidak sadarkan diri. Dia mengatakan sangat dimuliakan melihat kemuliaan disorga sehingga dia tidak tahu apakah masih ditubuhnya --“ entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya.” Jangan mengabaikan pengajaran disini. Pengajaran ini begitu jelas dan mengalahkan teori “jiwa tertidur.”

Ada 3 peristiwa Tuhan membangkitkan yang mati. Setiap kali dia mendekati yang mati dan berbicara seakan dia hidup. Kepada anak janda Nain Dia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah” (Luke 7:14). Saat Kristus datang keanak perempuan Yairus, kita diceritakan: “Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: Hai anak bangunlah!” (Luke 8:54). Akhirnya, Dia berkata pada saudara laki-laki Maria dan Martha: “Lazarus, keluarlah” (John 11:43). Dalam setiap peristiwa Yesys bicara seolah mereka hidup. Kita hanya bisa menjawab bahwa setiap mereka masih hidup. Seperti kata G. Campbell Morgan: “Tubuhnya mati. Manusianya tidak. Tidak ada manusia yang mati saat tubuhnya terbaring mati!” Jiwa manusia tidak akan masuk kedalam keadaan tidak sadar.

Dalam cerita Kristus tentang orang kaya dan Lazarus yang sudah kita simpulkan dan tetapkan bahwa jiwa sadar setelah kematian. Manusia mati dan dikubur. Walau tubuh mereka dikubur, tapi mereka masih hidup dan sadar. Orang kaya di Neraka bisa melihat, mendengar, bicara, dan merasakan (Luke 16:19-31).

Biarlah yang belum selamat mendengar peringatan Tuhan. Ada kehidupan setelah kematian. Orang yang selamat dan tidak dipisahkan. Orang yang terhilang jelas membawa kenangan yang lalu, dan hukuman karena menolak Kristus akan kekal.

Tapi biarlah setiap orang percaya berani dan dihibur. Saat kita keluar dari bait, manusia sebenarnya akan meninggalkan tubuh dan masuk kedalam hadirat Tuhan.

Related Topics: Man (Anthropology), Eschatology (Things to Come)

10. Apakah Kita Akan Saling Mengenal Disorga?

Mendasarnya pembahasan ini menuntut rasa hormat dan kerendahan hati. Kita mendekatinya dengan semangat dan doa agar Tuhan mengiluminasi hati dan pikiran kita, yang kemudian mengamankan kita dari tebakan popular dan pernyataan gegabah yang tidak berdasar. Kita seperti Robert G. Lee, seorang pendeta besar dari selatan, berkata: “saya percaya adanya surga seperti saya percaya ada Tuhan. Jika kesadaran, karakter, kasih, ingatan, persekutuan ada dalam kehidupan itu, kenapa mempertanyakannya? Biarlah Tuhan menolong saya untuk kepentingan anda menganggap pengajaran tentang surga keluar dari spekulasi menjadi kepastian.”

Manusia merupakan puncak ciptaan Tuhan, mahkota dari semua yang diciptakan Tuhan. Kemajuan yang luar biasa manusia dalam penyelidikan ilmiah, perkembangan industri, dalam pengembangan pertanian, dan dalam peradaban serta penginjilan merupakan indikasi kehebatan yang Tuhan berikan untuk digunakan manusia. Masuk akalkah untuk percaya “bahwa Dia bisa membimbing kesatu tempat –suatu lubang hitam dimana disitu bisa terkubur kepintaran dan ingatan, imajinasi dan doa didalamnya bersama dengan daun dan ulat?” Jawabannya “tidak” Jika kematian artinya melupakan karunia pemberian Tuhan serta teman dan orang yang kita kasihi dalam Tuhan, maka kekosongan dalam diri kita tidak akan terpuaskan, dan ingatan akan orang yang kita kasihi tidak lebih dari harapan yang terkubur.

Keinginan Seluruh Bangsa

Dari sejak dahulu kala manusia sudah memegang pengajaran tentang hidup sesudah kematian. Seperti tidak terputus dalam ingatan sejarah manusia, ada keyakinan kuat dalam roh manusia bahwa tujuan penciptaan tidak bisa dipenuhi dalam hidup yang singkat ini.

Filsuf masa lalu Sokrates bisa berkata bahwa “kematian membawa kita kewilayah yang dihuni oleh roh manusia yang sudah mati, apakah tidak bahagia bisa lolos dari hakim yang biasa? Apakah mungkin anda melihat ini sebagai perjalanan yang tidak penting? Apakah tidak bisa bicara dengan Orpheus, dan Homer, dan Hesiod? Percayalah, saya dengan gembira mau menderita banyak kematian kalau menyadari keistimewaan seperti itu. Betapa senangnya meninggalkan dunia ini untuk berkomunikasi dengan Palamedes, Ajax, dan yang lainnya!”

Cicero menulis: “Bagi saya, saya merasa tidak sabar untuk bergabung dengan kedua teman saya. O, suatu hari yang indah! Saat saya pensiun dari pemandangan yang lamban dan menjijikan ini, untuk bergabung dengan jemaat ilahi dari roh yang sudah pergi; dan tidak hanya dengan mereka yang baru saya sebut, tapi dengan sayangku Cato, anak terbaik dan manusia paling bernilai! . . . Jika saya menanggung kematian dengan ketabahan, bukan berarti saya tidak merasakan kehilangan: Itu bisa karena didukung oleh harapan bahwa kita tidak akan lama berpisah.”

Seorang raja liar dari bagian dunia lain juga percaya bahwa mereka bisa mengirim pesan pada temannya yang sudah mati melalui membisikan pesan ditelinga pengikutnya dan memotong kepalanya. Dilaporkan bahwa beberapa suku liar, saat seorang raja mati, ratusan pengikutnya mau mati agar raja mereka bisa dilayani dengan baik didunia roh. Bahkan Indian, dibeberapa tempat, percaya bahwa saat pemimpin suku mati, istrinya dan kerabat dekatnya juga dibunuh agar dia bisa mendapat kehormatan dan dibantu oleh orang yang sama dalam kehidupan yang akan datang.

Kepercayaan dalam pengenalan dan reuni setelah mati merupakan hal yang universal. Itu sudah tersebar luas diantara budaya filsuf dan penulis puisi, diantara, orang liar, dan digemakan melalui orang-orang dimasa kita. Kepercayaan yang umum bahwa kita akan saling mengenal dikehidupan setelah kematian. Seseorang menyatakan hatinya dalam kata-kata dibawah ini:

When the holy angels meet us
As we join their happy band,
We shall know the friends that greet us
In that glorious spirit-land.
We shall see the same eyes shining
On us as in days of yore.
We shall feel the dear arms twining
Fondly, round us as before.
Author unknown.

Hymne Gereja

Selama ini Gereja telah menyanyikan hymne yang menyatakan kepercayaan tentang hal ini.

Oh, how sweet it will be in that beautiful land,
So free from all sorrow and pain,
With songs on our lips and with harps in our hands,
To meet one another again,
To meet one another again,
With songs on our lips and with harps in our hands,
To meet one another again.

I’ll soon be at home over there,
For the end of my journey I see;
Many dear to my heart, over there,
Are watching and waiting for me.
Over there, over there,
I’ll soon be at home over there,
Over there, over there, over there,
I’ll soon be at home over there.

There’s a land that is fairer than day,
And by faith we can see it afar;
For the Father waits over the way,
To prepare us a dwelling-place there.
In the sweet by and by,
We shall meet on that beautiful shore;
In the sweet by and by,
We shall meet on that beautiful shore.

Oh, the dear ones in glory, how they beckon me to come,
And our parting at the river I recall;
To the sweet vales of Eden they will sing my welcome home,
But I long to meet my Saviour first of all.

Friends will be there I have loved long ago;
Joy like a river around me will flow;
Yet, just a smile from my Saviour, I know,
Will thro’ the ages be glory for me.

My loved ones in the Homeland
Are waiting me to come
Where neither death nor sorrow
Invades their holy home.

Saling Kenal Disorga
dalam Perjanjian Lama

Hal yang sering diulang dalam PL secara substantive mengajarkan hal ini:

lalu ia meninggal. Ia mati pada waktu telah putih rambutnya, tua dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. (Genesis 25:8).

Umur Ismael ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya (Genesis 25:17).

Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan dia. (Genesis 35:29).

Setelah Yakub selesai berpesan kepada anak-anaknya, ditariknyalah kakinya ke atas tempat berbaring dan meninggallah ia, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya (Genesis 49:33).

Harun akan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya, sebab ia tidak akan masuk ke negeri yang Kuberikan kepada orang Israel, karena kamu berdua telah mendurhaka kepada titah-Ku dekat mata air Meriba (Numbers 20:24).

TUHAN berfirman kepada Musa: Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel. Sesudah engkau memandangnya, maka engkaupun juga akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, sama seperti Harun, abangmu, dahulu. (Numbers 27:12, 13).

Saat Abraham meninggal, dia dikubur digua Machpelah ditanah pengembaraannya. Dia membeli tanah itu untuk dirinya bagi tempat penguburan, tapi itu bukan makam leluhurnya. Maka dari itu, bahasa Alkitab tidak berarti tubuhnya dikumpulkan bersama leluhurnya, karena beberapa dari mereka mati dan dikembalikan ke Ur Kasdim. Perhatikan juga bahwa Abraham dikumpulkan bersama bangsanya sebelum tubuhnya dikubur, sebelum dia dikumpulkan bersama mereka (verse 8) dan anaknya Isaac dan Ishmael menguburkannya dalam gua di Machpelah (verse 29). Hal yang sama juga terjadi pada Musa yang dikumpulkan bersama dengan leluhurnya tapi tubuhnya dikubur dibukit di Moab, dan “tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini” (Deuteronomy34:6). Saat kita mempelajari kehidupan karakter lainnya dalam PL yang dikatakan bahwa mereka dikumpulkan bersama dengan leluhurnya, kita menemukan bahwa itu lebih dari sekedar dikubur bersama leluhur. Mereka berkumpul bersama yang mereka kasihi dalam kumpulan roh orang yang sudah mati dengan ingatan yang penuh disorga. Suatu perkumpulan yang indah!

Sikap Daud saat kematian anaknya menunjukan bahwa raja Israel ini percaya adanya saling mengenal disorga. Dia berpuasa dan menangin agar Tuhan mengijinkan anaknya hidup. Tapi saat dia mengetahui anaknya sudah mati, Daud makan, menghapus tangisnya, dan terhibur dengan harapan yang dinyatakan dalam perkataan: “Aku yang akan pergi kepadanya” (2 Samuel 12:23). Apakh ada penghiburan bagi Daud jika dia nanti disana tidak akan mengenali anaknya? Bagaimana yang buta bisa melihat terbenamnya matahari? Bagaimana yang tuli bisa mendengar musik?

Biarlah kita disini tidak mempercayai ada bayi disorga seperti itu. Tidak ada cacat, kekurangan, atau kelainan tubuh dalam sorga. Tidak ada umur tua atau bayi dalam sorga. Kita sudah nyatakan dalam bab sebelumnya bahwa tidak ada bayi yang mati yang tidak selamat dan keneraka. Tapi mereka tidak akan muncul sebagai bayi saat dibangkitkan, seperti kata Dr. West: “Masa bayi merupakan tahap belum dewasa dan tahap keberadaan yang belum sempurna. Adam dan Hawa tidak diciptakan dari bayi, tapi orang dewasa.” Betapa suatu tragedy bagi bayi yang lemah dan tidak berdaya terus seperti itu dalam kekekalan dan kekurangan! Kita tidak mempermasalahkan bahwa orangtua akan mengenali anaknya disorga nanti. Saat kita berpikir tentang ibu Kristen yang mati saat melahirkan, dan anaknya dewasa menjadi seorang Kristen, kita tetap percaya kalau ibunya akan mengenali anaknya walau terakhir kali dia melihatnya saat bayi.

Saling Mengenal di Sorga
dalam Perjanjian Baru

Peristiwa perubahan digunung secara umum diterima sebagai bukti kuat saling kenalnya orang dalam surga. Setelah mati tubuh roh dikenali. Kenyataan ini dibuktikan saat Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes keatas gunung suci. Saat surga menampakan kemuliaannya, bersama dengan Kristus muncul Musa dan Elijah didepan para murid. Kedua nabi PL tidak muncul sebagai malaikat atau hantu, tapi seperti kata Lukas: “Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia” (Luke 9:30). Tidak hanya Musa dan Elijah dikenali oleh Tuhan, tapi mereka dikenali oleh para murid. Petrus jelas mengenal mereka, karena dia berkata: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia” (verse 33). Saat kita mengingat bagaimana para murid dengan keterbatasan pandangan bisa mengenali 2 orang kudus dari sorga, jelas saat kita datang disana dengan tubuh kemuliaan dan pandangan sorgawi, kita mampu mengenali mereka yang kita kenal dibumi.

Saat orang kaya mati dan pergi keneraka, “dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.” (Luke 16:23). Ini kasus yang membuktikan baik pengenalan dan ingatan ada dikehidupan setelah kematian. Jika orang yang terhilang bisa mengenali, terlebih lagi pengenalan kita akan orang yang kita kasihi dalam rumah Kekal!

Sorga dinyatakan sebagai tempat social, dimana sukacita dan persekutuan digambarkan dengan suatu pesta. Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga” (Matthew 8:11). Jelas, nabi dan leluhur saling mengenal dalam pesta surgawi, dan demikian juga orang yang diselamatkan diseluruh dunia.

Rasul Paulus percaya dan mengajarkan bahwa surga adalah tempat saling mengenal bagi anak Tuhan. Dalam surat pertama ke Tesalonika, Paulus menulis: “Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu? Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami” (1 Thessalonians 2:19, 20). Tidak salah lagi apa yang dipikir Paulus. Dia berharap bertemu dengan orang percaya Tesalonika disorga, dan lebih jauh dia menantikan bisa membedakan mereka dari yang lainnya selama pelayanannya. Melalu Roh Kudus, Paulus juga mengajarkan bahwa mereka yang diselamatkan atas pelayanannya akan mengenal dia. Dia berkata, “seperti yang telah kamu pahamkan sebagiannya dari kami, yaitu bahwa pada hari Tuhan Yesus” (2 Corinthians 1:14). Dibagian lain Paulus berkata “semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya” (Ephesians 3:15). Sorga adalah rumah kita, dan semua yang kesana adalah satu keluarga dengan Tuhan sebagai Bapa. Betap sedihnya jika kita hidup dalam kekekalan sebagai orang asing! Itu tidak akan jadi rumah.

Tapi kuatkan dirimu dan berharaplah, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1 Corinthians 13:12). Sekarang pengetahuan kita dibatasi oleh apa yang sudah Tuhan nyatakan bagi kita, dan kita sangat memuji Dia untuk itu! Tapi dihari itu --“muka dengan muka!” harapan yang indah! Berhadapan muka dengan keluarga dan teman yang kita cintai dan sudah lama hilang. Tapi yang terindah adalah kita akan melihat Dia, “muka dengan muka.”

Face to face! O blissful moment!
Face to face--to see and know;
Face to face with my Redeemer
Jesus Christ Who loves me so.

Related Topics: Man (Anthropology), Heaven

Sebelum anda membaca...

Anda harus tahu bahwa saya sebenarnya ingin menunggu sampai semua anak kami bertumbuh sebelum saya menulis buku ini. Mungkin saat itu (jika mereka tumbuh dengan baik) anda bisa melihat saya sebagai seorang ahli dalam hal pengasuhan anak. Tapi saya putuskan saya tidak bisa menunggu selama itu. Saya butuh buku ini sekarang. Anda bisa lihat, ini merupakan penyelidikan dan penjelasan buku lainnya, buku terbaik yang pernah ditulis tentang hal membesarkan anak, adalah Buku Petunjuk Tuhan untuk Memelihata Anak, Alkitab.

Saat saya memulai penyelidikan ini anak-anak saya ada dalam tingkatan pendidikan yang berbeda-beda –satu di college, satu di sekolah menengah, satu diSMP, dan satu lagi di sekolah dasar. Istri saya dan saya mulai menyadari betapa cepat waktu berlalu dan betapa sedikit hal yang sudah kita tinggalkan yang kemudian akan mempengaruhi hidup mereka. Kami memutuskan kalau kita membutuhkan pengertian aplikasi aturan Tuhan yang lebih dalam dan lebih konsisten untuk mendidik anak dengan berhasil sehingga anak kita bisa menjadi anak yang baik. Itulah buku ini! Penyelidikan ini membuat perbedaan besar dalam rumah kami. Doa kami agar itu bisa sedikit menolong anda..

Tapi saya harus menambahkan, kita jauh dari sempurna. Dan dengan membaca buku ini tidak mentransformasi anda menjadi orangtua yang sempurna dalam semalam. Prinsip Tuhan harus dipraktekan. Saat kita mengerti FirmanNya kita harus mentaatinya, dan itu membutuhkan beberapa perubahan cara berpikir dan cara hidup kita. Saat Tuhan menunjukan hal yang perlu diubah, ubahlah. Minta padanya untuk memberikan anda komitmen dan keberanian untuk melakukan itu. Anda akan cenderung terus melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Itu cara termudah. Itu membutuhkan keinginan yang dalam dan determinasi untuk berubah. Tapi Tuhan sedang bekerja untuk membangun motivasi itu kedalam hidup mereka yang menginginkan dan mencarinya. “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Phil. 2:13, TLB).

Itu mengandung arti bahwa Roh Kristus yang hidup berdiam dalam hidup anda. Alkitab berkata dia hidup dalam kehidupan setiap orang Kristen sejati. “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu” (Rom. 8:9b, TLB). Buku ini untuk orang tua Kristen yang ingin membangun rumah Kristen yang benar.

Mungkin kata “rumah Kristen” menuntut penjelasan. Itu tidak langsung berarti suatu rumah dimana gambar Yesus tergantung didinding dan sebuah Alkitab keluarga terletak dimeja. Itu juga bukan suatu rumah dimana kasih karunia selalu dikatakan sebelum makan dan anggota keluarga pergi kegereja secara rutin, walau itu sangat baik. Itu suatu rumah dimana orang-orangnya mengakui dosa mereka dan memiliki kepercayaan pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka kesalahan dan hukuman dosa. Atau seperti kata Yesus, mereka sudah dilahirkan kembali (John 3:3, 7). Mereka telah menerima karunia hidup kekal melalui iman dalam Dia (John 3:16), dan kasih Tuhan sekarang memenuhi dan membentuk hidup mereka (Rom. 5:5).

Bagi orang tua Kristen yang mencoba untuk membangun suatu keluarga Kristen, bimbingan ilahi dan pertolongan supernatural tersedia. Alkitab menyediakan bimbingan dan Roh Kudus menyediakan kekuatan. Jika pikiran kita terbuka terhadap Firmannya dan kehendak kita diserahkan untuk diatur olehNya, akan ada hari-hari sukacita didepan bagi keluarga kita. Jadi jika masalah itu selesai, kita siap memulai penyelidikan kita.

Related Topics: Christian Home

1. Berkat atau Gangguan

Bagaimana saya bisa melupakan kelahiran anak pertama kami? Itu terjadi dipagi hari dan saya sedikit grogi, tapi walau hal itu sudah lama berlalu saya masih bisa mengingat kejadian itu sejelas dulu. Saya masih ingat menyuruh Mary untuk tidur. Bayinya masih belum lahir. Dia tidak mau bekerja sama! Saya masih bisa melihat dokter berjalan kearah saya dilorong rumah sakit, seperti kacang polong besar dengan alat operasinya, mengumumkan suatu kegembiraan, “anaknya laki-laki!” Dia tahu apa yang saya harapkan.

Saat itu saya sedikit menyadarinya, tapi saya akan mendengar pengumuman seperti itu 3 kali lagi, masing-masing dengan sedikit kurang gembira. Lagi pula, variasi merupakan bumbu kehidupan, dan siapa yang tidak ingin seorang gadis kecil melingkarkan tangannya dileher kita dan berkata, “saya sayang papa.” Saya belajar, bahwa Tuhan lebih mengenal kebutuhan saya daripada saya sendiri. Sejak dia memberikan saya anak-anak itu, dan sejak itu sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan berkat rohani saya, tidak ada manusia yang bisa membuat saya memberikan kehendak saya. Selain istri yang luarbiasa yang Tuhan berikan pada saya, mereka merupakan hal paling berharga dalam dunia ini bagi saya. Perkataan puisi indah dari Israel membawa makna baru:

Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu.(Psalm 127:3-5a, KJV).

Sangat jelas puisi itu ditulis seseorang diwaktu lalu. Tidak banyak orang diabad 20 ini memiliki cara pandang yang sama dengan pemazmur. Versi modernnya mungkin berbunyi seperti ini:

Sesungguhnya anak-anak adalah suatu beban dari Tuhan; dan buah kandungan merupakan cara dia menguji kita. Sebagai sumber kerja yang tidak habis-habis dan kejengkelan terus menerus, demikianlah anak-anak pada masa muda. Suramlah manusia yang mendengar tetangganya berkata, “Apakah itu anak-anak mu?”

Kita bisa mengerti kenapa pasangan merasa seperti itu. Sebagian anak pemberontak, tidak taat, tidak hormat, dan tidak punya prilaku yang baik –tidak enak dibawa pergi. Tidak heran beberapa orang memutuskan tidak mau memiliki satupun. Apa yang salah? Apakah kita sudah kehilangan cara pandang Tuhan? Ayat pertama dari Mazmur 127 mungkin bisa menyediakan petunjuk bagi kita. “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Keluarga yang berhasil dibangun oleh Tuhan. Dia arsitek dan kontraktor umumnya. Dia yang mengambar denahnya, dan dia ingin menyediakan arahan dan memberikan perintah. Dia hanya membutuhkan pekerja—suami, istri dan anak –yang akan mempelajari denah yang disediakan dalam Firmannya, kemudian mengikuti arahannya. Semua prosedur yang lain dari itu akan menghasilkan frustrasi dan kegagalan.

Masalah dasar dalam sebagaian besar rumah adalah kita telah menjauh dari rancangan Tuhan dan telah menggantikannya dengan rancangan manusia. Tuhan tidak lagi menjadi arsitek dan pembangun. Kita mengikuti rancangan yang dibangun oleh psikiatris, psikolog, dan pendidik modern, dokter, dan bahkan penulis kolom. Banyak nasihat dari orang-orang ini baik. Tapi jika sebagian rancangan baik dan yang lain buruk, hasilnya adalah bangunan yang lemah. Alkitab tetap merupakan teksbook yang terbaik yang pernah ditulis mengenai mendidik anak. Kita perlu menemukan apa yang dikatakannya dan mentaati itu. “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.”

Sangat menyenangkan untuk memperhatikan peringatan yang bertambah mengenai situasi tersebut. Surat kabar dan artikel majalah, bersama dengan buku yang makin banyak membahas tentang hal ini, memperingatkan orang-orang bahaya dari rumah yang tidak bahagia dan mencoba untuk menolong mereka memperbaiki kerusakan. Informasinya mungkin menolong, tapi selain orang-orang mau membalikan hatinya dan keluarganya kepada Tuhan, itu mungkin sudah sedikit terlambat. Dengarkan kata pemazmur lagi. “jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Tidak ada kota masa lalu yang aman dari serangan walau setebal apapun temboknya atau penjaganya tanpa Tuhan yang menjaganya. Demikian juga, tidak ada keluarga yang aman dari serangan setan selain mereka secara sadar berkomitmen pada Tuhan, selain dia yang menjaganya. Keluarga dimana Yesus Kristus yang memerintah sebagai Tuhan dalam hidup setiap anggotanya adalah keluarga yang berdiri dalam kasih, ketenangan, kebahagiaan, saling memperhatikan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan orang diluar.

Sebagian orang berpikir ada jalan lain untuk menghasilkan keluarga yang bahagia. Sebagai contoh, “bekerja, bekerja, bekerja sekeras mungki. Sediakan semua hal didunia ini untuk anak anda. Mungkin itu akan membuat mereka jadi bahagia.” Jika ayah tidak menghasilkan uang yang cukup, ibu akan bekerja juga. Baca hal itu dalam Mazmur 127. “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Roti dukacita merupakan roti yang diperoleh melalui susah payah dan masalah. Makan itu penting, tapi Tuhan bisa menyediakannya tanpa membuat ayah dan ibu jauh dari anak mereka siang dan malam mengejar uang. Tuhan tidak ada waktu untuk kemalasan. Dia memberkati kerja yang jujur, tapi dia bisa menyediakan hal-hal yang kita butuhkan tanpa kekhawatiran dan kerja yang tanpa henti. Pemazmur mengatakan bahwa Tuhan menyediakan kebutuhan orang yang dikasihinya, secara literal, “dalam tidur” berarti tenang, keyakinan penuh dalam dia.

Lingkungan dimana kita hidup sudah membelokan cara pandang kita. Kita telah menjual barang, teori sesat yang mengatakan bahwa kita berhutang kepada anak kita semua hal yang mereka inginkan. Kita mendengar para orangtua berkata, “tapi kita ingin mereka mendapatkan semua hal yang kita tidak pernah dapatkan.” Jadi mereka mendapatkan barang, tapi mereka tidak tahu siapa mereka, atau kenapa mereka disini, atau apa yang harus mereka capai dalam hidup ini. Pemberontakan paling tidak bisa diperbaiki dalam lingkungan kita bukanlah kekurangan. Mereka anak-anak yang memiliki semua hal yang bisa dibeli dengan uang tapi tidak pernah dikasihi, dihargai, dan diterima. Mereka kosong dan sendiri didalam diri mereka karena tidak ada orang yang benar-benar perhatian pada mereka atau mencoba untuk mengerti mereka. Mereka tidak pernah mendapat hubungan yang hangat dan saling mengasihi dengan orangtua. Sebagian besar dari mereka tidak mengenal orangtua mereka, dan mereka juga tidak peduli. Orangtua mereka juga tidak mengenal mereka. Mereka terlalu sibuk mencari uang dan bersenang-senang dengan mendengar perkataan anak-anak mereka. Dan dengan demikian, generasi muda menghadapi krisis identitas. Mereka minta perhatian, mencari suatu bentuk hubungan yang berarti dengan seseorang yang peduli. Hal yang paling menyedihkan adalah ini terjadi dalam keluarga Kristen dan juga yang bukan. Apa jawabanya?

Jawabannya dimulai dengan mempercayai bahwa apa yang Tuhan katakan dan lakukan dalam mazmur ini. “sesungguhnya anak-anak adalah milik pusaka dari Tuhan.” Kata milik pusaka menunjukan suatu penurunan pusaka, tidak menurut hak keturunan tapi menurut kehendak dan keinginan pemberi. Setiap anak yang baru lahir dalam keluarga Kristen merupakan karunia pemberian dari Tuhan, suatu pusaka yang dipercayakan pada kita untuk dikasihi, disayangi, dipenuhi kebutuhannya dan dibentuk dengan baik untuk kemuliaannya. “Buah dari kandungan adalah upah.” Sekali lagi, kata upah tidak berarti sesuatu yang didapat atau layak, tapi sesuatu yang diberikan cuma-cuma melalui keputusan kemurahan pemberi. Untuk itu ketidakmampuan mendapat anak bukanlah suatu stigma. Itu tidak berarti Tuhan marah terhadap kita atau tidak tersenyum pada kita. Itu hanya berarti bahwa dia tahu yang terbaik bagi kebutuhan kita. Dan dia juga tahu ada banyak anak kecil yang terlantar tidak dikasihi dimana orangtua yang tidak memiliki anak bisa mencurahkan hidup mereka untuk itu. Dia selalu memberi yang terbaik.

Tapi saat dia mengijinkan kita memiliki anak, mereka merupakan karunia pemberian dariNya. Tidak ada keraguan tentang itu saat kita berada disamping tempat tidur bayi dan melihat buntelan indah, yang dengan tenang sedang tidur. Kita mungkin mulai sedikit bertanya tentang itu selama menyuapi pertama kali jam 2.00 Dan keraguan mulai meningkat jika buntelan kecil yang indah itu menjadi tamu asing yang menakutkan yang mengacaukan jadwal kita, membatasi kebebasan kita untuk melakukan kesenangan kita, memonopolo waktu kita, atau kelihatannya menghilangkan rasa sayang pasangan kita. Saat itulah kita perlu datang pada Tuhan, dan kepada Firman Tuhan, untuk mendapatkan kekuatan dan cara pandang kita disesuaikan. Anak adalah milik pusakan Tuhan.

Mungkin anda sedang dalam perjalanan menjadi orangtua. Saat anda melihat anak anda, apa yang anda lihat? Mesin penghancur pikiran, atau pusaka dari Tuhan? Penghancur rumah, atau pusaka dari Tuhan? Sumber rasa malu dihadapan teman anda, atau pusaka dari Tuhan? Maukah anda meminta Tuhan menolong anda membetulkan cara pandang anda? “Tuhan, tolong saya agar bisa melihat anak saya sebagai karunia pemberianmu.” Anda mungkin perlu mendoakan itu berkali-kali dalam sehari, tapi itu bisa menjadi awal suatu perubahan yang menyenangkan dalam keluarga anda, gerbang masuk kepada sukacita hubungan anda dengan anak anda.

Anak-anak lebih peka akan prilaku kita terhadap mereka daripada yang kita bayangkan. Dan mereka sering berespon sama seperti prilaku yang mereka terima. Mereka bertindak seperti kita berlaku atas mereka, dan disitulah disiplin terutama dimulai. Oh, kita mengasihi mereka, tapi mereka punya banyak sekali tuntutan sehingga itu sangat mengganggu kita. Jadi kita memberontak dan kita membiarkan mereka mengetahui secara tidak langsung kalau mereka itu merupakan gangguan bagi kita. Maka mereka akan lebih menjadi suatu gangguan. Mereka tidak mendapatkan kasih dan rasa sayang dengan cara itu, tapi setidaknya mereka mendapat perhatian, dan itu lebih baik dari tidak sama sekali. Tapi mereka akan bertumbuh dalam permusuan, kompleks dan dendam..

Dengan cepat suatu hari kita menyadari mereka sudah tidak ada, dan kita tidak mengingat sepatu kotor, ruang yang berantakan, kejadian memalukan yang mereka sebabkan atau kekacauan yang mereka buat. Kita hanya ingat waktu bahagia bersama mereka. Dan kita berharap hal itu ada lagi. Itu bisa terjadi jika kita melihat mereka sebagai berkat dari Tuhan daripada suatu beban atau gangguan.

Anak bukan hanya pusaka berharga. Mereka juga seperti panah. Ada perbedaan pendapat tentang metafora Alkitab ini. Panah merupakan sumber perlindungan, dan mungkin pemazmur menunjuk pada pemeliharaan dan perlindungan yang bisa diberikan orangtua kepada anaknya. Tapi panah, tidak seperti pedang, bisa pergi ketempat dimana pejuang itu sendiri tidak bisa jangkau. Begitu juga dengan anak kita. Dari sebagian besar panah keluarga dalam Tuhan telah mencapai ujung bumi, membawa berita injil kepada hati yang gelap berdosa.

Saat saya melayani di Fort Worth, Texas, merupakan suatu keistimewaan bisa mengenal seorang pejuang tua untuk injil bernama W. E. Hawkins. Dia yang membangun gereja yang sekarang saya layani, dan saat itu sedang terlibat dalam pelayanan radio di Dallas. Banyak jiwa dibawa kepada Kristus melalui pelayanannya, tapi dia hanya terbatas di Southwest United States. W. E. Hawkins dan istrinya memiliki 3 anak, semua pergi keladang misi. Melalui pelayanan anak-anak mereka, Indian Amerika Selatan yang tidak pernah terjangkau oleh ayah mereka bisa mengenal Yesus Kristus. Mereka seperti panah ditangan ayah mereka.

Tapi panah harus dibuat. Mereka tidak jadi begitu saja. Tuhan memberikan kita seorang anak seperti sepotong kayu, dan meminta kita untuk membentuknya. Jadi kita merautnya, membersihkannya, membentuk kayu itu menjadi panah, lurus dan kuat. Anak bukan hanya suatu milik pusaka; mereka pemberian yang kudus. Tuhan meminjamkan mereka pada kita untuk sementara untuk mempersiapkan mereka agar bisa digunakanNya. Mereka berasal dari dia, dan saat kita mengetahuinya, kita lebih bersemangat terlibat dalam proses pembentukannya. Salah satu cara dramatis untuk mengetahui hal itu adalah mendedikasikannya untuk Tuhan. Jika mereka memang dari Tuhan, marilah kita mengakui itu dengan menguduskan mereka agar dikuduskan untuk dipakai bagi kemuliaanNya seperti Hannah dan Elkanah lakukan pada anak mereka, Samuel (1 Sam. 1:9-28). Marilah kita berjanji pada Tuhan bahwa dengan pertolongannya kita akan membentuk hidup masa muda mereka menjadi seperti manusia yang diinginkanNya.

Seorang suami dan istri harus memberikan anaknya pada Tuhan sebelum dilahirkan. Dan mereka harus berdoa bersama setelah kelahiran anak itu, mendedikasikan diri mereka untuk melatih dia sesuai arahan Tuhan. Sebagian gereja melakukan pelayanan dedikasi anak. Digereja lain, pastor ikut mendedikasikan diri. Hal yang penting adalah orangtua itu sendiri berjanji dihadapan Tuhan untuk memperlakukan anak mereka sebagai milik pusaka, panah yang harus dibentuk bagi kemuliaan Tuhan.

Membesarkan anak jelas merupakan tanggung jawab yang serius. Dan itu tidak aneh—karena hampir semua pekerjaan membutuhkan pelatihan tertentu. Tapi bagi usaha paling penting dalam hidup, membentuk anak bagi kemuliaan Tuhan, kita bisa berhenti kapanpun jika kita mau. Untuk alasan itulah sebagian orang sampai pada kesimpulan yang sesat bahwa menjadi orangtua yang baik itu bisa secara alami. Sebaliknya, itu membutuhkan penyelidikan dan perhatian terus menerus. Tapi buku panduan Tuhan tersedia, dan kita akan menyelidikinya untuk mendapat pertolongan yang kita perlukan. Karena kita tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini, kita bersama-sama harus terus belajar apa yang Tuhan katakan tentang menjadi orangtua yang baik.

Sebelum kita melakukannya, maukah anda memperhatiakan ayat terakhir dari mazmur ini? “Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” Berapa banyak anak dalam satu tabung penuh? Itu mungkin berbeda di setiap pasangan tergantung berapa banyak anak yang Tuhan berikan. Tabung penuh saya berjumlah 4, tapi punyamu tergantung antara anda dan Tuhan. Apakah sudah jelas dalam ayat siapa yang tidak mendapat malu, orangtua atau anak. Tapi dalam keluarga yang diatur oleh Tuhan dimana Tuhan sebagai pembangun dan orangtua bekerja untuk dia, baik orangtua maupun anak tidak akan mendapat malu. Tapi setan musuh umat Tuhan, akan dikalahkan dan kehendak Tuhan dimuliakan. Bukankah itu yang anda inginkan buat keluarga anda? Dedikasikan diri anda dan anak anda pada Tuhan. Minta dia menolong anda melihat mereka sebagai milik pusaka yang berharga, panah yang harus diasah, hidup yang harus dibentuk. Minta dia untuk meletakan perhatian anda pada potensi daripada masalah dan memberikan anda hikmat yang anda perlukan bagi tugas besar didepan.

Related Topics: Christian Home

2. Model Orangtua

Kenapa Tuhan memberikan kepada anak orangtua? Dengan masalah keluarga yang meningkat, masalah disiplin meningkat, dan pertumbuhan orang yang secara psikologi cacat dilingkaran keluarga tradisional, kita bertanya kenapa Tuhan tidak memakai cara lain untuk membawa anak menjadi dewasa daripada menggunakan orangtua dalam lingkungan keluarga.

Dan dia membuat mereka disana sangat lama, kira-kira hampir 18 tahun. Sebagian besar burung dan binatang sudah melepaskan diri dalam seminggu atau sebulan. Tapi kegagalan perkawinan masa remaja secara dramatis menggambarkan kalau usia 15, 16 atau bahkan 17 tahun tidak cukup untuk mempersiapkan manusia membangun suatu keluarga sendiri yang berhasil. Kenapa?

Karena, kehidupan bagi seekor binatang hanya masalah insting yang dibawa dari lahir. Hidup bagi manusia lebih dari itu. Itu melibatkan intelektual dan karakter emosional, pilihan kehendak, nilai moral dan keindahan. Hal ini tidak didapat begitu saja; mereka dikembangkan, dan membutuhkan waktu. Tuhan memberikan orangtua bagi anak untuk membantu mereka membangun kualitas itu sehingga mempersiapkan mereka bagi kehidupan yang memuaskan dan berguna.

Organisasi dan agen juga berkontribusi dalam membentuk karakter dan kepribadian anak, tapi tidak ada yang memiliki pengaruh seperti orangtua mereka. Ini tidak hanya keunikan dan intensitas hubungan orangtua-anak, tapi juga jumlah waktu yang dihabiskan dirumah. Sebelum masuk sekolah, hampir seluruh waktu anak-anak dihabiskan dirumah. Bahkan selama masa sekolah mereka, sebanyak 60 jam ada disekitar rumah, jauh melebihi waktu yang dihabiskan ditempat lain. Apa yang dicerminkan selama waktu-waktu itu akan sangat menentukan jenis manusia dewasa apa anak kita nanti, dan dampak dari tahun-tahun itu akan tercetak dalam kepribadian mereka. Tuhan mengatakan bahwa hidup seorang nanti ditentukan oleh pengalaman dan pelatihan sebelumnya (Prov. 22:6). Psikolog modern, sosiolog, dan pendidik setuju. Anak kita terbentuk sebagaimana kita bentuk. Mereka hasil dari semua hal yang kita lakukan dalam hidup mereka. Pelatihan yang kita sediakan akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk bergaul dengan orang lain, ketulusan kesaksian dan pelayanan Kristen mereka, kualitas kerja mereka, kualitas keluarga yang mereka bentuk, dan hampir semua sis kehidupan mereka.

Itu suatu pemikiran yang mengejutkan. Berhasil membesarkan anak terdengar seperti tugas yang luar biasa. Memang seperti itu, membesarkan anak menuntut lebih dari kemampuan manusia. Itu membutuhkan hikmat dan kekuatan supernatural. “Tapi saya bukan Tuhan” anda mungkin berkata demikian. Benar! Anak anda mungkin sudah lebih dulu mengetahui hal itu. Tapi Tuhan berjanji menyediakan apa yang anda butuhkan (Phil. 4:19). Dan Dia tahu pasti apa yang anda butuhkan untuk menjadi orangtua yang baik, karena dia sendiri adalah Model Orangtua.

Suatu hal yang sangat menarik kalau saat Yesus berdoa dia menyebut Tuhan sebagai “Allah Bapa. Dan pemazmur menyatakan, “Adapun Allah, jalan-Nya sempurna” (Psa. 18:30, TLB). Jelas konklusinya bahwa Tuhan itu seorang bapak yang sempurna. Melalui penyelidikan FirmanNya dan belajar bagaimana dia berfungsi sebagai orangtua, kita bisa belajar menjadi orangtua seperti apa. Kemudian saat kita mengkomitmenkan diri kita sepenuhnya kepada dia dan membiarkan dia mengatur hidup kita, dia bebas menyatakan kuasa dan kekuatannya sebagai Model Orangtua melalui kita. Dia menyediakan teladan dan kekuatan, baik arahan dan dinamika bagi kita untuk menjadi orangtua yang berhasil.

Ada beberapa bagian Alkitab yang membandingkan Allah sebagai orangtua dan kita sebagai orangtua. Sebagai contoh, pemazmur menulis, “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Psa. 103:13, TLB). Salomo membuat penyelidikan ini yang kemudian dipinjam oleh penulis Ibrani: “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Prov. 3:12, NASB; cf. Hebrews 12:6). Yesus menambahkan hal ini: “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Matt. 7:11, TLB).

Maksud hal ini sangat jelas terdapat diAlkitab. Tuhan sebagai orangtua dan kita sebagai orangtua sangat mirip—setidaknya memang begitu seharusnya. Tapi apakah anda memperhatikan bahwa didalam seluruh ayat ini arahnya adalah dari manusia kepada Allah. Setiap ayat menggunakan orangtua dan cara mereka memperlakukan anak mereka untuk mengajarkan siapa itu Allah. Konselor Kristen menemukan memang seperti itu. Pandangan seseorang tentang Allah sering merupakan gambaran orangtuanya sendiri, terutama bapaknya. Jika orangtuanya bahagia, mengasihi, menerima, dan mengampuni, dia lebih mudah mengalami hubungan yang positif dan memuaskan dengan Tuhan. Tapi jika orangtuanya dingin dan tidak peduli, dia mungkin merasa Tuhan terasa jauh dan tidak tertarik terhadapNya secara pribadi. Jika orangtuanya marah, kasar, dan menolak dia, dia sering merasa bahwa Tuhan tidak akan pernah menerima dia. Jika orangtuanya sulit dipuaskan, dia umumnya memiliki pengertian bahwa Tuhan tidak begitu senang dengannya.

Kita perlu merenungkan hal itu, sebagai orangtua Kristen. Konsep Tuhan seperti apa yang dibentuk anak kita melalui hubungannya dengan kita? Apakah dia belajar bahwa Tuhan itu pengasih, baik, sabar, dan pengampun ? atau kita tidak sengaja membangun pengertian Tuhan yang salah dalam hidupnya, menunjukan melalui tindakan kita bahwa Tuhan itu kasar, cepat marah, dan tidak puas, bahwa dia akan berteriak, memarahi atau menendang kita saat kita salah? Seluruh kehidupan kerohanian anak kita dipertaruhkan disini. Disini sangat penting bagi kita mempelajari orangtua seperti apa Tuhan itu, kemudian mengikuti teladannya agar anak kita bisa melihat pelajaran hidup tentang Tuhan yang kita miliki.

Setidaknya ada satu bagian dalam Alkitab, yang bergerak dari Tuhan kemanusia, menasihati kita untuk mengikuti teladan Tuhan dalam membesarkan anak kita. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Eph. 6:4, NASB). Ketiga kata kesimpulan dalam ayat ini selanjutnya akan menentukan arah buku ini. Pelatihan yang kita berikan pada anak kita haruslah pelatihan dari Tuhan. Tuhan harus menjadi prinsip pengarah dalam pelatihan itu. Itu milik dia dan harus diatur olehnya. Itu merupakan pelatihan yang sama dengan kita, dan kita akan memberikannya pada anak kita melalui arahan, kuasa dan dibawa otoritasNya serta bertanggung jawab pada dia. Tuhanlah inti semua hal ini. Saat kita masuk secara spesifik kedalam prinsip pelatihan anak, Alkitab tidak memiliki banyak hal yang dikatakan secara langsung. Tapi saat kita mengerti prinsip dasar yang dibangun dalam ayat ini, Alkitab menjadi suatu buku petunjuk yang tidak habis-habisnya dalam melatih anak dengan berhasil.

Hal itu berarti—kita memperlakukan anak kita seperti Tuhan memperlakukan kita. Dia model kita. Dan pengertian kita tentang bagaimana dia memperlakukan kita tidak semata datang dari orangtua kita, karena pengertian mereka bisa salah, seperti sudah kita lihat. Itu harus datang dari FirmanNya. Kita butuh menyelidiki Alkitab untuk menemukan bagaimana Tuhan memperlakukan anaknya, kemudian melakukan hal yang sama kepada anak kita.

Paulus menggunakan 2 kata dalam Efesus 6:4 untuk meringkas metode Tuhan dalam membesarkan anak--discipline dan perintah. Hal pertama merupakan kata umum bagi pelatihan anak. Itu meliputi penentuan tujuan bagi anak kita, mengajarkan mereka tujuan itu, kemudian dengan sabar tapi tekun membimbing mereka kearah tujuan itu. Walau kata aslinya tidak berarti koreksi, tapi dalam penggunaannya memasukan arti itu dan dalam Ibrani 12:5-7 (KJV) diterjemahkan “menghajar”. Tapi disiplin, berlawanan dengan pendapat umum, itu lebih dari sekedar koreksi. Itu berarti menentukan arah bagi anak kita, membimbing mereka disepanjang arah itu, dan dengan tegas namun penuh kasih mengembalikan mereka jalur itu saat mereka tersesat.

Pikirakan tentang menentukan arah. Apakah anda sudah pernah berdoa untuk menentukan tujuan bagi pelatihan anak kita ? Ini mungkin waktu yang tepat untuk itu. Kita tidak bisa mengharapkan anak kita menjadi baik jika kita tidak yakin “baik” itu apa. Seperti kata salah satu professor seminari saya, “Jika anda tidak menargetkan apa-apa, itulah target anda.” Karena kita belum memiliki target, mari buat sekarang. Target anda mungkin lebih luas dari saya, tapi ini setidaknya tempat yang baik untuk memulainya. Ini beberapa daftar dasar dari tujuan Alkitab yang ingin kita capai bersama anak kita.

1. Memimpin mereka untuk Mengetahui Keselamatan dalam Yesus Kristus. Hal ini terjadi diwaktu Tuhan, tapi kita tidak bisa benar-benar mengharapkan mereka menjadi seperti keinginan Tuhan sampai mereka memiliki nature baru yang diberikan dari atas.

2. Memimpin mereka kepada Komitmen Hidup secara Total untuk Kristus. Kita ingin agar mereka membuat keputusan yang sesuai dengan kehendaknya, berbagi setiap detil kehidupan dengan dia dalam doa, dan belajar untuk bersandar padanya dalam setiap pengalaman hidup yang mereka hadapi. Pertama, tanyakan pada Tuhan pola prilaku apa yang harus dibangun. Waktu untuk memulai adalah diawal kehidupan anak.

3. Memasukan Firman Tuhan dalam Hidup Mereka. Kita akan mengajarkan itu dengan setia, mengkaitannya dengan hidup, dan membuat suatu teladan untuk meneguhkannya.

4. Mengajarkan mereka Ketaatan, dan Menghormati Otoritas. Dengan mengembangkan kemauan mereka untuk tunduk pada otoritas kita, kita memasukan pelan-pelan rasa hormat pada peraturan, seperti sekolah minggu, pemerintah, dan yang terutama otoritas Tuhan sendiri. Tunduk pada otoritas merupakan dasar hidup bahagia dan damai dalam lingkungan kita.

5. Mengajarkan mereka Disiplin Diri. Hidup yang paling berbahagia adalah hidup yang terkontrol, khususnya dalam hal makan, tidur, seks, menjaga tubuh, penggunaan waktu dan uang, dan keinginan hal materi.

6. Mengajar mereka untuk Menerima Tanggung jawab—tanggung jawab untuk dijalankan dengan sukacita dan dengan efisien menyelesaikannya, tanggungjawab dalam menjaga milik mereka, dan tanggung jawab terhadap akibat tindakan mereka.

7. Mengajarkan mereka Prilaku dasar Karakter Kristen, seperti kejujuran, ketekunan, kebenaran, tidak egois, kebaikan, berbudi, pertimbangan, ramah, keadilan, murah hati, kesabaran, dan rasa terima kasih.

Sekarang kita tahu kemana tujuan kita. Tapi ingat, tujuan kita tidak hanya menekankan hal ini saat anak kita dibawa perawatan kita. Itu merupakan satu paket sehingga saat mereka tidak lagi bersama kita itu akan terus membimbing mereka. Itu seperti kata Salomo, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu. Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Prov. 6:20-23, TLB).

Membuat hal ini mendarah daging, yaitu membuat hal ini menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka, seperti kata kedua yang digunakan Paulus dalam Ephesians 6:4 untuk menggambarkan pelatihan yang Tuhan berikan pada kita. Kata ini secara literal berarti, “meletakan dalam pikiran.” Penekanannya pada kata kerja pelatihan—memperingatkan, mengajar, menguatkan, memberi perintah, atau menegur. Tapi itu jauh dari ajaran orangtua. Itu menggambarkan orangtua yang setia dengan lembut menanamkan prinsip Firman Tuhan kedalam jiwa anak sehingga itu menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Standar tidak hanya menjadi milik orangtua. Sekarang juga telah menjadi milik anak itu. Dia siap masuk dalam dunia, tidak tergantung pada orangtua, dengan prinsip Firman Tuhan dalam hidupnya sehingga dia menemukan kebahagiaan dan keberhasilan dalam melakukan kehendak Tuhan, bahkan saat tidak orang yang mengawasi mereka. Mungkin ini sebabnya sebagian orangtua berat melepas anaknya saat mereka harus dilepas. Jika orangtua mencurigai mereka belum berhasil memasukan cara hidup Tuhan dalam hidup anak mereka, mereka mungkin ragu-ragu melepaskan mereka, tapi mencoba mempengaruhi dan memanipulasi hal itu dengan berbagai cara lama setelah mereka sudah menika dan meninggalkan rumah. Tuhan ingin kita mulai membangun kemandirian itu sejak anak kita baru dilahirkan.

Aturan orantua, peraturan lainnya, dan batasan hanyalah sementara. Tujuannya adalah menyiapkan anak untuk kebebasan, jenis kebebasan yang bisa membawa dia kepada kepuasan sejati, kebebasan untuk hidup dalam keselarasan dan kebahagiaan dengan Penciptanya. Saat dia belajar dan dewasa, pembatasan dikurangi dan kemandirian ditingkatkan sampai dia meninggalkan kita untuk membangun keluarganya sendiri, disiplin diri, kedewasaan yang dikendalikan Roh, mampu melakukan tanggung jawab yang diberikan Tuhan dalam hidupnya.

Keseluruhan proses ini digambarkan dengan indah melalui cara Tuhan memperlakukan manusia diseluruh sejarah. Disaat kerohanian manusia masih anak-anak, Tuhan memberikan mereka Hukum -- 613 perintah, peraturan, dan penghukuman yang mengatur hampir setiap detil kehidupan. Itu bukan cara hidup yang umumnya dipilih manusia, tapi itu berhasil. Paulus berkata, “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (Gal. 3:24, 25, KJV, cf. Gal. 4:1-7). Dia kemudian mengambarkan kepenuhan iman, kebebasan hidup dalam Kristus, dan sukacita kedewasaan dalam Anak. Siapa yang memerlukan semua hukum diatas saat kita memiliki Roh Kudus didalam diri kita (Rom. 8:14)?

Itulah yang harus dilakukan orangtua. Selama masa kecil kita mengatur tindakan mereka dengan standar Alkitab. Saat anak mengembangkan disiplin dan control diri, pembatasan luar semakin dikurangi sampai dia mencapai kemandirian yang Tuhan inginkan disaat dia berkata, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Gen. 2:24, KJV).

Hanya ada sedikit bandingannya dalam dunia ini dengan sukacita yang kita rasakan saat melihat anak kita hidup dalam persekutuan bersama Tuhan atas keinginan mereka sendiri. Rasul Yohanes berkata, “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.” (3 John 1:4, KJV). Dia mungkin bicara tentang anak rohaninya, tapi maksudnya bisa diaplikasikan pada anak kita. Yakub juga merasakan sukacita itu saat dia mendengar cerita perseteruan anaknya dengan istri potifar. Dia menawarkan Yusuf tubuhnya dan sulit menolaknya. Ayahnya berada beberapa ratus mil dari dia dan saat itu tidak jelas apakah Yusuf masih bisa bertemu dengannya lagi. Tapi prinsip Tuhan sudah menjadi bagian dari jiwanya selama tahun-tahun masa kecilnya sehingga itu menjauhkannya dari berbuat dosa (Gen. 39:7-20).

Orangtua Daniel mengalami sukacita yang sama jika mereka mendengar anak mereka dengan setia berbakti pada Tuhannya di Babylon. Dia berada hampir 600 mil dari rumah. Dan semua anak-anak yang lain memakan makanan raja yang sudah dipersembahkan pada dewa. “Semua orang melakukannya” dan “tidak ada yang bisa tahu” sudah cukup alasan bagi banyak anak lain kedalam kegagalan rohani. Tapi “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja” (Dan. 1:8, TLB).

Bukankah akan menjadi hal yang indah mengetahui anak kita berjalan dengan Tuhan saat mereka jauh dari kita ? Dengan teladan Model Orangtua membimbing kita dan kuasa Roh yang ada dalam diri kita untuk menguatkan kita, kita bisa menolong anak kita melalui tahun-tahun pembentukan mereka dan membentuk mereka menjadi pria dan wanita Tuhan, diperlengkapi untuk melakukan kehendakNya.

Related Topics: Christian Home

3. Selimut Keamanan Tuhan

Kita sekarang, diperhadapkan dengan tanggungjawab yang sangat besar untuk membentuk anak kita kepada kerohanian yang dinamis, menjadi orang dewasa yang akan membawa kesukaan bagi hati Tuhan dan kita. Bagaimana kita melakukannya? Kita akan mencoba menjawab itu didalam seluruh buku ini, satu hal terpenting dari semua. Ini mungkin mewakili kebutuhan terbesar anak kita, dan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh orangtua. Anak membutuhkan kasih sayang orangtua. Itulah cara Tuhan memperlakukan kita. “sebab Bapa sendiri mengasihi kamu” (John 16:27, TLB). “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita . . .” (1 John 3:1, TLB). Dan itulah cara yang diinginkannya dalam memperlakukan anak kita.

Ada banyak nasihat Alkitab mengenai mengasihi. Sebagai contoh, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.. . . .” (1 John 4:7, TLB). Bersama dengan hal itu ada banyak aplikasi lainnya, ayat itu jelas memasukan kasih orangtua bagi anak-anak. Tapi ada nasihat yang lebih spesifik. Rasul Paulus berkata pada Titus bahwa wanita tua mengajar wanita yang lebih muda untuk mengasihi anak mereka. (Titus 2:4). Dan ayah agar melakukan tanggung jawabnya dalam hal-hal yang Tuhan perintahkan. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Psa. 103:13, KJV). Kata “pitieth” 2 kali diterjemahkan dengan “kasih” dalam King James Version (Psa. 18:1; Daniel 1:9). Itu menunjukan kasih orangtua yang mendalam, kelembutan, belaskasih, dan pengampunan; dan hal itu ditujukan pada bapak. Ibu dan bapak keduanya harus mengasihi anak mereka.

Sebagian orang sekarang mungkin bertanya, “kenapa kita harus diingatkan tentang hal itu? Bukankah alami bagi orangtua mengasihi anak mereka?” Meledaknya bisnis aborsi, menunjukan contoh pembuangan anak, dan suatu jumlah penganiayaan anak yang memprihatinkan menunjukan hal itu. “Itu mungkin kondisi orang duniawi,” ada yang menjawab. “tapi kita orang Kristen. Kita tahu kalau anak kita merupakan karunia dari Tuhan. Mereka bagian dari kita. Mereka hasil dari kasih kita. Kita mengasihi mereka!” Itu benar, tapi apakah mereka mengetahuinya? Apakah mereka benar-benar merasakan kasih kita sepanjang waktu, atau ada waktu ketika mereka memiliki alasan untuk meragukannya?

Mari kita kembali keawal saat saya mencoba menjelaskan maksud saya. Setiap anak memiliki hak untuk dipelihara dalam kasih, diperlakukan dengan kasih selama 9 bulan kehamilan, dan dengan hangat disambut kedunia ini seperti hadiah yang diberikan pada orangtua yang mengasihinya. Para ahli mengatakan bahwa lingkungan yang tidak ada kasih selama kehamilan bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak dikemudian hari. Setelah bayi lahir, lingkungan yang mengasihinya makin penting; dia perlu dipeluk, disayang dan dielus. Sebagian bayi yang tidak diperlakukan seperti ini akhirnya mati. Penyelidikan menunjukan bahwa bayi mungkin bisa mendeteksi kurangnya kasih melalui nada yang kasar atau perlakuan yang tidak baik, banyak mempengaruhi emosi mereka dikemudian hari.

Saat seorang anak bertumbuh dia tetap butuh diyakinkan bahwa dia dikasihi, bukan atas apa yang dia lakukan atau tidak, tapi atas dirinya. Dia perlu diyakinkan dengan perkataan yang lembut dan dengan kedekatan fisik. Dengan itu dia akan mengembangkan pola emosi yang sehat yaitu penerimaan dan keamanan. Tanpa itu, dia menjadi tidak nyaman, kasar, atau neurotic. Sebagian dokter menemukan bahwa kekurangan kasih sayang bisa menghentikan pertumbuhan anak. Sebagian lain menyimpulkan bahwa kurangnya kasih dari orangtua bisa menyebabkan homoseksual, mati rasa, dan kelainan lainnya.

Seorang ayah yang berdedikasi berkata pada saya bahwa anak perempuannya yang berusia 10 tahun telah menjadi dingin dan tidak peduli padanya. Saat dia mengevaluasi keadaan itu dia menyadari bahwa dia memeluk dan membawa adik laki-lakinya yang cacat, tapi menolak dia dengan berkata, “kamus sudah besar. Kamu bisa mengurus diri sendiri.” Saat dia mulai menyatakan kasihnya secara terbuka kepada anak perempuannya, dia menjadi hangat dan suka mendekat pada ayahnya. Itu menjadi kesimpulan kita, baik dari Firman Tuhan maupun dari pengalaman manusia, bahwa seorang anak diberikan hak untuk merasa aman dalam kasih orangtuanya. Itulah cara Tuhan membuat dia menjalani pertumbuhan emosi yang sehat. Itulah selimut keamanan Tuhan bagi anak.

“Tapi nanti anak kita berpikir mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau jika mereka merasa tidak nyaman dalam kasih kita?” Itulah salah satu kebohongan setan. Dia menggunakan hal itu untuk merampok sukacita anak Tuhan dari kasih Bapa mereka, dan dia menggunakan itu untuk merampok kepastian kasih itu dari anak kita. Dalam kedua kasus diatas, kebalikannya juga benar. Hampir semua kekuasaan setuju bahwa penyebab prilaku anti social, pemberontakan, ketidaktaatan, dan masalah disiplin hasil dari kurangnya kasih sayang. Anak-anak yang tahu mereka dikasihi dan diterima, yang tidak takut ditolak atau dibuang oleh orangtua mereka, tidak perlu bertingkah untuk mendapat perhatian atau membangun nilai diri mereka sendiri. Mereka bernilai bagi seseorang dan mereka mengetahui itu. Mereka diterima, dan keyakinan itu membawa kepuasan batin dan rasa aman. Kasih yang mereka rasakan dari orangtua mereka membangkitkan kasih dalam hati mereka, seperti kasih Tuhan membangkitkan kasih kita untuk mengasihi (1 John 4:19). Dan kasih mereka kemudian mendorong mereka untuk mentaati kita seperti kasih kita pada Tuhan mendorong kita untuk mentaatinya (1 John 5:3). Karena mereka dikasihi, mereka ingin taat. Daripada pemberontakan dan ketidaktaatan, kasih mengekang hal itu.

Setelah saya membagikan kebenaran ini dengan beberapa orantua dalam suatu pertemuan, seorang guru TK datang pada saya dan menceritakan tentang anak yang paling sulit yang pernah dia hadapi – egois, bermusuhan, dan kasar terhadap anak lain. Sang guru minta Tuhan agar dia diberi kemampuan untuk mengasihi anak ini dan menolong anak itu merasakan kasih. Dengan perlakuan dan tindakannya yang baru ada perubahan yang terjadi, dan anak itu menjadi seorang murid yang kooperatif dan taat. Konselor kamp menceritakan pada saya tentang anak laki-laki yang sangat kurang kasih sayang, yang berespon sangat indah saat dia merasa seseorang memperhatikan dia dan menunjukannya. Sayangnya, sebagian besar anak seperti itu datang dari keluarga Kristen dan itu membuktikan masalah disiplin dalam gereja yang percaya Alkitab. Mungkin kita harus menyimpulkan bahwa anak-anak dari orangtua yang Kristen tidak selalu merasakan kasih Tuhan. Dan jika itu masalahnya, mungkin kita harus menyelidiki suatu cara untuk mengkomunikasikan kasih kita sehingga anak-anak kita menikmati hak penting ini yang diberikan Tuhan.

Bagaimana kita seharusnya menyatakan kasih pada anak kita? Salah satu cara melalui perkataan. Sebagian orangtua, mungkin terhalang oleh kasih yang mereka rasakan dulu, menjadi sulit mengatakan kasih pada anak mereka. Mereka ingin, tapi perkataan itu tidak mau keluar. Memaksakan itu berlawanan dengan kenyataan. Jika itu masalah anda, maukah anda bersyukur pada Tuhan untuk perkataan kasihNya pada anda dalam FirmanNya, dan maukah anda meminta padaNya untuk menolong anda mengatakan pada anak anda bahwa anda mengasihi mereka? Anda mungkin melihat perkembangan dalam prilaku mereka.

Tapi dengan perkataan saja tidak cukup. Perkataan itu harus ditunjang oleh tindakan. Anak-anak sangat peka. Mereka tahu kalau perkataan kita kosong dan tidak berarti. “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 John 3:18, TLB). Dan itu lebih daripada sekedar memberi mereka makan, memakaikan baju, dan membelikan materi pada mereka. Itu merupakan tanggung jawab kita untuk menyediakan kebutuhan materi, tapi mereka bisa merasakan itu saat kita mencoba untuk menggantikan rasa bersalah karena gagal menunjukan kasih kita dengan memberikan mereka hadiah.

Kita perlu mendukung kata-kata kita dengan waktu yang kita berikan pada mereka. Tuhan melakukan itu. Dia selalu bersama dengan kita (Matt. 28:20). Kita benar-benar mengasihi anak kita, tapi betapa kita sering menyatakan hal yang berlawanan dengan berkata “saya tidak punya waktu untuk itu. Pergi dan tinggalkan saya sendiri.” Kita bisa memiliki waktu lebih banyak jika kita mau memberikan mereka perhatian penuh selama beberapa menit sekarang. Itu tidak berarti kita harus meletakan semuanya dan setiap saat melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka bisa diajarkan untuk menunggu saat itu diperlukan. Tapi untuk beberapa anak, perhatian yang mereka minta dan tunggu tidak pernah datang. Jadi mereka semakin kurang mengharapkan hal itu, karena kurangnya waktu yang diberikan orangtua mereka. Setiap kali kita mengabaikan anak kita karena mereka menggangu saat kita ingin melakukan sesuatu, kita menambah satu luka pada jiwa mereka, dan halangan baru dalam pertumbuhan kedewasaan emosi mereka dan penyesuaian diri didunia sekitar mereka.

Itu bukan hanya waktu. Itu suatu waktu yang tepat. Kualitas lebih penting dari kuantitas. Sepuluh menit perhatian penuh terhadap apa yang ingin mereka lakukan lebih bernilai dari 10 jam perhatian yang terpecah karena memarahi, menguliahi, atau mengkritik. Menunjukan ketertarikan pada hal yang mereka suka akan membangun rasa persahabatan dan percaya diri sehingga membuat mereka lebih mudah bicara pada kita dalam 10 tahun pertama yang kritis. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk membangun kepercayaan diri, bahkan saat waktu kita terbatas. Ayah saya seorang pastor yang sibuk. Tapi saat saya 6 tahun dia menggantung foto dirinya didinding tempat saya belajar. Disitu dia menulis dengan huruf besar, “Man to man.” Itu merupakan harta paling berharga bagi saya. Saya ingat saat pergi keruang belajarnya saat dia tidak ada dan hanya melihat-lihat. Itu membuat saya merasa ayah sebagai teman baik saya.

Memberikan waktu untuk anak kelihatannya telah menjadi resiko pelayanan. Ditahun-tahun pelayanan saya ada waktu dimana banyak sekali yang harus dikerjakan sehingga saya merasa bersalah dimalam hari saat bersama keluarga. Tuhan telah menolong saya mengubah prioritas saya selaras dengan rencanNya. Tapi itu juga bisa terjadi pada orang ‘awam’. Kita bisa saja terlibat penuh dalam pekerjaan Tuhan sehingga melupakan tanggung jawab kita terhadap anak kita. Itulah sebabnya seorang Kristen super anaknya punya masalah disiplin paling berat digereja. Kenyataannya mereka sangat disibukan dengan hal rohani sehingga mereka tidak punya waktu untuk dikenal dan dikasihi oleh anak mereka. Investasi terbaik adalah investasi waktu berkualitas dengan anak kita. Tuhan Yesus memberikan teladan indah dalam hal ini. Muridnya mencoba mengusir anak-anak untuk melindungi waktu Tuhannya. Alkitab berkata dia tidak suka dengan prilaku mereka. Dia memanggil anak-anak itu dan memperikan perhatian penuh (Mark 10:13-16).

Rencana rekreasi keluarga akan menolong anda keluar dari jebakan waktu. Dan itu harus direncanakan. Jika anda berharap itu akan terjadi secara spontan, itu tidak pernah terjadi. Ayah harus mengambil waktu libur secara teratur dan merencanakannya untuk keluarga. Keluarga yang berhasil harus direncanakan. Sedikit pemikiran yang kreatif bisa membuka cara-cara bersenang-senang bersama sebagai keluarga.

Untuk permulaan, mainkan beberapa permainan bersama. Kami menghitung sudah 63 kali melakukannya, akumulasi keseluruhannya. Hobi bisa membuat kebersamaan menjadi menarik. Memasak pop corn, membaca buku dengan suara keras, memainkan alat musik, atau bermain dilantai rumah bisa membangun ikatan kasih yang kuat. Dan itu baru permulaan. Memberikan waktu untuk bermain dihalaman belakang seperti Bulu tangkis, ping pong, etc. Pergi keluar untuk olahraga lain agar seluruh keluarga bisa menikmatinya seperti bowling, tennis, mincing, golf, ski, atau bersepeda. Piknik, mendaki, dan lainnya akan memperbanyak acara anda.

Membuat waktu makan menjadi waktu berbagi. “tidak ada keluhan di meja makan” merupakan aturan yang baik untuk diikuti. Belajar tertawa bersama sebagai keluarga, bahkan tertawa pada diri sendiri. Saat anak anda bertumbuh, waktu-waktu itu akan menjadi ingatan dasar mereka tentang keluarga. Belum lama ini saya bicara dengan teman saya seorang misionaris yang memiliki 8 bersaudara, hanya satu yang tidak bekerja diladang Tuhan, dan yang satu itu masih sekolah saat ini. Saya bertanya apa yang dilakukan orangtuanya sehingga sangat mempengaruhi hidup mereka. “Satu hal yang menempel dalam pikiran saya adalah waktu kita bersama,” katanya. “Mama kadang-kadang menolak pekerjaan digereja karena berbenturan dengan pekerjaannya menjadi ibu yang baik. Kita semua bekerja bersama dengan ayah tapi kadang-kadang dia mengusulkan untuk istirahat sebentar dan kita pergi main basket atau permainan lainnya. Kita bermain bersama.” Waktu bersama keluarga itu mau berkata, “kami mengasihi kamu. Kami bahagia bersama kamu. Kamu harta kami paling berharga didunia ini.”

Satu cara lain untuk menunjukan kasih adalah melalui pujian dan apresiasi. Kenapa kita sangat mudah memarahi anak kita kalau mereka salah, tapi sangat sulit memuji mereka kalau mereka melakukan hal yang baik? Setiap kali kita memberitahu mereka kalau kinerja mereka tidak sebaik seharusnya, kita mengambil kepercayaan diri mereka tentang kemampuan mereka. Kritik paling merusak ditujukan pada karakter anak daripada tindakannya. Kita mengatakan mereka kaku, bodoh, jelek, dan hal buruk lainnya, dan dia mulai memikirkan dirinya seperti itu, mengembangkan rasa rendah diri sehingga menyebabkan kepedihan diseluruh hidupnya. Kadang-kadang memang perlu menunjukan kelemahan yang harus dikoreksi, tapi komentar kita harus diarahkan pada tindakan anak daripada pribadinya. Dan kita selalu perlu mencari hal yang berhasil dilakukannya, memuji hal itu. Itu akan membangun rasa percaya diri dan menolong dia mengatasi kata-kata “saya tidak bisa melakukan apapun dengan benar” yang bisa mempengaruhi semua pekerjaannya. Dan itu bisa meyakinkan dia bahwa kita benar-benar peduli padanya, menerima dia, dan senang kalau dia anak kita.

Kita juga bisa menolong anak kita merasakan kasih kita melalui pengertian. Setiap anak unik, berbeda dengan anak lain dalam hal rupa mereka, kepribadian, kepintaran, kecakapan, dan respon emosi mereka. Setiap anak memiliki hak untuk diterima seperti itu dan tidak dipaksa kedalam suatu bentuk tertentu. Jim mungkin seorang yang suka membaca, sementara Jack tangannya terampil. Dorong setiap anak kedalam bidang yang mereka tertarik. Tidak adil membandingkan seorang anak dengan anak lain, seperti “kakakmu jelas nilainya lebih baik dari ini.” Perbandingan seperti itu hanya membangun kebencian terhadap anda karena kurangnya pengertian, tapi juga terhadap kakaknya karena menyebabkan dia menderita. Selain itu, itu menunjukan keberpihakan. Kasih Tuhan tidak membedakan (Acts 10:34), dan dia berharap kita juga melakukan hal yang sama (James 2:9). Salah satu contoh tragis keluarga diAlkitab adalah, “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (Gen. 25:28, TLB). Sakit hati dan penderitaan dari pembedaan dalam keluarga bisa terjadi saat salah seorang anak merasa dia dinomorduakan dalam hal kasih sayang orangtua.

Agar kita bisa mengerti, kita perlu mendengar perkataan anak kita. Kita sering langsung menyimpulkan, menawarkan saran, atau memberi kuliah tanpa mendengar anak kita bicara. Kemudian kita bertanya kenapa mereka berhenti bertanya pada kita. Kita perlu mendengar, berpikir, mencoba mengerti apa yang mereka rasakan saat itu, kemudian menyatakan suatu perkataan yang menunjukan kalau kita mengerti. Mari saya ilustrasikan. Misalkan anak anda kehilangan sesuatu yang berharga seperti baseball yang baru. Bagaimana reaksi anda? “ya, jika kamu lebih hati-hati, kamu tidak akan menghilangkannya.” “kamu akan kehilangan kepalamu kalau kamu seperti itu.” “kapan kamu belajar menjaga barang?” “baseball tidak tumbuh dari pohon.”Jangan keluhkan itu pada saya. Bukan saya yang menghilangkannya kan.” Dan ada banyak perkataan untuk meyakinkan sang anak bahwa kita tidak peduli tentang dia, dan baseball yang hanya 2 dollar lebih penting daripada dirinya. Kita perlu mengajarkannya nilai dari uang dan menjaga barangnya. Tapi kenapa tidak mencoba suatu yang simpatik seperti, “bukankah itu baseball kesukaanmu?” atau suatu yang lebih menolong seperti, “ayo, kita cari bersama. Kamu ingat kapan terakhir kali itu berada?” Atau suatu yang menguatkan seperti, “mungkin kita bisa menemukannya saat kita membersihkan gudang.” Maka anda akan meyakinkan dia bahwa anda benar-benar peduli, bahwa anda temannya daripada pengkritik.

Kita menyatakan kasih pada anak kita melalui rasa hormat kita. Mereka pribadi yang Tuhan buat dengan nilai dan harga kekal, dan mereka harus diperlakukan sepadan dengan itu. Itu berarti kita tidak menertawakan kelemahan atau mengejek kebiasaan mereka. “George, kamu melempar seperti perempuan.” “jadi, bagaimana kabar beckyku sekarang?” itu hanya gurauan, kita berkata, tapi itu menghancurkan jiwa mereka yang sensitive, menghancurkan citra diri mereka, dan membuat halangan baru dalam pergumulan kearah kedewasaan. Rasa hormat juga berarti kita tidak boleh bicara merendahkan mereka. Pesan yang tidak sadar masuk dalam telinga mereka bisa bertanda permanent dalam jiwa mereka, membuat hidup mereka salah arah. Ayah berkata, “saya khawatir jack tidak pernah bisa berarti untuk apapun.” Jika Jack sering mendengar ayahnya mengatakan itu, dia akan percaya kalau itu benar. Dan dia mungkin tidak mau berarti untuk apapun. Tidak ada alasan untuk mencobanya. Ayahnya, yang lebih tahu dari dia, telah menyimpulkan bahwa dia tidak mampu mencapai sesuatu dalam hidup.

Kasih bisa juga dikomunikasikan melalui nada suara kita. Anda mungkin berkata kalau anda mengasihi anak anda, tapi mereka tidak merasakan kasih saat anda berteriak, “hentikan itu sekarang juga,” atau rengekan, “kamu semua membuat saya bingung.” Kadang kita perlu diingatkan kalau anak-anak adalah manusia yang memiliki hak untuk dibicarakan secara baik dan menyenangkan seperti kita bicara pada orang yang kita cintai. Kemarahan tidak pernah menjadi ekspresi kasih. Kasih “….sabar menanggung segala sesuatu” (l Cor. 13:5, TLB). Mungkin kita perlu mengevaluasi kemarahan kita saat kita melihat anak kita berespon pada kita dengan kasar.

“Tapi mereka bisa sangat menjengkelkan.” Ya, dan kita perlu mengakui kalau kasih kita tidak cukup, itu bisa menipis dan akhirnya meledak. Maka itu kita perlu menyerahkan kehendak kita pada Kristus dan membiarkan RohNya menyatakan kasihnya melalui kita. Produk alami dari hidup yang dipenuhi Roh adalah kasih dari Tuhan (Gal. 5:22). Setelah itu kita dimampukan untuk menyatakan kasih kita pada anak kita bahkan saat mereka bertingkah seperti anak kecil. Dan mereka akan mampu tenang dalam kasih kita dan bertumbuh daripada membuang tenaga mereka untuk mendapat perhatian kita atau membangun nilai diri mereka dengan hal lain. Dan kita akan mulai mengalami sukacita Tuhan terhadap anak kita.

Related Topics: Christian Home

4. Lakukan Seperti yang Aku Lakukan

Kenapa sebagian anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen benar-benar berbalik pada Yesus Kristus, benar-benar hidup dalamnya, dan membagikannya dengan orang lain, sementara anak lain dilingkungan yang sama jatuh kerohaniannya selama masa remaja mereka? Semua rutinitas gereja menjadi candu bagi mereka dan mereka tidak bisa peka tentang Tuhan. Ini pertanyaan yang kompleks dan sudah lama merupakan pergumulan pemimpin Kristen. Tentu saja ada banyak factor yang terlibat disetiap kasus. Tidak ada satu jawaban untuk semua masalah. Tapi ada satu hal yang terus muncul dalam hubungan saya dengan keluarga Kristen dan pemimpin pemuda, dan saya tidak bisa melarikan diri dari pentingnya hal itu. Itu merupakan kebenaran yang dinyatakan dalam Galatians 6:7-8: “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu” (TLB).

Menuai apa yang kita tabur berlaku dalam setiap kehidupan kita, tapi salah satunya adalah hubungan kita dengan anak kita. Kita akan menuai apa yang kita tabur dalam mereka. Dan sayangnya, apa yang kita tuai dalam mereka tidak hanya bagaimana kita memperlakukan mereka atau apa yang kita katakan pada mereka, tapi bagaimana kita belaku dihadapan mereka. Dengan kata lain, kita tidak bisa mengharapkan anak kita melampaui kita dalam hal rohani atau menjadi lebih daripada kita. Itu menjadi tanggung jawab kita untuk menjadi teladan dihadapan mereka sesuai dengan harapan kita pada mereka.

Inilah cara Model Orangtua memperlakukan kita. Saat dia mengatakan apa yang seharusnya kita lakukan, dia membuat standar dari teladannya sendiri. “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.’” (1 Peter 1:15-16, TLB). Kekudusannya memberikannya hak untuk memerintahkan hal yang sama pada kita. Kita mungkin sedikit tidak mau jika dia memerintahkan sesuatu yang lebih dari yang ditunjukannya. Tapi sebaliknya, dia membuat pola yang sempurna bagi kita untuk diteladani. Tuhan Yesus menggunakan pendekatan yang sama terhadap muridnya. “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (John 13:15, TLB). Dia menetapkan suatu standar yang tinggi karena dia tahu kita tidak bisa melampaui yang sudah ditetapkan. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya” (John 13:16a, TLB). Jika kita memperlakukan anak kita seperti Tuhan memperlakukan kita, kita harus menetapkan suatu teladan untuk semua yang kita inginkan mereka lakukan.

    Teladan yang buruk dihadapan anak kita akan berdampak pada generasi mendatang. Tuhan pengampun dan belas kasih, tapi dia memperingatkan bahwa anak-anak akan merasakan dampak dosa orangtuanya 3 sampai 4 generasi (Num. 14:18). Apakah itu berarti bahwa Tuhan meletakan kutuk pada 3 sampai 4 generasi, atau itu sesuatu yang diberikan melalui keturunan sehingga mengutuk mereka? Saya pikir tidak demikian. Tapi dosa menciptakan suatu keadaan tertentu dalam keluarga, secara psikologi dan rohani, suatu keadaan yang berdampak pada karakter anak kita. Saat mereka menikah, mereka mungkin akan menciptakan lingkungan keluarga yang sama seperti yang mereka alami saat mereka bertumbuh dan melihat dosa yang kita perbuat, bersama dengan akibat-akibat tidak baik lainnya.

Sebenarnya, keluarga yang mereka buat mungkin lebih buruk dari kita. Saya bisa melihat itu sebagai keluarga Kristen dimana orangtua bertengkar setiap waktu. Hanya sedikit sekali kasih seperti Kristus yang ditunjukan pada anak mereka. Tuhan Yesus tidak diijinkan memainkan peran yang penting dalam kehidupan keluarga mereka dan hal dimana Kristus sering disebut adalah saat mereka mengkritik orang Kristen lain. Tapi didepan teman-teman Kristen, orangtua mereka menjaga muka “orang Kristen yang baik” Anak mereka melihat kemunafikan itu, memutuskan itu bukan untuk mereka, menolak Kekristenan, dan membangun keluarga sekuler saat mereka menikah. Saya bertanya berapa banyak generasi yang akan terkena dampak dosa orangtua itu? Tuhan berkata setidaknya 3 sampai 4 generasi. Dan tidak ada jaminan bahwa walaupun ada seseorang kemudian mengenal Kristus dan membalikan hal itu. Jika itu terjadi, itu seluruhnya anugrah Tuhan.

Sekarang waktunya untuk menghentikannya, waktu untuk menyerahkan diri kita untuk dikontrol oleh Roh Kudus dan menjadi seperti apa yang dikehendaki Tuhan, waktu untuk mulai membentuk teladan seperti Kristus didepan anak kita dan memperbaiki setiap kerusakan yang mungkin sudah terjadi. Nabi Yesaya berseru pada orang-orang dimasanya agar hati mereka kembali pada Tuhan. Dia membuat janji yang indah ini jika mereka mau berbalik: “Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan yang memperbaiki tembok yang tembus, yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni.(Isa. 58:12, KJV). Dia terutama menunjuk pada membangun kembali tembok dan jalan Yerusalem, tapi kita tidak boleh kehilangan aplikasi rohaninya. Jika orangtua yang percaya mau menyerahkan dirinya pada Tuhan dan melakukan kehendakNya, mereka dan anak mereka akan mampu memperbaiki kerusakan banyak generasi dan mendapat sebutan “yang membetulkan keturunan,” dan “yang membetulkan jalan supaya itu dapat dihuni.”

Kita tidak bisa menyelesaikan penurunan keluarga Kristen. Keluarga kita bisa berbeda. Tuhan tidak akan menerima alasan seperti, “tapi itu cara saya dibesarkan,” atau “itu cara ayah dan ibu memperlakukan saya.” Jika apa yang kita lakukan itu salah, kita perlu mengubahnya. Saat kita berbalik pada Tuhan dalam penyerahan dan kepercayaan, dia akan menolong kita memperbaiki apa yang sudah hancur dan memperbaiki jalan supaya itu dapat dihidupi. Generasi yang berikutnya akan berterima kasih pada kita untuk itu.

Ada beberapa perkataan lama yang sering diulang-ulang bahwa sebagian dari kita mampu melewati waktu-waktu itu: salah satunya, “tindakan bicara lebih keras dari perkataan”; yang lainnya, “Anda bicara terlalu keras sehingga saya tidak bisa mendengarnya.” Itu semua tidak ditemukan dalam Alkitab, tapi pemikiran itu jauh dari Alkitab. Rasul Paulus berkata, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Cor. 11:1, TLB). Kepada yang lain dia berkata, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.” (Phil. 4:9, TLB). Saya bertanya jika kita bisa mengatakan hal itu pada anak kita. Salah satu kata-kata basi yang sering mencerminkan pendekatan kita tapi lebih baik dari yang diatas, “lakukan seperti yang aku katakan, tidak seperti yang aku lakukan.” Setan pasti yang menginsiprasikan hal itu, dan jika kita terus menggunakannya, kita bisa memastikan anak kita akan menjadi lebih memberontak.

Pada seorang pastor muda, Paulus menulis, “…..Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Tim. 4:12, NASB). Dia tahu jemaat dimana Timotius ada tidak mau mendengarkan dia jika mereka tidak melihat hidupnya merupakan teladan dari perkataannya. Prinsip yang sama dihubungkan dengan orangtua dan anak. Kita seharusnya bisa mengatakan, “lakukan seperti kataku, dan seperti perbuatanku.” Dan anak-anak bisa melihat kepalsuan yang ada.

Sebagai contoh, kita ingin anak kita supaya baik. Kita mengajar mereka untuk bicara sopan kepada orang lain. Tapi mereka mungkin mendengar kita bicara tidak baik pada teman kita, atau mendengar kita bicara tidak sopan satu sama lain atau kepada mereka. Mereka mungkin melakukan seperti yang kita lakukan daripada yang kita katakana. Kita mengajar anak kita untuk jujur. Tapi saat kita semua antri tiket pertunjukan, kita berkata “katakana kalau kita hanya 11 orang.” Atau mereka mungkin mendengar kita membahas betapa kita berhasil menipu penjual tiket itu walau kita tahu itu melanggar hukum. Dan kita tidak bisa mempersalahkan orang lain selain diri sendiri saat kita melihat mereka berbohong atau menipu.

Kita mengajar mereka untuk tidak menipu. Tapi kita menyombongkan diri karena petugas pasar mengembalikan uang lebih dan kita tidak mengembalikan uang itu pada pemilik sebenarnya. Dan anak kita mulai percaya kalau mencuri itu diperbolehkan dalam keadaan tertentu.

Kita ingin anak kita belajar bahwa merengek tidak bisa membuat mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi kita sering merengek pada mereka saat mereka tidak menyenangkan kita, dan kita mungkin merengek pada sesama saat keadaan jadi lain. Jadi mereka akan terus merengek selama masa kanak-kanak dan masa muda mereka. Dan mereka akan melakukan itu saat mereka menikah, dan siapa yang tahu berapa banyak orang yang akan merasa menderita karena teladan kita yang buruk?

Ilustrasi tentang itu sangat banyak. Kita mengajarkan mereka bahwa Tuhan akan memenuhi kebutuhan mereka, kekawatiran tidak mendapat tempat dalam kehidupan orang Kristen. Tapi kita khawatir menjadi sakit saat ada masalah dan mencari ketenangan melalui obat-obat. Kita mencoba mengajarkan mereka untuk mendengar kita saat kita bicara. Tapi kita sering terlalu sibuk untuk bisa memperhatikan apa yang mereka katakan. Seringkali kita berteriak pada mereka saat kita menyuruh mereka untuk memelankan suara, atau meminta mereka merapikan barang saat barang kita berserakan dimana-mana. Seorang wanita menceritakan kalau orangtua mereka membersihkan mulut mereka dengan sabun karena dia berkata “golly” atau “gee” ketika dia masih kecil. Tapi dia mendengar lewat dinding kalau mereka saling memaki. Seperti anda bayangkan, permasalahan emosinya pasti sangat besar.

Kita ingin anak kita menepati janji, tapi janji kita pada mereka sangat tidak berarti. Kita mendorong mereka untuk tidak materialistic, tapi mereka mendengar kita mengeluh tentang rumah yang kecil, mobil yang kurang baik atau pakaian yang kurang bermodel. Kita mengatakan kalau mereka harus berjalan dengan Tuhan, tapi mereka sedikit melihat kita memberikan waktu untuk Firman dan doa. Kita mengajarkan mereka pentingnya bersama umat Tuhan hari minggu. Tapi kita tinggal dirumah untuk alasan sepele, atau mungkin pergi mendaki dan memancing selama kebaktian. Sebagai orang percaya kita ingin mereka memperhatikan kebutuhan dunia yang terhilang ini, tapi kita sendiri jarang menyebut tentang misionaris atau berdoa bagi mereka dalam keluarga.

Jika kita ingin anak kita menjadi seperti keinginan Tuhan, maka kita harus menunjukan teladan. Kegagalan kita terhadap hal ini sangat menyedihkan, tapi ada yang lebih menyedihkan, yaitu kita tidak mau mengakuinya. Sering kita berkeras bahwa tidak ada yang salah dengan cara hidup kita atau teladan yang kita buat. Dan ketidakjujuran terhadap diri kita menjadi sumber kehancuran kita. Anak-anak bisa melihat melalui kemunafikan itu, dan itu menghancurkan mereka.

Mungkin kita bisa menyebut masalah dasarnya sebagai “rut Christianity.” Rut Christians mungkin orang percaya dalam tingkat yang belum dewasa atau mereka hanya tahu kosa kata Kristen tanpa tahu maknanya. Walau begitu mereka tetap menjaga rutinitas, pola keagamaan yang harus mereka lakukan. Mereka datang kegereja secara rutin –mungkin tidak sesering yang seharusnya, tapi cukup sering untuk tetap menjaga image yang baik. Mereka memberi uang pada gereja –mungkin tidak sebanyak yang seharusnya, tapi cukup untuk meyakinkan orang lain mereka benar-benar tulus memberikannya pada Kristus. Mereka mungkin menerima tanggung jawab dalam gereja; bagi mereka pekerjaan gereja penting. Tapi dengan sistematik dan dengan ahli mereka menutupi kesalahan, dosa, pergumulan, cobaan, kelemahan, ketegangan, dan konflik, yang bisa menghancurkan image “orang Kristen yang baik” yang ingin mereka tunjukan. Mereka tidak pernah menikmati kehadiran Kristus secara hidup, atau membiarkan Dia mengontrol setiap detil hidup mereka. Dia hanya menjadi Juruselamat hari minggu, tapi mereka mencoba dengan sungguh-sungguh membuat orang lain berpikir Dia nyata bagi mereka.

Mereka mungkin marah-marah disepanjang jalan menuju gereja. Tapi saat mereka turun dari mobil mereka meletakan senyum hari minggu mereka dan menyapa orang lain dengan suara suci hari minggu mereka. Dan anak-anak berpikira, “itu tidak benar. Tuhan tidak benar. Dia tidak membuat perbedaan dalam cara hidup mereka. Ini hanya permainan.” Kemudian mereka melihat ketidakbahagiaan hidup orangtua mereka, rutinitas yang membosankan selama satu minggu –bekerja, makan, membaca, berjalan, nonton TV, pergi tidur, terus menerus, hari demi hari. Dan Yesus Kristus tidak ada bagian didalamnya. Mereka merasa bahwa orangtua mereka bekerja terus menerus karena mereka tidak bisa lain. Mereka mendengar tentang sukacita dan damai serta makna yang Yesus bawa; mereka mungkin mendengar orangtua mereka memberikan kesaksian tentang itu digereja. Tapi mereka lebih tahu. Mereka melihat bagaimana orangtuanya hidup.

Jadi anak-anak sering melakukan salah satu dari ini –mereka membuang semuanya, dan secara terbuka menolak Kekristenan, atau mereka menjadi kosong dan sama seperti orangtua mereka. Sebagian bisa mengenal Kristus dan menjadi nyata! Bersyukur untuk itu. Tapi mereka mungkin minoritas. Sebagian orang berkata, “kenapa gereja tidak berbuat sesuatu mengenai situasi itu? Kenapa gereja tidak menunjukan kepada mereka kalau Kristus itu nyata, kalau dia bisa membuat perbedaan cara orang hidup?” Mungkin kita perlu mengingatkan kalau pastor, pemimpin pemuda, pengajar, dan pekerja gereja adalah ayah dan ibu dirumah kita masing-masing. Gereja kita tidak lebih baik dari rumah kita.

Apa jawabannya? Sebagian mungkin berkata, “ya, saya akan jujur. Saya akan membuang semua kebiasaan baik, dan menjauhi gereja, memamerkan dosa saya kepada semua orang, dan membiarkan orang tahu kalau Tuhan tidak nyata bagi saya.” Saya mengenal orang yang sudah melakukan itu, tapi itu tidak menyelesaikan masalah. Kenyataannya, hanya mempersulit persoalan mereka dan menyebabkan anak mereka lebih memberontak. Setidaknya ada 4 hal yang bisa menolong kita:

1. Mengenal Yesus Kristus dengan baik. Ini membutuhkan waktu mempelajari Firman dan berdoa. Tapi kita harus melakukannya! Kehidupan Kekristenan kita tidak akan lebih dari itu kecuali Yesus Kristus menjadi teman kita, kecuali tujuan hidup kita adalah mengenal dia secara intim dan baik, seperti Paulus (Phil. 3:10).

2. Biarkan Yesus Kristus membentuk kita sekehendakNya. Maka kita tidak harus berpura-pura lagi atau membuat orang lain mengira kita hebat dalam rohani. Kita akan menjadi anak Tuhan yang murni rendah hati. Kita harus mulai dengan menyerahkan diri kita kepada Yesus Kristus, kemudian bergantung padanya setiap saat untuk menolong kita menjadi sesuai kehendaknya. Tidak ada jalan lain untuk berubah secara signifikan. Kita bisa berbuat apa saja sampai kita bosan dengan kegagalan kita. Tapi saat kita memberikan hidup kita pada Yesus Kristus, dia menolong kita membuat perubahan yang diperlukan.

3. Biarkan Yesus Kristus terlibat dalam setiap detil kehidupan kita. Inilah yang ingin kita ajarkan pada anak kita (lihat bab berikut) tapi kita harus melakukannya lebih dulu. Kristus tertarik akan setiap segi kehidupan kita, dan kita perlu membagi setiap hal dengan dia. Dia ingin kita mengetahui kehadirannya setiap saat, mencari hikmatnya dalam setiap keputusan, bicara padanya tentang setiap hal, dan membuat dia menjadi bagian dalam setiap percakapan anda. Hasilnya merupakan jawaban doa dan kenyataan bimbingan Tuhan sehingga kita bisa memperlihatkan pada anak kita bertapa luarbiasa Tuhan itu.

4. Jujur terhadap kesalahan kita. Kita memiliki nature dosa, dan ada saat dimana itu mengontrol hidup kita. Kita mungkin kehilangan kesabaran terhadap anak kita atau menjadi aneh dan pemarah bagi mereka. Jangan takut mengakuinya. Jika kita bertindak egois, tidak seperti Kristus, maka kita berhutang maaf pada mereka. Perintah untuk mengakui kesalahan kita pada sesama didalamnya juga anak-anak kita (James 5:16). Sebagian orang protes, “tapi itu akan menghancurkan kepercayaan mereka terhadap saya.” Tidak itu tidak akan terjadi. Mereka sudah tahu kita berdosa. Menolak mengakuinya merupakan hal yang menghancurkan kepercayaan itu. Mengakui kesalahan kita akan membangun kepercayaan dan rasa hormat serta mendekatkan kita dengan mereka.

Saya ingat pernah memarahi salah satu anak laki-laki saya karena hal yang diperbuatnya, kemudian menyadari kalau saya sudah berlebihan. Saat saya mengatakan padanya saya sudah salah, dia meletakan tangannya dibahu saya dan berkata, “tidak apa-apa. Tidak ada yang sempurna.” Saya sudah tahu itu, tapi pengalaman itu mendatangkan kedekatan. Hal itu terjadi tidak hanya sekali tapi lebih sedikit dari sebelumnya.

Mengakui kesalahan kita juga mendorong anak kita untuk jujur terhadap hal itu, daripada berpura-pura. Dan bukankah ini yang kita doakan dan usahakan? Biarlah Tuhan menolong kita membuka hati kita dihadapannya, kemudian dengan jujura dan terbuka mengakui kesalahan kita pada sesama. Itu akan membuka komunikasi dengan anak kita dan membangun ikatan yang kuat sehingga setan tidak bisa menghancurkannya.

Salah satu peringatan yang harus dinyatakan sebelum menyelesaikan pembahasan ini. Teladan orangtua yang buruk bukan satu-satunya alasan anak menjadi tersesat. Ada banyak factor lain, setidaknya kekerasan hati anak. Kita perlu hati-hati menyalahkan orangtua karena anak mereka yang memberontak. Daripada kita menghindari mereka dan mengkritik, mereka perlu persahabatan kita yang penuh kasih, dukungan simpatik, dan berdoa dengan setia.

Related Topics: Christian Home

5. Pedoman Utama

Tujuan kita sebagai orangtua Kristen adalah menghasilkan manusia yang dewasa rohani, siap melayani Tuhan kemanapun Tuhan arahkan. Kita mengusahakan tujuan itu dengan mengasihi anak kita seperti Tuhan mengasihi kita melalui teladan seperti Kristus untuk diikuti mereka. Tapi kita baru mulai. Langkah berikut lebih penting, dan dinyatakan melalui perintah bagi Timotius: “Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim. 3:14-17, NIV).

Pernyataan terakhir menggambarkan manusia yang ingin kita hasilkan –seorang manusia berTuhan yang diperlengkapi untuk setiap pekerjaan baik. Bagaimana seorang anak bisa dibentuk seperti itu? Menurut bagian ini, itu dibangun dari Firman Tuhan kedalam hidupnya dari sejak kecil. Jika kita ingin anak kita menjadi seperti Tuhan ingin, kita harus mengajarkan mereka Alkitab. Bapa kita disurga mendorong anaknya untuk mendengar Firmannya (1 Pet. 2:2). Dan orangtua yang mengenalnya akan melakukan hal yang sama kepada anak mereka.

Kita mengalami penghilangan Alkitab dari sekolah umum, tapi Tuhan tidak pernah memberikan sekolah umum system yang bertanggung jawab mengisi Firmannya kedalam hati dan hidup anak kita. Dia memberikan itu pada kita, orangtua mereka. Prinsip itu dibentuk diawal hubungan Tuhan dengan Israel dan tidak pernah digantikan. “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Deut. 6:4-7, TLB).

Sayangnya, Alkitab tidak dibuka sampai hari minggu disebagian besar keluarga Kristen. Orangtua telah memutuskan untuk membiarkan sekolah minggu dan gereja yang membuat Alkitab menjadi bagian penting dalam hidup anak mereka. Tapi sekolah minggu dan gereja hanya menemui anak-anak 2 atau 3 jam dari 168 jam seminggu. Bahkan jika guru kita merupakan orang yang paling ahli dimuka bumi dalam menghubungkan prinsip Firman Tuhan kedalam hidup anak kita, waktu yang ada tidak bisa dibandingkan dengan waktu dimana pengaruh lain membentuk hidup mereka. Jika kita ingin anak kita dewasa secara rohani dan diperlengkapi penuh untuk melayani Yesus Kristus, kita perlu menambah pengajaran Alkitab didalam rumah. Walau sebagian mungkin menghindari tanggung jawab ini dengan berkeras mereka tidak dibawah hukum, PB menasihati para bapak untuk membesarkan anak mereka dalam perintah Tuhan menunjukan prinsip itu tidak pernah diganti (Eph. 6:4).

Sepertinya orangtua memperhatikan hampir semuanya keculai hal paling penting dalam mendidik anak. Mereka memberikan uang yang banyak untuk memberi mereka pakaian yang bagus; mereka tidak ingin anak mereka berbeda dari anak lainnya. Mereka mencoba menyediakan makanan terbaik dan tempat tinggal, dan sebagian besar dari kita memiliki lebih dari kebutuhan. Tidak ada biaya yang terlalu besar untuk mengkoreksi cacat fisik –gigi yang rusak, kulit yang berminyak, atau bisul. Mereka berusaha keras mendapatkan pendidikan secular yang terbaik. Tapi mereka mengabaikan satu hal yang bisa membuat anak mereka menjadi umat Tuhan, yaitu mengalami pengenalan FirmanNya. Tidak heran banyak orang muda Kristen kurang tertarik dalam hal rohani dan kurang kekuatan untuk menolak godaan dimasa ini. BIsa dimengerti bahwa sangat sedikit yang masuk keladang Tuhan dan sebagian telah keluar sama sekali.

Kenapa kita sangat tidak peduli tentang hal ini? Suatu petunjuk mungkin bisa ditemukan dalam bagian utama PL. “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan.” (Deut. 6:6). Firman harus mendapat tempat utama dalam hati dan pikiran kita sebelum kita memberikannya pada anak kita. Kita tidak bisa mengajar mereka apa yang tidak kita miliki, apa yang tidak kita buat menjadi bagian dari pengalaman kita. Kita tidak bisa menunjukan mereka bagaimana Firman berhubungan dengan masalah, keputusan, motif, tujuan dan prilaku mereka jika kita tidak pernah belajar menghubungkan itu dengan diri kita. Tetapkanlah teladan sekarang sebelum anak kita memulainya dengan hubungan kita dengan Tuhan dan Firmannya.

Seberapa penting Yesus Kristus dalam kehidupan anda sehari-hari? Berapa setia anda menjalankan prinsip Firman dalam kehidupan sehari-hari? Kita harus menjalankan Firman itu, menjadi bagian dalam pikiran dan mengatur gaya hidup kita. Kemudian kita baru layak maju ayat selanjutnya dan mengajarkan itu pada anak kita. Pertanyaannya, “apakah anda sudah siap untuk melanjutkannya?” Memutuskan untuk membuat Alkitab menjadi pembimbing utama dalam hidup anda. Tanyakan Tuhan untuk memberikan anda rasa lapar akan FirmanNya sehingga itu menjauhkan anda dari hal yang kurang penting yang tidak memberi dampak bernilai bagi hidup anda. Kemudian anda siap menjadikan Firman menjadi bagian penting dalam hidup anak anda.

Kemudian dimana kita akan mulai? Satu Firman penting tentang memberikan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan membicarakan kebenaran itu. Kita sering menyebutnya ibadah keluarga. Ini seperti dalam Deuteronomy 6:7: “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu . . .” (TLB). Kita bisa membayangkan keluarga Yahudi duduk bersama dirumah, membagikan pengajaran yang sudah Tuhan nyatakan pada mereka melalui Musa, mengulangi kesetiaan Tuhan pada mereka selama ini dan saling mengingatkan akan tanggung jawab masing-masing padaNya.

“Oh, tapi kita tidak memiliki itu dirumah kami.” Satu survey menunjukan kenyataan bahwa kurang dari 15 persen keluarga Kristen injili secara teratur mengadakan ibadah keluarga. Mungkin anda bagian dari 85 persen yang mengabaikannya dan alasanmu adalah kurangnya waktu. Itu alasan yang paling popular. Tapi sebagian besar kita memiliki waktu untuk melakukan apa yang kita inginkan. Apa yang perlu kita lakukan adalah memasukan ibadah keluarga didaftar prioritas teratas. Mungkin alasan anda menjadi sulit mengumpulkan seluruh anggota keluarga disaat dan tempat yang sama. Sebagian keluarga, keluar disaat yang berlainan pada pagi hari, jadi setiap orang mengambil makan pagi mereka masing-masing dan pergi. Setiap orang berlari kearah yang berlawanan setelah makan malam. Johnny punya pertandingan, , Betty memiliki band, Ayah ada pertemuan dewan, dan mama pergi kelingkaran misionaris. Tidak ada waktu untuk setiap orang berkumpul bersama.

Jika itu masalahnya, mungkin sudah saatnya mengevaluasi ulang cara hidup anda. Sangat mungkin bagi setiap anggota keluarga menjadi terlalu sibuk untuk kepentingan mereka sendiri. Tidak ada hari dimana ibadah keluarga tidak terganggu oleh kegiatan lain. Tidak ada perasaan bersalah mengenai itu. Dan waktu untuk melakukannya berbeda disetiap keluarga. Sebagian mampu berkumpul saat makan pagi. Bagi yang lain, setelah makan malam. Waktu tidur mungkin satu-satunya kesempatan bagi beberapa keluarga. Maksudnya, temukan waktu yang paling baik.

Mungkin sebagian orang belum pernah mencoba ibadah keluarga karena mereka tidak tahu melakukan apa. Mungkin kita bisa menawarkan beberapa usulan. Semua elemen ini tidak harus dilakukan bersamaan setiap berkumpul, tapi ada beberapa hal yang harus dilakukan:

1. Membaca Alkitab. Ingat agar itu dimengerti oleh anak-anak. Tidak ada yang ajaib dalam mendengar perkataan dalam Alkitab jika itu tidak dimengerti. Gunakan terjemahan modern. Baca bagian Alkitab yang paling menolong kehidupan sehari-hari anda. Walau semua hal dalam Alkitab diinspirasi Tuhan dan bermanfaat, ada bagian yang lebih cocok bagi kehidupan hari itu. Sebagai contoh 1 Chronicles 1-11, tidak cocok untuk ibadah keluarga.

Sangat menolong untuk mengingat suatu ayat penting setiap minggu, atau mengingat suatu bagian Alkitab dalam suatu jangka waktu. Pastikan untuk menjelaskan makna bagian itu dan aplikasikan itu pada anggota keluarga. Bahas bagaimana itu berhubungan dengan hidup anda dan perubahan apa yang perlu dibuat sebagai hasil mendengar Firman Tuhan. Itu akan mendorong anggota keluarga lain untuk melakukan hal yang sama. Sebagian keluarga membaca bagian Alkitab yang berupa cerita untuk memberikan fakta dalam pikiran anak-anak. Ini semua mungkin membutuhkan persiapan, Walau sebagian orang takut melakukannya, dan tidak ada harga yang terlalu besar melihat anak kita bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Tuhan melalui FirmanNya.

2. Doa. Buatlah doa menjadi suatu yang berarti bagi anak anda. Tidak perlu doa yang panjang, terutama saat itu ada anak kecil. Bicara pada Tuhan seperti kepada teman yang tertarik terhadapa hal yang terjadi dalam keluarga. Bicara padanya tentang masalah yang anak hadapi, misionaris yang mereka ketahui, keluarga mereka, pastor, guru, dan teman-teman, terutama teman yang perlu mengenal Tuhan. Dan pastikan membahas doa itu kemudian saat itu sudah dijawab, bagaimana cara Tuhan menjawab doa itu.

3. Literatur lain. Keragaman merupakan kunci untuk membentuk ibadah keluarga yang menarik dan memikat. Anda bisa menggunakan Alkitab dalam bentuk cerita, buku pengajaran Alkitab untuk anak kecil, atau buku cerita yang menggunakan situasi hidup modern untuk mengajarkan kebenaran Alkitab dan aplikasinya. Toko buku Kristen setempat memiliki banyak pilihan untuk itu. Anda bisa memberikan satu hari seminggu untuk memberikan cerita Kristen atau biografi seorang misionaris. Bacakan surat misionaris secara teratur untuk mengenalkan anak dengan kebutuhan dunia. Dihari minggu anda bisa membahas aplikasi kotbah pendeta bagi hidup anda. Ada hari-hari dimana anda gunakan seluruhnya untuk membagikan pentingnya suatu artikel majalah atau suratkabar dari sudut pandang Alkitab. Buat itu beragam dan anak anda selalu menantikan itu.

4. Musik. Sebagian keluarga suka bernyanyi bersama. Itu mungkin suatu bencana bagi yang lain. Tapi jika anda tidak bisa melakukannya, nyanyikan beberapa hymne terkenal dari gereja atau padukan dengan pesan Alkitab sehingga menjadi ibadah yang berarti. Musik memiliki cara menjelaskan suatu pesan bagi jiwa, jadi pastikan pesan itu bermakna Alkitabiah. Bahkan jika anda kurang bisa menyanyikan itu, anda bisa memenuhi rumah anda dengan musik Kristen yang baik, menciptakan lingkungan rohani dan memasukan kebenaran kekal dalam hati anak anda.

Sebagai tambahan bagi 4 elemen ibadah keluarga ini, ada beberapa usulan untuk memastikan ibadah keluarga dinikmati daripada menyakitkan. Tapi usahakan tetap santai dan informal. Hindari suasana kaku yang ditakuti anak-anak. Jika menyenangkan, anak anda akan melihat itu sebagai hal yang menyenangkan dalam hidup mereka dirumah. Jika menjemukan, itu bisa menghancurkan perjalanan mereka dengan Tuhan. Saya mengkonseling Stan dan Sally tentang masalah pernikahan mereka dan saya merasa ini disebabkan karena masalah rohani. Setelah beberapa pertanyaan muncul pernyataan mengejutkan dari Stan. “Ya, kami memiliki ibadah keluarga dirumah kami. Ayah saya mengambil Alkitab, menyuruh setiap orang diam, kemudian masuk kebeberapa pasal sebelum dia bertengkar kembali dengan ibu. Saya membenci setiap menit disaat itu.” Ibadah keluarga harus “diinginkan” bukan “disuruh” Lebih baik mendapatkan pengalaman yang mengasikan satu kali seminggu daripada pengalaman membosankan setiap hari.

Bersenang-senang tidak berarti tidak sungguh-sungguh. Jaga agar tetap relevan. Itu saat bicara tentang hal rohani, dan hal yang lain dari itu tidak dimasukan. Kadang anak mengembangkan kemampuan menyabotase ibadah keluarga. Jika mereka tidak ingin melakukan itu, mereka bisa menjadi pusing dan tidak sungguh-sungguh sehingga menghancurkan semuanya. Ketegasan diperlukan saat itu.

Khususnya untuk kebaikan anggota muda, jaga agar tetap singkat –tidak terburu-buru, tapi direncanakan untuk pendek. Lima sampai 10 menit cukup kecuali ada hal dimana anak tertarik dan ingin ikut terus. Itu cukup sering terjadi dirumah kami, dan itu suatu berkat. Anak laki-laki tertua saya berkata “diskusi keluarga Strauss yang terkenal” merupakan hal yang paling diingat saat kecil.

Jika ada perbedaan usia yang lebar antar anak dalam keluarga, mungkin lebih baik membuat penekanan berbeda bagi setiap usia anak disetiap harinya. Mengenai kepemimpinan, pola Alkitab menunjukan kalau tanggung jawab berada pada ayah (Eph. 6:4). Jika dia seorang yang tidak percaya yang menolak untuk memimpin, ibu harus melakukannya. Tapi dalam kasus apapun, itu harus dimulai sekarang. Setiap keluarga Kristen perlu berkumpul bersama membahas Firman.

Sepuluh menit ibadah keluarga tidak bisa menjadi perpanjangan pendidikan keluarga tentang Firman. Kita perlu menggunakan setiap kesempatan untuk menunjukan kepada anak kita bagaimana hubungan Firman dalam hidup mereka, “apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Deut. 6:7, TLB). Yesus Kristus tertarik akan setiap detil hidup kita dan Firmannya berdampak disetiap segi kehidupan kita. Kita perlu membiarkan dia terlibat disetiap bagian kehidupan keluarga kita. Membawa masalah terkecil kepada dia dalam doa bersama keluarga, kapanpun, dimanapun, hal kecil seperti kehilangan pisau atau hasil yang rendah dalam kuis. Berterima kasih padanya untuk jawaban, apapun itu. Akui kebaikannya bersama selama waktu bermain keluarga. Cari hikmat dan anugrahnya saat krisis keluarga. Hubungkan Firman Tuhan dengan pengalaman yang dialami anak, situasi yang ada, program televise yang dilihat, kejadian dikomunitas dan berita yang sering mereka dengar. Buat Tuhan menjadi percakapan umum dalam rumah anda. Berikan anak anda buku bacaan Kristen yang baik dan musik yang baik untuk didengar. Rangkaikan Tuhan dan Firmannya kedalam hidup mereka.

Sebagian mungkin bertanya pada umur berapa anak mulai pendidikan Alkitab intensif. Nabi Yesaya bisa menjawab pertanyaan itu. “Kepada siapakah dia ini mau mengajarkan pengetahuannya dan kepada siapakah ia mau menjelaskan nubuat-nubuatnya? Seolah-olah kepada anak yang baru disapih, dan yang baru cerai susu! Sebab harus ini harus itu, mesti begini mesti begitu, tambah ini, tambah itu!” (Isa. 28:9, 10, KJV). Bukankah itu terlalu awal? Timotius belajar Alkitab dari kandungan. Tuhan ingin kita membuat Firmannya menjadi bagian hidup anak kita sejak dari awal kesadaran mereka. Kebenaran yang sederhana didahulukan; kemudian saat pikiran mereka dewasa, pengajaran yang lebih sulit menyusul. Pengajaran demi pengajaran, baris demi baris, sedikit demi sedikit, pikiran Tuhan dibukakan dihadapan mereka.

Apa hasil dari mengajarkan Alkitab pada anak kita? Salah satunya, mereka akan percaya Tuhan Yesus Kristus sebagai juruselamat mereka secara pribadi. Alkitab cara terbaik membawanya kepada keselamatan (2 Tim. 3:15). “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal” (1 Pet. 1:23, NIV). Roh Tuhan menggunakan Firman Tuhan untuk menciptakan rasa bersalah karena dosa dan kebutuhan untuk mempercayakan itu pada kematian Yesus Kristus. Kebenaran itu membawa kepada keselamatan (Acts 16:31).

Ada 2 ekstrem untuk menghindarinya saat itu sampai pada keselamatan anak kita. Salah satu bahaya adalah hanya sedikit bicara atau tidak sama sekali kepada mereka tentang Kristus sebagai Juruselamat mereka. Sebagian orangtua Kristen memiliki pemikiran kalau anak mereka diselamatkan karena mereka. Karena mereka adalah anak Tuhan, mereka pikir anak mereka secara otomatis menjadi cucu Tuhan. Jadi mereka mengabaikan pengajaran kenyataan dosa, dan kebutuhan untuk secara pribadi percaya pada Kristus. Sebagai hasilnya, anak bertumbuh tanpa diperhadapkan dengan kebutuhan keputusan pribadi itu. Mereka mungkin hidup dan mati tanpa Kristus hanya karena orangtua mereka berpikir mereka sudah Kristen. Orangtua lainnya menghindari hal itu karena mereka tidak ingin memaksakan apapun pada anak mereka. “Kami ingin mereka memutuskan sendiri,” tegas mereka. Itu kedengaran sangat mulia, tapi yang dipertaruhkan adalah surga atau neraka. Anak harus membuat keputusan mereka sendir, tapi kita harus membimbing mereka dengan Firman.

Ada ekstrim kedua yang harus diwaspadai, yaitu memaksa anak untuk mengambil suatu tindakan seperti mengundang Yesus dalam hatinya sebelum dia mengerti masalah dosa sebenarnya dan kematian Kristus yang menggantikan dia. Anak mudah berespin pada tawaran menarik. Anak mana yang tidak mau Kristus dalam hidupnya? Anak mana yang tidak ingin menghindari neraka dan masuk surga? Sekali lagi, seorang anak bisa mengambil keputusan untuk mendapat persetujuan dari orangtuanya, atau untuk mendapat hadiah seperti Alkitab, atau hanya karena teman mereka melakukannya. Keselamatan sejati datang melalui karya Roh Kudus, dan itu tidak selalu bersamaan dengan tawaran menarik atau peringatan menakutkan orangtua yang salah bimbing.

Itu tidak berarti seorang anak yang masih sangat kecil tidak bisa selamat. Saya tidak mau membatasi Roh Kudus, dan sebagian anak mampu menangkap hal itu lama sebelum yang lainnya. Saya mengenal anak yang percaya Kristus sebagai Juruselamat pada usia 3 tahun dan perubahan hidup mereka menunjukan kalau itu benar. Hal penting adalah anak mengerti keseriusan dosanya dan ketidakmampuan menyelamatkan dirinya sendiri, kemudian meletakan kepercayaannya dalam pengorbanan Kristus yang menuntaskan semuanya. Ajarkan dia Firman Tuhan sedikit demi sedikit akan membawa pada pengertian itu. Saat Roh Kudus menyelesaikan karyanya melalui Firman, kita akan mengetahui itu melalui respon anak yang terbuka dan spontan dan komitmen sepenuh hati kepada Juruselamatnya. Kemudian dia akan dilahirkan kembali dan hidupnya akan berubah. Kadang anak muda yang membuat keputusan diawal hidup mereka mulai meragukan keselamatan dan ingin diyakinkan. Dorong mereka untuk tenang dan sebutkan kepastian Alkitab tentang hal itu (e.g. 1 John 5:11-13). Di beberapa kasus pengalaman mereka harus diteguhkan kembali.

Keselamatan hanya permulaan. Setelah anak dilahirkan kembali, kita bisa mengharapkan buah dalam hidup mereka seperti orang percaya lain (2 Cor. 5:17). Jadi kita terus mengajarkan mereka Firman untuk menolong mereka bertumbuh menjadi orang Kristen yang produktif. “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1 Pet. 2:2, NASB). Itulah cara Tuhan membawa orang percaya kepada kedewasaan dan kekuatan. Dengan setia membangun Firman Tuhan kedalam hidup anak kita bisa menolong menyelesaikan beberapa masalah disiplin dalam sekolah minggu. Itu bisa mengurangi pemberontakan diantara orang muda kita. Itu bisa menghalangi perkawinan yang hancur diantara orang Kristen. Itu bisa menghilangkan kekurangan seseorang dalam pelayanan injil. Dan itu bisa memeriksa kerusakan diantara pelayan penuh waktu.

Baru-baru ini saya bicara dengan 2 pemimpin pergerakan pemuda. Mereka berbagi cerita tragis tentang keluarnya staff mereka. Dalam kebanyakan kasus pekerja muda ini tidak memiliki pendidikan Firman saat kecil, dan sebagai hasilnya mereka tidak mampu mengatasi halangan iblis dalam jalan mereka. Tuhan bisa merubah seseorang dan mentransform dia menjadi pelayan Kristus yang berguna kapanpun dalam hidupnya. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan pengajaran Alkitab secara teratur sejak kecil. Itu membangun umat Tuhan yang kuat dan stabil yang membawa sukacita bagi hati kita.

Related Topics: Christian Home

6. Pagar Sepanjang Jalan

Suatu kenyataan yang muncul saat kita ingin mengikuti teladan Tuhan sebagai orangtua –kita memiliki nature dosa yang tidak Tuhan miliki. Walau kita ingin mengasihi anak kita seperti kasih Tuhan, membuat teladan seperti yang Tuhan lakukan, dan dengan sabar menanamkan Firmannya kedalam hidup mereka seperti keinginanNya, mereka tetap melakukan hal yang mengganggu kita dan kita sering berespon secara kedagingan.

Saat mereka tidak hati-hati atau tidak teratur, kita bereaksi dalam kemarahan karena kerja tambahan yang mereka berikan pada kita. Apakah itu sepatu yang kotor, susu yang tumpah, atau ratusan gangguan lainnya, setiap orangtua pernah merasakan pengalaman marah besar terhadap anak mereka. Saat mereka tidak hormat dan tidak taat, kita sering membalas dengan kemarahan besar karena otoritas dan harga diri kita terancam. Saat mereka berlaku tidak pantas dihadapan teman kita, kita memarahi mereka dengan geram karena reputasi kita dipertaruhkan. Kita tahu tindakan kita tidak kasih dan egois, menghancurkan bagi anak kita, dan mematikan kehangatan dan situasi bahagia yang ingin kita pertahankan dalam rumah. Tapi kita tidak bisa menolong diri kita.

Kita mungkin secara tidak sadar mencoba membuktikan kasih kita dengan mengganti tindakan kita yang tidak kasih. Sebagian orangutan menjadi terlalu memanjakan. Mereka memberikan semua yang diinginkan anaknya. Dia menjadi malas, tidak bertanggung jawab, dan tidak berterima kasih, menunjukan sikap yang aneh sepertinya dunia berhutang segalanya sedang dia tidak bertanggung jawab pada siapapun. Itu jelas bukan kasih.

Orangtua yang lain menjadi terlalu protektif. Mereka menutupi anak mereka dari setiap masalah dan kesulitan hidup. Mereka bahkan mencoba melindungi dia dari akibat tindakannya yang tidak bertanggung jawab dengan menolak mempertimbangkan apa yang guru dan temannya katakan tentang dia, atau dengan membelanya saat dia melakukan kesalahan dan mencoba mengeluarkannya dengan mudah. Prilaku anak mereka merupakan cermin menyedihkan dari diri mereka, mereka sulit menghadapi kesalahan anak mereka. Terlalu protektif merupakan imitasi kejam dari kasih sehingga anak menjadi sangat kurang dipersiapkan untuk menghadapi realitas hidup.

Orangtua lainnya menjadi terlalu longgar, membiarkan anak mereka melakukan hampir semua yang dia inginkan bahkan jika itu melanggar hak orang lain. Jadi dia menjadi tidak disiplin, tidak ada pengertian, dan suka bermusuhan, membuat hidup orang lain yang pernah bersama dia jadi tidak menyenangkan. Terlalu longgar bukan kasih. Kenyataannya, hal itu berlawanan dengan kasih yang kita lihat dari Firman Tuhan.

Walau kasih Tuhan bagi kita tidak terbatas (Eph. 3:17-19), itu membatasi tindakan kita. Setelah mengajarkan kita bahwa kasih kita pada Tuhan tumbuh dari kasihNya pada kita, Rasul Yohanes menulis, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat” (1 John 5:3, KJV). Hubungan kasih antara Bapa dan kita membuatnya menetapkan batas tindakan kita. Dia tahu yang terbaik bagi kita, dan dalam kasih setianya dia menuntut kita untuk taat..

Jika ini cara Tuhan memperlakukan anakNya, maka kita harus mengikuti teladannya. Kasih kita pada anak tidak mengijinkan mereka bebas seluruhnya. Kasih menetapkan batasan. Batasan ini menjadi maksud utama dalam Proverbs 22:6, salah satu ayat terkenal dalam Alkitab tentang memelihara anak: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (KJV).

Banyak hal telah ditulis tentang ayat ini dan tidak semua penafsir setuju akan artinya. Walau kata kerjanya diterjemahkan “melatih” itu sering diartikan “dedikasi” dalam PL, makna utama dan secara literalnya “memaksakan, membuat sempit.” Dengan kata lain, Tuhan menyuruh kita untuk menyempitkan anak kita, batasi mereka dijalan yang dia ingin mereka tempuh. Anak tidak selalu tahu arah yang benar, jadi kita membuat pagar pembatas –tebal, tinggi dikedua sisi jalur –yang membatasi mereka, membuat mereka tetap di jalan yang benar. Jika kita melakukan ini dengan benar diawal hidup mereka, mereka akan bertumbuh dengan menyesuaikan diri dengan itu, menjadi orang dewasa yang punya disiplin diri. Saat kami tinggal di Fort Worth, Texas, kami mengunjungi taman botani disana ada maze dengan pembatas yang tebal. Jika kami tetap diantara pembatas kami selalu keluar ditempat yang tepat. Demikian juga, Tuhan ingin kita membatasi anak kita sehingga mereka menjadi benar.

“menurut jalan yang patut baginya” secara literal berarti “upon the mouth of his way.” Itu menunjukan gambaran sekelompok ternak melewati pintu masuk yang sempit. Sebagian berkata itu berarti “sesuai dengan jalannya,” yaitu sesuai dengan kemampuan mental dan emosi anak disetiap tahap perkembangannya, atau konsisten dengan karakteristik uniknya. Walau kalimat itu bisa berarti “sesuai dengan jalannya,” dalam hal ini arti itu membuat setengah ayat berikut menjadi tidak ada artinya. Dari hal spesifik itu, bukankah dia akan pergi saat dewasa? Kita jelas tidak mau dia mendapatkan tingkat kedewasaan emosi dan mental yang rendah atau karakteristik yang tidak baik. Kita ingin dia bertumbuh. Tapi ayat ini berkata bahwa jalan yang kita buat untuknya sejak kecil merupakan jalan yang sama saat dia dewasa. “Jalan yang patut baginya” lebih menunjuk pada keinginan Tuhan akan cara hidupnya. Itu merupakan tanggung jawab kita untuk mengatur prilakunya saat dia masih kecil sehingga dia akan belajar pola kebiasaan disiplin diri dan tunduk pada otoritas. Saat dia tua dia mampu menjaga disiplin diri itu dan menundukan dirinya pada otoritas Tuhan.

Anak kecil tidan mampu mengatur prilaku mereka sendiri dengan tepat. Mereka tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Sebagai contoh, Tommy Toddler tidak tahu apa yang bisa membuat dia merasa sakit atau cedera badan, jadi kita harus memberikan batasan padanya. Kita tidak mengijinkannya meletakan tangan diatas panggangan. Dia mungkin belajar sesuatu tentang guna panggangan dengan cara itu, tapi dia juga bisa melukai tangannya. Jadi kita dengan tegas mendesak dia untuk taat pada kita. Kita mengajar dia, mendidik dia, membuat batasan kepadanya dijalan yang benar, tidak ingin dia keluar dari batasan itu. Kasih kita menjauhkan dia dari kerusakan.

Kasih kita juga menjauhkan dia dari pola belajar yang membawa dia pada ketidakbahagiaan hidup sesudah itu. Sebagai contoh, kita tahu bahwa merengek untuk mendapatkan keinginan sendiri akan membawa kepedihan dalam hubungannya dengan orang lain. Jadi kasih kita tidak memperbolehkan dia melakukan caranya yang egois dalam meminta suatu hal. Bahkan seorang anak kecil yang telah dibesarkan dengan baik mengerti prinsip ini. Seorang gadis kecil membuat ibunya marah disupermarket, berteriak dan menangis, menuntut satu hal ke hal yang lain. Brenda kecil, melihat hal itu dengan sedikit muak dan berkata pada ibunya, “ibu, perempuan itu tidak akan membiarkan anak kecil itu bertindak seperti itu jika dia mengasihinya.”

Jika pendidikan sejak awal sudah tepat, kita bisa memberikan anak kita lebih banyak kebebasan dan mengijinkan mereka untuk membuat lebih banyak keputusan saat mereka lebih dewasa. Tapi kasih tetap membuat batas. Umumnya lebih mudah berkata “ya” keremaja daripada “tidak.” Tapi kasih menuntut beberapa “tidak” dan kasih mau menanggung akibat tidak menyenangkan dari “tidak” itu jika ada kepastian keuntungan jangka panjang dari kata itu..

Dunia secara menjijikan sudah salah mengartikan arti dari kasih dengan ekspresi psikologi anak yang tidak dibatasi. Kasih Tuhan menetapkan batas, dan keuntungan metode ini jelas. Itu cara Tuhan memberikan rasa aman pada anak. Meletakan seorang anak dalam taman berpagar yang familiar dengan beberapa mainan akan memerikan dia rasa aman walau ada mobil ngebut disekitarnya. Tapi meletakan dia sendirian disuatu kota besar dengan kebebasan berkeliling kemanapun dia suka akan mengubah rasa amannya menjadi terror. Anak ingin batasan, walau mereka tidak memahami sepenuhnya perasaan mereka. Natur berdosa mereka menuntut kebebasan melakukan apapun yang mereka mau. Tapi mereka dibingungkan dan terganggu saat mereka terbawa lebih dari yang seharusnya. Anak yang tidak terkontrol jarang bahagia. Mereka merasa tidak dikasihi dan tidak nyaman.

Remaja tidak jauh berbeda dalam hal ini. Kebanyakan dari mereka mengeluh tentang pembatasan yang dibuat, tapi sebagian remaja pemberontak yang sudah melakukannya mengakui, “saya harap orangtua saya cukup perhatian kepada saya dan membuat beberapa aturan dan tetap menjalankannya.” Anak lain yang melarikan diri dan menikah untuk menghindari pembatasan orangtua mereka berharap adanya wasa keamanan dalam rumah. Orang muda sering tidak taat untuk menguji kasih orangtua mereka, untuk melihat apakah orangtua mereka cukup memperhatikan mereka dengan pembatasan. Bahkan disaat pemberontakan, mereka tidak bisa mengerti kenapa orangtuanya membiarkan mereka bertindak seperti itu jika orangtua benar-benar mengasihi mereka.

Keuntungan lain dari cara Tuhan tentang otoritas. Tuhan ingin orang Kristen tunduk pada otoritas pemerintah (Rom. 13:1). Tapi ketaatan dipelajari dalam rumah melalui tunduk pada otoritas orangtua. Seorang anak yang berlaku sesukanya dirumah akan menghadapi suatu dunia yang tidak mengijinkan mereka bertindak sesuka mereka, ada hukum yang membatasi prilakunya untuk menjaga hak oranglain. Jika dia berkeras melakukan sesuka dia, dia akan membuat dirinya sengsara. Sebagian besar mereka yang secara terbuka memberontak terhadap otoritas pemerintah tidak pernah diajar untuk taat dirumah.

Lebih penting lagi, Tuhan ingin kita tunduk pada otoritasNya (James 4:7). Salah satu alasan banyak orangmuda menolak Firman Tuhan dan kehendak Tuhan dalam hidup mereka adalah mereka tidak pernah diajar taat pada perkataan dan kehendak orangtua mereka. Ketaatan pada orangtua merupakan ketaatan pada Tuhan. “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian” (Eph. 6:1, TLB).

Meletakan batasan memiliki dampak menguntungkan. Itu menghilangkan beban berat baik pada orangtua dan anak. Sebagian anak-anak bingung karena mereka tidak tahu apa yang diharapkan pada mereka. Prilaku tertentu diterima hari ini tapi kemudian dihari berikut membuat orangtua marah, dan anak tidak tahu bagaimana caranya. Itu akan menjadi kelegaan bagi mereka untuk mengetahui ada aturan tertentu yang harus ditaati. Saya bertanya sekitar 35 mahasiswa untuk mengetahui pemikiran mereka tentang pendidikan saat kecil. Seorang muda berkata, “Saya tahu dimana batasan diletakan dan orangtua saya menetapkan itu. Saat saya melanggarnya, saya tahu apa yang akan terjadi. Dan itu membuat saya tahu kalau mereka peduli.”

Saya menemukan kalau orangtua sering bertindak berlebihan pada prilaku anak mereka karena mereka sendiri tidak pasti apakah akan mengijinkan prilaku itu atau tidak. Seorang ibu yang kejam berkata, “saya tidak tahu apakah akan membiarkan Kenny melompat-lompat ditempat tidur atau tidak.” Ketidakpastiannya membuat dia makin tajam dan berubah-ubah, dan membuat rumahnya bergolak terus. Membuat keputusan yang pasti akan menghilangkan ketegangan itu. Cara Tuhan selalu terbaik. Jika batasan tidak jelas dalam rumah anda, sudah saatnya membuatnya.

Tapi saat anda membuatnya, ada beberapa hal yang perlu diingat. Pertama, usahakan aturan itu seminim mungkin dan masuk akal. Sebagian orangtua membuat aturan seperti membuat undang-undang. “Baik bagi mereka mengetahui tanda-tandanya,” kata mereka. “Mereka perlu tahu siapa bosnya disini.” Prilaku seperti itu tidak mengajar anak untuk tunduk; itu mengakibatkan pemberontakan. Itu sering ditemukan dalam orangtua yang tidak nyaman yang membutuhkan dorongan bagi ego mereka sendiri. Apakah anda memperhatikan betapa baiknya Tuhan memperlakukan kita? Rasul Yohanes sudah mengajarkan kita bahwa mengasihi Tuhan berarti taat pada perintahnya. Tapi kemudian dia menambahkan, “Perintah-perintah-Nya itu tidak berat” (1 John 5:3b, NIV). Tuhan Yesus sendiri berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matt. 11:28-30, TLB).

Kehidupan Kristen tidak menjemukan. Itu tidak dibuat untuk memberatkan kita dan mematahkan semangat kita dengan aturan yang tidak perlu. Itu suatu kuk yang pas, disesuaikan dengan kebutuhan kita. Dan apapun bebannya diterangi melalui kesadaran kasih Tuhan atas kita. Kita perlu mengikuti teladannya. Rasul Paulus mengetahui kalau para bapa memerlukan nasihat ini. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu . . . .” (Eph. 6:4, NIV). “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Col. 3:21, NIV). Firman Tuhan tidak memberikan tempat bagi dictator yang sering disalah artikan oleh para ayah dengan kepemimpinan. Mereka bingung kenapa anak mereka menjadi pahit dan memberontak saat tuntutan mereka tidak masuk akal dan tidak adil, dan prilaku mereka tidak kasih. Menetapkan batas bukan penyembuh ajaib. Itu harus dilakukan dengan cara yang tepat, seperti Tuhan lakukan.

Itu mungkin ide yang baik untuk mengusahakan hanya beberapa aturan saja, cukup untuk melindungi anak secara fisik dan kerohaniannya, melindungi hak orang lain, dan menjaga kegiatan rumah tetap baik. Itu masuk akal, untuk mengharapkan anak sudah dirumah saat waktu makan malam. Ketidakhadirannya akan membawa ketidaknyamanan setiap anggota keluarga. Masuk akal mengharapkan seorang remaja untuk mengendarai mobil dengan hati-hati. Hidup orang lain dalam bahaya, demikian juga dengan dirinya. Tapi karena banyak hal dimana kehendak anak kita harus sangat hormat pada kita, kita harus menghindari mempermasalahkan hal yang tidak penting. Kita akan berkata “tidak” cukup sering, jadi kenapa memikirkannya dan yakin kalau hal itu cukup penting sebelum membuat penilaian. Itu menghindari kita dari perselisihan yang menghancurkan keindahan rumah. Kita sebagai orangtua sering membuat hal kecil menjadi besar dan membesar-besarkan bahaya. Kita bisa memberikan keleluasaan dalam hal kerapian ruangan mereka, gaya pakaian mereka, dan tempat mereka pergi bersama teman. Terlalu menekan dan terlalu protektif, hanya menyebabkan bahaya lain yang meledak tidak pada tempatnya suatu saat nanti.

Mengusahakan aturan tetap minimum dan tetap masuk akal akan menghilangkan masalah lainnya –tidak mungkin memaksakan aturan yang berlebihan. Aturan yang tidak perlu menghasilkan ketegangan dan pergolakan yang sama dengan kalau tidak ada aturan. Khususnya dengan anak kecil, lebih baik aturannya sedikit, dan saat mereka sudah melakukannya, lanjutkan dengan yang lain.

Kedua, yakinkan kalau anak mengerti aturannya dan kenapa harus ada aturan itu. Inilah cara Tuhan memperlakukan kita. Dalam Firmannya dia menjelaskan tanggung jawab kita padanya. Demikian juga, kita perlu memberitahu anak kita secara spesifik batasan yang ada. Kita tidak bisa berasumsi kalau mereka akan bertindak tepat jika mereka tidak tahu apa yang diharapkan. Saya takut sebagian anak dipukul karena melakukan hal yang mereka tidak tahu kalau mereka salah, dan itu hanya menimbulkan permusuhan.

Ada perbedaan pendapat apakah kita harus menjelaskan kepada anak alasan aturan itu ada. Sebagian berkata anak perlu belajar mempertanyakan mengapa harus taat perintah kita, tanpa atau dengan alasan. Itu benar. Tapi sejalan dengan waktu anak kita menjadi lebih pintar dan dewasa, dan semakin penting bagi mereka untuk tahu alasannya. Saat Tuhan menuntut respon tertentu dari kita terhadap Firmannya, dia biasanya menjelaskan kenapa. Sebagian orang muda Kristen tersesat karena orangtua mereka menuntut ketaatan yang buta dan tidak perlu dipertanyakan terhadap rutinitas dan standar dimana alasannya tidak pernah diberikan. Pertanyaan mereka dibalas dengan permusuhan, “karena saya mengatakan begitu.” Itu umumnya dikatakan untuk menutupi kemalasan dan menghina kepintara remaja. Dan rasa hormat merupakan factor penting untuk menjaga jurang pemisah antar generasi tidak jauh.

Mungkin juga menolong dengan membiarkan seorang anak tertua atau remaja membantu dalam pembuatan aturan keluarga. Itu membuatnya menjadi bagian dari tim daripada orang luar yang selalu disuruh. Dan itu menjadi waktu yang baik untuk membahas alasan aturan itu ada dan akibat kalau melanggarnya. Jika dia membantu menegakan aturan, mengetahui kenapa itu ada, dan apa yang akan terjadi kalau dilanggar, dia akan lebih mau bekerja sama.

Disiplin yang konsisten bukan jalan yang mudah. Semua itu perlu waktu, kesabaran, banyak pemikiran, berjalan dekat dengan Tuhan. Jika kita melihat menjadi orangtua suatu yang mengganggu daripada keistimewaan, kehidupan keluarga kita tidak pernah meningkat. Tapi jika kita mau memberikan waktu dan tenaga yang diperlukan, hasilnya akan sesuai dengan itu. Hai anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita. Jiwaku bersukaria, kalau bibirmu mengatakan yang jujur. .. Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak--yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia(Prov. 23:15, 16, 24, 25, TLB). Pertimbangkan alternatifnya, “Anak yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya” (Prov. 17:25, TLB). Apakah ada kebingungan tentang apa yang seharusnya anda lakukan? Kenapa tidak melakukan hal ini dengan serius dan mulai menetapkan batasan bagi anak anda?

Related Topics: Christian Home

Pages