MENU

Where the world comes to study the Bible

1. Berkat atau Gangguan

Bagaimana saya bisa melupakan kelahiran anak pertama kami? Itu terjadi dipagi hari dan saya sedikit grogi, tapi walau hal itu sudah lama berlalu saya masih bisa mengingat kejadian itu sejelas dulu. Saya masih ingat menyuruh Mary untuk tidur. Bayinya masih belum lahir. Dia tidak mau bekerja sama! Saya masih bisa melihat dokter berjalan kearah saya dilorong rumah sakit, seperti kacang polong besar dengan alat operasinya, mengumumkan suatu kegembiraan, “anaknya laki-laki!” Dia tahu apa yang saya harapkan.

Saat itu saya sedikit menyadarinya, tapi saya akan mendengar pengumuman seperti itu 3 kali lagi, masing-masing dengan sedikit kurang gembira. Lagi pula, variasi merupakan bumbu kehidupan, dan siapa yang tidak ingin seorang gadis kecil melingkarkan tangannya dileher kita dan berkata, “saya sayang papa.” Saya belajar, bahwa Tuhan lebih mengenal kebutuhan saya daripada saya sendiri. Sejak dia memberikan saya anak-anak itu, dan sejak itu sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan berkat rohani saya, tidak ada manusia yang bisa membuat saya memberikan kehendak saya. Selain istri yang luarbiasa yang Tuhan berikan pada saya, mereka merupakan hal paling berharga dalam dunia ini bagi saya. Perkataan puisi indah dari Israel membawa makna baru:

Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu.(Psalm 127:3-5a, KJV).

Sangat jelas puisi itu ditulis seseorang diwaktu lalu. Tidak banyak orang diabad 20 ini memiliki cara pandang yang sama dengan pemazmur. Versi modernnya mungkin berbunyi seperti ini:

Sesungguhnya anak-anak adalah suatu beban dari Tuhan; dan buah kandungan merupakan cara dia menguji kita. Sebagai sumber kerja yang tidak habis-habis dan kejengkelan terus menerus, demikianlah anak-anak pada masa muda. Suramlah manusia yang mendengar tetangganya berkata, “Apakah itu anak-anak mu?”

Kita bisa mengerti kenapa pasangan merasa seperti itu. Sebagian anak pemberontak, tidak taat, tidak hormat, dan tidak punya prilaku yang baik –tidak enak dibawa pergi. Tidak heran beberapa orang memutuskan tidak mau memiliki satupun. Apa yang salah? Apakah kita sudah kehilangan cara pandang Tuhan? Ayat pertama dari Mazmur 127 mungkin bisa menyediakan petunjuk bagi kita. “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Keluarga yang berhasil dibangun oleh Tuhan. Dia arsitek dan kontraktor umumnya. Dia yang mengambar denahnya, dan dia ingin menyediakan arahan dan memberikan perintah. Dia hanya membutuhkan pekerja—suami, istri dan anak –yang akan mempelajari denah yang disediakan dalam Firmannya, kemudian mengikuti arahannya. Semua prosedur yang lain dari itu akan menghasilkan frustrasi dan kegagalan.

Masalah dasar dalam sebagaian besar rumah adalah kita telah menjauh dari rancangan Tuhan dan telah menggantikannya dengan rancangan manusia. Tuhan tidak lagi menjadi arsitek dan pembangun. Kita mengikuti rancangan yang dibangun oleh psikiatris, psikolog, dan pendidik modern, dokter, dan bahkan penulis kolom. Banyak nasihat dari orang-orang ini baik. Tapi jika sebagian rancangan baik dan yang lain buruk, hasilnya adalah bangunan yang lemah. Alkitab tetap merupakan teksbook yang terbaik yang pernah ditulis mengenai mendidik anak. Kita perlu menemukan apa yang dikatakannya dan mentaati itu. “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.”

Sangat menyenangkan untuk memperhatikan peringatan yang bertambah mengenai situasi tersebut. Surat kabar dan artikel majalah, bersama dengan buku yang makin banyak membahas tentang hal ini, memperingatkan orang-orang bahaya dari rumah yang tidak bahagia dan mencoba untuk menolong mereka memperbaiki kerusakan. Informasinya mungkin menolong, tapi selain orang-orang mau membalikan hatinya dan keluarganya kepada Tuhan, itu mungkin sudah sedikit terlambat. Dengarkan kata pemazmur lagi. “jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Tidak ada kota masa lalu yang aman dari serangan walau setebal apapun temboknya atau penjaganya tanpa Tuhan yang menjaganya. Demikian juga, tidak ada keluarga yang aman dari serangan setan selain mereka secara sadar berkomitmen pada Tuhan, selain dia yang menjaganya. Keluarga dimana Yesus Kristus yang memerintah sebagai Tuhan dalam hidup setiap anggotanya adalah keluarga yang berdiri dalam kasih, ketenangan, kebahagiaan, saling memperhatikan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan orang diluar.

Sebagian orang berpikir ada jalan lain untuk menghasilkan keluarga yang bahagia. Sebagai contoh, “bekerja, bekerja, bekerja sekeras mungki. Sediakan semua hal didunia ini untuk anak anda. Mungkin itu akan membuat mereka jadi bahagia.” Jika ayah tidak menghasilkan uang yang cukup, ibu akan bekerja juga. Baca hal itu dalam Mazmur 127. “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Roti dukacita merupakan roti yang diperoleh melalui susah payah dan masalah. Makan itu penting, tapi Tuhan bisa menyediakannya tanpa membuat ayah dan ibu jauh dari anak mereka siang dan malam mengejar uang. Tuhan tidak ada waktu untuk kemalasan. Dia memberkati kerja yang jujur, tapi dia bisa menyediakan hal-hal yang kita butuhkan tanpa kekhawatiran dan kerja yang tanpa henti. Pemazmur mengatakan bahwa Tuhan menyediakan kebutuhan orang yang dikasihinya, secara literal, “dalam tidur” berarti tenang, keyakinan penuh dalam dia.

Lingkungan dimana kita hidup sudah membelokan cara pandang kita. Kita telah menjual barang, teori sesat yang mengatakan bahwa kita berhutang kepada anak kita semua hal yang mereka inginkan. Kita mendengar para orangtua berkata, “tapi kita ingin mereka mendapatkan semua hal yang kita tidak pernah dapatkan.” Jadi mereka mendapatkan barang, tapi mereka tidak tahu siapa mereka, atau kenapa mereka disini, atau apa yang harus mereka capai dalam hidup ini. Pemberontakan paling tidak bisa diperbaiki dalam lingkungan kita bukanlah kekurangan. Mereka anak-anak yang memiliki semua hal yang bisa dibeli dengan uang tapi tidak pernah dikasihi, dihargai, dan diterima. Mereka kosong dan sendiri didalam diri mereka karena tidak ada orang yang benar-benar perhatian pada mereka atau mencoba untuk mengerti mereka. Mereka tidak pernah mendapat hubungan yang hangat dan saling mengasihi dengan orangtua. Sebagian besar dari mereka tidak mengenal orangtua mereka, dan mereka juga tidak peduli. Orangtua mereka juga tidak mengenal mereka. Mereka terlalu sibuk mencari uang dan bersenang-senang dengan mendengar perkataan anak-anak mereka. Dan dengan demikian, generasi muda menghadapi krisis identitas. Mereka minta perhatian, mencari suatu bentuk hubungan yang berarti dengan seseorang yang peduli. Hal yang paling menyedihkan adalah ini terjadi dalam keluarga Kristen dan juga yang bukan. Apa jawabanya?

Jawabannya dimulai dengan mempercayai bahwa apa yang Tuhan katakan dan lakukan dalam mazmur ini. “sesungguhnya anak-anak adalah milik pusaka dari Tuhan.” Kata milik pusaka menunjukan suatu penurunan pusaka, tidak menurut hak keturunan tapi menurut kehendak dan keinginan pemberi. Setiap anak yang baru lahir dalam keluarga Kristen merupakan karunia pemberian dari Tuhan, suatu pusaka yang dipercayakan pada kita untuk dikasihi, disayangi, dipenuhi kebutuhannya dan dibentuk dengan baik untuk kemuliaannya. “Buah dari kandungan adalah upah.” Sekali lagi, kata upah tidak berarti sesuatu yang didapat atau layak, tapi sesuatu yang diberikan cuma-cuma melalui keputusan kemurahan pemberi. Untuk itu ketidakmampuan mendapat anak bukanlah suatu stigma. Itu tidak berarti Tuhan marah terhadap kita atau tidak tersenyum pada kita. Itu hanya berarti bahwa dia tahu yang terbaik bagi kebutuhan kita. Dan dia juga tahu ada banyak anak kecil yang terlantar tidak dikasihi dimana orangtua yang tidak memiliki anak bisa mencurahkan hidup mereka untuk itu. Dia selalu memberi yang terbaik.

Tapi saat dia mengijinkan kita memiliki anak, mereka merupakan karunia pemberian dariNya. Tidak ada keraguan tentang itu saat kita berada disamping tempat tidur bayi dan melihat buntelan indah, yang dengan tenang sedang tidur. Kita mungkin mulai sedikit bertanya tentang itu selama menyuapi pertama kali jam 2.00 Dan keraguan mulai meningkat jika buntelan kecil yang indah itu menjadi tamu asing yang menakutkan yang mengacaukan jadwal kita, membatasi kebebasan kita untuk melakukan kesenangan kita, memonopolo waktu kita, atau kelihatannya menghilangkan rasa sayang pasangan kita. Saat itulah kita perlu datang pada Tuhan, dan kepada Firman Tuhan, untuk mendapatkan kekuatan dan cara pandang kita disesuaikan. Anak adalah milik pusakan Tuhan.

Mungkin anda sedang dalam perjalanan menjadi orangtua. Saat anda melihat anak anda, apa yang anda lihat? Mesin penghancur pikiran, atau pusaka dari Tuhan? Penghancur rumah, atau pusaka dari Tuhan? Sumber rasa malu dihadapan teman anda, atau pusaka dari Tuhan? Maukah anda meminta Tuhan menolong anda membetulkan cara pandang anda? “Tuhan, tolong saya agar bisa melihat anak saya sebagai karunia pemberianmu.” Anda mungkin perlu mendoakan itu berkali-kali dalam sehari, tapi itu bisa menjadi awal suatu perubahan yang menyenangkan dalam keluarga anda, gerbang masuk kepada sukacita hubungan anda dengan anak anda.

Anak-anak lebih peka akan prilaku kita terhadap mereka daripada yang kita bayangkan. Dan mereka sering berespon sama seperti prilaku yang mereka terima. Mereka bertindak seperti kita berlaku atas mereka, dan disitulah disiplin terutama dimulai. Oh, kita mengasihi mereka, tapi mereka punya banyak sekali tuntutan sehingga itu sangat mengganggu kita. Jadi kita memberontak dan kita membiarkan mereka mengetahui secara tidak langsung kalau mereka itu merupakan gangguan bagi kita. Maka mereka akan lebih menjadi suatu gangguan. Mereka tidak mendapatkan kasih dan rasa sayang dengan cara itu, tapi setidaknya mereka mendapat perhatian, dan itu lebih baik dari tidak sama sekali. Tapi mereka akan bertumbuh dalam permusuan, kompleks dan dendam..

Dengan cepat suatu hari kita menyadari mereka sudah tidak ada, dan kita tidak mengingat sepatu kotor, ruang yang berantakan, kejadian memalukan yang mereka sebabkan atau kekacauan yang mereka buat. Kita hanya ingat waktu bahagia bersama mereka. Dan kita berharap hal itu ada lagi. Itu bisa terjadi jika kita melihat mereka sebagai berkat dari Tuhan daripada suatu beban atau gangguan.

Anak bukan hanya pusaka berharga. Mereka juga seperti panah. Ada perbedaan pendapat tentang metafora Alkitab ini. Panah merupakan sumber perlindungan, dan mungkin pemazmur menunjuk pada pemeliharaan dan perlindungan yang bisa diberikan orangtua kepada anaknya. Tapi panah, tidak seperti pedang, bisa pergi ketempat dimana pejuang itu sendiri tidak bisa jangkau. Begitu juga dengan anak kita. Dari sebagian besar panah keluarga dalam Tuhan telah mencapai ujung bumi, membawa berita injil kepada hati yang gelap berdosa.

Saat saya melayani di Fort Worth, Texas, merupakan suatu keistimewaan bisa mengenal seorang pejuang tua untuk injil bernama W. E. Hawkins. Dia yang membangun gereja yang sekarang saya layani, dan saat itu sedang terlibat dalam pelayanan radio di Dallas. Banyak jiwa dibawa kepada Kristus melalui pelayanannya, tapi dia hanya terbatas di Southwest United States. W. E. Hawkins dan istrinya memiliki 3 anak, semua pergi keladang misi. Melalui pelayanan anak-anak mereka, Indian Amerika Selatan yang tidak pernah terjangkau oleh ayah mereka bisa mengenal Yesus Kristus. Mereka seperti panah ditangan ayah mereka.

Tapi panah harus dibuat. Mereka tidak jadi begitu saja. Tuhan memberikan kita seorang anak seperti sepotong kayu, dan meminta kita untuk membentuknya. Jadi kita merautnya, membersihkannya, membentuk kayu itu menjadi panah, lurus dan kuat. Anak bukan hanya suatu milik pusaka; mereka pemberian yang kudus. Tuhan meminjamkan mereka pada kita untuk sementara untuk mempersiapkan mereka agar bisa digunakanNya. Mereka berasal dari dia, dan saat kita mengetahuinya, kita lebih bersemangat terlibat dalam proses pembentukannya. Salah satu cara dramatis untuk mengetahui hal itu adalah mendedikasikannya untuk Tuhan. Jika mereka memang dari Tuhan, marilah kita mengakui itu dengan menguduskan mereka agar dikuduskan untuk dipakai bagi kemuliaanNya seperti Hannah dan Elkanah lakukan pada anak mereka, Samuel (1 Sam. 1:9-28). Marilah kita berjanji pada Tuhan bahwa dengan pertolongannya kita akan membentuk hidup masa muda mereka menjadi seperti manusia yang diinginkanNya.

Seorang suami dan istri harus memberikan anaknya pada Tuhan sebelum dilahirkan. Dan mereka harus berdoa bersama setelah kelahiran anak itu, mendedikasikan diri mereka untuk melatih dia sesuai arahan Tuhan. Sebagian gereja melakukan pelayanan dedikasi anak. Digereja lain, pastor ikut mendedikasikan diri. Hal yang penting adalah orangtua itu sendiri berjanji dihadapan Tuhan untuk memperlakukan anak mereka sebagai milik pusaka, panah yang harus dibentuk bagi kemuliaan Tuhan.

Membesarkan anak jelas merupakan tanggung jawab yang serius. Dan itu tidak aneh—karena hampir semua pekerjaan membutuhkan pelatihan tertentu. Tapi bagi usaha paling penting dalam hidup, membentuk anak bagi kemuliaan Tuhan, kita bisa berhenti kapanpun jika kita mau. Untuk alasan itulah sebagian orang sampai pada kesimpulan yang sesat bahwa menjadi orangtua yang baik itu bisa secara alami. Sebaliknya, itu membutuhkan penyelidikan dan perhatian terus menerus. Tapi buku panduan Tuhan tersedia, dan kita akan menyelidikinya untuk mendapat pertolongan yang kita perlukan. Karena kita tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini, kita bersama-sama harus terus belajar apa yang Tuhan katakan tentang menjadi orangtua yang baik.

Sebelum kita melakukannya, maukah anda memperhatiakan ayat terakhir dari mazmur ini? “Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” Berapa banyak anak dalam satu tabung penuh? Itu mungkin berbeda di setiap pasangan tergantung berapa banyak anak yang Tuhan berikan. Tabung penuh saya berjumlah 4, tapi punyamu tergantung antara anda dan Tuhan. Apakah sudah jelas dalam ayat siapa yang tidak mendapat malu, orangtua atau anak. Tapi dalam keluarga yang diatur oleh Tuhan dimana Tuhan sebagai pembangun dan orangtua bekerja untuk dia, baik orangtua maupun anak tidak akan mendapat malu. Tapi setan musuh umat Tuhan, akan dikalahkan dan kehendak Tuhan dimuliakan. Bukankah itu yang anda inginkan buat keluarga anda? Dedikasikan diri anda dan anak anda pada Tuhan. Minta dia menolong anda melihat mereka sebagai milik pusaka yang berharga, panah yang harus diasah, hidup yang harus dibentuk. Minta dia untuk meletakan perhatian anda pada potensi daripada masalah dan memberikan anda hikmat yang anda perlukan bagi tugas besar didepan.

Related Topics: Christian Home

Report Inappropriate Ad