MENU

Where the world comes to study the Bible

3. Selimut Keamanan Tuhan

Kita sekarang, diperhadapkan dengan tanggungjawab yang sangat besar untuk membentuk anak kita kepada kerohanian yang dinamis, menjadi orang dewasa yang akan membawa kesukaan bagi hati Tuhan dan kita. Bagaimana kita melakukannya? Kita akan mencoba menjawab itu didalam seluruh buku ini, satu hal terpenting dari semua. Ini mungkin mewakili kebutuhan terbesar anak kita, dan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh orangtua. Anak membutuhkan kasih sayang orangtua. Itulah cara Tuhan memperlakukan kita. “sebab Bapa sendiri mengasihi kamu” (John 16:27, TLB). “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita . . .” (1 John 3:1, TLB). Dan itulah cara yang diinginkannya dalam memperlakukan anak kita.

Ada banyak nasihat Alkitab mengenai mengasihi. Sebagai contoh, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.. . . .” (1 John 4:7, TLB). Bersama dengan hal itu ada banyak aplikasi lainnya, ayat itu jelas memasukan kasih orangtua bagi anak-anak. Tapi ada nasihat yang lebih spesifik. Rasul Paulus berkata pada Titus bahwa wanita tua mengajar wanita yang lebih muda untuk mengasihi anak mereka. (Titus 2:4). Dan ayah agar melakukan tanggung jawabnya dalam hal-hal yang Tuhan perintahkan. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Psa. 103:13, KJV). Kata “pitieth” 2 kali diterjemahkan dengan “kasih” dalam King James Version (Psa. 18:1; Daniel 1:9). Itu menunjukan kasih orangtua yang mendalam, kelembutan, belaskasih, dan pengampunan; dan hal itu ditujukan pada bapak. Ibu dan bapak keduanya harus mengasihi anak mereka.

Sebagian orang sekarang mungkin bertanya, “kenapa kita harus diingatkan tentang hal itu? Bukankah alami bagi orangtua mengasihi anak mereka?” Meledaknya bisnis aborsi, menunjukan contoh pembuangan anak, dan suatu jumlah penganiayaan anak yang memprihatinkan menunjukan hal itu. “Itu mungkin kondisi orang duniawi,” ada yang menjawab. “tapi kita orang Kristen. Kita tahu kalau anak kita merupakan karunia dari Tuhan. Mereka bagian dari kita. Mereka hasil dari kasih kita. Kita mengasihi mereka!” Itu benar, tapi apakah mereka mengetahuinya? Apakah mereka benar-benar merasakan kasih kita sepanjang waktu, atau ada waktu ketika mereka memiliki alasan untuk meragukannya?

Mari kita kembali keawal saat saya mencoba menjelaskan maksud saya. Setiap anak memiliki hak untuk dipelihara dalam kasih, diperlakukan dengan kasih selama 9 bulan kehamilan, dan dengan hangat disambut kedunia ini seperti hadiah yang diberikan pada orangtua yang mengasihinya. Para ahli mengatakan bahwa lingkungan yang tidak ada kasih selama kehamilan bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak dikemudian hari. Setelah bayi lahir, lingkungan yang mengasihinya makin penting; dia perlu dipeluk, disayang dan dielus. Sebagian bayi yang tidak diperlakukan seperti ini akhirnya mati. Penyelidikan menunjukan bahwa bayi mungkin bisa mendeteksi kurangnya kasih melalui nada yang kasar atau perlakuan yang tidak baik, banyak mempengaruhi emosi mereka dikemudian hari.

Saat seorang anak bertumbuh dia tetap butuh diyakinkan bahwa dia dikasihi, bukan atas apa yang dia lakukan atau tidak, tapi atas dirinya. Dia perlu diyakinkan dengan perkataan yang lembut dan dengan kedekatan fisik. Dengan itu dia akan mengembangkan pola emosi yang sehat yaitu penerimaan dan keamanan. Tanpa itu, dia menjadi tidak nyaman, kasar, atau neurotic. Sebagian dokter menemukan bahwa kekurangan kasih sayang bisa menghentikan pertumbuhan anak. Sebagian lain menyimpulkan bahwa kurangnya kasih dari orangtua bisa menyebabkan homoseksual, mati rasa, dan kelainan lainnya.

Seorang ayah yang berdedikasi berkata pada saya bahwa anak perempuannya yang berusia 10 tahun telah menjadi dingin dan tidak peduli padanya. Saat dia mengevaluasi keadaan itu dia menyadari bahwa dia memeluk dan membawa adik laki-lakinya yang cacat, tapi menolak dia dengan berkata, “kamus sudah besar. Kamu bisa mengurus diri sendiri.” Saat dia mulai menyatakan kasihnya secara terbuka kepada anak perempuannya, dia menjadi hangat dan suka mendekat pada ayahnya. Itu menjadi kesimpulan kita, baik dari Firman Tuhan maupun dari pengalaman manusia, bahwa seorang anak diberikan hak untuk merasa aman dalam kasih orangtuanya. Itulah cara Tuhan membuat dia menjalani pertumbuhan emosi yang sehat. Itulah selimut keamanan Tuhan bagi anak.

“Tapi nanti anak kita berpikir mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau jika mereka merasa tidak nyaman dalam kasih kita?” Itulah salah satu kebohongan setan. Dia menggunakan hal itu untuk merampok sukacita anak Tuhan dari kasih Bapa mereka, dan dia menggunakan itu untuk merampok kepastian kasih itu dari anak kita. Dalam kedua kasus diatas, kebalikannya juga benar. Hampir semua kekuasaan setuju bahwa penyebab prilaku anti social, pemberontakan, ketidaktaatan, dan masalah disiplin hasil dari kurangnya kasih sayang. Anak-anak yang tahu mereka dikasihi dan diterima, yang tidak takut ditolak atau dibuang oleh orangtua mereka, tidak perlu bertingkah untuk mendapat perhatian atau membangun nilai diri mereka sendiri. Mereka bernilai bagi seseorang dan mereka mengetahui itu. Mereka diterima, dan keyakinan itu membawa kepuasan batin dan rasa aman. Kasih yang mereka rasakan dari orangtua mereka membangkitkan kasih dalam hati mereka, seperti kasih Tuhan membangkitkan kasih kita untuk mengasihi (1 John 4:19). Dan kasih mereka kemudian mendorong mereka untuk mentaati kita seperti kasih kita pada Tuhan mendorong kita untuk mentaatinya (1 John 5:3). Karena mereka dikasihi, mereka ingin taat. Daripada pemberontakan dan ketidaktaatan, kasih mengekang hal itu.

Setelah saya membagikan kebenaran ini dengan beberapa orantua dalam suatu pertemuan, seorang guru TK datang pada saya dan menceritakan tentang anak yang paling sulit yang pernah dia hadapi – egois, bermusuhan, dan kasar terhadap anak lain. Sang guru minta Tuhan agar dia diberi kemampuan untuk mengasihi anak ini dan menolong anak itu merasakan kasih. Dengan perlakuan dan tindakannya yang baru ada perubahan yang terjadi, dan anak itu menjadi seorang murid yang kooperatif dan taat. Konselor kamp menceritakan pada saya tentang anak laki-laki yang sangat kurang kasih sayang, yang berespon sangat indah saat dia merasa seseorang memperhatikan dia dan menunjukannya. Sayangnya, sebagian besar anak seperti itu datang dari keluarga Kristen dan itu membuktikan masalah disiplin dalam gereja yang percaya Alkitab. Mungkin kita harus menyimpulkan bahwa anak-anak dari orangtua yang Kristen tidak selalu merasakan kasih Tuhan. Dan jika itu masalahnya, mungkin kita harus menyelidiki suatu cara untuk mengkomunikasikan kasih kita sehingga anak-anak kita menikmati hak penting ini yang diberikan Tuhan.

Bagaimana kita seharusnya menyatakan kasih pada anak kita? Salah satu cara melalui perkataan. Sebagian orangtua, mungkin terhalang oleh kasih yang mereka rasakan dulu, menjadi sulit mengatakan kasih pada anak mereka. Mereka ingin, tapi perkataan itu tidak mau keluar. Memaksakan itu berlawanan dengan kenyataan. Jika itu masalah anda, maukah anda bersyukur pada Tuhan untuk perkataan kasihNya pada anda dalam FirmanNya, dan maukah anda meminta padaNya untuk menolong anda mengatakan pada anak anda bahwa anda mengasihi mereka? Anda mungkin melihat perkembangan dalam prilaku mereka.

Tapi dengan perkataan saja tidak cukup. Perkataan itu harus ditunjang oleh tindakan. Anak-anak sangat peka. Mereka tahu kalau perkataan kita kosong dan tidak berarti. “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 John 3:18, TLB). Dan itu lebih daripada sekedar memberi mereka makan, memakaikan baju, dan membelikan materi pada mereka. Itu merupakan tanggung jawab kita untuk menyediakan kebutuhan materi, tapi mereka bisa merasakan itu saat kita mencoba untuk menggantikan rasa bersalah karena gagal menunjukan kasih kita dengan memberikan mereka hadiah.

Kita perlu mendukung kata-kata kita dengan waktu yang kita berikan pada mereka. Tuhan melakukan itu. Dia selalu bersama dengan kita (Matt. 28:20). Kita benar-benar mengasihi anak kita, tapi betapa kita sering menyatakan hal yang berlawanan dengan berkata “saya tidak punya waktu untuk itu. Pergi dan tinggalkan saya sendiri.” Kita bisa memiliki waktu lebih banyak jika kita mau memberikan mereka perhatian penuh selama beberapa menit sekarang. Itu tidak berarti kita harus meletakan semuanya dan setiap saat melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka bisa diajarkan untuk menunggu saat itu diperlukan. Tapi untuk beberapa anak, perhatian yang mereka minta dan tunggu tidak pernah datang. Jadi mereka semakin kurang mengharapkan hal itu, karena kurangnya waktu yang diberikan orangtua mereka. Setiap kali kita mengabaikan anak kita karena mereka menggangu saat kita ingin melakukan sesuatu, kita menambah satu luka pada jiwa mereka, dan halangan baru dalam pertumbuhan kedewasaan emosi mereka dan penyesuaian diri didunia sekitar mereka.

Itu bukan hanya waktu. Itu suatu waktu yang tepat. Kualitas lebih penting dari kuantitas. Sepuluh menit perhatian penuh terhadap apa yang ingin mereka lakukan lebih bernilai dari 10 jam perhatian yang terpecah karena memarahi, menguliahi, atau mengkritik. Menunjukan ketertarikan pada hal yang mereka suka akan membangun rasa persahabatan dan percaya diri sehingga membuat mereka lebih mudah bicara pada kita dalam 10 tahun pertama yang kritis. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk membangun kepercayaan diri, bahkan saat waktu kita terbatas. Ayah saya seorang pastor yang sibuk. Tapi saat saya 6 tahun dia menggantung foto dirinya didinding tempat saya belajar. Disitu dia menulis dengan huruf besar, “Man to man.” Itu merupakan harta paling berharga bagi saya. Saya ingat saat pergi keruang belajarnya saat dia tidak ada dan hanya melihat-lihat. Itu membuat saya merasa ayah sebagai teman baik saya.

Memberikan waktu untuk anak kelihatannya telah menjadi resiko pelayanan. Ditahun-tahun pelayanan saya ada waktu dimana banyak sekali yang harus dikerjakan sehingga saya merasa bersalah dimalam hari saat bersama keluarga. Tuhan telah menolong saya mengubah prioritas saya selaras dengan rencanNya. Tapi itu juga bisa terjadi pada orang ‘awam’. Kita bisa saja terlibat penuh dalam pekerjaan Tuhan sehingga melupakan tanggung jawab kita terhadap anak kita. Itulah sebabnya seorang Kristen super anaknya punya masalah disiplin paling berat digereja. Kenyataannya mereka sangat disibukan dengan hal rohani sehingga mereka tidak punya waktu untuk dikenal dan dikasihi oleh anak mereka. Investasi terbaik adalah investasi waktu berkualitas dengan anak kita. Tuhan Yesus memberikan teladan indah dalam hal ini. Muridnya mencoba mengusir anak-anak untuk melindungi waktu Tuhannya. Alkitab berkata dia tidak suka dengan prilaku mereka. Dia memanggil anak-anak itu dan memperikan perhatian penuh (Mark 10:13-16).

Rencana rekreasi keluarga akan menolong anda keluar dari jebakan waktu. Dan itu harus direncanakan. Jika anda berharap itu akan terjadi secara spontan, itu tidak pernah terjadi. Ayah harus mengambil waktu libur secara teratur dan merencanakannya untuk keluarga. Keluarga yang berhasil harus direncanakan. Sedikit pemikiran yang kreatif bisa membuka cara-cara bersenang-senang bersama sebagai keluarga.

Untuk permulaan, mainkan beberapa permainan bersama. Kami menghitung sudah 63 kali melakukannya, akumulasi keseluruhannya. Hobi bisa membuat kebersamaan menjadi menarik. Memasak pop corn, membaca buku dengan suara keras, memainkan alat musik, atau bermain dilantai rumah bisa membangun ikatan kasih yang kuat. Dan itu baru permulaan. Memberikan waktu untuk bermain dihalaman belakang seperti Bulu tangkis, ping pong, etc. Pergi keluar untuk olahraga lain agar seluruh keluarga bisa menikmatinya seperti bowling, tennis, mincing, golf, ski, atau bersepeda. Piknik, mendaki, dan lainnya akan memperbanyak acara anda.

Membuat waktu makan menjadi waktu berbagi. “tidak ada keluhan di meja makan” merupakan aturan yang baik untuk diikuti. Belajar tertawa bersama sebagai keluarga, bahkan tertawa pada diri sendiri. Saat anak anda bertumbuh, waktu-waktu itu akan menjadi ingatan dasar mereka tentang keluarga. Belum lama ini saya bicara dengan teman saya seorang misionaris yang memiliki 8 bersaudara, hanya satu yang tidak bekerja diladang Tuhan, dan yang satu itu masih sekolah saat ini. Saya bertanya apa yang dilakukan orangtuanya sehingga sangat mempengaruhi hidup mereka. “Satu hal yang menempel dalam pikiran saya adalah waktu kita bersama,” katanya. “Mama kadang-kadang menolak pekerjaan digereja karena berbenturan dengan pekerjaannya menjadi ibu yang baik. Kita semua bekerja bersama dengan ayah tapi kadang-kadang dia mengusulkan untuk istirahat sebentar dan kita pergi main basket atau permainan lainnya. Kita bermain bersama.” Waktu bersama keluarga itu mau berkata, “kami mengasihi kamu. Kami bahagia bersama kamu. Kamu harta kami paling berharga didunia ini.”

Satu cara lain untuk menunjukan kasih adalah melalui pujian dan apresiasi. Kenapa kita sangat mudah memarahi anak kita kalau mereka salah, tapi sangat sulit memuji mereka kalau mereka melakukan hal yang baik? Setiap kali kita memberitahu mereka kalau kinerja mereka tidak sebaik seharusnya, kita mengambil kepercayaan diri mereka tentang kemampuan mereka. Kritik paling merusak ditujukan pada karakter anak daripada tindakannya. Kita mengatakan mereka kaku, bodoh, jelek, dan hal buruk lainnya, dan dia mulai memikirkan dirinya seperti itu, mengembangkan rasa rendah diri sehingga menyebabkan kepedihan diseluruh hidupnya. Kadang-kadang memang perlu menunjukan kelemahan yang harus dikoreksi, tapi komentar kita harus diarahkan pada tindakan anak daripada pribadinya. Dan kita selalu perlu mencari hal yang berhasil dilakukannya, memuji hal itu. Itu akan membangun rasa percaya diri dan menolong dia mengatasi kata-kata “saya tidak bisa melakukan apapun dengan benar” yang bisa mempengaruhi semua pekerjaannya. Dan itu bisa meyakinkan dia bahwa kita benar-benar peduli padanya, menerima dia, dan senang kalau dia anak kita.

Kita juga bisa menolong anak kita merasakan kasih kita melalui pengertian. Setiap anak unik, berbeda dengan anak lain dalam hal rupa mereka, kepribadian, kepintaran, kecakapan, dan respon emosi mereka. Setiap anak memiliki hak untuk diterima seperti itu dan tidak dipaksa kedalam suatu bentuk tertentu. Jim mungkin seorang yang suka membaca, sementara Jack tangannya terampil. Dorong setiap anak kedalam bidang yang mereka tertarik. Tidak adil membandingkan seorang anak dengan anak lain, seperti “kakakmu jelas nilainya lebih baik dari ini.” Perbandingan seperti itu hanya membangun kebencian terhadap anda karena kurangnya pengertian, tapi juga terhadap kakaknya karena menyebabkan dia menderita. Selain itu, itu menunjukan keberpihakan. Kasih Tuhan tidak membedakan (Acts 10:34), dan dia berharap kita juga melakukan hal yang sama (James 2:9). Salah satu contoh tragis keluarga diAlkitab adalah, “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (Gen. 25:28, TLB). Sakit hati dan penderitaan dari pembedaan dalam keluarga bisa terjadi saat salah seorang anak merasa dia dinomorduakan dalam hal kasih sayang orangtua.

Agar kita bisa mengerti, kita perlu mendengar perkataan anak kita. Kita sering langsung menyimpulkan, menawarkan saran, atau memberi kuliah tanpa mendengar anak kita bicara. Kemudian kita bertanya kenapa mereka berhenti bertanya pada kita. Kita perlu mendengar, berpikir, mencoba mengerti apa yang mereka rasakan saat itu, kemudian menyatakan suatu perkataan yang menunjukan kalau kita mengerti. Mari saya ilustrasikan. Misalkan anak anda kehilangan sesuatu yang berharga seperti baseball yang baru. Bagaimana reaksi anda? “ya, jika kamu lebih hati-hati, kamu tidak akan menghilangkannya.” “kamu akan kehilangan kepalamu kalau kamu seperti itu.” “kapan kamu belajar menjaga barang?” “baseball tidak tumbuh dari pohon.”Jangan keluhkan itu pada saya. Bukan saya yang menghilangkannya kan.” Dan ada banyak perkataan untuk meyakinkan sang anak bahwa kita tidak peduli tentang dia, dan baseball yang hanya 2 dollar lebih penting daripada dirinya. Kita perlu mengajarkannya nilai dari uang dan menjaga barangnya. Tapi kenapa tidak mencoba suatu yang simpatik seperti, “bukankah itu baseball kesukaanmu?” atau suatu yang lebih menolong seperti, “ayo, kita cari bersama. Kamu ingat kapan terakhir kali itu berada?” Atau suatu yang menguatkan seperti, “mungkin kita bisa menemukannya saat kita membersihkan gudang.” Maka anda akan meyakinkan dia bahwa anda benar-benar peduli, bahwa anda temannya daripada pengkritik.

Kita menyatakan kasih pada anak kita melalui rasa hormat kita. Mereka pribadi yang Tuhan buat dengan nilai dan harga kekal, dan mereka harus diperlakukan sepadan dengan itu. Itu berarti kita tidak menertawakan kelemahan atau mengejek kebiasaan mereka. “George, kamu melempar seperti perempuan.” “jadi, bagaimana kabar beckyku sekarang?” itu hanya gurauan, kita berkata, tapi itu menghancurkan jiwa mereka yang sensitive, menghancurkan citra diri mereka, dan membuat halangan baru dalam pergumulan kearah kedewasaan. Rasa hormat juga berarti kita tidak boleh bicara merendahkan mereka. Pesan yang tidak sadar masuk dalam telinga mereka bisa bertanda permanent dalam jiwa mereka, membuat hidup mereka salah arah. Ayah berkata, “saya khawatir jack tidak pernah bisa berarti untuk apapun.” Jika Jack sering mendengar ayahnya mengatakan itu, dia akan percaya kalau itu benar. Dan dia mungkin tidak mau berarti untuk apapun. Tidak ada alasan untuk mencobanya. Ayahnya, yang lebih tahu dari dia, telah menyimpulkan bahwa dia tidak mampu mencapai sesuatu dalam hidup.

Kasih bisa juga dikomunikasikan melalui nada suara kita. Anda mungkin berkata kalau anda mengasihi anak anda, tapi mereka tidak merasakan kasih saat anda berteriak, “hentikan itu sekarang juga,” atau rengekan, “kamu semua membuat saya bingung.” Kadang kita perlu diingatkan kalau anak-anak adalah manusia yang memiliki hak untuk dibicarakan secara baik dan menyenangkan seperti kita bicara pada orang yang kita cintai. Kemarahan tidak pernah menjadi ekspresi kasih. Kasih “….sabar menanggung segala sesuatu” (l Cor. 13:5, TLB). Mungkin kita perlu mengevaluasi kemarahan kita saat kita melihat anak kita berespon pada kita dengan kasar.

“Tapi mereka bisa sangat menjengkelkan.” Ya, dan kita perlu mengakui kalau kasih kita tidak cukup, itu bisa menipis dan akhirnya meledak. Maka itu kita perlu menyerahkan kehendak kita pada Kristus dan membiarkan RohNya menyatakan kasihnya melalui kita. Produk alami dari hidup yang dipenuhi Roh adalah kasih dari Tuhan (Gal. 5:22). Setelah itu kita dimampukan untuk menyatakan kasih kita pada anak kita bahkan saat mereka bertingkah seperti anak kecil. Dan mereka akan mampu tenang dalam kasih kita dan bertumbuh daripada membuang tenaga mereka untuk mendapat perhatian kita atau membangun nilai diri mereka dengan hal lain. Dan kita akan mulai mengalami sukacita Tuhan terhadap anak kita.

Related Topics: Christian Home

Report Inappropriate Ad