MENU

Where the world comes to study the Bible

6. Jujurlah Terhadap Saya

Sebagian besar dari orang Kristen ingin rukun dengan orang disekitar kita—keluarga kita, teman, tetangga, sesama pekerja dan sesama orang percaya. Kita ingin ada perasaan yang baik diantara kita, menikmati rasa kesatuan dan kebersamaan.

Apakah anda tahu bahwa Tuhan ingin hal sama bagi kita? Itu dinyatakan Paulus dalam suratnya ke Efesus. Dalam 3 pasal pertama dia menunjukan bagaimana Tuhan mengasihi kita dan apa yang telah Dia lakukan bagi kita, terutama bagaimana Dia menyatukan kita dalam satu Tubuh. Kemudian Paulus memulai pertengahan kitab dengan berkata, “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua” (Ephesians 4:1-6). Apakah anda menangkap maksudnya? Adanya suatu kesatuan dalam iman Kristen yang sekarang bisa dinyatakan dalam hubungan kita dengan sesama. Kita bisa rukun dengan sesama dalam kasih dan damai, dan menikmati kebersamaan karena kita satu dalam Kristus.

Aneh bukan? Kita tahu apa yang Tuhan ingin, dan kita tahu bahwa strukturnya ada. Tapi kita sulit sekali melakukannya. Sebaliknya, kita mendapat sakit hati dan perselisihan. Kita melihat suami dan istri saling berselisih, orangtua dan anak bertengkar, tetangga sesama Kristen bermusuhan, anggota gereja keluar karena yang lain. Bagaimana kita mengubah itu? Bagaimana kita belajar damai dengan sesama?

Pasal keempat surat Efesus, mungkin yang paling membantu dari seluruh PB, untuk menjawab pertanyaan ini. Disatu sisi, Tuhan memberikan kita karunia rohani yang melalui itu kita bisa saling melayani dan menolong (vv. 11-12). Itu akan membuat kita menjadi satu dan seperti Kristus (v. 13), yang bisa memampukan kita membangun dalam kasih (v. 16).

Tapi itu bukan seluruh jawaban. Saat pasal ini berlanjut, itu menjadi jelas bahwa untuk bisa rukun bersama kita perlu membuat beberapa perubahan dalam hidup kita. Kita perlu hidup berbeda dari orang tidak percaya, dari cara yang kita biasa gunakan sebelum bertemu Kristus (v. 17). Syarat sudah dibuat. Saat Kristus mati disalib Dia mengatasi nature lama yang didominasi oleh dosa dan diri sendiri. Dia menganggalkannya (v. 22), dan Dia memberikan kita nature baru yang mengikuti teladanNya (v. 24).

Dengan itu, kita sekarang memiliki potensi membuat perubahan yang bisa menolong kita rukun bersama. Tapi ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk membuat potensi ini nyata dalam pengalaman kita sehari-hari. Satu, kita perlu memperbaharui pikiran kita (v. 23), yaitu, memberi pikiran kita cara pandang Tuhan terhadap hidup. Itu akan menguatkan control nature baru atas kita. Tapi kita juga perlu menyingkirkan tindakan nature lama secara sadar dan memilih untuk membiarkan nature yang dikuasai Roh untuk bertindak dalam setiap keadaan. Kita perlu menolak cara lama dan mengijinkan Roh Tuhan bertindak melalui kita seperti yang Dia kehendaki disetiap situasi. Kita perlu meletakan menanggalkan yang lama dan memakai yang baru dalam setiap keadaan yang kita hadapi.

Paulus mendafatar beberapa wilayah yang perlu kita lakukan melalui perbandingan—pertama yang negative, kemudian positif. buanglah dusta dan berkatalah benar (v. 25). janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras (v. 28). Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik (v. 29). Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni (vv. 31-32). Sangat menarik melihat kalau hal diatas berkaitan erat dengan perkataan kita. Kunci untuk bisa rukun bersama adalah bagaimana kita menggunakan mulut kita. Dan yang teratas dari daftar adalah berkata jujur. “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota” (v. 25).

Arti dari Perintah

Untuk mengesampingkan hal yang salah adalah berhenti membuat pernyataan yang tidak benar, dan berhenti bertindak yang menipu atau meninggalkan kesan yang tidak benar. Ada beberapa cara kita bisa berkecimpung dalam kesalahan. Salah satunya, kita bisa mengatakan hal yang kita sudah tahu itu salah.

Mari saya katakan pada anda tentang Henry, seorang yang bergumul dengan kepercayaan diri. Dia ingin dilihat sebagai orang yang kuat, bijak, dan mampu, tapi dia mencurigai orang-orang melihat dia sebagai seorang yang payah. Daripada melakukan apa yang dia bisa melalui kuasa Tuhan, dan puas dengan kemampuan yang ada, dia lebih mudah menyatakan diri lebih dari dirinya yang sebenarnya. Dia mengatakan pada istrinya betapa bosnya menyukai pekerjaannya, yang sebenarnya dia hampir dipecat. Saat dia dipecat, dia berkeras kalau dia berhenti, dan dia melakukannya karena kondisi pekerjaannya sangat buruk. Kemudian dia terus mengatakan pada istrinya bahwa dia sudah mendapat kesempatan pekerjaan yang baru yang bisa dipastikan minggu depan, yang sebenarnya tidak ada kesempatan sama sekali. Dia mengatakan temannya tentang bisnis yang sedang dibuatnya, tapi itu semua hanya agar dia kelihatan lebih baik dari yang sebenarnya.

Itulah cara hidup orang tidak percaya. Itu merupakan bagian dari nature dosa mereka. Mereka mewarisinya dari bapa mereka. Yeus berkata bahwa setan adalah pembohong dan bapa segala tipuan (John 8:44). Dan mereka yang hidup seperti itu menunjukan kalau mereka anaknya. Tuhan adalah Allah kebenaran, dan mereka yang memiliki naturNya bicara benar. Lidah penipu merupakan kejijikan bagiNya (Proverbs 12:22). Dia membenci lidah penipu (Proverbs 6:16-19).

Itu tidak berarti orang Kristen yang benar tidak pernah berbohong. Ananias dan Sapphira merupakan orang Kristen. Tapi mereka memiliki obsesi untuk kelihatan lebih baik dari yang sebenarnya. Mereka ingin orang lain berpikir kalau mereka memberikan kepada gereja seluruh penjualan tanah mereka. Mereka tidak mengatakan itu. Mereka membiarkan orang lain mempercayainya. Kita juga bisa berbohong dengan diam saja. Tapi itu tetap kebohongan. Petrus berkata, “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus?” (Acts 5:3). Dan kita mengetahui betapa serius Tuhan melihat penipuan karena Dia mematikan baik Ananias dan istrinya.

Ada cara lain kita mengacaukan kebenaran. Salah satunya adalah dengan melebih-lebihkan. Penjala ikan bukan satu-satunya yang melakukan itu. Sebagian besar dari kita pernah melakukannya. Jika kita mendapat bagian dalam merencanakan atau menjalankan suatu pertemuan, kita kadang sedikit melebihkan fakta. Itu membuat kita lebih baik. Kita mungkin melebihkan kontribusi kita dalam kerjasama yang berhasil karena kita ingin orang lain berpikir kita ini penting. Untuk itu, kita berkata, “Banyak orang mengatakan pada saya …” padahal sebenarnya, hanya satu orang yang mengatakan itu, dan mungkin itu juga istri atau suami kita.

Cara lain kita menutupi kebenaran adalah hanya mengatakan apa yang sesuai dengan tujuan kita. Jika kita terlibat pertengkaran dengan seseorang, kita melihat itu sebagai kesempatan untuk mengurangi sedikit fakta yang ada menurut cara pandang kita, atau hanya memberitahu sebagian dari cerita. Seorang istri berkata kepada suaminya,“konselor berkata ini tidak akan bisa terjadi jika kamu melakukan apa yang seharusnya.” Tapi dia dengan nyaman tidak menyebutkan apa yang dikatakan konselor tentang dia.

Salah satu bentuk kebohongan yang paling umum orang percaya adalah menutupi kelemahan hidup kita dan bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja tapi sebenarnya tidak, dan cara kita menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya agar terlihat lebih rohani. Tolong jangan salah mengerti apa yang saya katakan. Saya tidak berpikir Alkitab menyuruh kita menyatakan semua kesalahan masa lalu kita dan dosa kita pada setiap orang Kristen yang kita temui, atau menyatakan emosi tanpa kendali. Itu hanya akan menjauhkan kita. Tapi tuluslah terhadap hal itu, kebanyakan dari kita hidup dibelakang topeng.

Kita tidak ingin orang mengetahui apa yang terjadi didalam kita karena, seperti kata John Powell, kita takut mereka tidak menyukai apa yang mereka lihat dan mungkin mereka akan menolak kita.6 Kita menyembunyikan diri kita yang sebenarnya, dan hanya mengatakan hal yang bisa menciptakan image yang sesuai harapan kita. Kita menghindar membagikan perasaan sakit, marah, iri, rendah diri, frustrasi atau depresi, meyakinkan diri kita bahwa lebih baik jika kita menyimpannya untuk diri sendiri. Tapi itu akan mempengaruhi cara kita memperlakukan satu sama lain dan itu akan menghalangi kemampuan kita untuk rukun bersama.

Kita melakukan percakapan ditingkatan basa basi: “Hi, apa kabar?” atau tingkatan fakta: berita, olahraga, dan sayangnya orang lain. Kadang kita masuk kedalam tingkatan pemikiran dan pendapat, sepanjang kita melihat pendapat kita tidak menjauhkan kita dari orang lain. Tapi jarang sekali kita membagikan perasaan kita, dan jarang membangun hubungan dengan orang lain dimana kita membuka apa yang terjadi dalam hidup kita. Resikonya terlalu besar.

Jadi istri saya dan saya bisa terbawa keluar. Tapi saya tidak akan menceritakan hal ini. Itu akan mengganggu image saya dihadapan anda. Saya bisa kehilangan kesabaran terhadap anak saya, tapi saya tidak akan mengatakan apapun tentang itu. Anda mungkin merendahkan saya. Saya mungkin bergumul dengan alcohol, atau nafsu seks yang tidak baik, tapi saya tidak mungkin membiarkan siapapun tahu. Itu bisa menyebabkan saya ditolak oleh orang yang saya ingin menghormati saya. Saya mungkin merasa tertekan dan putus asa. Tapi saya tidak mau mengakuinya karena itu tidak kedengaran rohani.

Kita tidak perlu mengatakan setiap orang tentang perasaan kita, masalah atau kesalahan kita.Itu akan membosankan. Tapi kita bisa berhenti hidup dalam kebohongan. Kita bisa berbagi dengan mereka yang dengan tulus peduli akan masalah dan kita membutuhkan doa mereka. Kita bisa jujur setidaknya dengan satu teman baik yang mau mendorong kita, menasihati kita, berdoa untuk kita dan bersama kita dalam perubahan yang harus dibuat.

Bertanggung jawab mungkin merupakan satu alasan utama menyembunyikan kebenaran. Untuk membagikan masalah yang seharusnya kita ubah, hal yang kita tolak selama ini. Tapi Tuhan berkata kita harus bicara benar karena kita adalah sesama anggota (Ephesians 4:25). Itu mungkin alasan yang aneh. Dia tidak mengingatkan tentang nature Tuhan, walau mengenal Allah kebenaran merupakan alasan kuat untuk jujur. Dia tidak menunjuk tentang akibat dari kebohongan kita terhadap kesaksian Kristus bagi yang terhilang, walau itu juga merupakan alasan kuat. Dia menggunakan kebenaran kesatuan kita dalam satu Tubuh.

Karena kita semua anggota satu Tubuh, kita sesama anggota. Jari saya merupakan anggota tangan, dan tangan anggota lengan, dan lengan saya anggota badan, dimana baik kepala dan kaki juga tersambung. Hal terutama, setiap anggota tubuh merupakan sesama anggota. Tuhan meletakan mereka bersama untuk berfungsi secara harmonis dan berhasil.

Jika anggota tubuh saya mulai berbohong satu sama lain, mereka tidak bisa bersama maka seluruh tubuh akan menderita. Jika mata saya melihat bekas roda dijalan, tapi mengatakan pada kaki kalau jalannya halus, salah satu kaki bisa terluka. Atau jika tangan mengatakan pada anggota tubuh lain bahwa dia baik-baik saja namun kenyataannya sarafnya terputus, itu akan menghancurkan seluruh tubuh. Anggota tubuh saling membutuhkan, tapi itu sedikit artinya jika mereka tidak jujur.

Paulus berkata bahwa kita semua sesama anggota. Tuhan telah meletakan kita bersama untuk berfungsi dengan harmonis dan efektif, dan untuk alasan itu kita saling membutuhkan. Tapi itu tidak berarti jika kita tidak jujur.

Mari kita kembali keteman saya Henry yang mengalami kesulitan mengatakan kebenaran. Dia dan istrinya orang percaya. Mereka satu dalam Kristus. Mereka saling memiliki. Mereka satu daging. Mereka saling membutuhkan. Tapi mereka tidak saling menghargai. Untuk bisa saling melayani kita harus bisa dipercaya dan istri Henry tidak mempercayainya sama sekali. Dia telah sering membohonginya, sehingga istrinya tidak tahu apakah dia sedang bicara benar atau bohong. Dia berjanji akan berhenti bohong, tapi kemudian istrinya menemukan dia berbohong lagi, jadi bahkan janjinyapun suatu kebohongan.

Jika dia mencoba meyakinkan istrinya akan kasihnya, atau menghibur istrinya mengenai masa depan, istrinya tidak terhibur dengan perkataannya. Bagaimana istrinya bisa tahu dia sedang berkata benar atau bohong? Usahanya untuk melayani istrinya ditolak. Harapan istrinya hanya dibawa tinggi dan kemudian dihempaskan. Kemarahannya tertumpuk. Perselisihan menjadi sering. Hubungan mereka tidak akan bisa meningkat sampai Henry berhenti berbohong dan membangun kebiasaan bicara benar.

Dia juga memiliki masalah dengan temannya digereja. Mereka juga tidak mempercayainya dan meragukan semua perkataannya. Bisakah anda bayangkan saat dia mengajar kelas sekolah minggu? Atau mengkonseling orang percaya yang bermasalah? Mereka tidak tahu mana yang harus dipercaya. Dia tidak bisa melayani hidup mereka.

Dia juga memiliki masalah dengan mereka. Karena dia membelokan kebenaran, dia curiga orang lain juga begitu. Jadi dia tidak percaya sepenuhnya perkataan mereka. Dia juga bermasalah dalam menerima perkataan pastor padanya saat menyatakan Firman Tuhan. Jika ada banyak orang seperti dia dalam gereja, itu pasti jemaat yang sakit, dan sangat menular, karena kecurigaan dan tidak percaya merupakan benih konflik. Mari kita mendengar Firman Tuhan: “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota” (Ephesians 4:25).

Bagaimana dengan sisi lain dari ketidakjujuran—hidup dalam kebohongan, bersembunyi, berpura-pura semuanya baik-baik saja padahal tidak, menyebunyikan perasaan kita? Bagaimana itu mempengaruhi Tubuh? Disatu sisi, itu membuat orang putus asa terhadap kita. Mereka tahu hidup mereka tidak sempurna, dan jika mereka pikira hidup kita sempurna, mereka biasanya menyimpulkan bahwa kita berbeda, dalam kategori super rohani yang tidak pernah bisa mereka capai. Mereka mengatakan pada diri sendiri kalau mereka tidak akan bisa seperti kita maka tidak ada gunanya mencoba. Itu menjauhkan mereka dari kita dan menghalangi mereka datang kepada kita untuk pertolongan. Jika kita jujur, mereka tidak akan menolak kita, tapi lebih menghormati ktia, dan memberi penghiburan karena mengetahui kita juga menggumulkan hal yang sama dengan kelemahan yang sama dengan mereka. Dan mereka bisa meminta nasihat dari kita saat mereka tahu kita pernah mengalaminya. Mereka tahu bahwa kita sadar tentang itu. Kejujuran menolong kita melayani sesama lebih efektif.

Dalam tahun belakangan ini Mary dan saya mendapat keistimewaan melayani missionaries dari berbagai ladang. Dalam setiap pertemuan kita membawakan sesi untuk membagikan platform dan dengan singkat mengingat kisah hidup kita. Kita menceritakan pergumulan yang kita hadapi untuk belajar rukum bersama yang lain, perselisihan dan konflik yang kita atasi, dan kegagalan memenuhi kebutuhan satu sama lain. Dalam setiap kasus, kejujuran kita menolong misionaris berhubungan lebih efektif dengan kita dan membuka kesempatan untuk konseling. Beberapa dari mereka berkata, “Kita juga memiliki masalah yang sama, tapi kami tidak pernah mengatakannya pada siapapun. Apa kata pendukung kami saat pulang nanti? Terima kasih untuk kejujuran anda.”

Tidak hanya ketidakjujuran kita yang membuat kita tidak mungkin melayani orang lain, tapi itu membuat mereka tidak mungkin melayani kita. Mari saya ilustrasikan. Kita jarang pergi kedokter keculai kita sakit. Dia tidak bisa menolong kita kecuali kita mengakui sakit kita. Hal yang sama terjadi dalam kerohanian. Tuhan meletakan Tubuh berasama agar setiap anggota bisa melayani sesama anggota. Tapi jika kita menolak mengakui kebutuhan kita, kita menghilangkan semua pertolongan yang bisa diberikan anggota lain. Mereka tidak bisa melayani sesuatu yang tidak mereka ketahui.

Jika saya memiliki masalah perkawinan, anda tidak bisa menolong saya kecuali anda mengetahuinya. Menutupinya sama seperti jempol hancur berkata, “saya tidak ingin anggota tubuh lain tahu saya hancur. Saya akan meluruskannya tanpa pertolongan.” Itu mustahil. Jempol yang rusak tidak bisa memperbaiki diri sendiri tanpa bantuan bagian tubuh lain. Dan kita juga tidak bisa menyelesaikan masalah kita tanpa pertolongan anggota tubuh Kristus lainnya. Masalah tetap ada, membuat kita makin tumpul dan terganggu dan semakin tidak bisa rukun bersama yang lain. Kejujuran menolong kita melayani sesama lebih efektif, dan meningkatkan kesehatan rohani seluruh Tubuh.

Efek merusak lain dari ketidakjujuran perasaan dan kesalahan anda adalah itu menjauhkan kita dari pengenalan diri sendiri. Psikolog mengatakan pada kita bahwa kita hanya mengerti sebanyak apa yang kita bagikan pada orang lain, dan saya merasakan hal itu. Semakin banyak hal dalam diri saya bagikan pada istri, semakin saya mengenal diri saya. Jika kita tidak terbuka terhadap orang lain—tidak pernah menyatakan kegagalan dan putus asa, sukacita dan dukacita, kebutuhan dan keinginan, perasaan dan frustrasi—kita mungkin tidak bisa mengerti diri kita sepenuhnya, dan karena itu kita tidak bertumbuh.

Mengakui apa yang terjadi dalam diri kita bisa menolong kita bertumbuh. Jika saya terus berkata, “Saya marah terhadap kamu,” akhirnya saya mungkin harus mengakui kalau terlalu berharap banyak dan tidak pernah menyerahkan harapan saya kepada Tuhan. Jika saya terus berkata, “Saya terluka saat kamu berkata demikian,” Saya mungkin akan mengakui kalau saya terlalu sensitive terhadap hal yang remeh. Saat saya mengakui itu, saya mulai berubah. Dan saat saya bertumbuh, saya bisa lebih baik lagi menolong anggota tubuh lain, dan seluruh tubuh akan berfungsi lebih harmonis.

Mungkin anda mulai menangkap pentingnya kejujuran. Itu bisa membawa kebahagiaan dan harmoni bagi hubungan anda. Kita perlu meletakan cara hidup lama dan memakai cara hidup baru, mengesampingkan kebohongan dan bicara benar, karena kita sesama anggota.


6 John Powell, Why Am I Afraid to Tell You Who I Am? (Niles, Illinois: Argus Communications, 1969).

Related Topics: Man (Anthropology), Ecclesiology (The Church), Basics for Christians, Christian Home

Report Inappropriate Ad