MENU

Where the world comes to study the Bible

Mazmur 34: Takut akan Tuhan

Kata Pengantar

Tanpa adanya keterangan di bagian atas mazmur ini, Mazmur 34 dapat dibaca sebagai suatu tanggapan yang indah akan pujian dan perintah berdasarkan beberapa peristiwa yang tidak diketahui dimana Daud dilepaskan dari bahaya. Kesulitan memahami mazmur ini terjadi karena latar belakang sejarahnya: 104 “Dari Daud, pada waktu ia pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh, sehingga ia diusir, lalu pergi.” 105 Saya segera terganggu dengan kata-kata ini. Apakah Daud seharusnya berada di Gat? Apakah pura-pura gila sesuai dengan martabat seorang raja? Apakah Allah dimuliakan karena Daud pura-pura gila dan karena itu lepas dari bahaya? Apakah orang lain belajar sesuatu (bnd. ay. 12-23) berdasarkan perilaku ini? Bagaimana bisa suatu mazmur yang melarang dusta (ay. 14) dibuat berdasarkan tindakan-tindakan seorang penipu?

Salah satu alasan mengapa pertanyaan-pertanyaan ini muncul adalah karena persepsi yang tidak tepat mengenai peristiwa tersebut seperti yang tercantum dalam keterangan di bagian atas mazmur itu106 Sesungguhnya, kebalikannya yang benar. Semakin kita pelajari 1 Samuel 21:10-15 sesuai konteksnya, semakin menyedihkan perilaku Daud ketika ia dikejar oleh Saul. Sebelumnya saya memandang waktu ini dalam hidup Daud sebagai kekuatan rohani dan kepribadiannya yang saleh, suatu studi yang lebih teliti menyatakan bahwa ia adalah seorang pria yang lemah. Karena keterangan di atas mazmur dimaksudkan untuk menarik perhatian kita pada latar belakang sejarah dari mazmur tersebut, marilah kita mulai dengan memperhatikan perilaku Daud ketika ia melarikan diri dari Saul. Pertama-tama Kita akan mengadakan pendekatan secara luas, melihat pada konteks yang terdapat dalam 1 Samuel 21:10-15 dan kemudian secara khusus memperhatikan peristiwa di Gat.

Kematian Goliat dan kacau-balaunya orang Filistin (1 Sam. 17) dengan cepat mengubah Daud dari orang yang tidak dikenal menjadi terkenal sebagai seorang pahlawan perang. Para wanita Israel menyanyi, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa” (1 Sam. 18:7). Popularitas Daud melampaui Saul, membuat raja itu sangat iri hati (18:8-9). Saul mulai memandang Daud sebagai saingannya, dan akhirnya ia dijadikan sasaran untuk mati. (bnd. 18:10-11, 20-29)

Sama seperti respon Saul yang berdosa terhadap popularitas Daud, Daud juga bereaksi secara salah pada peristiwa-peristiwa berbahaya akibat tujuan-tujuan Saul untuk membunuhnya. Daud melakukan penipuan untuk menangani bahaya. Peristiwa-peristiwa itu mendahului Mazmur 34 dimulai dengan  1 Samuel 19 ketika Daud selamat dari rencana pembunuhan Saul. (19:10). Ia mengelak dari tombak Saul, diturunkan dari sebuah jendela oleh Mikhal, isterinya. Isterinya kemudian (sesuai perintah Daud?) menipu ayahnya. Agar Daud punya waktu untuk melarikan diri, Mikhal menaruh sebuah terafim di tempat tidur dengan shelai tenunan bulu kambing di bagian kepala (19:11-17). Kemudian Daud diharapkan duduk makan bersama-sama dengan raja pada perayaan bulan baru. Karena takut kehilangan nyawanya, ia minta Yonatan berbohong karena ketidakhadirannya dalam perayaan itu. Yonatan berdusta dan menjelaskan pada ayahnya bahwa Daud pergi untuk menghadiri upacara pengorbanan tahunan bagi segenap kaumnya di Betlehem (20:6).

Kemudian Daud melarikan diri ke Nob. Di sana imam Ahimelekh menanyakan Daud mengapa ia datang sendirian. Daud berdusta dan berkata kepada imam itu bahwa Saul telah memberikan suatu tugas yang penting dan ia akan bertemu dengan orang-orangnya di suatu tempat yang telah ditentukan (21:1-2). Daud minta makanan dan sebuah senjata kepada Ahimelekh. Ia diberikan beberapa roti kudus 107 dan pedang yang telah diambilnya dari Goliat.

Kepergian Daud ke Nob harus dibayar mahal. Bersama delapan puluh empat imam lainnya, Ahimelekh dibunuh atas perintah Saul. Ketakutan Saul menyebabkan ia memusnahkan para pria, wanita, anak-anak dan ternak di Nob. (22:6-19).108 Daud menyatakan kepada Abyatar, satu-satunya anak Ahimelekh yang selamat dari pembantaian di Nob, bahwa ia bertanggung jawab secara moral atas pembantaian tersebut. (ay. 22).

Bagaimana mungkin Daud, dengan kata-kata Mazmur 34, mengatakan “carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya” (ay. 14) dengan sebilah pedang? Ketika Daud pergi ke luar untuk bertempur dengan Goliat ia mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan sebilah pedang karena Tuhan berada di pihaknya:

“Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan TUHANlah pertempuran dan Ia pun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami” (1 Sam. 17:46-47).

Tuhan tidak hanya mampu melepaskan Daud dari Goliat tanpa sebilah pedang, namun Ia juga dapat melindungi Daud dari penghianatan Saul tanpa Daud berusaha memakai pedang Goliat. Dalam 1 Samuel 19 kita diberitahu bahwa Daud melarikan diri kepada Samuel di Rama, sesudah itu keduanya bersama-sama tinggal di Nayot (ay. 18). Saul mendengar bahwa Daud ada di Nayot dan mengirim orang-orang suruhan untuk menangkapnya. Pada tiga kesempatan orang-orang suruhan Saul yang mau menangkap dihadang oleh Samuel dan sekumpulan nabi; mereka kepenuhan Roh Allah sehingga mereka bernubuat. Orang-orang yang dikuasai oleh Roh Kudus ini tidak bisa menyentuh orang yang diurapi Allah (ay. 23-24). Akhirnya, Saul sendiri memimpin pasukannya, akhirnya ia sendiri juga bernubuat. Tanpa sebilah pedang atau sebuah tombak, Allah mampu menjaga nyawa Daud. Lalu, mengapa Daud merasa perlu untuk mempersenjatai dirinya dengan sebuah senjata?

Dalam 1 Samuel 25 kita menemukan bahwa Daud dan para pengikutnya tinggal di padang gurun Paran (ay. 1). Di sana Daud melindung para gembala Nabal tanpa meminta bayaran. Karena itu ia meminta dari Nabal sedikit makanan dan minuman sebagai tanda penghargaan (ay. 5-8). Nabal yang bodoh menolak permintaannya, menolak untuk mengakui bahwa Daud adalah Raja Israel di masa depan, sebagaimana disaksikan isterinya (ay. 30). Dengan tidak sabar Daud bersiap-siap menyerang Nabal, berniat untuk membunuhnya dan setiap pria yang bersamanya. Hanya dengan campur tangan yang bijak dan saleh dari Abigail Daud tidak jadi balas dendam(ay. 9-35).109 Sudah pasti Daud tidak “berusaha mencari perdamaian” seperti yang ia anjurkan orang-orang lain untuk lakukan Mazmur 34.

Satu peritiwa penting harus disebutkan sebelum kita melihat Daud melarikan diri untuk pertama kalinya ke Gad dalam 1 Samuel 21. Untuk kedua kalinya Daud lari kepada Akhis di Gat dalam 1 Samuel 27. Dalam hal ini sangat jelas bahwa Daud melarikan diri ke kota orang Filistin karena takut dan tidak percaya.

Tetapi Daud berkata dalam hatinya: “Bagaimanapun juga pada suatu hari aku akan binasa oleh tangan Saul. Jadi tidak ada yang lebih baik bagiku selain meluputkan diri dengan segera ke negeri orang Filistin; maka tidak ada harapan bagi Saul untuk mencari aku lagi di seluruh daerah Israel dan aku akan terluput dari tangannya” (1 Sam. 27:1).

Dalam istilah modern, Daud berpikir, “Lebih Baik Malu daripada Mati.” Daud melarikan diri kepada orang Filistin karena ia tidak percaya Allah akan melindungi nyawanya dengan cara lain.

Tindakan-tindakan Daud berdasarkan pragmatisme daripada berdasarkan prinsip. Ia mau bersekutu dengan musuh-musuh Israel agar merasa aman dan terjamin. Orang-orang Filistin pernah melarikan diri dari Daud, pahlawan Israel (1 Sam. 17:50-52), sekarang adalah sekutu Daud kepada siapa ia mencari perlindungan dari Saul. Supaya dihargai oleh Akhis, Daud meyakinkan dia bahwa ia akan memimpin serangan-serangan ke kota-kota Israel, kenyataannya ia menyerang orang Gesur, orang Girzi dan orang Amalek (27:8-12). Daud bahkan memberitahu Akhis bahwa ia akan bertempur bersama-sama dengannya melawan orang-orang Israel (28:1-2) yang tampaknya akan dilakukannya sampai ada sebuah protes dari panglima-panglima Filistin (29:1-5).

Peristiwa-peristiwa ini memberikan suatu latar belakang untuk kesulitan Daud dalam 1 Samuel 21. Dalam semua peristiwa-peristiwa sebelumnya, kekerasan dan tipu daya tampaknya lebih berperan daripada suatu kekecualian. Dalam pelarian selanjutnya dari Saul, Daud meninggalkan Yudea ke Gat, kota asal Goliat (1 Sam. 17:4,23) dan satu dari lima kota-kota penting orang Filistin (bnd. Yos. 13:3; 1 Sam. 6:17; 17:52). Tampaknya Daud ingin tetap tidak dikenal, namun harapan-harapan semacam itu sia-sia. Ia segera dikenali sebagai raja Israel dan pahlawan perang yang dinyanyikan oleh perempuan-perempuan Israel (1 Sam. 21:11). Hal-hal ini semuanya dilaporkan kepada Akhis, raja negeri Gat.

Keterangan di bagian atas Mazmur 56 (Alkitab bhs Inggris menyatakan bahwa Daud ditahan di rumah. Mungkin Daud bertanya-tanya apakah ia akan dihukum seumur hidup sebagai tahanan Akhis. Bagaimanapun, Israel dan orang-orang Filistin adalah musuh dalam peperangan sebagai bangsa. Daud adalah musuh raja (ay. 11), atau sekurang-kurangnya akan menjadi musuhnya. Dan Daud adalah tokoh yang membunuh pahlawan negeri mereka, Goliat. Keadaan tampaknya tidak baik untuk Daud. Bukanlah tanpa sebab kita diberitahu, “ Daud memperhatikan perkataan itu, dan dia menjadi takut sekali kepada Akhis, raja kota Gat itu.”(ay. 12).

Suatu rencana sederhana muncul di benak Daud. Dengan menyembunyikan kesehatan rohaninya. Daud mulai menunjukkan gejala-gejala orang gila. Ia menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan ludahnya meleleh ke janggutnya (ay. 13). Bagaimana mungkin orang gila semacam itu merupakan ancaman bagi Akhis? Dalam keadaan jiwa semacam itu Daud tidak akan dianggap oleh Akhis dalam konflik senjata dengan Israel (bnd. ay. 15; 29:1ff.). Hasilnya adalah Daud pergi, bukan secara sukarela seperti tercantum dalam 22:1, tapi dengan paksaan.

Keterangan di bagian atas Mazmur 34 menunjukkan bahwa raja Filistin “mengusirnya.”

Saya tidak mungkin untuk memuji Daud untuk tipu daya yang menandai perbuatan-perbuatannya ketika melarikan diri dari Saul (bnd. juga 1 Sam. 27:8-12). Juga saya tidak bisa memaafkan kecurangan Daud dalam peristiwa-peristiwa ini berdasarkan etika situasi, dengan alasan di “masa perang” kebohongan diperbolehkan. 110 Sementara Kidner berusaha memperkecil kesalahan yang dilakukan di sini dengan menunjukkan kecurangan Daud sebagai “ pura-pura jadi badut,” 111 saya temukan ini adalah suatu penjelasan yang tidak cukup. Mari kita jujur; ini tidak sama dengan jenis “tipuan” yang kita praktekkan ketika kita menyalakan lampu di rumah pada malam hari, agar perampok menarik kesimpulan bahwa kita ada di rumah. Ini adalah dusta dengan sengaja. Tindakan-tindakan Daud, sekurang-kurangnya beberapa di antaranya, adalah salah. Tidak hanya sulit bagi kita untuk memuji Daud untuk kelicikannya, kita jadi heran bagaimana mungkin memuji Allah untuk kelepasan Daud seperti Mazmur 34 mendorong kita untuk melakukannya. Bagaimana mungkin kita secara serius mengikuti instruksi yang Daud berikan dalam mazmur tersebut? Bagaimana kita menyelaraskan situasi 1 Samuel 21:10-15 dengan kata-kata dari Mazmur 34?

Solusi terhadap masalah kita tidak didapatkan dalam Kitab 1 Samuel. Bahkan ini tidak ditemukan dalam Mazmur 34. Kunci terhadap dilema kita ada dalam Mazmur 56, yang dimulai dengan kata-kata ini: “Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Merpati di pohon-pohon tarbantin yang jauh. Miktam dari Daud, ketika orang Filistin menangkap dia di Gat.”

Sebuah pandangan pada Mazmur 56, rupanya berdasarkan peristiwa yang sama dalam kehidupan Daud, akan menolong kita untuk melihat kebodohan dari ketakutan-ketakutan Daud dari mana Allah melepaskannya: “Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mzm. 56:4-5, bnd. juga ay. 10-11).

Dalam 1 Samuel 21:12 kita membaca: “Daud memperhatikan perkataan itu, dan dia menjadi takut sekali kepada Akhis, raja kota Gat itu.” Adalah rasa takut Daud terhadap Saul yang mendesaknya untuk melarikan diri ke Gat mencari perlindungan dari orang-orang Filistin. (bnd. 1 Sam. 27:1). Adalah rasa takut Daud terhadap manusia yang menyebabkan dia menipu orang-orang lain dengan bibirnya (misalnya 1 Sam. 20:5-6; 21:1-2, dsb.). Adalah kepanikan Daud yang memimpinnya pada kesimpulan bahwa ia harus berpura-pura gila di hadapan Abimelekh jika ia mau tetap hidup. Mazmur 56 berfokus pada ketakutan-ketakutan Daud, yang mendorongnya untuk melarikan diri dari Yudea dan berusaha melindungi hidupnya dengan dusta. Dalam Mazmur 56 saya percaya Daud akhirnya melihat masalahnya sebagai takut kepada manusia daripada kepada Tuhan. Dengan suatu iman yang diperbaharui (takut akan Tuhan) Daud sekarang menyadari bahwa “manusia” (ay. 4, 11) tidak dapat melakukan apa-apa bila Allah yang menjadi pelindungnya (ay. 3-4, 9-11).

Menurut pendapat saya rangkaian-rangkaian peristiwa yang tercatat dalam 1 Samuel 21 dan Mazmur 34 dan 56 adalah sesuatu seperti ini : Karena takut kepada Saul, Daud melarikan diri ke Gat. Ia berusaha tinggal di kota itu tanpa menyatakan identitasnya, namun segera dikenali (bnd. 1 Sam. 21:11). Ketika Akhis tahu tentang identitas Daud dan reputasinya sebagai seorang prajurit, ia menangkapnya ( keterangan di bagian atas, Mazmur 56). Dengan menjadi tahanan rumah, Daud mulai merenungkan situasinya dan menyadari ia ada dalam bahaya maut (bnd. 1 Sam. 21:12). Daud berlaku seperti orang gila dan diusir dari Gat. Raja mengingat kembali peristiwa-peristiwa itu pada suatu waktu dan mengerti bahwa ia telah bertindak berdasarkan rasa takut kepada manusia dan bukan kepada Tuhan (bnd. Mazmur 56:3-4, 10-11). Ia merendahkan diri di hadapan Allah dan menulis Mazmur 56 sebagai pengakuannya dan ikrar kepercayaannya. Akhirnya , Mazmur 34 ditulis untuk memuji Allah karena membebaskannya (meskipun ia telah berbohong dan berdosa) dan mengajarkan prinsip untuk terus “takut kepada Tuhan” yang telah dipelajari Daud melalui pengalamannya yang menyakitkan..

Oleh karena itu Mazmur 34 harus ditafsirkan dalam terang penyingkapan tambahan dari Mazmur 56. Kita tak perlu berusaha memaafkan dosa Daud, karena ia mengakuinya dan mengungkapkan pembaharuan imannya kepada Tuhan. Ketika kita membaca Mazmur 34 kita mengerti bahwa itu ditulis oleh orang yang sama yang sudah mengakui dosanya dan diampuni. Kepercayaan yang Daud sebutkan dalam Mazmur 34 adalah yang ditegaskannya kembali dalam Mazmur 56. Kunci untuk kita memahami hubungan Mazmur 34 dan 1 Samuel 21 adalah bahwa Daud diampuni dan diperbaharui imannya sebagai hasil dari pengalamannya yang diuraikan dalam Mazmur 56.

Seharusnya dicatat bahwa Mazmur 34 adalah suatu akrostik, atau mazmur abjad, dimana kata pertama dari setiap ayat ( termasuk keterangan di bagian atas ) dimulai dengan suatu huruf berurutan dari abjad Ibrani . Mazmur-mazmur lain, misalnya 25, 119 and dan 145, juga berbentuk akrostik. Bentuk ini tampil sebagai suatu puisi, yang di antara bentuk-bentuk lain, mungkin membantu dalam menghafalkan mazmur. Karena kebanyakan mazmur adalah literatur hikmat, adalah biasa bahwa bentuk ini dipakai dengan mempertimbangkan topik mazmur.

Suatu Janji akan Pujian
(34:1-4)

Mazmur 34:1-4 1 Dari Daud, pada waktu ia pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh, sehingga ia diusir, lalu pergi. 2 Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. 3 Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. 4 Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!

Daud memulai mazmur ini dengan suatu ikrar, atau suatu janji: “ Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku” (ay. 2). Di sini Daud berjanji untuk terus memuji Tuhan-nya. Puji-pujiannya, yang berdasarkan pada suatu peristiwa khusus di dalam hidupnya, adalah terus-menerus. Ini seharusnya dimengerti bahwa Daud tidak menjanjikan suatu waktu pujian secara maraton, namun lebih sebagai komitmen dirinya sendiri untuk memuji Tuhan pada setiap kesempatan dan di tengah-tengah berbagai keadaan pikiran, roh dan tubuh. Sama seperti “tetaplah berdoa” (1 Tes. 5:17)— adalah berdoa secara konsisten dan dalam semua keadaan— Daud berjanji untuk memuji tanpa berhenti.

Sementara ayat satu menekankan tentang frekwensi pujian Daud, ayat yang kedua menyatakan fokus dari pujian tersebut. Jiwanya akan “bermegah karena TUHAN” (ay. 3a). Daud tidak memikirkan pengalamannya, bahkan juga tidak kelepasannya, namun pada Pembebasnya. Tuhanlah yang menjadi subyek dan obyek dari pujian Daud.

Ayat-ayat 3b dan 4 mengingatkan kita akan kebersamaan dalam pujian. Pujian bisa dilakukan secara pribadi, namun ini bukanlah jenis mazmur dimana pemazmur praktekkan dan sarankan. Ketika Daud di muka umum memuji Tuhan waktu ibadah, ia bertujuan untuk mempromosikan ibadah bagi seluruh jemaat112 Mereka yang mengasihi Tuhan, seperti Daud, dapat memuliakan Dia bersama-sama dengan dia. Ajaran Paulus dalam Roma pasal 12 menunjukkan bahwa ibadah Perjanjian Baru seharusnya menjadi saling berbagi sukacita dari para orang Kristen: “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Rm. 12:15).

Oleh karena itu Daud mengajak rekan-rekannya untuk bergabung dengannya dalam memuliakan Tuhan sehingga nama-Nya dimasyhurkan (ay.4).

Kelepasan Daud
(34:5-8)

5 Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. 6 tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. 7 Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. 8 Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.

Memuji Tuhan dalam mazmur-mazmur ini berdasarkan pada dua tema utama : (1) perbuatan-perbuatan Tuhan dan (2) sifat-sifat Tuhan. Karya-karya Tuhan dan penyediaan-Nya yang luar biasa merupakan dasar dari pujian. Dalam ayat-ayat 5-8 Daud menguraikan kelepasannya, yang merupakan dasar dari pujian dan pengajarannya.

Dari keterangan bagian atas mazmur dan catatan dalam 1 Samuel 21, kita mengetahui detil-detil kelepasan yang disebut oleh Daud. Jika kita tidak mempunyai detil-detil tambahan ini, kita hampir tidak bisa menyimpulkan bahwa pujian Daud berasal dari peristiwanya dengan Akhis. Menurut latar belakang mazmur ini, beberapa pengamatan yang dibuat di sini akan menolong kita untuk mengerti lebih baik keterangan sejarah singkat dalam ayat 5-8.

(1) Fakta bahwa mazmur ini memiliki suatu keterangan di bagian atas yang menunjuk kita untuk mengingat kembali  Samuel 21 menunjukkan bahwa tidak ada usaha di sini untuk menyembunyikan kegagalan-kegagalan Daud. Sesungguhya, akan aman untuk mengatakan bahwa ini dimaksudkan agar kita menafsirkan mazmur ini dalam terang kegagalan-kegagalan tersebut. Tidak ada usaha untuk “menutupi” Daud agar membuat dia (atau mazmur ini) kelihatan bagus.

(2) Singkatnya uraian kelepasan Daud seharusnya dimengerti dalam terang tujuan Daud untuk keseluruhan mazmur, yaitu untuk mendorong orang-orang lain untuk membagikan berkat-berkat perlindungan Tuhan dan memuji-Nya. Daud bertujuan ( dan berjanji, bnd. ay, 1, 2a) untuk memuji Tuhan. Sementara mungkin saja bagi dia untuk membuat catatan tersebut bagus, itu akan mengaburkan obyek dari pujian Daud, Tuhan sendiri. Semakin Daud mengecilkan pengalaman pribadinya dan menyamaratakan kebaikan Tuhan, semakin banyak orang-orang lain bisa mengidentifikasi diri dengannya dan bergabung dalam pujiannya. Jika pelarian Daud ke Gat dan hubungan-hubunganya dengan orang-orang Filistin ini kurang bisa dipuji ( seperti saya percaya itulah yang jadi masalah), maka Daud tidak ingin berkonsentrasi pada perbuatan-perbuatannya yang salah, namun pada anugerah Tuhan. Ada nilai kecil dalam mengupas dosa Daud, namun banyak yang diperoleh dari merenungkan keselamatan Tuhan.

(3) Daud tidak menekankan kelepasannya dari bahaya dalam ayat-ayat ini (yang ia hadapi sebagai akibat dari dosanya sendiri) sebanyak kelepasannya dari rasa takutnya. Dalam ayat 20 Daud menulis bahwa kemalangan orang benar banyak. Orang benar akan menghadapi kemalangan. Tuhan membebaskan orang yang dimilikinya dari beberapa situasi yang berbahaya, seperti Ia melepaskan Daud dari tangan Akhis. Ketakutan-ketakutan Daud adalah ancamannya yang terbesar. Mazmur 56 menguraikan perubahan hati yang dialami Daud, mengubah rasa takutnya kepada manusia menjadi takut akan Tuhan.

(4) Sementara ayat 5-8 dengan singkat mencatat kelepasan Daud pribadi, mereka menekankan bahwa apa yang Tuhan lakukan untuk Daud, Tuhan juga lakukan untuk semua orang yang menjadi umat-Nya. Perhatikan jalinan akan hal khusus ( kelepasan Daud ay. 5, 7) dengan hal umum (Tuhan menyelamatkan mereka yang takut akan dia dari segala kesesakan mereka ay. 6, 8). Daud mendorong semua orang benar untuk memuji Tuhan dengannya. Sementara mereka bisa bersukacita dalam kelepasan Daud, mereka bahkan lebih lebih bersemangat lagi ketika mereka diingatkan bahwa apa yang Tuhan telah lakukan untuk Daud ( dan akan melakukan) untuk mereka.

Ayat 6 paling sering dipahami sebagai suatu petunjuk kepada mereka yang menujukan pandangan kepada Tuhan untuk kelepasan mereka. 113 Mereka mencari Dia, dan mereka tidak pernah dipermalukan dengan diabaikan atau ditinggalkan. Ayat 8 mengubah fokus dari rasa aman dan jaminan para orang kudus kepada alat dengan mana perlindungan Tuhan digenapi dan dijamin. Sesungguhnya ini adalah satu dari sedikit petunjuk-petunjuk yang jelas pada “malaikat Tuhan” dalam konteks ini dalam Perjanjian Lama. Sama seperti Elisa yakin akan perlindungan rombongan para malaikat ketika ia dan pelayannya dikepung oleh tentara Siria (2 Raja-raja 6), demikian juga Daud melihat “malaikat Tuhan” (yang saya mengerti adalah penjelmaan Kristus sebelumnya) yang berkemah di sekitar setiap orang kudus.

Perlindungan semacam itu tak bisa dilihat dalam situasi normal (misalnya 2 Raja-raja 6:17), namun meskipun demikian ada. Hanya dengan “mata iman” kita bisa dijamin dengan perlindungan ilahi. Daud takut kepada Akhis karena ia lupa bahwa pelindungnya selalu hadir. Mereka yang mencari Tuhan untuk melindungi mereka dan membebaskan harus mengerti bahwa kelepasan mungkin sering terjadi dalam cara-cara yang tak diharapkan dan tak terduga. Dalam Perjanjian Lama Anak Allah sangat dekat untuk menyelamatkan umat-Nya, namun sedikit orang yang menyadarinya. Dalam Perjanjian Baru Anak Allah turun ke dunia dalam rupa manusia untuk diam di antara umat-Nya dan menyelamatkan mereka, meskipun demikian sedikit orang yang mengenali-Nya.

Suatu Ajakan untuk Merasakan Persediaan dan Perlindungan Tuhan secara pribadi (34:9-11)

9 Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! 10 Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia! 11 Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.

Daud sudah mengajak jemaat untuk bergabung dengannya dalam memuji Tuhan sebagai Penyedia dan Pelindung mereka. Sekarang ia mendorong orang-orang Israel yang mengikutinya untuk secara pribadi mengalami perlindungan dan persediaan ini.

Suatu perubahan yang penting terjadi pada ayat 9. Mazmur yang berdasarkan pada suatu pengalaman pribadi dalam kehidupan Daud dimulai dengan suatu komitmen untuk memuji Tuhan (ay. 2-4), kemudian hanya mencantumkan empat ayat untuk kelepasan Daud (ay. 5-8, hanya dua di antaranya yang khusus). Ini kemudian beralih dari pengalaman Daud kepada ajakan dan instruksi agar orang-orang lain mengalami kebaikan Tuhan dalam hidup mereka. Peringatan dari Mazmur 34 ditujukan kepada orang-orang lain tentang hubungan mereka sendiri dengan Tuhan.

Kita bisa mengerti lebih baik ayat 9-11 dengan menjawab dua pertanyaan: (1) Siapa yang Daud undang untuk menerima berkat-berkatnya? (2) Apakah berkat-berkat tersebut sehingga mereka diundang untuk menikmatinya bersamanya? Mari renungkan pertanyaan-pertanyaan ini.

Mereka yang diajak untuk “mengecap dan melihat betapa baiknya Tuhan” (ay. 9a) adalah orang yang beribadah bersama-sama dengan Daud, orang-orang Istrael yang datang untuk menyembah Tuhan. Mereka bukan orang kafir, juga mereka bukan acuh tak acuh terhadap kehadiran mereka untuk ibadah. Berkat-berkat yang membuat mereka didorong untuk mengalaminya adalah juga berkat-berkat yang telah dialami Daud sendiri. “Kebaikan Tuhan” (ay. 9a) adalah perlindungan Tuhan (ay. 9b) dan persediaan-Nya (ay. 10b).

Kita dapat mengambil kesimpulan dari ayat 9-11 bahwa mayoritas orang-orang zaman Daud tidak mengalami kepenuhan berkat-berkat Tuhan. Bagaimanapun, untuk apa mengajak orang-orang lain mengalami apa yang sudah mereka miliki? Jika orang-orang Israel dari zaman Daud cukup setia beribadah secara teratur, mengapa mereka perlu didorong untuk merasakan, mempercayai, dan takut akan Tuhan? Saya menduga bahwa mereka, seperti zaman sekarang banyak orang yang pergi ke gereja, pergi mengikuti liturgi ibadah, namun gagal memiliki hubungan dengan Allah yang memampukan mereka untuk secara pribadi mengalami persediaan dan perlindungan Tuhan yang Daud mengerti pada akhirnya.

Mengapa orang-orang Israel yang setia beribadah tidak mengenal kasih Tuhan dan kepedulian-Nya seperti seharusnya mereka tahu? Saya percaya jawabannya secara singkat diberikan dalam ayat 11, dan solusinya dengan hati-hati dijelaskan dalam ayat 12-23. Mereka yang “berlindung” kepada Tuhan (ay. 9) digambarkan dengan istilah Ibrani geber, yang berarti “orang yang kuat,” “orang yang berkuasa.” 114 Orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mendapatkan kekuatannya di dalam Tuhan dan bukan dalam dirinya sendiri. Mereka yang telah dilepaskan dari rasa takut terhadap manusia adalah mereka yang takut kepada Tuhan.

Ayat 11 menggambarkan prinsip pada ayat 9 dan 10 dan juga prinsip yang diuraikan dalam ayat-ayat berikutnya. Ada beberapa binatang yang mengagumkan dan kuat seperti singa muda. Ia adalah contoh kekuatan, dan meskipun kuat, singa-singa muda merana kelaparan. Meskipun hebat, kekuatannya tidak menjamin persediaan yang berlimpah. Sebaliknya dengan singa muda yang berkekurangan walaupun dia kuat, mereka yang mencari Tuhan (akan tegak dan tidak lemah) dijamin bahwa mereka tidak akan kekurangan “sesuatu pun yang baik.”

Penekanan pada ayat-ayat 9-11 adalah untuk mengundang orang-orang lain untuk mengalami jenis berkat-berkat yang sama sehingga Daud memuji Tuhan. Asumsinya adalah kebanyakan orang-orang Israel pengikutnya tidak mengalami berkat-berkat ini, walaupun mereka memiliki warisan keagamaan mereka dan pengabdian mereka pada upacara agama. Seperti singa-singa muda, mereka mempercayai kekuatan mereka sendiri dan tidak mempercayai Tuhan, dan karena itu mereka menderita. Bagaimana kita bisa takut akan Tuhan (ay. 10) dan mengecap serta melihat (ay. 11) kebaikan Tuhan? Ayat 12-23 menjawab pertanyaan ini secara rinci.

Perintah untuk Takut akan Tuhan
(34:12-23)

12 Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu! 13 Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? 14 Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan menipu; 15 jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!

16 Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; 17 wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. 18 Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari kesesakannya. 19 TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.

20 Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu; 21 Ia melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang patah. 22 Kemalangan akan mematikan orang fasik, dan siapa yang membenci orang benar akan menanggung hukuman. 23 TUHAN membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya, dan semua orang yang berlindung pada-Nya tidak akan menanggung hukuman.

Perhatikan perubahan gaya dalam ayat 12 dari ajakan menjadi instruksi, dari pujian bersama-sama menjadi semacam khotbah. 115 Dalam suatu bentuk yang cirinya hampir sama dengan yang ditemukan dalam Kitab Amsal, Daud mulai mengajarkan orang-orang mengenai satu faktor yang hilang dalam agama mereka, sesuatu yang mencegah mereka dari mengalami berkat-berkat persediaan dan perlindungan Tuhan – takut akan Tuhan. Pokok ini diperkenalkan dalam ayat 12. Dalam ayat 13-15 hasil dari takut akan Tuhan diuraikan. Ayat 16-19 menguraikan hubungan dengan suatu rasa takut akan Tuhan telah terjadi. Upah-upah dari takut akan Tuhan dibicarakan dalam ayat-ayat 20-23. Mari kita pertimbangkan setiap aspek “takut akan Tuhan” ini.

Ayat 12 merupakan suatu undangan untuk menerima ajaran mengenai “takut akan Tuhan:” Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!” Undangan dalam ayat 12 adalah kepada “anak-anak” (secara harfiah, “putra-putra”). Seperti di dalam Amsal guru sering memanggil murid sebagai “anak”nya (bnd. Ams.1:8, dsb.) Takut akan Tuhan bukanlah sesuatu yang tidak jelas, konsep yang dibuat-buat, tapi sesuatu yang bisa diajarkan dan diketahui. Ini bukan hanya subyektif, tetapi obyektif. Sebagai tambahan, takut akan Tuhan bukan hanya semata-mata akademis, namun ini tampil dalam istilah-istilah yang sangat praktis.

Daud sudah memuji Tuhan karena baik kepadanya (ay. 2-9). Lebih jauh lagi ia mendorong orang-orang Israel yang mengikutinya untuk mengecap dan melihat kebaikan Tuhan kepada mereka (ay. 9). Takut akan Tuhan sekarang ditampilkan sebagai prasyarat untuk melihat kebaikan Tuhan. Kebaikan Tuhan tidak untuk semua orang. Daud telah mengalaminya, dan ia mendorong orang-orang lain untuk mengecapnya juga. Bagaimanapun, kebaikan Tuhan hanya ditujukan bagi mereka yang takut kepada-Nya.

Sementara definisi “takut akan Tuhan” lebih luas daripada beberapa ayat yang singkat, Daud memberi contoh tentang rasa takut ini dalam ayat-ayat 14-15. Takut akan Tuhan bukan hanya dipelajari; ini dilakukan. Sama seperti Yakobus mengajarkan bahwa “ “ iman yang tidak disertai perbuatan, pada hakekatnya mati” (Yakobus 2:14ff), Daud mengajarkan bahwa takut akan Tuhan dimanifestasikan dalam cara-cara yang sangat praktis. Dalam ayat 14 kita diajarkan bahwa takut akan Tuhan berakibat mengendalikan bibir kita, suatu tema utama dalam Kitab Amsal.

Paling menarik bahwa Daud seharusnya mengemukakan masalah kebohongan di sini, karena ini ini telah menjadi suatu ciri utama dari hidupnya ketika ia melarikan diri dari Saul. Ia minta Yonatan untuk berbohong mengenai absennya di meja makan Saul (1 Sam. 20:1- 6). Ia berbohong kepada Ahimelekh mengenai tujuan kedatangannya, yang berakibat pada kematian banyak orang yang tidak bersalah (1 Sam. 2:1-2; 22:11-19). Ia berusaha membohongi orang-orang di Gat mengenai identitasnya dan kecakapannya dalam bidang militer (1 Sam. 21:10ff.). Bagaimana, kemudian, dapatkah Daud berbicara tentang jangan berdusta? Bagaimana ia bisa begitu munafik ketika mengajarkan topik dimana ia telah gagal?

Seperti sudah kita lihat, Daud sedang mengajarkan kita selaku orang yang telah mempelajari kebenaran ini dengan cara yang berat. Daud sedang memberitahu kita bahwa ketika ia takut kepada Akhis daripada kepada Tuhan, ia lebih peduli untuk menyenangkan Akhis daripada taat kepada Tuhan. Takut kepada Tuhan berarti bertindak secara konsisten sesuai karakter Tuhan dan perintah-perintah-Nya. Mazmur 56 memberitahu kita bahwa Daud telah mempelajari pelajaran ini dengan sulit melalui pengalamannya di Gat. Dalam ayat ke 14 dan 15 Daud sedang berusaha mengkomunikasikan apa yang ia sendiri telah pelajari tentang dusta.

Dalam ayat 15 takut akan Tuhan dikumandangkan dalam istilah-istilah yang lebih umum. Kita bukan saja harus menjaga lidah kita, bicara yang benar daripada berdusta, namun kita juga harus menjauhi kejahatan dan melakukan yang baik. Kita harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Di sini juga Daud telah gagal. Ia sudah minta pedang Goliat kepada imam Ahimelekh(1 Sam. 21:8-9). Mengapa ia perlu sebilah pedang untuk mengejar damai sejahtera? Mengapa dengan marah Daud berusaha membunuh Nabal dan setiap pria dalam rumahnya (1 Sam. 25:21-22)? Akhirnya mengapa Daud mau pergi berperang dengan Akhis melawan Israel? (1 Sam. 28:1-2)? Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa Daud bukanlah seorang pencari damai. Sekali lagi, Daud gagal untuk mencari damai karena ia takut kepada Akhis lebih daripada kepada Tuhan. Oelh karena itu secara jujur ia bisa mengajarkan apa yang sudah ia pelajari: takut akan Tuhan tidak konsisten dengan kejahatan.

Kita belajar bahwa takut akan Tuhan bukanlah urusan yang ringan, bersifat teori. Takut akan Tuhan melibatkan bertindak secara konsisten dengan karakter Tuhan dan perintah-perintah-Nya. Ini artinya kita harus meninggalkan dusta, dan kita harus bicara yang benar. Ini artinya kita harus berhenti melakukan kejahatan dan sebaiknya mengejar damai sejahtera. Takut akan Tuhan bukan hanya doktrin, ini harus dilaksanakan.

Ayat-ayat 13-15 menyarankan bahwa takut akan Tuhan menuntut respons, sementara dalam ayat 16-19 takut itu tergantung pada suatu hubungan. Ayat 14 dan 15 menguraikan perilaku seseorang yang takut akan Tuhan; ayat 16-19 menguraikan hubungan di antara manusia dan Tuhan yang berdasarkan kepercayaan dan perilaku tersebut. . Sementara kita diajarkan apa yang Tuhan lakukan atas nama orang benar dalam bagian ini, penekanan utama adalah mengapa Tuhan bertindak atas nama manusia untuk menyelamatkan dan melepaskan dia dari kesulitan-kesulitannya.

Takut akan Tuhan adalah dasar dari sebuah hubungan di antara Tuhan dan manusia. Tuhan diuraikan sebagai dekat dengan “orang-orang yang patah hati” (ay. 19). Mata dan telinganya tertuju pada teriakan orang-orang benar (ay. 16,18), sementara wajah-Nya menentang orang-orang yang berbuat jahat (ay. 17). Beberapa hal menjadi ciri-ciri orang benar dalam ayat-ayat ini. Sementara ayat 14-15 menguraikan tindakan-tindakan orang benar, ayat 16-19 menekankan sikap-sikap mereka. Orang benar percaya Tuhan sebagai bukti teriakan mereka kepada-Nya agar ditolong (ay. 16, 18). Berbeda dengan orang-orang fasik yang sombong, orang benar remuk jiwanya (ay. 19). Intinya adalah bahwa orang benar bersandar pada Tuhan, mencari Dia untuk minta tolong daripada bersandar pada kekuatannya sendiri. Saya percaya ini juga sebuah pelajaran yang Daud pelajari di Gat. Kecerdikan manusia tidak menyelamatkan Daud (misalnya pura-pura gila); ia dilepaskan oleh anugerah Tuhan sebagai tanggapan terhadap permohonan Daud dengan rendah hati untuk dlepaskan. Daud diselamatkan bukan karena kepintaran dan karena belas kasihan Tuhan, yang menggerakkan-Nya untuk menjawab teriakan Daud agar dilepaskan.

Ayat 12 berbicara tentang takut akan Tuhan dalam istilah kepercayaan ; ayat 14 dan 15 berpusat pada perilaku ; ayat 16-19 berpusat pada dasar. Dalam ayat-ayat 20-23 Daud memperluas ayat 12 dengan menguraikan keuntungan-keuntungan takut akan Tuhan.

Dalam ayat 20 dan 21 takut akan Tuhan diuraikan sebagai menyediakan perlindungan bagi orang benar dan kelepasan dari kemarahan manusia. Kita tidak berani menyarankan dalam terang ayat 20 bahwa pemeliharaan Allah menjanjikan kita bahwa orang benar tidak akan menderita. Tuhan akan menjaga kita dalam penderitaan-penderitaan kita, dan sudah pasti Ia akan melepaskan kita dari kemalangan kita. Luasnya perlindungan kita ditekankan dalam ayat 20. Sementara ayat ini mungkin berhubungan dengan Keluaran 12:46 dan sudah pasti digenapi dalam hidup Tuhan kita (Yohanes 19:36), ini mungkin seharusnya diterapkan kepada orang benar dalam konteks Yesaya 38:13 (bnd. juga Bil. 24:8). Dalam Yesaya diungkapkan kekalahan dan keputusasaan seseorang yang dikalahkan oleh kemalangan. Daud mengajarkan bahwa ini tidak akan terjadi pada mereka yang takut akan Tuhan.

Tampaknya penekanannya berubah dalam ayat 22 dan 23 dari ujian-ujian dan pencobaan-pencobaan hidup kepada penghakiman Tuhan. Mereka yang takut kepada Tuhan bukan hanya dijamin dengan perlindungan Tuhan waktu kemalangan, namun juga diijaga dari hukuman dan murka ilahi. Kebalikan dari orang benar, orang fasik akan mati oleh kejahatan, dan mereka yang membenci orang benar akan menanggung hukuman. Ayat-ayat ini menguraikan hancurnya orang fasik dari sisi mana saja. Pada satu sisi, orang fasik dihancurkan oleh kejahatan mereka sendiri. Mereka menderita balasan dari Tuhan, seperti kita lihat dalam kitab Amsal: “Maka mereka akan memakan buah perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka. Sebab orang yang tak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya.” (Ams. 1:31-32).

Pada sisi lainnya, bukan hanya nasib yang mengejar orang fasik. Tuhan berurusan dengan orang fasik karena Ia benar dan tidak dapat mengabaikan dosa karena Ia tidak akan mengizinkan orang-orang benar-Nya dianiaya tanpa akhirnya melaksanakan keadilan kepada pelaku-pelaku kejahatan yang menindas mereka. Orang fasik “dihukum” atau “merasa bersalah”.

Ayat 23 mungkin adalah ayat yang paling indah dalam mazmur ini karena ini menjamin kita bahwa : “TUHAN membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya, dan semua orang yang berlindung pada-Nya tidak akan menanggung hukuman” (ay. 23). Daud tahu bahwa Tuhan tidak hanya menyelamatkan manusia dari pencobaan-pencobaan dan kesengsaraan-kesengsaraan, namun bahwa Ia yang menyelamatkan manusia dari dosa-dosa mereka. Orang fasik akan binasa, namun jiwa para hamba-Nya ditebus.

Tolong catat sesuatu yang sangat penting mengenai ajaran mazmur ini. Kata yang sama “hukuman” digunakan baik dalam ayat 22 maupun 23. Orang fasik, kita diberitahu dalam ayat 22, akan dihukum. Mereka yang berlindung pada-Nya tidak akan menanggung hukuman (ay. 23). Kata “hukuman” mengasumsikan rasa bersalah pada kedua contoh tersebut. Sementara catatan pinggir dari NASB memberi tahu kita, itu artinya “bersalah.” Daud ingin kita mengerti bahwa baik orang fasik maupun orang benar bersalah. Dalam satu contoh orang yang bersalah tetap melakukan kesalahan dan dihukum untuk dosa-dosa mereka. Pada contoh lainnya orang yang bersalah ditebus dan tidak dihukum. Alasannya beberapa diampuni dan lainnya tidak adalah karena beberapa orang “berlindung kepada-Nya” (ay 23), mereka yang “patah hati” sementara lainnya dengan keras kepala menolak Tuhan dan “membenci orang benar” (ay. 22).

Kata “membebaskan” juga penting dalam ayat 23, karena ini menasihati bahwa pengampunan bagi mereka yang berlindung kepada Tuhan bukan tanpa biaya. Dari pengajaran Perjanjian Baru kita tahu bahwa kita ditebus bukan oleh cucuran darah hewan menurut hukum Perjanjian Lama, namun oleh cucuran darah Yesus Kristus (bnd. Ibr. 9:11-14; 1 Ptr. 1:19). Hal penting untuk kita ingat adalah bahwa beberapa diselamatkan, bukan karena mereka benar, namun karena mereka telah ditebus, diampuni, dan oleh karena itu tidak lagi bertanggung jawab untuk dosa-dosa mereka. Dosa mereka telah dibayar oleh Yang Lain.

Ini khususnya penting sehubungan dengan latar belakang historis dari Mazmur 34. Daud tidak dilepaskan dari tangan Akhis karena kebenarannya, namun karena hubungannya dengan Tuhan. Daud takut akan Tuhan. Ketika Daud berdosa melalui dusta dan kekerasan, ini menyatakan bahwa ia telah membiarkan rasa takut akan Tuhannya berkurang, menggantikannya dengan takut akan manusia. Ketika dengan murah hati Tuhan melepaskan Daud, bukan karena ia benar, namun karena hubungannya. Sebagai tanggapan terhadap belas kasihan Tuhan yang telah melepaskannya, rasa takut Daud akan Tuhan diperbaharui. Sebagai hasilnya Daud tidak hanya bisa memuji Tuhan, namun ia juga bisa membagikan apa yang telah dipelajarinya dengan orang-orang lain, mendorong mereka untuk mengalami berkat Tuhan dalam suatu cara yang lebih kaya dan lebih penuh.

Kesimpulan

Kita seharusnya sekarang bisa melihat permulaan mazmur pada fokusnya. Tindakan-tindakan Daud melarikan diri kepada Akhis dari Saul tidak seluruhnya patut dipuji. Kita tidak perlu berusaha membenarkan atau menjelaskan hal tersebut. Dari pengalaman kita sendiri kita dapat segera mengerti mengapa Daud bertindak seperti itu. Daud, di bawah tekanan kejaran Saul, telah mulai menurun rasa takutnya akan Tuhan dan sebaliknya menjadi takut pada manusia (khususnya, Akhis). Ini memimpin kepada tindakan dusta karena sikap hati Daud saat itu lebih mementingkan untuk memuaskan Akhis daripada menyenangkan Tuhan.

Sikap-sikap dan tindakan-tindakan Daud dalam 1 Samuel 21 sungguh-sungguh sama dengan Abram, nenek moyangnya. Abram belum cukup memegang kuasa Tuhan untuk menyediakan dan melindunginya, walaupun ada janji-Nya dalam Kejadian 12:1-3. Ketika terjadi suatu kelaparan di tanah Kanaan, Abram takut bahwa Tuhan tidak dapat memeliharanya, jadi ia meninggalkan tanah perjanjian ke tanah Mesir (Kej. 12:10). Pernah di Mesir, Abram mulai takut kehilangan nyawanya karena istrinya Sarai cantik. Ia berusaha melindungi dirinya sendiri dengan berdusta kepada orang-orang Mesir bahwa Sarai adalah adiknya. (dan karena itu bisa dinikahi), bukan istrinya. Dengan murah hati, Tuhan melepaskan Abraham walaupun ia berdosa, bukan karena hal itu. Itu hanyalah ketika Abraham lebih percaya sepenuhnya kepada Tuhan sehingga ia bisa memberikan putranya (pengamannya dalam dunia kuno) dengan iman, percaya Tuhan untuk menyediakan dan melindungi. Kita tidak perlu mengecilkan dosa-dosa Abram atau Daud. Kebaikan Tuhan bahkan lebih besar ketika kita tahu bahwa Tuhan sering melepaskan kita karena diri kita, dan bukan karena kepintaran kita dan rencana-rencana licik kita.

Kita tak perlu terkejut bahwa Daud dapat memuji Tuhan karena kelepasannya dalam Mazmur 34 lebih daripada kita perlu kaget bahwa bahkan ia terus mengajar kita tentang kekudusan secara pribadi dan praktis. Daud dapat memuji Tuhan karena hatinya sekarang benar di hadapan Tuhan (seperti terlihat dalam Mazmur 56). Daud bisa mengajar orang-orang lain tentang takut akan Tuhan karena ia sudah mengerti lebih dalam melalui kegagalan-kegagalannya sendiri.

Mazmur 34 seharusnya tidak menyusahkan kita lebih dari Mazmur 32. Daud bisa memuji Tuhan karena dosa-dosanya diampuni (bnd. ay. 1-7), dan ia bisa terus mengajar orang-orang lain untuk mengikuti Tuhan, walaupun ia berdosa dengan Batsyeba. Ia bisa mengajar dengan integritas karena ia sudah menggumuli dosanya sendiri dalam Mazmur 51. Melalui mazmur ini kita belajar bahwa Daud sudah melihat keseriusan dosanya dan mengakuinya di hadapan Tuhan. Dalam ayat 3 dan 4 Mazmur 32 kita belajar bahwa dosa-dosa Daud membawa banyak kesakitan dan penderitaan jiwa. Dosanya tidak dianggap enteng, baik oleh Tuhan maupun Daud, namun setelah mengakuinya Daud bisa memuji Tuhan dan mendorong dan mengajar orang-orang lain.

Menurut dugaan saya, Petrus adalah seorang pria yang seperti Daud. Keduanya tampaknya impulsif, dan meskipun demikian keduanya menyerahkan hatinya kepada Allah. Sementara Allah bertujuan agar Petrus menjadi seorang pemimpin gereja-Nya, ( bnd. Mat. 16:17-19), Ia ingin bahwa sebagian dari prosesnya adalah membiarkan dia gagal : “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu” (Lukas 22:31-32).

Saya ingin menasihati Anda bahwa Tuhan itu murah hati. Ia telah memilih untuk memakai orang yang bisa berbuat salah untuk melayani dan menyembah-Nya. Tuhan tak pernah memandang ringan dosa kita, dan kita diingatkan akan konsekwensi-konsekwensi dosa yang menakutkan, meskipun sering melalui kegagalan-kegagalan kita pelajaran-pelajaran hidup terbesar dipelajari. Kita tidak perlu memaklumi dosa-dosa Daud lebih daripada kita seharusnya memaklumi Petrus. Meskipun demikian apa yang kita bisa lakukan adalah memuji Tuhan bersama mereka untuk kelepasan-Nya yang murah hati. Lebih jauh lagi, kita seharusnya belajar dari orang-orang ini bahwa Tuhan juga adalah seorang pembebas yang murah hati bagi kita.

Seorang teman dan saya baru-baru ini berbicara tentang beberapa orang dalam pelayanan yang entah bagaimana bisa menjalani kehidupan ganda – menyampaikan firman Tuhan dan juga menjalani kehidupan amoral. Saya pikir Mazmur ini menolong menjelaskan mengapa beberapa orang bisa menjalani hidup dalam dusta. Mereka munafik dalam keamoralan mereka karena mereka telah mengembangkan suatu pola kemunafikan. Karena mereka adalah pengkhotbah-pengkhotbah dan orang-orang meninggikan mereka sebagai teladan, mereka pikir mereka tidak bisa gagal. Mungkin saya seharusnya katakan, mereka menyimpulkan bahwa mereka tidak berani mengakui bahwa mereka gagal. Kita yang tidak mau mengakui bahwa Daud telah berdosa dalam hubungannya dengan Saul dan dengan Akhis sudah pasti tidak mau belajar bahwa para pemimpin Kristen juga gagal. Konsekwensinya, para pemimpin kita, guru-guru dan pendeta-pendeta belajar untuk hidup dalam dusta. Mereka terkesan bisa mengendalikan dosa dalam kehidupan mereka, namun mereka tahu bahwa mereka lemah. Menjadi terbiasa pada kemunafikan, ketika mereka gagal secara moral mereka cenderung untuk terus melakukan apa yang mereka selalu lakukan --- memainkan peranan dimana orang-orang mengharapkan mereka.

Tolong jangan salah menafsirkan kata-kata saya ini. Saya tidak berpendapat kita seharusnya menganggap enteng dosa atau para pendosa, termasuk para pemimpin agama. Saya hanya mengatakan bahwa kita tidak mau membiarkan mereka untuk mengakui bahwa mereka telah gagal, jadi mereka menjadi munafik. Juga kita tidak mau dipimpin oleh mereka yang melakukan kesalahan-kesalahan. Semua pemimpin Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah manusia-manusia dengan “kaki dari tanah liat.” Kita tidak berani menuntut lebih pada para pria sekarang ini. Kita perlu diingatkan bahwa Tuhan telah membebaskan kita dari dosa-dosa kita, jika kita mengakui dosa-dosa tersebut dan meninggalkannya. Cara hidup yang benar bukanlah mengabaikan dosa atau berdalih, namun bertobat dari dosa itu dan dipulihkan. Saya berdoa agar kita bisa mendapatkan pengampunan dan pemulihan akan persekutuan dan ibadah yang Daud alami sehingga ia mendorong kita untuk juga mengalaminya.

Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik (ay. 13)? Belajarlah dari Daud bahwa hal-hal ini berasal dari Tuhan untuk mereka yang takut kepada-Nya. “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!” (ay. 9)

Pesan ini adalah dari seorang pendosa kepada para pendosa. Saya berdoa agar Anda mau “berlindung” dalam Tuhan Yesus Kristus, yang adalah Penebus umat manusia melalui pengorbanan-Nya mati disalib di Kalvari. Sebagai orang-orang percaya, doa saya adalah agar Anda dan saya akan takut kepada-Nya sebagaimana seharusnya.

104 Mazmur 3, 7, 18, 30, 34, 51, 52, 54, 56, 57, 59, 60, 63, dan 142 adalah mazmur-mazmur yang berdasarkan episode-episode kehidupan Daud. Bnd. Derek Kidner, Mazmur 1-72 (Downers Grove: Inter-Varsity Press, 1973), p. 53.

105 Saya harus katakan “rupanya” karena keterangan di bagian atas Mazmur 34 menceritakan kita bahwa Daud pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh sementara dalam 1 Samuel 21 nama raja Gat yang disebutkan adalah Akhis. Seperti catatan pinggir dari NASB menunjukkan, Abimelekh mungkin adalah gelar Akhis. Ini, jika demikian, akan sama dengan gelar “Firaun” yang digunakan oleh raja-raja Mesir. Bnd. A. F. Kirkpatrick, The Book of Psalms Kitab Mazmur (Grand Rapids: Baker Book House [cetak ulang], 1982), hlm. 170.

Catatan-catatan Perowne membingungkan dan mengganggu: “Tak ada nilai bisa dilekatkan pada bagian atas dengan keterangan historisnya, karena sementara ini dipinjam dari I Sam. xxi. 13 [14], Abimelekh digantikan dengan Akhis yang seperti hal membingungkan dengan narasi dalam Gen. Kej. xx. xxi.; dan lebih jauh isi dari Mazmur tidak sangat siap, atau sewajarnya, serasi dengan dugaan situasi-situasi.” J. J. Stewart Perowne, The Book of Psalms (Grand Rapids: Zondervan [reprint], 1976), I, p. 298.

Leupold memiliki suatu pendekatan yang lebih seimbang dan alkitabiah: “Ia mengambil jalan yang ragu-ragu dan bijaksana dengan pura-pura gila (‘mengubah perilaku’ menurut ungkapan Ibrani) di depan raja. Agak jelas bahwa isi mazmur tidak membuktikan atau tidak membuktikan klaim ini. Hampir tidak mungkin bahwa redaksi-redaksi yang mencantumkan bagian atas mazmur akan melakukan begitu tanpa beberapa alasan yang baik. Faktanya, kita hanya perlu mengikuti dua asumsi : 1) bahwa mazmur tidak ditulis sampai suatu waktu yang masuk akal berlalu untuk membiarkan Daud mendapatkan keseimbangan, perlakuan obyektif dari kasus itu; 2) bahwa ayat-ayat 13ff. menunjukkan bahwa praktek dusta tidaklah menolong redaksi, faktanya, usaha-usaha semacam itu sepenuhnya kelalaian. H. C. Leupold, Exposition of Psalms (Grand Rapids: Baker Book House [reprint], 1969), p. 278.

106 Mereka yang cenderung menganggap enteng keterangan bagian atas mazmur itu harus diingatkan akan pentingnya fakta, yang ditunjukkan oleh Kidner: “Dalam teks Ibr. tidak ada ruang di antara kata-kata ini dan yang biasanya dicetak sebagai baris pertama.” Kebiasaan kita untuk mencantumkan judul di atas mazmur selain daripada sebagai bagian dari ayat 1 adalah masalah kenyamanan, yang tidak mengubah statusnya sebagai bagian dari teks. ” Derek Kidner, Mazmur 73-150 (Downers Grove: Inter-Varsity Press, 1975), p. 391, fn. 1.

107 Beberapa orang mungkin mendapatkan ini membingungkan untuk mencatat bahwa kata-kata Yesus dalam Matius 12:3-4 and Markus 2:25-26 tampaknya menyarankan bahwa Daud tidak salah untuk minta roti kudus. Saya percaya bahwa Tuhan kita sedang mengatakan bahwa Daud benar dalam hal meminta roti dan bahwa Ahimelekh benar dalam hal memberikannya. Prinsipnya di sini adalah Sabat diberikan untuk keuntungan manusia, bukan untuk kerugian manusia. “Melanggar Sabat” dengan menyembuhkan orang adalah untuk menjaga semangat hukum, karena tujuan hukum adalah menguntungkan manusia. Tuhan memaksudkan agar manusia istirahat dari pekerjaannya dan memiliki waktu untuk beribadah, namun tidak melarang memungut sedikit bulir gandum. (Mat. 12:1). Semua ini berurusan dengan prinsip tujuan hukum, yang menjadi suatu berkat bagi manusia. Masalah dusta Daud bukanlah pertanyaan untuk didebatkan di sini. Yesus juga tidak mengecilkan dosa Daud dengan tidak menampilkan masalah ini, yang hanya memperlemah argumentasi-Nya. Sanksi makan roti kudus bukanlah sanksi untuk dusta Daud.

108 Adalah suatu hal yang menarik untuk mengamati bahwa sementara Saul kurang tekun dan komitmen untuk menaati Tuhan sepenuhnya dengan memerintahkan kematian orang Amalek dan semua miliknya (1 Sam. 15:3, 9), ia dengan tekun membantai mereka yang dirasanya tidak setia kepadanya di Nob (1 Sam. 22:16-19). Betapa rajinnya kita dalam mengejar ambisi-ambisi pribadi kita, dan betapa lambannya kita sering dalam mengejar kehendak Tuhan yang dinyatakan!

109 Ketika saya mempertimbangkan keputusan-keputusan Daud ketika melarikan diri dari Saul saya sampai pada sebuah kesimpulan sementara, yang saya bagikan pada Saudara untuk studi dan renungan Saudara. Banyak keputusan “buruk” Daud dibuat berdasarkan nasihat mereka yang bijaksana dan saleh. Abigail bisa membujuk Daud untuk mengambil keputusan yang lebih baik (1 Sam. 25). Nabi Gad menyuruh Daud untuk pergi dari Moab dan kembali ke Yudea (1 Sam. 22:5), walaupun tampaknya Daud memutuskan sendiri untuk meninggalkan Yudea dan melarikan diri ke Gat. (1 Sam. 21:1). Dalam 1 Samuel 19:18 Daud melarikan diri kepada Samuel, dimana tidak disebutkan ia melakukan kekerasan atau berdusta , walaupun demikian sesudah Samuel meninggal tampaknya Daud melakukan beberapa kesalahan serius ( bnd. 25:1ff.; 28:3ff.) Belakangan, nabi Natan menolong Daud untuk kembali ke jalan yang benar. Sebenarnya “tidak ada manusia yang hidup sendiri.” Banyak kesalahan kita merupakan hasil keputusan-keputusan sendiri, daripada menuruti nasihat yang saleh.(bnd. Ams. 11:14; 12:15; 13:10; 15:22; 24:6).

110 Anda akan memahami ini sebagai pendapat pribadi saya, namun saya pikir ini sukar untuk diributkan. Masalah yang mendasari pikiran-pikiran kita menjadi sebaliknya adalah bahwa kita cenderung terlalu memuliakan tokoh-tokoh Alkitab. Kita begitu ingin mereka menjadi teladan-teladan sehingga kita menutup mata terhadap kelemahan-kelemahan, cacat-cacat karakter, dan dosa-dosa “para raksasa iman ini.” Namun ingatlah bahwa mereka yang terdaftar dalam “Saksi-saksi iman” dalam Ibrani 11 memiliki kelemahan-kelemahan, saya tegaskan, yang Tuhan beritahu memang kita miliki . Tuhan tidak memuliakan dosa, namun ia juga tidak mengecilkan atau meneropongnya. Dalam kata-kata Perjanjian Baru , para pria sejati ini adalah “manusia biasa seperti kita” (Yakobus 5:17).

111 Kidner, Mazmur 1-72, p. 140.

112 Maksud kata kerja “Muliakanlah…” adalah suatu bentuk perintah yang mungkin tidak memiliki kekuatan sebesar sebuah dorongan. Bnd. James M. Van Dine, “An Exegetical Study of Psalm 34” (unpublished Master’s thesis, Dallas Theological Seminary, Dallas, Texas, 1974), pp. 29-30.

113 Mungkin juga untuk menafsirkan ayat 5 maksudnya adalah orang-orang Israel yang benar dalam jemaat memandang kepada Daud (lebih daripada kepada Tuhan) dan berseri-seri dan tidak malu tersipu-sipu karena Tuhan telah melepaskan dia. Bnd. Van Dine, pp. 33-38.

114 “….tetapi kata orang di sini berbeda. Ini benar-benar dimaksudkan seorang yang kuat, dan menasihati bahwa walaupun ia selalu merasa dirinya kuat, kebahagiaan manusia yang sejati hanya bila bergantung pada Yehova.” A. F. Kirkpatrick, The Book of Psalms (Grand Rapids: Baker Book House [reprint], 1982), p. 172.

115 Bagian ini direfleksikan oleh judul-judul Kidner. Ayat 2-11 berjudul “Bersukacitalah bersamaku”; ayat- 12-13 “Belajarlah dariku.”

Report Inappropriate Ad